BAB IV
SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
A.
Materi
Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum
Kurikulum
PAI di PTU adalah kelanjutan dari kurikulum PAI pada jenjang pendidikan
sebelumnya. Lebih lanjut kurikulum PAI baiknya dikembangakan berdasarkan
masukan dari koordinasi dan saling tukar informasi antar Dosen PAI di beberapa
perguruan tinggi.[1] Sedangkan subtansi kajian pada mata kuliah
Pendidikan Agama yang harus diajarkan oleh Dosen dan hendaknya dikuasai oleh
mahasiswa setidak-tidaknya harus memuat hal-hal sebagai berikut ini:
a. Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan
-
Keimanan dan
ketaqwaan
-
Filsafat ketuhanan (Teologi)
b. Manusia
-
Hakikat
manusia
-
Martabat
manusia
-
Tanggungjawab
manusia
c. Hukum
-
Menumbuhkan
kesadaran untuk taat hukum Tuhan
-
Fungsi
profetik agama dalam hokum
d. Moral
-
Agama sebagai
sumber moral
-
Akhlak mulia
dalam kehidupan
e. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni
-
Iman, ipteks,
dan amal sebagai kesatuan
-
Kewajiban
menuntut dan mengamalkan ilmu
-
Tanggungjawab
ilmuwan dan seniman
f. Kerukunan antar umat beragama
-
Agama
merupakan rahmat Tuhan bagi semua
-
Kebersamaan
dalam pluralitas beragama
g. Masyarakat
-
Masyarakat
beradab dan sejahtera
-
Peran umat
beragama dalam mewujudkan masyarakat beradab dan sejahtera
-
Hak Asasi
Manusia (HAM) dan demokrasi
h. Budaya
-
Budaya
akademik
-
Etos kerja,
sikap terbuka, dan adil
i. Politik
-
Kontribusi
agama dalam kehidupan berpolitik
Dari penjelasan di atas maka pada proses internalisasi nilai-nilai agama dalam mata kuliah PAI harus ada daya dukung terhadap kerukunan umat beragama. Dengan demikian pada wilayah pengimplementasian pembelajaran digunakan pendekatan dan metode pembelajaran multikultural. Sedang materi atau kurikulumnya diubahsesuaikan dengan kearifan lokal yang cocok dengan masing-masing kampus PTU di seluruh Indonesia. Oleh karena itu PAI sejatinya selain dapat menjadi pemberi kepuasan batin dan sosial bagi pemeluknya juga dalam konteks kemajemukan masyarakat mampu tampil sebagai penyejuk di tengah komunitas yang prular. Dengan kata lain agama Islam berfungsi sebagai perekat persaudaraan dan kerukunan di antara umat beragama.[3] Tentu juga kerukunan intern (dalam) umat Islam itu sendiri yang kadang jauh lebih sensitif dan lebih memanas.
Selain itu pengembangan materi pembelajaran PAI di PTU harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku secara universal maupun sempit. Diantaranya materi tersebut terilhami pada landasan agama, landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan historis. Sebagaimana berdasarkan tujuan khusus mata kuliah PAI di PTU adalah untuk pembentukan manusia taqwa yang patuh pada Allah SWT dalam pengimplementasian ibadah dengan titik tekan pada pembinaan kepribadian muslim. Di mana kepribadian muslim yaitu pembinaan akhlakul karimah serta mampu dalam pengaplikasian nilai-nilai ajaran Islam dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[4] Oleh karena itu materi PAI yang disusun dan disampaikan kepada mahasiswa Islam harus memuat nilai-nilai kehidupan yang menyeluruh. Artinya mahasiswa terbiasa untuk menjadikan semua perilaku kepribadiannya serta karya maupun pengembangan IPTEK-nya hanya untuk mendapatkan ridho Allah SWT.
Hal
ini sesuai dengan struktur kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia yang telah
menjadi pemberi fasilitas mahasiswa dalam pemilihan bidang ilmu yang sesuai
dengan minat dan kemampuannya. Artinya kemampuan mahasiswa termanifestasi ke
dalam sejumlah program studi yang ditetapkan dan disediakan oleh perguruan
tinggi sesuai dengan kurikulum nasional.
Selain itu kurikulum nasional juga berisi penetapan mata kuliah agama sebagai
salah satu mata kuliah wajib yang harus diberikan pada seluruh mahasiswa pada
perguruan tinggi. Hal ini secara tidak langsung nampak dikehendaki terwujudnya
mahasiswa yang mampu dalam penguasan IPTEK sekaligus secara bersamaan diserapkan
ajaran-ajaran Islam yang dilandaskan pada ketaqwaan dan keimanan pada Allah
SWT. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas materi PAI di
PTU adalah kebutuhan yang senantiasa disesuaikan dengan tantangan yang dihadapi
oleh mahasiswa dalam era globalisasi.[5]
Pernyataan di atas sejalan menurut pemaparan
Muhaimin, hendaknya Dosen menitiktekankan masalah keimanan kepada Allah SWT
sebagai inti dalam pengembangan isi atau materi PAI di PTU. Pembelajaran yang
tidak dititiktekankan pada keimanan berakibat pada lemahnya keimanan mahasiswa
sehingga menimbulkan krisis multidemensional bangsa.[6]
Misalnya pada akhir-akhir ini di media massa sedang marak-maraknya pencabulan
guru oleh muridnya, maraknya Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN), keterlibatan
mahasiswa perempuan di pusaran kasus koruptor, dan pejabat atau pemimpin yang
tidak memiliki semangat untuk menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Padahal
pada umumnya profesi tersebut berasal dari lulusan PTU, namun data-data ini
bukan berarti bisa menjadi pengambing hitaman bagi kegagalan PAI di PTU.
Alasannya adalah karena kegagalan PAI di PTU disebabkan oleh beberapa faktor. Di
antaranya adalah minimnya fasilitas pembelajaran PAI seperti buku PAI serta
laboratorium PAI dan kesempatan Dosen PAI dalam
pengembangan serta aktualisasi masih ditekan (tidak diprioritaskan).[7]
Gambar
4.1 Skema Ruang
Lingkup Materi PAI di PTU
1.
Materi
Pokok Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Selama ini masih
ditemui materi PAI pada sebagian jenjang pendidikan menengah kebanyakan masih
berkutat pada materi fikih sehingga seakan-akan ajaran Islam hanya fikih saja.
Padahal untuk di perguruan tinggi sangat berbeda jauh, di mana materi pokok
yang digunakan oleh Dosen PAI di PTU secara tematik harus sesuai ketentuan
Keputusan Dikti tahun 2006. Tentu untuk terjadinya kesesuaian materi pokok yang disusun Dosen PAI antara satu yang lain
hendaknya terstruktur, tersistem, dan terpadu. Hal tersebut diharapkan
berdampak pada kecilnya perbedaan titik tekan materi pokok yang disampaikan
kepada mahasiswa antara satu Dosen PAI dengan yang lain.
Manfaat lain adalah ketika penyusunan soal ujian, manakala materi pokoknya berbeda titik tekannya antar Dosen maka berbeda pula titik tekan pertanyaan dalam soal ujian. Secara rinci asumsinya adalah antara Dosen PAI yang satu dengan yang lain seharusnya punya materi pokok yang seragam. Namun Dosen juga diberi wewenang untuk pengembangan materi lebih luas yang didasarkan atau disesuaikan pada prodi dan latar belakang mahasiswanya. Bisa dikatakan bahwa materi pokok PAI pada PTU merupakan materi kunci, materi instrumen, dan materi dasar yang harus dikuasai terlebih dahulu oleh mahasiswa.
Secara umum
materi pokok yang diajarkan oleh Dosen PAI di PTU idealnya berturut-turut
adalah berkatian tentang pendalaman aqidah dan akhlak mulia. Tentu bisa berbeda
penekanan dan penambahan materi pokok dengan melihat kondisi PTU dan
mahasiswanya. Oleh karena itu, pembuatan buku diktat atau buku ajar mata kuliah
PAI sangat penting sebagai patokan dan bahan pembelajaran di rumah bagi
mahasiswa. Serta pembuatan buku pedoman pelaksanaan pembelajaran PAI oleh
kampus sebagai bahan atau landasan pengembangan sistem pembelajaran PAI bagi Dosen.
Tentu kedua macam buku tersebut dibuat bukan dari peniruan dari perguruan
tinggi lain, tapi dibuat didasarkan pada kondisi riil keadaan mahasiswa di
kampus.
Berdasarkan konsep tersebut dijelaskan oleh Ahmad
Watik karena begitu luas dan dalamnya kandungan agama, maka pelaksanaan PAI
pada PTU diperlukan kemampuan Dosen dalam pemilihan tema atau pokok bahasan. Pemilihan
tema atau pokok bahasan yang tepat menjadikan tujuan kompetensi yang diharapkan
pada mahasiswa tercapai. Setidaknya ada tiga kelompok pokok bahasan yang perlu
ditekankan. Pertama tentang kedudukan
agama dalam konfigurasi kehidupan bangsa sehingga bisa dikembangkan ke dalam
pemahaman tentang keterkaiatan dan peran agama dengan berbagai aspek kehidupan
lain. Kedua sebagai pokok bahan
filosofi agama tentang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pengembangan
pemahaman yang padu bagi keberilmuan dan keagamaan mahasiswa. Sedang yang ketiga tentang nilai etik agama pada
keilmuan, serta kehidupan sebagai pengembangan wawasan mahasiswa agar dapat
diaktualisasikan pemahaman normatif agamanya ke dalam tataran yang menjadi
lebih fungsional dan operasional.[10]
2.
Materi
Pendidikan Agama Islam yang Dikembangkan Sesuai dengan Program Studi
Pengembangan materi mata kuliah PAI
sesuai dengan prodi sangat penting untuk PTU yang berbentuk Universitas, Institut,
Sekolah Tinggi, dan Politeknik. Sedang untuk PTU yang berbentuk Akademik tentu
dikembangkan sesuai dengan bidang keilmuan yang didalami misalnya ilmu
kebidanan untuk Akademik Kebidanan dan ilmu kemiliteran untuk Akademik Militer.
Pengembangan materi yang disesuaikan dengan Prodi misalnya jika Dosen PAI
mengajar Prodi Manajemen Ekonomi maka pengembangan materi yang dilakukan
berkaitan dengan Ilmu Ekonomi yang ada dalam ajaran Islam (ekonomi Syariah).
Bisa juga dikembangkan lebih jauh bagaimana menjadi pelaku ekonomi yang tidak
melanggar ajaran-ajaran Islam, selanjutnya dikaitkan dengan sejarah ekonomi
umat Islam pada zaman para Nabi. Tentu dalam hal ini terlebih dahulu ada
penyelarasan presepsi antara Dosen PAI dengan beberapa Dosen Mata Kuliah tentang
Ekonomi.
Penggunaan materi ini dilakukan selain
untuk penarikan minat mahasiswa karena sesuai dengan kebutuhan mereka juga
ditekankan untuk pendamping dari materi mata kuliah umum. Dengan demikian
materi PAI bisa bermuatan serta bermakna aplikatif-praktis sebagai solusi
alternatif dalam kehidupan di dunia dan tidak hanya sebuah materi normatif yang
jauh dari kehidupan nyata. Namun demikian pada tataran penyusunan pengembangan
materi secara tertulis sangat mudah dilakukan atau dikatagorikan berdasarkan
tema-tema atau topik pembahasan yang sesuai dengan prodi. Sedang pada tataran
praktis sangat sulit dilakukan. Hal ini terjadi karena kondisi mahasiswa yang
belum punya dasar atau pijakan yang kuat tentang bagaimana ajaran Islam yang
sesungguhnya. Dengan demikian maka materi-materi pengembangan yang disesuaikan
dengan prodi harus diajarkan atau diletakkan setelah materi pokok yang
digunakan sebagai materi insturmen kunci. Cara ini dilakukan agar mahasiswa
punya kemampuan dan pengetahuan dasar tentang agama Islam dan cara berfikir
dengan benar dan utuh sebelum dilakukan pembahasan tentang materi PAI yang
telah dikembangkan.
Terkait dengan pernyataan di atas maka
penggunaan materi PAI yang disesuaikan dengan program studi dapat bermanfaat
sebagai dasar dan motivasi mahasiswa dalam penerapan ilmu-ilmu bidang pada
prodi yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Selain itu materi PAI yang
dikaitkan dengan pengetahuan (sesuai prodi) yang dimiliki mahasiwa bisa tertarik
pada mata kuliah agama yang selalu dikaitkan dengan bidang studinya (sesuai
prodi). Dengan kata lain sebagaimana menurut Mastuhu seharusnya ada sinergitas
dan hubungan antara Dosen PAI dengan Dosen umum untuk penambahan wawasan
keilmuan dari berbagai disiplin keilmuan umum bagi masing-masing Dosen PAI dan
wawasan keagamaan bagi Dosen di bidang lain.[11]
Sebagaimana menurut konstitusi bahwa pendidikan agama di perguruan tinggi merupakan rumpun Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dalam struktur Mata Kuliah Umum (MKU) yang di dalamnya ada pemahaman serta dilakukan pengembangan filosofis untuk berkembangnya kepribadian mahasiswa. Dengan kata lain MPK memuat kaidah-kaidah dengan tingkat filosofis yang cukup tinggi dengan maksud agar timbul keingintahuan mahasiswa dalam pemahaman, penghayatan, pendalaman, dan pengamalan atas ilmunya. Oleh karena itu PAI sebagai salah satu mata kuliah yang dikatagorikan masuk dalam kurikulum inti diusahakan bisa membentuk karakter, watak, kepribadian, dan sikap serta wawasan beragama dalam kehidupan sosial. Mata Kuliah PAI diharapkan juga mampu menjadi landasan dan pencerahan bagi mahasiswa dalam pengembangan ilmu umum yang ditekuninya sesuai dengan program studi yang ia ambil.[12]
3.
Penggunaan
Materi yang Didasarkan pada Perbedaan Organisasi Keagamaan Mahasiswa
Sudah
menjadi pengetahuan jamak bahwa masalah atau isu perbedaan agama di negara
Indonesia adalah masalah yang sangat sensitif dan peka untuk disentuh, dipermainkan,
dijadikan alat, dibentuk, atau dikendalikan. Hal ini juga terjadi pada
mahasiswa, apalagi pada mahasiswa semester awal yang masih belum terbuka
seluruh nalar ilmu pengetahuannya. Di mana perbedaan organisasi keagamaan
biasanya menjadi penyebab terjadinya pengkotak-kotakan pergaulan mahasiswa. Tindakan
ekslusif seperti ini tentu bukanlah tindakan yang didasarkan pada keilmuan
(ilmiah) dan tidak mengacu pada sejarah (a
historis) tentang sikap Nabi Muhammad terhadap perbedaan. Oleh karena itu
perlu penanganan khusus oleh Dosen untuk kelas-kelas yang sangat heterogen
komunitasnya, sehingga diperlukan pengembangan materi PAI yang tidak menjadi
penyebab runcingnya perbedaan pandangan antar mahasiswa. Misalnya tidak
digunakan materi-materi (buku) PAI yang mengunggulkan paham organisasi tertentu
dan menyudutkan paham organisasi lain baik dari segi bahasa maupun
kuantitasnya.
Penggunaan,
penekanan, dan pengembangan materi PAI yang berbasis pada latar belakang
organisasi keagamaan mahasiswa berguna sebagai pembelajaran nyata bagi mahasiswa
tentang bagaimana cara menerapkan materi PAI yang diajarkan. Dengan demikian
penggunaan materi seperti ini sangat diperlukan untuk penjagaan stabilitas
suasana keagamaan dan pergaulan di kampus. Jika perbedaan organisasi keagamaan
mahasiswa di PTU tidak ditangani dengan benar maka berdampak secara signifikan
pada suasana lingkungan kampus hingga berhentinya dinamisasi pola fikir
mahasiswa. Misalnya mahasiswa akan cenderung hati-hati dalam bertanya agar
tidak menyinggung perasaan yang beda pemahaman keagamaan. Bahkan bisa sebaliknya
mahasiswa secara agresif melakukan penyerangan secara membabi buta terhadap siapapun
yang paham organisasi keagamaannya berbeda.
Sebagimana pada pembahasan di BAB I bahwa mahasiswa idealnya terbiasa berfikir dan bertindak secara ilmiah. Oleh karena itu hendaknya bisa membedakan secara profesional mana kajian keagamaan (konsep umum) yang perlu didiskusikan untuk kemajuan umat Islam serta umat manusia. Serta mana kajian yang bersifat pribadi (dogma organisasi keagamaan) yang menjadi hak bagi setiap individu untuk memilihnya. Kenyataannya selama ini masih ditemui mahasiswa Islam yang tidak bisa tampil cerdas ketika berhadapan dengan mahasiswa lain yang berbeda organisasi keagamaannya. Di mana lebih cenderung menunjukkan arogansinya, ego kelompok, maupun merasa terbaik dibandingkan yang lain. Seharusnya ditunjukkan sikap yang toleran, sopan, bekerja sama dalam pengembangan IPTEK, dan rukun terhadap mahasiswa Islam yang kecenderungan organisasi keagamaannya berbeda.
Sebagimana pada pembahasan di BAB I bahwa mahasiswa idealnya terbiasa berfikir dan bertindak secara ilmiah. Oleh karena itu hendaknya bisa membedakan secara profesional mana kajian keagamaan (konsep umum) yang perlu didiskusikan untuk kemajuan umat Islam serta umat manusia. Serta mana kajian yang bersifat pribadi (dogma organisasi keagamaan) yang menjadi hak bagi setiap individu untuk memilihnya. Kenyataannya selama ini masih ditemui mahasiswa Islam yang tidak bisa tampil cerdas ketika berhadapan dengan mahasiswa lain yang berbeda organisasi keagamaannya. Di mana lebih cenderung menunjukkan arogansinya, ego kelompok, maupun merasa terbaik dibandingkan yang lain. Seharusnya ditunjukkan sikap yang toleran, sopan, bekerja sama dalam pengembangan IPTEK, dan rukun terhadap mahasiswa Islam yang kecenderungan organisasi keagamaannya berbeda.
Salah
satu bentuk materi PAI yang mengakomodir keberagaman organisasi keagamaan yang
menjadi kecenderungan mahasiswa dengan cara diberikan materi yang bisa meredam
potensi konflik persaudaraan antar mahasiswa Islam. Misal salah satunya materi
PAI terkandung nilai-nilai filosofi sejarah atau fenomena penyebab terjadinya
perbedaan mazhab, cara pensikapan mahasiswa dalam kondisi multikulturalisme,
dan pendalaman terhadap buku-buku tentang Fikih Lima Mazhab. Dengan kata lain
materi-materi yang diajarkan berkaitan tentang tata cara ibadah (rukun dan
syarat) maupun lainnya yang menjadi dogma organisasi keagamaan dipaparkan
secara holistik, artinya tidak ada pengunggulan atau pengutamaan pada
paham-paham organisasi tertentu. Oleh karena itu secara umum mata kuliah PAI
harus bisa menjadi solusi praktis bagi kenyataan kondisi mahasiswa Islam yang beranekaragam.
[2]Keputusan Dirjen
Dikti Depdiknas RI Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi Pasal 4 (1).
[4]“Pertemuan
1: Pendahuluan,” Esa Unggul, http:// ueu6448.blog.esaunggul.ac.id/2012/08/04/pertemuan-1-pendahuluan/, 4
Agustus 2012, diakses tanggal 31 Januari 2013.
[6]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, x.
[8]Rochmat Wahab, “Pembelajaran PAI di
PTU; Strategi Pengembangan Kegiatan Kokuler dan Ekstra Kurikuler,” dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi,
ed. Fuaduddin&Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 169.
[10]Pratiknya,
“Pengembangan Pendidikan Agama,” 93.
[11]Mastuhu,
“Pendidikan Agama Islam,” 37-38.
[12]Nurdin, “Pendidikan
Agama, Multikulturalisme,” 179.