Jarak Bandara Soetta ke Hotel Eco Syariah (sumber gambar Google Maps) |
Bagi anda yang ingin melakukan
perjalanan ke Jakarta maka lebih baik baca dulu tulisan ini hingga selesai.
Tulisan tentang perjalanan orang kampung yang hanya punya uang pas-pasan untuk
pergi ke Jakarta.
Berpergian ke Jakarta dengan Uang Pas-pasan
Biasanya dengan rute yang sama saya cukup membayar antara 400 ribu hingga 700 ribu rupiah. Kata beberapa teman harga tiket melambung tinggi disebabkan masih berada pada suasana pasca libur lebaran. Serta masa libur sekolah yang akan segera berakhir sehingga rute penerbangan menuju Jakarta banyak peminatnya. Alasan lainnya karena saya memesan tiketnya hanya satu hari menjelang terbang. Terlebih lagi cara memesan tiketnya tidak online (melalui agen). Teman saya yang lain juga mengingatkan bahwa seharusnya saya pesan lewat online karena selisih harganya bisa mencapai antara 50-150 ribu pertiket.
Baca juga:
Pengalaman Pertama Naik Kereta ke Jakarta Menggunakan Aplikasi KAI Acces
Jadwal penerbangan, jadwal pembelian, dan harga tiket |
Singkat cerita tanggal 12 Juli 2018 pukul 08:25
akhirnya saya terbang (take off) dari bandara Abdul Rachman Saleh Malang
ke bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Penerbangannya lancar seperti biasa. Cuaca
cerah dan mendukung untuk penerbangan. Pelayanan pegawai bandara dan maskapai
juga ramah seperti keumuman lainnya. Telaten menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang saya ajukan pada mereka. Akhirnya pada pukul 09.45 pesawat mendarat
dengan selamat. Dengan waktu mendarat lebih awal 15 menit dari jadwal yang
telah ditetapkan.
Baca juga:
Cerita Nyata Aktivitas Kampus Terkena Racun Cinta
Cerita Motivasi: Bukan Jaminan
Cerita Inspirasi: Ganteng-ganteng Baik Hati
Setelah mendarat di bandara Soekarno Hatta saya buka telepon genggam sambil duduk di depan Toilet. Saya ingin memastikan lagi jarak dan posisi hotel dengan tarif 150 ribuan dekat Bandara di Google Maps. Tak lama kemudian keinginan buang air kecil muncul. Akhirnya saya ke kamar kecil. Luar biasa, kali ini saya ingin kasih jempol bagi pelayanan toilet bandara. Toilet dan tempat cuci tangannya bersih. Selalu ada petugas kebersihan di sana yang siap membersihkan toilet setelah dipakai. Sedikit berbeda dengan toilet yang ada di sisi luar Bandara (bukan dalam bandara) yang selalu cenderung basah dan ada sedikit bekas sandal atau sepatu di lantainya.
Duduk di depan toilet dalam Bandara |
Perut ini sesungguhnya terasa lapar, tapi saya tidak rela beli makanan di lingkungan bandara. Dulu pernah beli soto satu mangkuk
kecil yang isinya cuma capar, kuah, dan sedikit suir ayam. Harga yang
dipatok 20 ribu. Jangankan rasanya enak, bahkan mengenyangkan pun tidak.
Ditambah lagi harga teh ukuran gelas besar seharga 10 ribu. Untuk menahan haus
dan memanipulasi rasa lapar akhirnya membeli air mineral ukuran botol
tanggung menjadi pilihan utama. Harganya jangan ditanya lagi. Kalau di kampung berkisar 2.000 hingga
2.500 maka di sini dibandrol 12 ribu. Saya harus merelakan. Pikir saya
dengan minum maka suasana hati bisa tenang dan bisa konsentrasi untuk meneruskan perjalanan
yang belum tentu alurnya.
Waktu berburu transportasi pun tiba. Berhubung uang di kantong sangat minim akhirnya saya cari inisiatif mencari tarnsportasi yang murah. Saat itu belum terpikirkan untuk menggunakan transportasi online. Saya tanya ke penjual karcis di terminal bus DAMRI di bandara. Ternyata DAMRI tidak melayani rute pendek sehingga saya harus duduk kembali di ruang tunggu sisi luar bandara dengan tangan hampa. Setelah tenang saya berupaya tanya-tanya pada agen taksi dan sopir taksi yang berdiri mencari penumpang. Posisinya berada di sebelah jalan sisi lain dari terminal bus DAMRI. Dengan jarak tempuh antara bandara dengan hotel yang saya tuju sekitar 5,3 Km masing-masing dari mereka memasang harga 150 ribu oleh agen taksi dan 120 ribu oleh sopir taksi berseragam. Waow segitu bisa buat biaya hotel semalam....
Untuk yang kedua kalinya saya harus duduk kembali di
ruang tunggu sisi luar bandara. Saya tidak ingin terburu-buru mengambil
keputusan. Beberapa saat setelah itu pandangan saya tertuju pada lapak
kecil (semacam agen) transportasi online di jarak 50 meter sebelah kanan. Tak berpikir panjang akhirnya saya hampiri lantas bertanya berapa tarif transpot
dari bandara ke hotel Eco Syariah. "Oh hotel Eco ya mas, itu mah deket,
nggak sampai 50" jawab salah satu dari dua orang yang berjaga. "Tapi
itu belum termasuk tarif tambahan 10 ribu untuk masuk bandara mas"
dia menambahi.
Hati saya berbunga tak karuan. Namun, rasa itu tak begitu lama setelah mendapat tanggapan dari pertanyaan saya ini "oke, saya pesen ke sana, bisa cepat kan mbak?". Ia menjawab "Maaf mas, harus pake aplikasi". Lagi-lagi saya harus duduk untuk ketiga kalinya di bangku cadangan he he he. Beginilah nasib orang yang berpergian dengan uang pas-pasan. Setelah itu saya unduh (download) aplikasi tranportasi online untuk bisa memesan mobil yang mau mengantar saya. Perlu diingat bagi Sahabat Banjir Embun (Sabem) bahwa sepeda motor dilarang masuk ke bandara. Jadi saya tidak bisa pesen ojek online he he he.
Saya hampiri mbaknya lagi lalu saya dipandu cara memesan pengemudi beserta mobilnya. Tidak sampai 5 menit bahkan bisa dikatakan 1 hingga 2 menit mobil yang dipesan tiba. Saya dipandu oleh mbaknya menuju mobil yang letaknya tidak jauh dari posisi kami. Si mbak dan sopir (driver) taksi online mengobrol yang isinya kurang jelas pembicaraannya karena saya lagi konsentrasi memasukkan badan sekaligus tas besar saya ke dalam mobil. Setelah itu kami pun jalan. Sang sopir mengingatkan saya bahwa nanti ada tambahan biaya 10 ribu di luar tarif yang tertera pada aplikasi. Sesampai di hotel saya pun harus mengeluarkan uang sebesar 58 ribu rupiah. Dengan rincian 48 ribu sesuai yang tertera di aplikasi dan 10 ribu untuk biaya tambahan tadi.
Berdasar pengalaman saya dari beberapa kali naik transportasi online. Sopir perilakunya selalu ramah, memanjakkan penumpangnya, dan tidak pernah mengeluh. Bisa jadi mereka takut diberi bintang satu di menu aplikasi oleh penumpangnya bila pelayanan tidak memuaskan he he he. Sebenarnya sebelum tiba di lokasi hotel Eco Syariah kami harus mencari-cari dulu di mana lokasi persis hotelnya. Berhubung hotel itu berlokasi di perumahan tak ayal bolak-balik hingga muter-muter gang kompleks harus dilakukan. Akhirnya hotelnya pun ketemu setelah dua kali tanya pada orang di perumahan.
Setelah itu saya masuk dan menemui resepsionis hotel. Sekali lagi saya harus menerima kenyataan untuk membawa tangan hampa. Ternyata hotel sudah penuh. Dengan muka memelas pasrah saya bertanya kepadanya "Di sekitar sini adakah hotel yang tarifnya berkisar 150 ribu mbak?". Petugas itu mengatakan bahwa di perumahan ini hotel Eco Syariah ada 3 tempat yaitu di gang B3, B2, dan B1. Harapan pun muncul lagi. "Apakah di sana juga penuh mbak?" tanya saya. "Maaf mas, yang di sebelah sudah penuh. Coba saya cek dulu yang di B1 mas".
Alhamdulillah, harapan bersemi lagi ternyata masih kosong satu kamar. "Lebih baik mas pesan online saja biar lebih murah dan biar lebih cepat agar tidak keduluan orang lain" imbuh resepsionis itu. "Waduh mbak HP saya memorinya full, barangkali mbak bisa pesankan lewat HP mbak?" sambil memasang muka berharap saya meminta tolong padanya. "Baik mas, saya pesankan, nanti mas bayarnya di Ind*m*r*t (menyebut toko ritel modern),... waktunya satu jam mas, setelah itu bila belum dibayar maka dianggap batal". Setelah diberi beberapa digit nomor pemesanan saya meluncur ke toko modern itu. Saya mengeluarkan 135 ribu untuk biaya menginap satu malam.
Lantas saya mencari warung makan di sekitar toko itu untuk mengganjal perut. Setelah itu saya harus meluncur ke Restoran Hotel Ibis dekat bandara Soetta. Di sana ada agenda makan siang bersama some one special. Sebelum ke restoran agar tidak memalukan doi saat prasmanan maka saya makan dulu di warung pinggir jalan (sekelas warung tegal). Setelah kenyang saya menuju hotel Eco Syariah. Lalu menunjukkan bukti pembayaran pesan online. Setelah berhasil check in dan meletakkan tas berat, saya pesan taksi online lagi kemudian langsung meluncur ke Ibis.
Berhubung tidak terlalu lapar. Saya hanya ingin mencicipi menu
prasmanan yang menurut saya belum pernah saya makan. Saya mengambil sedikit
saja. Setelah habis saya meminta tolong doi untuk mengambilkan menu
makanan lain yang membuat saya penasaran gimana ya rasanya he hehe. Sambil
mengobrol dan bercanda akhirnya waktu jam makan pun habis. Terpaksa saya harus
meninggalkan doi di hotel Ibis bersama teman-temannya. Saya kembali lagi
ke hotel Eco Syariah untuk istirahat sejenak. Setelah itu minum air hangat disusul dengan mandi air hangat.
Menikmati hidangan prasmanan di Hotel Ibis |
Sore harinya saya pergi jalan-jalan ke Jakarta (lokasi hotel Eco Syariah di Tangerang berbatasan dengan Jakarta). Memesan ojek lalu meluncur ke halte Bus Transjakarta (bus way) yang bernama halte Sumor Bor. Ternyata sekarang untuk membeli tiket halte transjakarta tidak bisa lagi secara fisik (uang tunai). Harus menggunakan kartu gesek (uang elektronik). Harga kartu tersebut adalah 20 ribu rupiah dengan saldo 10 ribu. Kartu tersebut tersedia di setiap halte bus Transjakarta. Bus transjakarta merupakan tranportasi murah. Hanya 3.500 rupiah bisa naik bis sepuasnya. Asal tidak keluar dari halte bus (shelter) maka gonta-ganti bus berapa kali pun tidak akan dipungut biaya lagi.
Berhubung tanpa persiapan dan saya berpikir saya tidak
terlalu membutuhkan kartu itu, maka saya memutuskan untuk tidak membelinya.
Dengan hanya satu kali bayar saya bisa pakai fasilitas bus sepuasnya asal tidak
keluar halte. Oleh sebab itu ngapain saya pakai kartu, itulah pikiran saya.
Akhirnya saya minta tolong pada salah satu penumpang. Saya menawari ia uang
lima ribu rupiah kepada dia supaya saya bisa masuk halte dengan menggunakan kartunya. Dia mau dan transaksi pun terjadi he he
he. Saya berhasil masuk bus tanpa pakai kartu uang elektronik (KUE).
Baca juga:
Temukan Bakatmu Agar Nikmat Hidupmu
Cerita Motivasi: Pilihan Hidup
Jauhi Medsos Bila Sedang dalam Kondisi Ini
Saya tidak terlalu kaget dengan suasana di dalam bus karena beberapa tahun lalu saya juga pernah menaikinya. Di dalam bus dibagi menjadi tiga kelompok tempat duduk. Yakni, tempat duduk bagian belakang sendiri yang biasanya ditempati oleh lelaki muda. Tempat duduk tengah yang biasanya ditempati oleh penumpang prioritas (penumpang cacat, sepuh/tua, hamil, dan anak kecil). Serta tempat duduk bagian depan yang hanya dikhususkan bagi kaum Hawa. Di dalam bus pasti terdapat satu petugas (kernet) yang selalu siap siaga membantu, mengatur, dan mengawasi penumpang. Jadi bagi anda yang belum pernah naik bus transjakarta jangan khawatir akan tersesat senyampang tidak malu bertanya. (Selanjutnya Berpergian ke Jakarta dengan Uang Pas-pasan Bagian 2)