Salah satu penyakit yang menyerang penulis adalah kesulitan menentukan tema tulisan. Hal ini terutama dialami oleh penulis blogger. Padahal, tema tulisan sebetulnya melimpah ruah di sekitar kita. Misal tentang kebiasaan teman kost yang tidur ngorok hingga terdengar sampai luar. Bisa juga tentang kebiasaan lucu adik atau keponakan yang masih balita. Masih banyak hal lain yang bisa ditulis.
Kenyataannya tidak semudah itu. Mencari tema memang gampang, tetapi mengisi tulisan dan menyajikannya dengan baik itu yang sulit. Bagi orang yang biasa membuat tulisan populer (ringan) pasti mudah menarasikan dengan baik tema tentang apapun itu. Secara runtut, renyah, dan bisa mengundang penasaran pembaca. Bahkan bisa jadi pembaca akan ketagihan. Mau lagi dan lagi.
Beda lagi dengan mahasiswa dan wartawan yang temanya sudah ditentukan oleh dosen dan redaktur. Mereka tinggal mencari data lalu diparafrasa (tulis ulang sesuai gaya bahasa penulis). Tidak dipusingkan dengan tema apa yang akan ditulis. Tidak akan garuk-garuk kepala lagi sambil bilang "anu" ketika ditanya mau nulis apa. Yups, "anu" memang memiliki jutaan makna. Terserah pendengar mau menafsirkan apa.
Menulis memang tidak mudah. Oleh sebab itu, sepatutnya blogger diberi apresiasi. Mereka mengetik berjam-jam hanya untuk menyusun kata menjadi kalimat. Lantas kalimat menjadi paragraf. Kemudian paragraf dirangkai dengan cantik agar menjadi sebuah tulisan utuh. Yakni, bacaan yang bakal dibaca tuntas oleh kebanyakan orang meski panjang.
Penulis blog mesti memeras otak. Berfikir keras bagaimana agar pembacanya bisa menikmati karyanya sehingga betah. Bahkan, bila perlu pembaca tersebut mampu dibikin penasaran tentang siapa sih penulisnya. Namun, kenyataannya para pengunjung blog mayoritas adalah para tamu yang kesasar. Tentu disasarkan oleh mesin pencarian semisal Google, Yahoo, Yandex, Bing, atau DuckDuckgo.
Adapun bagi blogger yang pragmatis alias berotak instan, tidak segan untuk melanggar etika. Dengan ringan tangan mereka akan melakukan copy paste (salin-tempel). Baik sebagian maupun seluruhnya. Ada juga yang membeli tulisan orang lain lalu diklaim sebagai tulisannya sendiri. Tentu ada pelanggaran dalam bentuk lain yang akan memakan tempat bila disebutkan satu-satu.
Semua itu menyebabkan iklim persaingan antar blogger menjadi tidak sehat. Menulis yang tujuannya untuk menjunjung nilai moral malah merusak esensinya. Menulis yang seharusnya menjadi kegiatan sosial justru tidak ada bedanya dengan pelacuran. Tujuan utamanya uang. Tidak peduli itu akan melanggar etika atau tidak.
Kalau masalah seperti di atas masih ditolerir maka tunggulah hukum rimba (hutan) yang akan berlaku. Siapa yang kuat dan licik dia yang akan menang. Namun, kemenangan itu hanya sesaat. Tunggu tiba saatnya dia akan terjatuh ketika terus-terusan curang. Bisa dibilang penyakit "anu" dalam menulis ini memang dapat memancing "kejahatan".
Penyakit "anu" harus dilawan. Jangan dibiarkan terus menyumpal jalan pikiran untuk menulis. Lebih baik menulis tulisan ringan, remeh, dan sepele daripada tidak menulis sama sekali. Serta dari pada "mencuri" tulisan orang lain bagian itu sebagian kecil maupun seluruhnya untuk diakui sebagai tulisan sendiri.
Mungkin sekarang kalian menganggap tulisan yang dibuat tak berkualitas. Namun, siapa tahu kelak tulisan itu bakal bermanfaat. Sebagai pelajaran, siapapun tak akan mengira bahwa novel "LASKAR PELANGI" bakal meledak begitu hebat. Sebuah tulisan yang dari satu sisi itu bisa dibilang teramat sepele dan ringan.
Nah, jangan takut dan malu untuk memulai menulis. Ketika penyakit "anu" tiba karena tak tahu harus menulis apa maka tulislah hal-hal ringan. Hitung-hitung sebagai pengalaman atau penambah jam terbang menulis. Sebab, semakin sering dan banyak menulis seseorang akan semakin mahir. Serta ia juga akan tahu menulis itu benar-benar bidangnya atau tidak.
Demikian tulisan dari saya. Terima kasih telah membaca. Semoga bermanfaat. Aamiin
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Penyakit "Anu" pada Penulis Blog: Bingung Mau Nulis Apa"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*