Oleh:
A. M. Ghazali
Memahami Ulang Arti Moderasi Islam
Setiap ada istilah baru yang dimunculkan pasti akan muncul pemahaman salah. Setidaknya akan timbul pemahaman baru dari konsekuensi penggunaan Istilah itu. Tengok saja dengan adanya istilah "Islam Nusantara", kita sudah tahu bagaimana perilaku over reaksi kubu sebelah. Tanpa didiskusikan dulu langsung memlintir habis-habisan. Bahkan yang terparah tak segan-segan untuk mempolitisasinya.
Kenyataan seperti di atas juga terjadi saat penggunaan istilah "Moderasi Islam" digaungkan. Beberapa pihak dengan entengnya mengrecoki. Kata penolaknya, istilah itu merendahkan martabat Islam sebagai agama yang agung. Masih kata mereka, Islam itu sudah moderat tak perlu dimoderasikan. Lanjutnya, Islam adalah agama sempurna yang tak perlu lagi diberi embel-embel maupun diotak-atik.
Padahal, yang dimaksud moderasi Islam yang sebenarnya ialah memoderasikan pemahaman umat (reinterpretasi) terhadap teks. Baik itu teks wahyu, teks hadith, maupun teks-teks karya para ulama. Sebab memahami teks tanpa melibatkan konteks adalah tindak pemerkosaan terhadap keaguangan teks itu sendiri. Dengan kata lain, pemahaman yang salah terhadap teks dapat merusak nilai moderasi dalam Islam.
Nilai moderasi dalam Islam harus digali dan ditemukan lagi. Jangan sampai nilai itu ditumpulkan sehingga dalam Islam yang lebih dimunculkan pemahaman Islam yang anti moderat. Dari sini dapat dikatakan bahwa yang dimoderasikan ialah umat Islamnya. Bukan memoderasikan agama Islam. Apalagi merubah teks maupun syari'at Islam demi mencapai level moderasi versi manusia. Bukan versi Illahi.
Moderasi Islam harus didudukan pada tempatnya. Ia sebagai OASE bagi umat sekaligus bangsa ini. Tentu harapannya OASE itu harus kita jaga bersama. Jangan sampai dikotori oleh tangan-tangan jahil. Pun, harus dipastikan bahwa air yang mengalir tetap bersih, lancar, dan cukup untuk menyegarkan bagi siapapun yan gmenggunakannya. Dengan begitu, Islam sebagai agama akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan oleh Nabi Muhammad.
A. الوسط في المنهج
Dalam pengertian itu posisi umat Islam tidak hanya menggunakan metode A tapi juga metode B. Dalam memahami teks tidak hanya terpaku pada tekstual tapi juga kontekstualnya. Tidak hanya keumumam teks (lafaz) yang penting tapi asbab juga penting. Dapat dikatakan bahwa yang penting itu adalah substansi bukan pengertian atau artinya.
Nilai
moderasi yang dapat kita ambil dalam jenis ini ialah umat Islam harus fleksibel dalam menggunakan metode pemahaman. Tetap berada di tengah-tengah. Namun tidak dilarang untuk menjelajah ke kiri maupun ke kanan. Boleh mencampuradukan antara metode satu dengan yang lainnya. Bisa dikatakan posisi umat Islam di sini harus teliti dan pintar dalam memilih.
B. الوسط في العقيدة
Dalam pengerti itu posisi umat Islam bukan bagian dari aqidah A bukan pula bagian dari aqidah B. Umat Islam harus beraqidah monotesime. Yakni, meyakini hanya ada satu Tuhan. Dalam posisi ini Islam didudukan sebagai pusat otoritas yang tak terbantahkan. Tidak boleh ditawar dan dipahami ulang tentang berapa jumlah Tuhan itu.
Nilai moderasi yang dapat kita ambil dalam jenis ini ialah umat Islam harus tetap kokoh mempertahankan posisinya. Benar-benar berada di tengah. Tidak boleh menyeleweng ke mana-mana. Tidak mencampuradukan monotasime dengan ateisme maupun politaisme. Bisa dikatakan posisi umat Islam harus tegas dan kuat.
Disclaimer: segala kekukarangan atau kesalahan dalam penulisan artikel ini dapat diberitahukan melalui email: banjirembun@banjirembun.com
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul " Moderasi Islam: الوسط في المنهج dan الوسط في العقيدة "
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*