Mengapa Hizbut Tahrir (HT) tidak mau mencoblos?
Kalian semua sudah tahu bahwa HT merupakan organisasi pejuang khilafah. Salah satu doktrin yang dibangun ialah pembentukan negara berasaskan Islam. Intinya semua elemen kehidupan mulai dari politik, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya harus dilandaskan nilai-nilai Islam. Segenap bidang kehidupan harus disyari'ahkan. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan saat tidur pun diatur bagaimana posisi yang benar.
Logika sederhananya begini. Bila ingin membentuk negara Islam maka cara pembentukannya juga harus melalui cara Islami. Sedangkan metode pemilihan umum (pemilu) bukanlah metode Islami. Sebab pemilu adalah anak turun dari demokrasi. Padahal, menurut mereka demokrasi adalah produk barat. Di mana, barat lebih cenderung mengagungkan akal daripada keimanan. Barat lebih memuliakan kedudukan manusia dari segala-galanya. Manusia diposisikan sebagai satu-satunya entitas (wujud) yang terunggul.
Alasan penolakan mereka terhadap demokrasi salah satunya karena di dalamnya terdapat ajaran "Kedaulatan di Tangan Rakyat". Menurut pendukung Hizbut Tahrir seharusnya "Kedaulatan di tangan Tuhan". Sebab jika kedaulatan di tangan rakyat maka produk hukumnya juga dibuat oleh rakyat. Seharusnya sebagai pemeluk Islam menurut mereka harus menggunakan produk hukum dari Allah bukan dari manusia. Kata mereka produk manusia penuh dengan keterbatasan dan kepentingan.
Baca juga:
Bisa dikatakan demokrasi bagi mereka adalah haram. Demokrasi adalah antitesa (pertentangan) dari khilafah. Semua hal yang berbau dengan demokrasi harus dihindari. Bahkan bila memungkinkan dimusnahkan. Dalam memusnahkan harus dengan metode Islami. Tidak boleh menggunakan cara-cara yang di luar Islam. Misalnya mereka menolak "menggulingkan" penguasa dengan jalur pemilu. Dengan kata lain, mencoblos adalah perbuatan haram karena itu bertentangan dengan cara Islami
Ada Isu Sanggahan dari Tokoh Hizbut Tahrir bahwa Pendukungnya boleh Mencoblos
Siapapun boleh menyanggah bahwa HT membolehkan pendukungnya untuk mencoblos. Siapapun boleh berkata apapun asal tidak melanggar hukum. Perkataan apapun bisa digunakan untuk menutupi isi hati. Perkataan apapun bisa digunakan untuk menyembunyikan kebenaran. Namun, fakta di lapangan bisa jadi berbicara beda. Bila dilakukan perhitungan secara profesional terhadap pendukung HT terkait keikutsertaan mereka dalam pemilu maka fakta sebenarnya akan terkuak.
Belum lagi ada pertanyaan-pertanyaan terkait mereka yang bisa mengindikasikan ada perilaku tidak mau mencoblos. Yakni, Apakah mereka mau diajak datang ke TPS untuk mencoblos? Apakah mereka terlihat semangat bila diajak berbicara coblosan? Apakah mereka antusias ketika petugas KPU datang ke rumah? Apakah mereka mau diajak untuk merubah Indonesia dengan cara mencoblos? Apakah mereka mau menjadi caleg atau calon kepala daerah kemudian menyuruh pendukungnya untuk mencoblos?
Untuk meyanggah isu terebut perlu analisis kasus pendukung HT lainnya. Menurut Felix Siauw kompromi terhadap sistem kufur merupakan penggembosan terhadap perjuangan Islam. Ia menambahkan masuknya sistem partai politik ke sistem demokrasi yang kufur akan banyak menimbulkan pertanyaan. Dengan masuknya mu'min ke parlemen maka status atau kedudukan hukum Allah akan disamaratakan dan dikompromikan dengan hukum buatan manusia. Padahal menurut dia, dengan tegas Allah melarang perbuatan seperti itu.
Tindakan seperti itu menurut Felix akan menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat. Masyarakat akan menilai adanya inskosistensi di parpol Islam. Di satu sisi menjunjung dan membanggakan Islam sebagai nilai pergerakan partai. Namun, di sisi lain parpol itu justru masuk dan berjuang melalui jalur yang bertentangan dengan Islam. Sikap tidak konsisten ini menyebabkan perilaku kompromistis dengan kekuasaan. Dengan kata lain, parlpol butuh strategi sendiri untuk mempertahankan posisinya di sistem kufur itu. Termasuk salah satunya mengkompromikan hukum Allah.
Bagaimana Sikap Pendukung Hizbut Tahrir di Pemilu 2019 setelah dibubarkan oleh Pemerintahan Indonesia?
Dengan mengetahui penjelasan di atas seharusnya para tim sukses jadi tahu betapa sulit merebut hati pendukung Hizbut Tahrir. Meski organisasi itu telah dibubarkan sekalipun. Ideologi dan fanatisme mereka masih mendarah daging. Terlebih lagi pembubaran itu dilakukan pasca tahun politik 2017. Di momen setelah sebagian dari mereka ikut andil berjuang dalam aksi 212. Dengan kata lain, meski sebagian dari pendukung mereka tidak ikut aktif mencoblos tapi tetap ikut aktif meramaikan hiruk pikuk dunia perpolitikan.
Bisa jadi mereka akan makin anti pati terhadap sistem perpolitikan Indonesia. Mereka bisa berdalih sistem demokrasi yang notabene buatan manusia telah memperkosa hak-hak manusia dalam memperjuangkan hukum Allah. Mereka mendapat bukti baru secara nyata bahwa menurut mereka demokrasi telah benar-benar membenci Islam. Kalau sudah begitu, akan sangat sulit lagi mengajak mereka untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu. Lebih sulit saat merayu mereka untuk ikut mencoblos di pemilihan gubernur Jakarta 2017 kemarin.
Dapat disimpulkan, dalam usaha merehabilitasi pendukung Hizbut Tahrir tidak hanya butuh waktu. Lebih dari itu, pergerakan mereka harus dimatikan. Organisasi-organisasi sempalan pendukung Hizbut Tahrir harus dikunci. Tidak boleh mengembangkan diri. Di saat yang tepat harus diadakan pembubaran. Banyak lembaga di bawah naungan pendukung Hizbut Tahrir masih ada dan berpartisipasi aktif di masyarakat hingga sekarang. Mulai lembaga pendidikan, zakat, rumah sakit, Masjid, panti asuhan, dan lain sebagainya.
Menghadapi kenyataan itu, kami memprediksi bahwa sikap HTI sekarang ini "menunggu" dan "melihat" dulu. Tidak mau gegabah melakukan tindakan. Barangkali juga bukan mustahil di April 2019 nanti mereka akan dikerahkan untuk mencoblos oleh para tokoh-tokohnya. Entah partai, caleg, calon kepala daerah, dan capres mana yang akan dicoblos. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk hukuman terhadap masyarakat penolak HT sekaligus bentuk eksistensi diri. Mereka ingin menunjukkan masih ada. Namun, sepertinya hal itu berkemungkinan kecil.
Terima kasih telah membaca. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga bisa bermanfaat.
Disclaimer: Tulisan ini adalah opini pribadi. Sebagian data didasarkan pada metode wawancara non terstruktur dengan aktivitis Hizbut Tahrir. Bagi yang mau menyanggah atau menolak opini ini silakan. Tulisan ini sangat terbuka untuk diberi masukan. Terutama dari kalangan pendukung Hizbut Tahrir sendiri.
Kami tekankan bahwa kami bukan mantan anggota Hizbut Tahrir. Pun, kami bukan pendukung Hizbut Tahrir. Tulisan ini dibuat untuk saling berbagi informasi. Sekaligus sebagai awalan diskusi lebih lanjut. Tulisan ini tidak diperuntukkan mencari permusuhan. Tujuan dibuatnya tulisan ini untuk mencari kebenaran.
Hizbut Tahrir Indonesia Dibubarkan (gambar dimodifikasi dari sini) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Hizbut Tahrir: Menolak Demokrasi, Menolak Pemilu, dan Menolak Coblosan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*