Mia dan singa putihnya (sumber gambar) |
Menurut Howard Gardner ahli psikologi menyatakan setiap manusia punya basic kecerdasan yang berbeda satu sama lain. Teori yang ia ajukan bernama "Multiple Intelligences". Bisa diartikan dengan kecerdasan beragam. Pendiri website ini pernah membuat tulisan tentang konsep tersebut berjudul "Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Kecerdasan Beragam (Multiple Intelligences)" Agar lebih paham tentang teori Multiple Intelligences silakan dibaca.
Saya menonton sendiri film ini. Di bioskop baru di kota Malang. Lokasinya juga di Mall baru. Yakni, Transmart MX Mall. Letaknya sebelah selatan persis Malang Town Square (Matos). Sebenarnya saya tidak terlalu niat menonton film ini. Sebab genre filmnya bukan tipe saya. Namun, film ini juga bukan film yang tidak saya sukai. Artinya film ini berada di tengah-tengah. Antara disukai atau tidak tergantung suasana.
Motivasi utama saya menonton Mia and the White Lion adalah ingin merasakan suasana bioskop baru di Mall yang juga baru. Tepatnya tanggal 23 Februari kemarin baru dibuka. Lumayan bisa menghilangkan penat. Sebab film-film yang saya sukai sudah ditonton seluruhnya. Sudah barang tentu semuanya juga diulas di website kesayangan kalian ini. Apalagi kalau bukan Banjirembun.com.
Oke, kembali ke jalur yang benar. Film ini merupakan film keluarga. Murni tentang kehidupan keluarga sepenuhnya. Tanpa bumbu percintaan sedikitpun. Sedikit dibumbui adegan tembak menembak. Konflik yang dibangun adalah hubungan antara dua anak dengan kedua orang tuanya beserta asisten rumah tangga. Film yang mendidik penonton tapi tak menimbulkan kesan menggurui.
Selain drama keluarga, film ini juga membangun drama hubungan manusia dengan hewan. Bercerita tentang bagaimana dua saudara adik-kakak yang punya basic kecerdasan naturalistik. Mereka mampu memahami hewan begitu dalam. Bahkan orang tuanya sendiri pun yang seorang penangkar singa tak begitu benar-benar menguasai bakat itu. Orang tuanya hanya sekedar menangkar singa. Namun jiwanya tidak menyatu dengan hewan itu.
Nama Mia yang terdapat pada judul film ini merupakan anak yang mampu melakukan penyatuan jiwa antara manusia dengan singa. Ialah yang pada akhirnya harus berkonflik dengan orang tuanya. Bukan hanya konflik batin. Ia melakukan pemberontakan. Apalagi kalau bukan demi singa putih yang ia sayangi. Singa yang telah ia rawat dari bayi hingga dewasa. Singa yang membuat hatinya luluh karena bisa mengisi hari-hari tersepinya.
Plot twist (kejadian tak terduga yang merubah arah film secara tajam) film ini dimulai saat Mia melakukan pengintaian. Membuntuti ayahnya yang sedang mengirim singa ke tentem pembelinya. Tak disangka ternyata selama ini ayahnya tak sesuai dengan perkiraannya. Sosok hadirnya ayah yang baik dan penyayang binatang sirna begitu saja. Di sinilah jiwa muda Mia muncul. Ia balik memberontak pada ayahnya.
Secara umum film ini bagus. Saya tidak kecewa melihatnya. Pun juga tidak terlalu suka menontonnya. Namun, film ini tetap patut ditonton. Kalau tidak patut ditonton tidak akan saya masukkan ke ulasan film di website *Banjir Embun*. Bagi orang tua silakan bawa anak kalian menonton film ini. Tapi ingat jangan sampai merasa tersindir dengan aksi tokoh orang tua di film ini. Sebab orang tua telah memberi hadiah bayi singa pada anaknya tapi setelah besar diminta lagi. He he he.
Kelemahan film ini adalah kurang menonjolkan aksi antagonis. Barangkali sutradara bermaksud ingin meminimalkan konflik yang meluas. Sajian konflik cukup dilokalisir pada sektor keluarga tokoh utama. Dengan begitu kesan sebagai film keluarga tidak hilang. Serta supaya penonton tetap bisa fokus pada Mia dan Singa Putihnya. Di mana hubungan antara keduanya benar-benar dibangun secara nyata. Tampak natural.
Demikian tulisan ini dibuat. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga terhibur.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ulasan MIA AND THE WHITE LION: Film Berlatar Alam Liar Benua Afrika"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*