Dari semua pembahasan sebelumnya dapat simpulkan
bahwa gagasan “paradigma” juga “revolusi” ilmu pengetahuannya telah membuka
jalan lebar bagi segala macam ilmu untuk ikut serta dalam pengembangan diri.
Bagaimanapun, Allah SWT telah memberi dan menunjukkan berbagai “fenomena”
kehidupan, sehingga tugas ilmuwan adalah “membuat” teorinya. Termasuk di
dalamnya “ilmu” Pendidikan Agama Islam yang selama ini dianggap sebagai ilmu
dogmatis yang tidak dapat
dianggap (tidak memenuhi syarat) sebagai ilmu pengetahuan.
Ilmu Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu
“alat” agama Islam untuk mengembangkan ajarannya perlu diinovasi dan diperbarui.
Yakni, salah satunya dengan cara reinterpasi atau penafsiran ulang terhadap
sebagian “paradigma” lama yang dipandang sudah tidak mampu lagi memecahkan
masalah kekinian. Dengan kata lain, bila melihat konteks kehidupan masyarakat
sekarang ini kebutuhan terhadap revolusi perkembangan ilmu pengetahuan
Pendidikan Agama Islam merupakan hal yang mendesak.
Ide-ide Kuhn tersebut memang di satu sisi oleh
kalangan positivistik tidak bisa dikatan ilmiah. Namun, berkat ide-ide yang
cermelangnya tersebut, Khunian bisa menyentuh konteks masyarakat yang tidak
bisa dijangkau oleh kaum positivistik. Misalnya, apakah kaum positivistik bisa
menyentuh aspek sosiologis, psikologis, dan kepercayaan yang menancap kuat (benar-benar
ada) pada suatu fenomena secara tepat dan mendalam. Selain itu dari gagasan
Khun tersebut, sebenarnya ilmuwan diajak untuk berfikir kritis. Di mana, dengan
sikap kritis itu kemungkinan besar intensitas perkembangan ilmu pengetahuan
akan berjalan dinamis sesuai zamannya.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya: