Halaman Facebook yang Inspiratif Namanya "Catatan Dahlan Iskan"
Sekilas Tentang "Catatan Dahlan Iskan"
*BANJIR EMBUN* -Medsos-- Mau tulisan gratis tapi sangat inspiratif dan bermanfaat? Ya "Catatan Dahlan Iskan" jawabannya. Bagi pengguna kartu sim Indosat dapat mengakses facebook secara gratis untuk membacanya. Tinggal ketik free.facebook.com pada browser seluler kalian. Lalu ketik "Catatan Dahlan Iskan" pada menu pencarian. Pilih hasil teratas yang halamannya paling banyak disuka. Sekitar 195 ribuan jempol diberikan.
Halaman itu tidak dikelola maupun dikuasai oleh Abah Dahlan. Tidak pula dibiayainya. Namun dia tahu kalau tulisannya itu dipajang di halaman media sosial. Tulisan itu dicomot dari website Dahlan Iskan. Sudah barang tentu Abah membolehkan. Mungkin sudah menjadi niatnya untuk mengabdi pada masyarakat lewat tulisan. Tulisan yang tak hanya sekedar memberi informasi tapi juga memberi kejutan, hiburan, hingga makna kehidupan.
Bagi pembaca yang suka perpolitikan, tulisan Dahlan Iskan bisa dibelokkan. Bisa dikait-kaitkan tulisan yang menyindir politikus nasional. Terbukti di komentar banyak orang yang memaknainya dengan serampangan. Bagi yang suka perjalanan, menjadi penyemangat untuk mengikuti jejak petualang Abah Dahlan. Membuat pembaca iri tak karuan. Ingin mengarungi luasnya dunia. Menikmati fenomena bermacam yang tak ada di Indonesia.
Baca juga:
Motivasi Menulis
Kumpulan Tulisan Opini Jawa Pos
Dengan membaca tulisannya, kalian diajak menikmati kenyataan dunia yang sebenarnya. Bukan dunia yang ada dalam gambaran pikiran. Bukan dunia yang terkurung dengan imajenasi menyesatkan. Akibatnya, tulisan Abah bisa menampar siapa saja yang sok tahu tentang seluruh kehidupan. Padahal kenyataan di luar sana sungguh sangat berbeda. Andai pembaca melihat sendiri pasti bikin mata terbelalak. Hati berkecamuk tak karuan. Akhirnya kesadaran diri muncul "ternyata aku masih kurang melakukan perjalanan".
Baca juga:
Tulisan Ringan di Halaman Facebook "Catatan Dahlan Iskan"
Memang, paling banyak tulisan Pak Dahlan seputar perjalanan. Bukan hanya perjalanan dalam negeri tapi juga luar negeri yang berada jauh di sana. Pembaca seakan diajak jalan-jalan bersama. Melihat, merasakan, hingga menggungah rasa untuk ikut berempati menikmati suasana di sana. Apalagi seringkali dalam setiap cerita disertai gambar cuplikan. Berupa hasil berfoto dia. Baik foto sendiri maupun foto bersama-sama kenalan baru saat di perjalanan.
Dahlan Iskan Sang Maestro Wartawan
Sungguh pantas bila ia disebut maestro wartawan. Meski tak lagi menulis di koran, tapi jiwa jurnalismenya tetap ada. Ia sendiri yang mengatakan bahwa saat di perjalanan naluri wartawannya kadang muncul begitu saja. Bertanya pada siapa saja yang dianggap bisa menjawab rasa penasarannya. Yups, sekarang ia masih jadi wartawan. Bukan wartawan pencari uang. Melainkan wartawan yang selalu membagi inspirasi kehidupan lewat tulisan.
Pak Dahlan tetap memberi pencerahan meski ia telah jadi konglomerat. Andai pun ia mau, ia mampu membeli apapun barang jualan yang dilewatinya. Tapi ia lebih memelih cara lain dalam menjalani kehidupan. Pilihan hidup yang dijalani berbeda dari milliarder lainnya. Yang di hari tuanya tetap ikut campur urusan perusahaannya. Yang di hari tuanya hanya ingin menikmati hidupnya sendiri tanpa berbagi dengan sesama.
Baca juga:
Cerita Motivasi: Pilihan Hidup di Hari Tua
Tulisan adalah Batu Nisan yang Tak Pernah Lapuk
Jiwa wartawannya Dahlan Iskan memang sudah teruji sejak lama. Ia tak merasa bosan maupun kehabisan bahan tulisan untuk dibagikan. Meski itu dilakukan tiap hari memberi satu tulisan. Yang kadang menulisnya harus dicicil atau diedit dulu sebelum dipublikasikan. Sungguh saya tak bisa membayangkan. Kok sempat-sempatnya menulis disela-sela perjalanan. Kalau saya sih memilih fokus pada "kesuksesan" perjalanan.
Saya tahu sendiri rasanya menulis dalam perjalanan. Sangat ribet, menjenuhkan, dan bikin konsentrasi hilang. Kalau pun sudah tenang, pasti itu ketemu sesuatu yang menyenangkan. Malah bikin lupa segalanya. Apalagi soal membuat tulisan. Jangankan untuk menulis, untuk membuka akun website ini pun tak sempat. Ketika sudah tiba di hotel tinggal capeknya. Inginnya langsung tidur sambil menonton televisi atau menikmati wifi gratisan.
Tulisan yang dibuat Pak Dahlan masuk kategori tulisan panjang. Tak mudah merangkainya dari kata ke kata. Tak mudah pula menyambungnya dari kalimat ke kalimat. Pun tak mudah memadukan dari paragaraf ke paragraf. Rata-rata tulisannya sekitar antara 500 hingga 1000-an kata. Itu dilakukan di setiap hari di sela aktivitasnya. Kalau bukan Maestro tak bisa melakukannya. Kalau bukan begawan tak akan mau membuatnya.
Terbukti, tulisannya tiap hari selalu mendapat sekitar ratusan jempol yang diterima. Kadang untuk tulisan bertema tertentu bisa dapat ribuan. Serta setiap tulisan mendapat lebih dari 70 komentar. Kadang memperoleh ratusan komentar. Kalau bukan orang sembarangan tak mungkin mendapat apresiasi seperti itu tiap harinya. Lebih dari itu, komentar bernada positif juga dihaturkan. Seperti pujian hingga usulan untuk bersedia menulis tema yang jadi pilihan pengusulnya.
Saya juga termasuk salah satu korban Pak Dahlan. Saya ketagihan membaca tulisannya. Bila tak sempat membaca tulisannya karena kesibukan maka esoknya pasti saya cari lalu saya baca. Lawong, buka facebooknya gratis tanpa potongan kuota. Kok yo kebangetan masih males membaca. Berkat rajin membaca saya jadi tersengat untuk mengikuti jejaknya. Yakni, menulis setiap hari di akun website *Banjir Embun* ini yang kalian baca.
Saya merasakan sendiri. Membaca tulisannya waktu jadi berjalan sangat cepat. Rasanya tulisan dibuat kurang panjang. Ingin tetap menikmati irama tulisan yang dibuatnya. Namun tiba-tiba ternyata akhir tulisan di depan mata. Harus rela menutupnya. Mau membaca apalagi pikir saya. Mau membaca komentar? Saya tidak mau tentunya. Bakal bikin emosi saja. Nitezen memang raja. Jarinya bebas mengetik apa saja. Termasuk ketikan yang bikin sesak dada.
Demikian tulisan dari saya. Semoga bisa membawa manfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
subhanallah.....
BalasHapusizin koment nggeh ustadz.
saya pengenmenjadi penulis
Iya silakan. Terima kasih atas kunjungannya
BalasHapus