Sebelum membaca cerita ini lebih baik anda baca dulu cerita sebelumnya.
Bepergian ke Jakarta dengan Uang Pas-pasan bagian 1
Halte transit biasanya berukuran lebih besar. Di dalamnya jumlah petugas lebih banyak dari pada halte yang kecil. Akhirnya saya harus turun halte bernama Harmoni dulu untuk bisa melanjutkan ke Halte Monas. Perlu digarisbawahi bahwa setiap halte bus transjakarta dinamai dengan nama lokasi terdekat dengan halte. Misalnya ada nama halte istiqlal berarti lokasinya di sekitar Masjid Istiqlal. Ada halte Indosiar berarti lokasinya di sekitar gedung indosiar. Serta ada halte Gambir berarti lokasi nya di dekat stasiun gambir dan seterusnya.
Setelah tiba di halte monas saya langsung menuju parkiran dalam wilayah monas. Saya sempat kaget karena ada pintu gerbang yang ditutup. Ketika melihat satpam muncul inisiatif untuk tanya jalan masuk menuju monas. Ternyata jalan masuk berada pada lokasi di mana kelompok lapak kelas kaki lima berjualan. Menurut penafsiran saya jalan tersebut memang sengaja ditutup supaya pengunjung bisa menuju ke lapak tersebut sehingga bisa meningkatan pendapatan para penjual. Ini memang strategi jitu supaya para pedagang tidak berjualan sembarangan di dalam wilayah monas.
Tak jauh dari pintu masuk sisi lain sebelah lapak kaki lima tadi terlihat ada pedagang Kerak Telor. Teringat dulu saat di Simpang Lima Gumul (SLG) Kediri ada acara peringatan ultah Kabupaten Kediri. Di acara tersebut ada banyak lapak berjualan. Salah satunya penjual kerak telor. Di atas pikulan kerak telor tertulis Rp. 25.000. Kala itu saya tidak berani beli karena uang pas-pasan. Sedang yang di monas ini tidak ada tulisan harganya. Namun untuk kali ini saya rela mengeluarkan kocek demi menikmati seperti apa rasanya kerak telor. "Pake telor bebek atau telor ayam?" tanya pedagang. Saya jawab dengan tegas "Telor ayam" karena saya pikir harganya pasti lebih murah he he he.
Rasa kerak telor itu sungguh di luar dugaan. Saya pikir rasanya seperti telor sehingga bisa buat lauk. Akan tetapi hal itu tidaklah membuat saya kecewa karena memang rasanya sungguh unik. Saya malah bisa menikmatinya karena ini adalah makanan yang belum pernah saya makan. Makan kerak telor menyebabkan rasa haus. Saat itu saya tidak membawa bekal minum. Sebelum mencari minuman saya membayar dulu kerak telornya dengan harga 20 ribu. Kemudian bertanya kepada penjualnya "Mas, apakah beli di lapak sana harus pakai uang elektronik?" jawabnya "Tidak perlu, bisa Tunai kok"
Pertanyaan itu saya ajukan karena di semua lapak tersebut tertempel stiker berwarna merah yang bertulis peringatan. Isinya kurang lebih adalah bila pedagang di lapak ini menyuruh anda membayar pakai uang tunai maka anda tidak perlu membayar alias GRATIS. Saya hampiri salah satu lapak yang menjual air mineral lalu saya tanya berapa harga untuk ukuran botol tanggung. Uang 5 ribu saya keluarkan untuk menebusnya. Hal itu demi menghilangkan rasa haus akibat makan kerak telor.
Perjalanan saya lanjutkan masuk ke dalam wilayah taman monas. Jaraknya lumayan jauh. Saya harus melewati beberapa pepohonan yang hampir mirip dengan hutan mini. Kemudian mencari pintu masuk area bawah tanah tugu monas. Setelah memutar-mutar cukup jauh akhirnya saya pasrah lalu bertanya pada tukang kebun yang sedang merawat tanaman. Ternyata pintu masuk menuju tugu monas berada jauh dari tugu monas. Saya harus turun ke bawah dulu untuk memasuki ruang bawah tanah.
Di ruang bawah tanah itu saya menghampiri loket. Kemudian memesan tiket. Lagi-lagi ternyata tiket masuk monas harus pakai Kartu Uang Elektronik (KUE). Saya pasrah harus membeli kartu tersebut seharga 30 ribu rupiah dengan saldo berisi 20 ribu. Kata petugas loket kartu ini bisa digunakan masuk halte transjakarta (terintegrasi) dan bisa mengecek saldonya di setiap halte. Tiket masuk monas seharga 15 ribu rupiah. Mungkin ini adalah takdir saya harus memiliki Kartu Uang Elektronik. he he he
Setelah selesai menikmati wilayah monas saya bergegas menuju gedung Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas). Sebenarnya perpusnas tidak masuk dalam agenda tempat yang ingin saya kunjungi. Saya tahu ada gedung perpusnas ketika di atas tugu monas melihat-lihat suasana gedung di luar wilayah monas. Di puncak gedung berlantai lebih 23 lantai itu bertulis Perpustakaan Nasional RI. Keinginan untuk mengunjunginya timbul. Posisinya berdekatan dengan wilayah monas sehingga saya cukup menyeberang jalan raya untuk memasukinya.
Setelah di dalam gedung saya bertanya-tanya pada petugas masuk, satpam, dan pustakawan. Bertanya tentang kapan jam tutupnya, buku bisa dipinjam tidak, di mana lokasi buku karya saya yang di katalog muncul tapi di rak tidak ada, dan sebagainya. Banyak wawasan dan manfaat yang saya dapat dari mereka. Salah satunya saya bisa mendapat kartu Anggota Perpustakaan Nasional RI. Cara membuatnya mudah tidak sampai 5 menit (di luar waktu mengantri) kartu sudah jadi.
Selesai dari perpusnas saya menuju halte Monas kemudian meluncur ke halte Kalideres. Setelah itu menuju ke hotel. Minum air hangat, mandi air hangat, dan makan di warung dekat hotel. Disusul pergi ke Masjid untuk menjama' sholat maghrib dan isya'. Kemudian kembali ke hotel menonton tv satelit yang chanelnya sangat variatif. Sungguh indahnya hidup ini. Saya bersyukur atas nikmat dan karunia-Nya. Alhamdulillah.
Demikian cerita saya kali ini. Bila ada kesempatan akan saya sambung lagi. Semoga Bermanfaat. Terima kasi telah membaca.
Bepergian ke Jakarta dengan Uang Pas-pasan bagian 1
Banjir Embun - Non Fiksi - Suasana pada hari itu sangat mendukung untuk melakukan perjalanan. Tidak terlalu panas dan juga tidak berpotensi hujan. Sebelumnya saya sudah mendengar perkiraan cuaca di telivisi lokal Jakarta bahwa sore hari cuacanya teduh tapi tidak hujan. Ini adalah kesempatan saya untuk jalan-jalan keliling jakarta sepuasnya. Mengingat uang saya pas-pasan akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan bus transjakarta. Semua jalur bus rencananya akan saya lewati. Tapi sebelum itu saya ingin berhenti di monas dulu. Penasaran ingin tahu seperti apa dalamnya monas. Sebab dulu saat saya ke Jakarta keinginan saya ke monas belum saya turuti sendiri.
Di dalam bus dipenuhi penumpang. Akhirnya saya harus berdiri dengan menggantungkan tangan pada sebuah lingkaran tepat di atas kepala. Lingkaran itu memang dikhususkan untuk berpegangan tangan. Posisi berdiri sengaja berdekatan dengan kernet (petugas) yang senantiasa siap siaga. Dia selalu berdiri di bagian dalam bus tepat di sebelah pintu keluar-masuk penumpang. Hal itu saya lakukan agar bisa bertanya-tanya padanya tentang jalur dan lokasi pemberhentian yang tepat saat ke monas. Sebab untuk menuju daerah atau halte tertentu kadangkala harus oper dari bus satu ke bus lain di halte transit.
Halte transit biasanya berukuran lebih besar. Di dalamnya jumlah petugas lebih banyak dari pada halte yang kecil. Akhirnya saya harus turun halte bernama Harmoni dulu untuk bisa melanjutkan ke Halte Monas. Perlu digarisbawahi bahwa setiap halte bus transjakarta dinamai dengan nama lokasi terdekat dengan halte. Misalnya ada nama halte istiqlal berarti lokasinya di sekitar Masjid Istiqlal. Ada halte Indosiar berarti lokasinya di sekitar gedung indosiar. Serta ada halte Gambir berarti lokasi nya di dekat stasiun gambir dan seterusnya.
Setelah tiba di halte monas saya langsung menuju parkiran dalam wilayah monas. Saya sempat kaget karena ada pintu gerbang yang ditutup. Ketika melihat satpam muncul inisiatif untuk tanya jalan masuk menuju monas. Ternyata jalan masuk berada pada lokasi di mana kelompok lapak kelas kaki lima berjualan. Menurut penafsiran saya jalan tersebut memang sengaja ditutup supaya pengunjung bisa menuju ke lapak tersebut sehingga bisa meningkatan pendapatan para penjual. Ini memang strategi jitu supaya para pedagang tidak berjualan sembarangan di dalam wilayah monas.
Tak jauh dari pintu masuk sisi lain sebelah lapak kaki lima tadi terlihat ada pedagang Kerak Telor. Teringat dulu saat di Simpang Lima Gumul (SLG) Kediri ada acara peringatan ultah Kabupaten Kediri. Di acara tersebut ada banyak lapak berjualan. Salah satunya penjual kerak telor. Di atas pikulan kerak telor tertulis Rp. 25.000. Kala itu saya tidak berani beli karena uang pas-pasan. Sedang yang di monas ini tidak ada tulisan harganya. Namun untuk kali ini saya rela mengeluarkan kocek demi menikmati seperti apa rasanya kerak telor. "Pake telor bebek atau telor ayam?" tanya pedagang. Saya jawab dengan tegas "Telor ayam" karena saya pikir harganya pasti lebih murah he he he.
Rasa kerak telor itu sungguh di luar dugaan. Saya pikir rasanya seperti telor sehingga bisa buat lauk. Akan tetapi hal itu tidaklah membuat saya kecewa karena memang rasanya sungguh unik. Saya malah bisa menikmatinya karena ini adalah makanan yang belum pernah saya makan. Makan kerak telor menyebabkan rasa haus. Saat itu saya tidak membawa bekal minum. Sebelum mencari minuman saya membayar dulu kerak telornya dengan harga 20 ribu. Kemudian bertanya kepada penjualnya "Mas, apakah beli di lapak sana harus pakai uang elektronik?" jawabnya "Tidak perlu, bisa Tunai kok"
Pertanyaan itu saya ajukan karena di semua lapak tersebut tertempel stiker berwarna merah yang bertulis peringatan. Isinya kurang lebih adalah bila pedagang di lapak ini menyuruh anda membayar pakai uang tunai maka anda tidak perlu membayar alias GRATIS. Saya hampiri salah satu lapak yang menjual air mineral lalu saya tanya berapa harga untuk ukuran botol tanggung. Uang 5 ribu saya keluarkan untuk menebusnya. Hal itu demi menghilangkan rasa haus akibat makan kerak telor.
Perjalanan saya lanjutkan masuk ke dalam wilayah taman monas. Jaraknya lumayan jauh. Saya harus melewati beberapa pepohonan yang hampir mirip dengan hutan mini. Kemudian mencari pintu masuk area bawah tanah tugu monas. Setelah memutar-mutar cukup jauh akhirnya saya pasrah lalu bertanya pada tukang kebun yang sedang merawat tanaman. Ternyata pintu masuk menuju tugu monas berada jauh dari tugu monas. Saya harus turun ke bawah dulu untuk memasuki ruang bawah tanah.
Kartu Uang Elektronik (KUE) |
Di ruang bawah tanah itu saya menghampiri loket. Kemudian memesan tiket. Lagi-lagi ternyata tiket masuk monas harus pakai Kartu Uang Elektronik (KUE). Saya pasrah harus membeli kartu tersebut seharga 30 ribu rupiah dengan saldo berisi 20 ribu. Kata petugas loket kartu ini bisa digunakan masuk halte transjakarta (terintegrasi) dan bisa mengecek saldonya di setiap halte. Tiket masuk monas seharga 15 ribu rupiah. Mungkin ini adalah takdir saya harus memiliki Kartu Uang Elektronik. he he he
Setelah selesai menikmati wilayah monas saya bergegas menuju gedung Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas). Sebenarnya perpusnas tidak masuk dalam agenda tempat yang ingin saya kunjungi. Saya tahu ada gedung perpusnas ketika di atas tugu monas melihat-lihat suasana gedung di luar wilayah monas. Di puncak gedung berlantai lebih 23 lantai itu bertulis Perpustakaan Nasional RI. Keinginan untuk mengunjunginya timbul. Posisinya berdekatan dengan wilayah monas sehingga saya cukup menyeberang jalan raya untuk memasukinya.
Setelah di dalam gedung saya bertanya-tanya pada petugas masuk, satpam, dan pustakawan. Bertanya tentang kapan jam tutupnya, buku bisa dipinjam tidak, di mana lokasi buku karya saya yang di katalog muncul tapi di rak tidak ada, dan sebagainya. Banyak wawasan dan manfaat yang saya dapat dari mereka. Salah satunya saya bisa mendapat kartu Anggota Perpustakaan Nasional RI. Cara membuatnya mudah tidak sampai 5 menit (di luar waktu mengantri) kartu sudah jadi.
Kartu Anggota Perpustakaan Nasional RI |
Selesai dari perpusnas saya menuju halte Monas kemudian meluncur ke halte Kalideres. Setelah itu menuju ke hotel. Minum air hangat, mandi air hangat, dan makan di warung dekat hotel. Disusul pergi ke Masjid untuk menjama' sholat maghrib dan isya'. Kemudian kembali ke hotel menonton tv satelit yang chanelnya sangat variatif. Sungguh indahnya hidup ini. Saya bersyukur atas nikmat dan karunia-Nya. Alhamdulillah.
Demikian cerita saya kali ini. Bila ada kesempatan akan saya sambung lagi. Semoga Bermanfaat. Terima kasi telah membaca.