Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

B. Komponen Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam




  Untuk penelahaan sistem pembelajaran secara mendalam sesungguhnya pada sistem pembelajaran terdapat beberapa komponen penyusun yang berperan dalam pelancaran mekanisme organisasi pembelajaran. Di antara beberapa komponen tersebut sangat berperan penting bagi terwujudnya tujuan pembelajaran, bahkan diantaranya merupakan komponen utama dan yang paling vital. Diantara beberapa komponen dalam sistem pembelajaran menurut Wina Sanjaya adalah:

a.    Peserta didik: Mahasiswa sebagai peserta didik dalam sistem pembelajaran PAI merupakan komponen pertama, utama, dan yang paling penting (vital). Pada proses pembelajaran mahasiswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan, keputusan, dan pembentukan suasana pembelajaran. Dengan demikian berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan dan desain pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi mahasiswa, baik kondisi kemampuan dasar, minat, bakat, motivasi, dan berbagai keberagaman di antara beberapa mahasiswa di lingkungan pembelajaran.



b.    Tujuan: Tujuan merupakan salah satu komponen pada sistem pembelajaran yang berkaitan dengan misi dan visi suatu lembaga pendidikan. Dengan kata lain sebuah proses pembelajaran pada mata kuliah PAI harus dimiliki tujuan pembelajaran yang diturunkan dari tujuan institusional atau tujuan lembaga perguruan tinggi. Komponen ini adalah komponen yang penting. Oleh karena itu harus dituangkan dalam bentuk tulisan pada sebuah draft perencanaan pembelajaran sehingga komponen tujuan ini dirumuskan sejak awal untuk penentuan arah dan bahan apa yang digunakan pada pembelajaran.
c.    Kondisi: Kondisi atau keadaan dalam proses pembelajaran diupayakan dapat menjadi penggugah mahasiswa berperan aktif baik secara fisik maupun non fisik pada pembelajaran, berinisiatif dalam pemecahan masalah, dan dimilikinya nalar yang logis oleh mahasiswa untuk penyampaian sebuah teori-teori yang ditemukannya dari beberapa sumber. Oleh karena itu kondisi atau suasana pembelajaran pada perkuliahan dirancang secara matang agar tercapainya tujuan khusus yang telah disepakati bersama.
d.   Sumber-sumber belajar: Sumber belajar tidak hanya berupa buku ataupun sumber-sumber yang tertulis semata, namun sumber belajar merupakan segala sesuatu yang punya kemampuan dalam penambahan dan pengisian pengalaman-pengalaman pembelajaran bagi mahasiswa. Dengan demikian maka lingkungan fisik seperti lingkungan pembelajaran, bahan atau alat ajar, Dosen, petugas perpustakaan atau siapa saja yang mampu berperan dalam pemberian pengaruh baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan serta terwujudnya pengalaman pembelajaran disebut sumber belajar.
e.    Hasil belajar: Dalam sistem pembelajaran komponen hasil belajar menjadi tolak ukur tercapainya kemampuan mahasiswa disesuaikan dengan tujuan khusus yang telah direncanakan. Oleh karena itu, diukur terlebih dahulu tingkat kemampuan dan pengetahuan tentang agama serta intensitas keberagaman (heterogenitas) mahasiswa sebelum penentuan dan pematokan target hasil belajarnya (tingkat pencapaian) yang dirancang oleh Dosen. Titik tekan hasil belajar akan berbeda dari rombongan belajar yang satu dengan yang lain, sehingga diyakini setiap rombongan kelas dimiliki karakter atau ciri khas yang berbeda.[1]
Dari penjelasan di atas maka dapat dirumuskan bahwa khusus untuk sistem pembelajaran PAI terdapat komponen khas (istimewa) yang menjadi pembeda dengan sistem pembelajaran ilmu pengetahuan umum atau pada mata kuliah lain. Di antaranya adalah pada pelaksanaan pembelajaran PAI harus dilandaskan pada nilai-nilai agama Islam. Dengan kata lain pembelajaran ilmu PAI bukan sekedar upaya untuk pemberian ilmu pengetahuan yang berorientasi pada target penguasan materi (peserta didik lebih banyak dalam penghafalan dan pengimanan terhadap materi begitu saja) yang diberikan oleh pendidik. Akan tetapi sebagaimana menurut penjelasan di atas pendidik juga ikut andil dalam pemberian pedoman hidup (pesan pembelajaran) misalnya tentang moralitas (akhlak) kepada peserta didik yang dapat bermanfaat bagi dirinya dan manusia lain.[2] Komponen inilah yang ikut andil pada pemberian cetak biru khusus sehingga menjadi ciri utama pembelajaran PAI yaitu salah satunya dalam bidang pengendalian moralitas bangsa.
Komponen istimewa lainnya adalah dalam PAI tidak hanya semata-mata digambarkan pada pembahasan tentang bagaimana umat Islam beragama. Namun secara umum ada pembahasan permasalahan yang lebih luas tentang pentingnya konsep penciptaan ‘kesuksesan’ di dunia hingga akhirat. Ini berarti PAI seharunya juga ada ‘pendoktrinan’ terhadap peserta didik agar saat fokus pada pembelajaran ilmu pengetahuan umum dimaksudkan dan digunakan untuk demi kesejahteraan umat Islam dan tentunya juga bagi manusia lainnya secara umum. Dapat disimpulkan pembelajaran PAI tidak hanya fokus pada pengajaran terhadap mahasiswa tentang bagaimana cara bersyiar (menyebarkan kabar gembira tentang Islam) melalui ibadah dan dakwah yang bersifat normatif. Namun PAI juga fokus menjadi pendorong bagi mahasiswa untuk bersyiar Islam dengan cara dihasilkannya produk ilmu pengetahuan umum, budaya, dan gaya hidup yang berlapiskan nilai-nilai Islam sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat.[3]
Dengan demikian PAI sebagai materi dari salah satu mata kuliah yang diberikan pada mahasiswa bukan hanya sebagai bentuk doktrinasi yang dogmatis semata. Namun juga harus bisa menjadi pembangkit nalar logis mahasiswa untuk didalami secara ilmiah. Dengan kata lain materi PAI tidak dipandang sebagai sebuah materi khutbah Jumat atau materi ceramah keagamaan yang sering ditemui di masyarakat. Di mana biasanya berisi tentang dalil-dalil, doktrin-doktrin, dan seruan-seruan mulia (moralitas) yang bersifat dogma agama semata. Padahal nasihat-nasihat dan petuah-petuah semuanya itu sering kali berlawanan dengan kenyataan suasana lingkungan peserta didik. Artinya terjadi disparitas (kesenjangan) suasana antara ajaran Islam yang dikemas oleh pendidik dengan keadaan nyata yang jauh lebih komplek dihadapi oleh peserta didik.[4] Sedang dari sudut pandang lain menurut Muhammad Kosim dikemukakan tentang PAI sangat sarat dengan nilai (full value), termasuk dalam penanaman nilai-nilai kasih sayang dan keharmonisan antar sesama manusia.[5]
Sebagai penjelas dari pernyataan di atas, misalnya pada akhir-akhir ini diberitakan tentang seorang Ustadz yang memasang tarif untuk menghadiri undangan pengajian atau semacamnya. Serta terjadi pengkoropsian anggaran pengadaan al Quran, plagiarisme oleh Dosen beragama Islam, fasilitas program do’a berbayar, dan yang sejenisnya. Semua pelaku tindakan tersebut adalah umat Islam, bahkan bisa dikatakan ilmu keislamannya tidak diragukan lagi. Inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi peserta didik yaitu mengapa orang yang tahu tentang Islam malah melakukan pelanggaran. Tentu jika peserta didiknya setaraf mahasiswa tidak akan puas jika jawabannya hanya sekedar teori atau hasil analisis dari beberapa teori tanpa dilakukan penelitian terlebih dahulu. Karena hal tersebut adalah permasalahan yang membumi oleh karena itu cara mengetahui sebab, akibat, dan penyelesaiannya adalah dengan didekati langsung. Oleh karena itu, materi PAI pada Perguruan Tinggi Umum materinya harus didasarkan dan dikembangkan berdasarkan dari hasil penelitian yang kredibel tentang masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan pokok bahasannya.




[1]Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2011), 9-13.
[2]Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional [Paradigma Baru] (Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), 51.
[3]Fathoni, Pendidikan Islam dan, 52-56.
[4]Fathoni, Pendidikan Islam dan, 41.
[5]Muhammad Kosim, “Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural,” dalam Pendidikan Agama Islam dalam Prespektif Multikulturalisme, ed. Zainal Abidin&Neneng Habibah (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), 219.

Komponen sistem pembelajaran (sumber gambar informasi pendidikan)





Baca tulisan menarik lainnya: