Oleh:
Masgion
Setahun terakhir aku telah
membaca tulisan dari seorang seniorku yang luar biasa. Tulisan-tulisannya
selalu muncul dalam grup chat-ku setiap hari, tidak pernah seharipun terlewat
dalam setahun terakhir, menurut pengamatanku dan menurut cerita beliau.
Terkadang aku membaca dengan tuntas apa yang ditulisnya dan terkadang aku hanya
sepintas membaca judul dan isi tulisannya. Kalau melihat isinya, tulisannya
sangat mengalir, menarasikan keadaan, situasi, kejadian atau sesuatu yang
dilihat, dirasakan atau dialami oleh seniorku itu.
Keinginanku sendiri untuk
menulis sebenarnya sudah sejak lama ada dalam benakku, terinspirasi dari
tulisan seniorku itu, namun lama juga aku butuh waktu untuk merealisasikannya.
Realisasi, ya….butuh waktu yang lama untuk benar-benar real, nyata dalam bentuk tulisan. Kadang aku bertanya dalam hatiku,
apakah menulis itu sulit? Jawabannya TIDAK. Mengapa tidak? Setiap hari aku
menulis, apakah itu menulis email, sesuatu yang menjadi bagian dari
pekerjaanku. Setiap hari juga menulis dalam bentuk chatting dengan komunitas
dan teman-temanku. Bahkan media sosial juga menjadi tempatku menulis, entah itu
ungkapan sesuatu, keluh kesah, komentar pada tulisan teman atau lainnya. Yang
pasti menulis sudah menjadi bagian dari kesehariannku
Akhir bulan Desember 2018 lalu
bahkan keinginanku untuk menulis sudah sangat besar, bisa dibilang sudah
“untup-untup” dan sudah menjadi tekad bulat untuk mengambil momen tahun baru
2019 sebagai awal untuk memulai menulis. Tetapi nyatanya sampai seminggu
setelah pergantian tahun belum juga terwujud tulisan yang ingin kuinginkan.
Alasannya karena kesibukan pekerjaanku dan di rumah atau mungkin karena
kemalasanku untuk memulai menulis, atau juga karena keraguanku tentang
bagaimana nanti isi tulisanku.
Beberapa hari lalu akku
melihat-lihat status WA dari teman-temanku, salah satunya seniorku itu. Dalam
statusnya, kulihat beliau akan ada acara di Malang. Langsung saja ku chat
beliau, ku ingin mengajak beliau bertemu untuk sekedar ngopi bareng, melepas
kangen karena sudah sekian lama tidak pernah bertemu muka, hanya chat dan
tulisannya saja yang kubaca di grup komunitasku.
Beberapa jam bertemu dengan
beliau, ada sesuatu yang sangat bernilai. Melepas kangen dan diskusi serta
mengenang pertemuan-pertemuan yang lalu dan mengingat-ingat momen yang pernah
kami lalui bersama atau paling tidak pernah saya ingat cerita beliau dari
senior-seniorku yang lain. Obrolan dan diskusi ringan terjadi sambil makan
jagung bakar dan ngopi. Cerita-cerita masa lalu dan cerita hari ini coba cari
sambungannya, entahlah, banyak yang ku obrolkan dengan beliau semalam. Yang
paling aku coba untuk gali dari seniorku adalah kesibukannya dalam menulis.
Sangat antusias seniorku
bercerita tentang kegiatannya menulis. Banyak yang seniorku ceritakan, tetapi
ada satu hal dari ceritanya yang ku tangkap dan sebelumnya tidak ku sadari saat
membaca tulisan-tulisannya. Tulisan-tulisannya memang naratif, bercerita
tentang apa saja, tetapi ternyata di dalamnya ada misi dan message yang disampaikan, sebuah bumbu rahasia ibarat orang
memasak, sebuah rasa atau ruh ibarat sesuatu jiwa yang hidup. Tulisannya juga
sebagai sebuah ungkapan kekaguman dan wujud dari rasa syukur pada Tuhan-nya
dengan melihat fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Pertemuan semalam ku ibaratkan
juga sebagai pelatuk buatku. Pelatuk yang ditarik untuk mengeluarkan sesuatu
yang sudah “untup-untup” dalam benakku. Serasa mendobrak kemalasanku,
keraguanku untuk memulai menulis. Keraguannku mengenai bagaimana nanti isi
tulisannku terbantahkan dengan diskusi semalam. Tulis dan tulislah apa saja, “rasah nggagas” bagaimana nanti hasilnya,
bagaimana komen orang yang membacanya klo diposting, entah di-like, di-bully gak peduli, pokoknya tulis saja. Okelah, bisik dalam hatiku.
Akan memulai untuk menulis, apa saja yang ingin ku tulis.
Dan akhirnya pagi ini aku
berhasil membuka laptop karena tujuanku untuk menulis. Ku mulai menulis setelah
urusan pagi hari dengan anak-anakku dah beres dan mereka sudah “anteng”. Ku tulis saja apa yang kurasakan
semalam hingga pagi ini. Dan ku tekadkan aku bisa menulis setiap hari seperti
yang seniorku lakukan. Belum tahu apa tujuanku menulis ini, untuk apa aku
menulis. Yang pasti aku akan menulis saja apa yang ada dalam benakku, entah apa
nanti yang akan muncul dalam benakku. Ku harap pelatuk yang sudah ditarik ini
bukan pelatuk senapan angin yang membutuhkan dipompa setiap selesai ditarik.
Berharap adalah pelatuk dari senapan mesin yang memiliki peluru ribuan butir
dan bisa segera di-reload setelah
peluru habis.
Karangbesuki
Malang, 6 Januari 2019
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pelatuk Sudah Ditarik"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*