Sesungguhnya pengembangan PAI bukan hanya
tanggung jawab pemerintah pusat, akan tetapi juga pemerintahan daerah.
Sebagaimana pernyataan menteri agama saat memberikan penghargaan Apresiasi
Pendidikan Islam kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota pada acara Hari Amal
Bhakti ke-69 Kemenag bahwa “adanya anggapan bahwa agama [termasuk
pendidikan agama?] karena sifatnya sentral atau sesuatu yang tidak diotonomikan
dan ini menjadi urusan pusat. Ini pemahaman yang salah menurut saya.” Ia juga
menekankan bahwa adanya penghargaan tersebut menandakan masih ada pemimpin
daerah yang memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan pendidikan agama dan
keagamaan. Selain itu, ia menjelaskan anggapan yang menyatakan pemerintah
daerah tidak boleh memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan merupakan suatu
kekeliruan. Hal tersebut karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah pusat dan daerah.[1]
Oleh karena itu, pengembangan PAI dalam ranah tertentu hendaknya juga
diperlukan sinergisme antara pendidik PAI, lembaga pendidikan, pemerintah
daerah, dan pemerintah pusat.
Adapun
dari segi lingkup tujuannya, pengembangan PAI
tidak hanya difokuskan pada arah atau jurusan terakhir (akhirat). Akan tetapi
juga pada tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Selain itu,
pengembangan PAI bisa dilandaskan pada tujuan umum dan khusus. Selanjutnya,
pengembangan PAI selain diterapkan pada scope
nasional sesungguhnya bisa diterapkan pada tingkat daerah, tataran institusi
(lembaga), ranah kurikuler (mata pelajaran atau bidang studi), dan pengembangan
pada wilayah intruksional (pembelajaran). Bisa dikatakan, jangkauan
pengembangan PAI tidak terbatas oleh sesuatu pun kecuali dibatasi oleh
nilai-nilai agama Islam. Oleh karena itu, dalam pengembangan PAI tidak mesti
terpatok pada satu atau dua masalah. Namun demikian, pengembangannya tetap disesuaikan
dengan potensi dan keadaan lembaga pendidikan. Apakah lembaga mampu menaungi
beberapa bidang pengembangan PAI yang diadakan ataukah hanya satu bentuk
pengembangan. Dengan kata lain, boleh jadi suatu kegiatan bagi lembaga
pendidikan tertentu dikatakan suatu hal biasa (lumrah) akan tetapi bagi lembaga
lain hal itu merupakan suatu capaian pengembangan yang sangat luar biasa.
Secara detail, cakupan pengembangan PAI di antaranya
ialah pertama pengembangan kurikulum;
contohnya pengembangan pembelajaran PAI berbasis multikultural, pengembangan
media dan sumber pembelajaran, pengembangan pembelajaran PAI bermodel ramah
lingkungan (go green),[2] pengembangan evaluasi pembelajaran PAI dari
kognitif oriented menjadi afektif oreinted dll. Kedua pengembangan administrasi; contohnya Publikasi lewat media
masa laporan pertanggungjawaban penerimaan dan penggunaan Dana BOS dan BSM, pengelolaan
tata usaha dari manual menjadi optimalisasi komputer, perubahan nama dari
Madrasah Ibtidaiah menjadi Madrasah Ibtidaiah Plus, dari lembaga yang
sebelumnya mendapat akreditasi B menjadi A, dll. Ketiga pengembangan Sumber Daya Manusia; contohnya mengadakan out bound kreatif (menyenangkan) dan
inspiratif untuk seluruh manusia yang terlibat dalam pengembangan PAI,
pemberian reward and punishment sesuai dengan keadaan nyata (tidak mengada-ada),
mengadakan pretes bertujuan bukan untuk menyeleksi akan tetapi untuk mengetahui
bidang kemampuan apa yang dimiliki peserta didik, dll.
Keempat pengembangan sarana dan prasarananya; contohnya mendirikan
BMT (Baitul Mal wa Tamwil), mengembangkan perpustakaan berbasis
digital, membangun Mushola dengan
arsitektur Tionghoa, membangun taman atau kebun sekolah dengan tanaman produktif,
dll. Kelima pengembangan nilai-nilai
dasar (intagible asset) lembaga
pendidikan; contohnya mengadakan kegiatan salat Duha dengan keyakinan bahwa
ilmu yang didapat bisa bermanfaat, menjadi arsitek atau profesi “umum” lainnya
itu tidak kalah mulianya dengan menjadi penceramah asalkan karya arsitekturnya
diniatkan untuk mencari Ridha Allah dan dilandaskan nilai-nilai Islam,
penekanan berkali-kali pada setiap Upacara hari Senin oleh pembina upacara
bahwa “hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan besok harus lebih baik
dari hari ini,” dll.
Selanjutnya, sebuah pengembangan dikatakan ideal
dalam dunia Pendidikan Islam bila memiliki beberapa standar lingkup kajian yang
melekat padanya. Pertama,
pengembangan tidak akan bisa dilepaskan dari sejarah, utamanya sejarah
pendidikan Islam. Bagaimanapun sejarah merupakan unsur terpenting dalam sebuah
pengembangan. Dengan mengkaji sejarah, suatu bahasan di dalamnya bisa menjadi
dasar, pijakan, inspirasi, dan pelajaran berharga bagi pengembangan yang
dilakukan. Hal ini bukan berarti suatu pengembangan tidak berorientasi pada
masa depan sama sekali. Kedua, sebuah
pengembangan merupakan bagian tak terpisahkan dari misi syiar Islam yang bernilai
mulia. Ia adalah bagian dari proses pengenalan Islam sebagai agama rahmatan lil al-‘alamin. Serta tidak semata-mata dibalut oleh ambisi
ingin memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok sebanyak-banyaknya.[3] Bagaimanapun, gerakan pengembangan yang diusung
merupakan semangat untuk membentuk tatanan masyarakat lebih manusiawi. Selain
itu, sebuah pengembangan seyogianya diniatkan untuk mencari ridha Allah,
sehingga setiap langkah kecil di dalamnya bernilai ibadah di mata-Nya.
Ketiga, pengembangan tidak lain ialah membuat sesuatu
berupa teori atau benda yang fungsi dan pengaruhnya jauh lebih baik dari
lainnya. Entah keduanya tersebut hasil “perbaikan” (adaptasi) dari ciptaan lama
atau membuat sesuatu yang benar-benar baru. Tujuan dibuatnya teori atau benda
tersebut yaitu agar suatu keadaan yang sekarang ini terjadi bisa lebih baik
dari sebelumnya. Artinya, teori dan benda (produk teknologi) yang diciptakan
pantas disebut sebuah pengembangan bila mampu memberikan tawaran solusi lebih
baik (menjanjikan) dari teori atau benda sebelumnya dalam memecahkan permasalahan
lama atau terbaru pada masyarakat. Dengan demikian, suatu pengembangan
dikatakan berhasil, bukan dilihat dari seberapa canggih atau menterengnya
sebuah teori dan benda yang diciptakan. Akan tetapi seberapa handal salah satu
dari keduanya mampu memberikan jalan keluar terbaik (dengan dampak negatif
minimal) bagi permasalahan yang sedang terjadi bahkan yang mungkin akan terjadi
di masyarakat.
Keempat, pengembangan merupakan bagian sekaligus salah
satu syarat merubah tatanan yang ada. Di mana, tatanan tersebut dari berbagai
tinjauan memang benar-benar layak untuk diubah. Dengan kata lain, pengembangan
merupakan salah satu bentuk adaptasi terhadap keadaan baru. Bahkan diupayakan
tidak hanya mengimbangi keadaan baru akan tetapi bisa menaklukkan keadaan yang
baru tersebut. Kelima, ruang lingkup bidang pengembangan tidak terbatas oleh
sesuatu apapun, dengan syarat tidak melanggar nilai-nilai inti agama Islam.
Yakni, pengembangan yang dilakukan berupa pemahaman (tafsir) kembali teks-teks
serta menganalisis ulang terhadap sejarah yang melakat padanya secara utuh
(luas). Dengan itu, umat Islam bisa melakukan reinterpretasi terhadap
dalil-dalil, sehingga pola pikir parsial dan dikotomis tidak terjadi.
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa pengembangan PAI secara komunalistik pergerakannya harus
menyeluruh.[4] Yakni, sebagian ada yang bergerak atau “menguasai”
bidang politik, sehingga cakap dalam melobi, mencari pengaruh masyarakat, dan
mengoptimalkan peran pemerintah daerah maupun pusat dalam membangun dunia
pendidikan Islam. Sebagian yang lain cerdas dalam membuat gagasan atau konsep
PAI terbaru. Salah satunya dengan melakukan penelitian[5] dan fokus beraktivitas di menara gading (dunia
akademis). Sedangkan lainnya bertugas terjun langsung di masyarakat. Salah
satunya berperan aktif melakukan pemberdayaan masyarakat utamanya dalam dunia
pendidikan. Ketiga bagian itu tidak boleh dipisahkan atau salah satunya
dimarginalkan perannya. Dalam tataran fungsi, salah satunya tidak boleh
mengklaim yang paling penting atau bermanfaat. Sebaliknya, dalam tataran tugas
(wewenang) seluruhnya boleh mengklaim merupakan bagian kegiatan yang sangat
penting dalam pengembangan PAI. Dengan kata lain, tiga wilayah itu seluruhnya
memiliki arti penting bagi pengembangan PAI. Semuanya memiliki keterkaitan dan
kesalingseimbangan, sehingga perlu dikomunikasikan bahkan dikoordinasikan
pergerakannya satu sama lain. Oleh karena itu, klaim bahwa pengembangan PAI hanya
pantas diranah konsep (menara gading) saja sepantasnya dievaluasi lagi. Sebab,
pengembangan PAI bukan tugas para akademisi saja, akan tetapi tugas semua umat
Islam.
[1]Casilda
Amilah, “Menag: Keliru, Pengembangan Pendidikan Agama Islam Bergantung Pusat,” Republika Online, dalam http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/01/07/nhsblg-menag-keliru-pengembangan-pendidikan-agama-islam-bergantung-pusat, 07 Januari 2015, diakses tanggal 16
Januari 2015.
[2]Pengembangan PAI
berbasis ramah lingkungan mulai marak akhir-akhir ini.
[3]Beberapa
hal di antara yang diharapkan dari pengembangan PAI adalah bisa meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, bisa hidup berdampingan secara damai
dan berdialog secar produktif dengan komunitas lain, mengembangkan karakter,
mengembagkan bakat, meningkatkan minat belajar, terbimbingnya karier peserta
didik, dan sebagainya. Dapat dikatakan, pengembangan PAI merupakan prosedur
yang sangat penting untuk tercapai tujuan pendidikan nasional, karena ia
merupakan salah satu unit yang tidak dapat dipisahkan dari unit-unit
pengembangan pendidikan yang lain.
[4]Pengembangan PAI
bukan hanya tanggung jawab maupun wewenang dari golongan atau organisasi Islam
tertentu. Bukan pula hanya ditekankan untuk lembaga pendidikan Islam berbentuk
Pesantren, Madrasah, dan sekolah. Melainkan, ia menjadi beban seluruh pihak
yang harus diangkat dan diselesaikan secara bersama-sama. Tidak ada yang
diunggulkan satu sama lain, karena masing-masing memiliki peran dan fokus
tersendiri. Oleh karena itu, di antara mereka semua idealnya terjadi kerja sama
atau sinergitas supaya hasil lulusan peserta didik beragam Islam perbedaan
kualitasnya tidak terlalu jauh.
[5]Tanpa disertai
penelitian (research) maka suatu
pengembangan yang ideal, efektif, dan efisien tidak akan pernah ada. Peran
penelitian bagi pengembangan ibaratnya sebuah mata air yang senantiasa
menjanjikan air bagi kegersangan tanah. Tanpa sumber mata air maka suatu tanah
akan tetap dilanda kegersangan. Pengembangan yang terbaik adalah pengembangan
yang menjanjikan kualitas air bersih, jernih, melimpah, menyegarkan, dan yang
cocok dengan keadaan tanah.
Ruang Lingkup (sumber gambar authornetworking) |