Tulisan ini memuat jawaban dari pertanyaan berikut ini:
1. Bolehkah Proses Bimbingan Konseling dilakukan oleh Guru Kelas?
2. Siapakah penanggung jawab terhadap pengelolaan Bimbingan dan Konseling?
3. Apa kualifikasi Guru Bimbingan dan Konseling di SD/MI?
4. Bagaimana pelaksanaan Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar?
Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pendidikan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah di pasal 9 ayat (1) disebutkan "Layanan bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling." dipertegas dalam pasal 10 ayat (1) "Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SD/MI atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan Konseling." (Lihat Permendikbud lengkap)
Baca juga:
Konteks Sosial Konseling Sebelum Digunakan dalam Dunia Pendidikan
Dari pernyataan itu sudah jelas dapat kita pahami bahwa Guru kelas, Guru mata pelajaran, atau kepala sekolah sekali pun tidak memiliki kewajiban untuk melakukan tugas sebagai guru Bimbingan dan Konseling. Namun, kepala sekolah atau kepala satuan pendidikan tetap bertanggung jawab melakukan pengelolaan program layanan Bimbingan dan Konseling itu. Sebagaimana tertera pada pasal 9 ayat (4) bahwa "Tanggung jawab pengelolaan program layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan dilakukan oleh kepala satuan pendidikan".
Pada prinsipnya Guru Bimbingan Konseling pada setiap lembaga pendidikan mesti ada. Dalam merekrut guru Bimbingan dan Konseling pun tidak boleh sembarangan. Tentu guru tersebut harus memiliki kualifikasi minimal lulusan S1 Bimbingan Konseling. Pernyataan itu sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) yang isinya "Calon Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki kualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus pendidikan profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor."
Dengan demikian, sudah jelas bahwa keberadaan program Bimbingan dan Konseling harus ada di satuan pendidikan Sekolah Dasar (SD dan MI). Di mana Tanggung jawab pengelolaannya di tangan kepala Sekolah/Madrasah. Salang satunya dengan cara menugaskan guru yang berkualifikasi S-1 Bimbingan dan Konseling. Tentu bila memungkinkan juga membuatkan ruang kondusif khusus bimbingan dan konseling. Serta jauh lebih baik ada anggaran khusus untuk kelancaran pencapaian tujuan program BK.
Lantas, bila tidak ada lulus S1 Bimbingan Konseling bolehkah diajar oleh guru lain? Jawabannya, boleh-boleh saja guru bimbingan konseling dipegang oleh guru lain atau guru kelas. Toh, daripada tidak ada layanan BK sama sekali di sekolah itu. Jangankan untuk menggaji guru Bimbingan dan Konseling atau konselor untuk pengeluaran bidang lain yang lebih urgen masih keteteran. Kalau masih ada yang berkomentar sinis suruh saja orang tersebut membantu mencarikan anggaran untuk mengadakan ruangan kondusif Bimbingan dan Konselor sekaligus merekrut gurunya.
Sebab Bimbingan dan Konseling merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan. Keberadaannya sangat membantu dalam kelancaran dan tercapainya tujuan pendidikan. Memang seharusnya pengelolaan Bimbingan dan Konseling itu harus dilakukan profesional. Ada ruangan tersendiri, ada layanan terprogram, ada layanan responsif, dan lain sebagainya. Kenyataannya, banyak pelaksanaan Bimbingan dan Konseling masih seadanya. Bahkan keberadaannya hanya di atas kertas. Tujuannya untuk formalitas saja tatkala akan diadakan akreditasi.
Meskipun sebenarnya ada pedoman tersendiri dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah dasar. Di mana pendoman itu belum tentu akan bisa dipahami dengan utuh dan benar oleh sembarang orang. Apalagi untuk melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pedoman tersebut. Sebagaimana dalam pasal 12 ayat (1) disebutkan bahwa "Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling menggunakan Pedoman Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Menteri ini." (lihat lampiran Permendikbud)
Dilanjutkan dalam ayat (2) yang menyatakan "Pedoman Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu diatur lebih rinci dalam bentuk panduan operasional layanan Bimbingan dan Konseling." Sedang pada ayat (3) menyebutkan "Panduan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar atau Direktur Jenderal Pendidikan Menengah sesuai dengan kewenangannya." Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan bimbingan konseling harus ada kualitas kontrol dengan menggunakan pedoman yang ada. Baik itu dilakukan oleh internal maupun eksternal.
Demikian tulisan ini kami buat. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga bermanfaat.
Disclaimer: Tulisan di atas merupakan pemahaman penulis pribadi dari peraturan dan dari realitas di lapangan. Kemudian penulis analisis dengan menggunakan pendekatan tulisan opini. Oleh sebab itu, segala materi tulisan di atas masih sangat terbuka untuk didiskusikan.
|
Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar (gambar dimodifikasi dari sini) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*