Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Manajemen Konflik

Oleh: A. Rifqi Amin

(tulisan ini saya buat sambil terkantuk)

Konflik akan selalu ada dalam hidup ini. Tidak hanya di organisasi, di dalam individu manusia pasti juga terdapat konflik batin. Konflik hadir disebabkan karena adanya perubahan baru. Sebaliknya, karena keinginan untuk terjadinya perubahan baru maka kadang konflik harus dimunculkan. Bisa dikatakan konflik merupakan rangkaian panjang hubungan erat antara aksi dengan reaksi. Adanya aksi dari dalam maupun luar yang mendapat reaksi dari dalam sistem. Begitu pula sebaliknya, terdapat aksi dari dalam yang mendapat reaksi dari luar maupun dalam sistem.



Konflik terjadi bisa saja secara alami (tanpa dirancang atau direkayasa). Bila hal itu terjadi berarti teori manajemen konflik tidak terlibat di dalamnya. Kecuali jika konflik alami tersebut dilawan dengan konflik baru yang telah dimanajemen. Mengingat, apapun itu bisa disebut sebagai manajemen konflik bila hal itu sudah direncanakan sebelumnya terlebih dahulu serta sudah memiliki tujuan tertentu. Namun demikian, meski terencana bukan berarti suatu konflik akan bisa selalu dikendalikan.


Suatu permasalahan tidak menuju ke ranah konflik bila mampu diselesaikan dengan bijaksana (adil). Baik penyelesainnya melalui dialog maupun mediasi antar pihak. Asumsinya, bila sesuatu itu didialogkan maka namanya bukan konflik. Mengingat ciri utama adanya konflik itu harus ada keagresifan, menekan kuat, dan melawan arus. Sekali lagi perlu ditekankan bahwa hal itu dilakukan karena tidak ada cara lain lagi yang lebih efektif untuk dipilih. Bila ketiga hal tersebut tidak ada maka apapun itu tidak bisa disebut konflik tapi drama.


Tidak hanya melibatkan dua pihak, fenomena konflik bisa juga melibatkan pihak ketiga. Di mana, ia berkedudukan sebagai penonton, pengambil kebijakan, pengamat, dan penjaga stabilitas konflik agar tidak mengarah ke hal yang buruk (berdampak negatif). Namun demikian, bila pihak ketiga tersebut tidak kritis, tidak teliti, tidak independen, dan cenderung mudah terpengaruh maka besar kemungkinan ia juga akan terjatuh ke dalam konflik. Bila sudah demikian tentu win-win solution tidak akan tercapai. Malah yang ada ialah harus mengorbankan salah satu pihak.


Konflik sangat penting dan harus ada. Tanpa konflik maka status quo (kemapanan) yang akan mendominasi sistem. Kehidupan sistem akan datar tanpa perubahan yang berarti. Bisa dikatan adanya konflik merupakan bukti hadirnya anti kemapanan. Mengingat kemapanan (kemandekan) merupakan hal yang tidak bagus bagi kehidupan. Bahkan pendapat yang lebih radikal mengatakan bahwa untuk menuju ketenangan (hal positif) suatu konflik harus dimunculkan terlebih dahulu. Bisa dikatakan konflik ada untuk penataan dan penyesuaian menuju situasi yang terbaru.



Tidak hanya bertujuan positif, konflik dimunculkan kadang juga demi meraih ambisi pribadi maupun kelompok. Kalau sudah begini tentu hadirnya konflik tidak akan merubah sistem yang ada menjadi lebih baik bahkan akan cenderung menghancurkan. Minimal menghancurkan salah satu pihak yang menjadi penghalang untuk mencapai tujuan pribadi maupun kelompok. Lebih parah lagi konflik yang semata-mata dilakukan tanpa memandang etika maka tindakan terekstrim yang dilakukan adalah sebuah revolusi. Yakni, ingin merubah total seluruhnya tanpa meninggalkan sedikitpun jejak atau peninggalan.



Sebuah konflik dilakukan tidak harus menggunakan pendekatan fisik. Bisa juga dengan melakukan "perang" pemikiran/gagasan/ide atau dengan cara menyebarkan isu. Salah satu cara cara membangun konflik ialah membuat diskusi kecil dengan beberapa teman atau hanya berdua saja. Bisa dilakukan di warung kopi, ruang kerja, atau tempat lainnya. Bisa juga dengan menyebarkan tulisan. Intinya, semua itu dilakukan demi untuk "membicarakan" pihak atau seseorang yang dijadikan sasaran konflik. Tentu yang dibicarakan hanya masalah negatifnya saja. Bila yang dibacarakan hanya masalah positif itu namanya bukan membangun konflik tapi membangun pencitraan seseorang.



Selanjutnya, dalam memandang adanya konflik berbagai pihak pasti memiliki interperasi (pemahaman) yang berbeda satu sama lain. Ada yang menganggap hal itu terlalu vulgar, terlalu ambisi, atau hanya bisa bikin rusuh. Ada pula yang menganggap biasa saja karena ia merasa tidak memiliki kepentingan atau keterkaitan dengan urusan pribadinya. Tentu juga ada yang menanggapi positif bahkan hingga mendukungnya disertai bentuk bantuan nyata. Intinya, penggunaan konflik untuk menata sistem organisasi ada yang mendukung serta ada yang menolaknya.



Sebenarnya, konflik adalah salah satu bagian (bukan satu-satunya) yang harus ada dari proses untuk menuju kemajuan atau perubahan menjadi lebih baik. Bahkan konflik juga bisa menjadi penyemangat (motivasi) untuk mencapai prestasi tertentu. Bagaimana konflik dikemas agar tidak terlalu membesar dan juga tidak terlalu diremehkan. Diharapkan, konflik bisa dikelola dengan baik sehingga hal-hal efek samping negatif bisa diminimalisir. Dengan begitu, kehadiran konflik bisa menjaga kehangatan antar manusia di dalamnya agar tidak terlena dengan "dinginnya" kenyamanan yang ada.



Dapat dikatakan bahwa sebagus apapun, seindah apapun, secanggih apapun, seanggun apapun teori manajemen konflik diterapkan bila itu berdampak negatif bagi komunitas/lembaga/institusi/organsiasi/negara maka itulah seburuk-buruknya manajemen konflik. Sebaliknya, sejelek apapun, seburuk apapun, sebodoh apapun manajemen konflik yang dilakukan bila itu berkontribusi positif bagi komunitas/lembaga/institusi/organsiasi/negara maka itulah manajemen konflik yang baik. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya konflik yang dibuat seharusnya bisa berkontribusi tidak hanya pribadi maupun kelompok tapi juga bagi semuanya.



Dapat disimpulkan bahwa, sebaik-baik manajemen konflik ialah sebuah strategi yang kebermanfaatannya bisa dirasakan komunitas/lembaga/instutusi//organsiasi/negara. Sebaliknya, sejelek jelek manajemen konflik adalah memiliki tujuan tersembunyi (hidden mission) hanya untuk kepentingan diri maupun kelompoknya saja. Jadi sahabat *Banjir Embun* janganlah bangga terhadap kemampuan dan ilmu yang dimiliki bila hal itu untuk kepentingan diri maupun kelompoknya semata. Sekian tulisan ini saya buat. Semoga membawa manfaat. terima kasih telah membaca.




Konflik (sumber gambar experd)





Baca tulisan menarik lainnya:

2 Tanggapan untuk "Manajemen Konflik"

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*