Perut ini sesungguhnya terasa lapar, tapi saya tidak rela beli makanan di lingkungan bandara. Dulu pernah beli soto satu mangkuk
kecil yang isinya cuma capar, kuah, dan sedikit suir ayam. Harga yang
dipatok 20 ribu. Jangankan rasanya enak, bahkan mengenyangkan pun tidak.
Ditambah lagi harga teh ukuran gelas besar seharga 10 ribu. Untuk menahan haus
dan memanipulasi rasa lapar akhirnya membeli air mineral ukuran botol
tanggung menjadi pilihan utama. Harganya jangan ditanya lagi. Kalau di kampung berkisar 2.000 hingga
2.500 maka di sini dibandrol 12 ribu. Saya harus merelakan. Pikir saya
dengan minum maka suasana hati bisa tenang dan bisa konsentrasi untuk meneruskan perjalanan
yang belum tentu alurnya.
Waktu berburu transportasi pun tiba. Berhubung uang di kantong sangat minim
akhirnya saya cari inisiatif mencari tarnsportasi yang murah. Saat itu belum terpikirkan untuk menggunakan transportasi online. Saya tanya ke
penjual karcis di terminal bus DAMRI di bandara. Ternyata DAMRI tidak melayani
rute pendek sehingga saya harus duduk kembali di ruang tunggu sisi luar bandara
dengan tangan hampa. Setelah tenang saya berupaya tanya-tanya pada agen
taksi dan sopir taksi yang berdiri mencari penumpang. Posisinya berada di
sebelah jalan sisi lain dari terminal bus DAMRI. Dengan jarak tempuh antara
bandara dengan hotel yang saya tuju sekitar 5,3 Km masing-masing dari mereka
memasang harga 150 ribu oleh agen taksi dan 120 ribu oleh sopir taksi berseragam. Waow segitu bisa buat biaya hotel semalam....
Untuk yang kedua kalinya saya harus duduk kembali di
ruang tunggu sisi luar bandara. Saya tidak ingin terburu-buru mengambil
keputusan. Beberapa saat setelah itu pandangan saya tertuju pada lapak
kecil (semacam agen) transportasi online di jarak 50 meter sebelah kanan. Tak berpikir panjang akhirnya saya hampiri lantas bertanya berapa tarif transpot
dari bandara ke hotel Eco Syariah. "Oh hotel Eco ya mas, itu mah deket,
nggak sampai 50" jawab salah satu dari dua orang yang berjaga. "Tapi
itu belum termasuk tarif tambahan 10 ribu untuk masuk bandara mas"
dia menambahi.
Hati saya berbunga tak karuan. Namun, rasa itu tak begitu lama setelah mendapat tanggapan dari pertanyaan saya ini "oke, saya pesen ke sana, bisa
cepat kan mbak?". Ia menjawab "Maaf mas, harus pake aplikasi".
Lagi-lagi saya harus duduk untuk ketiga kalinya di bangku cadangan he he he. Beginilah nasib orang yang berpergian dengan uang pas-pasan. Setelah itu saya unduh (download) aplikasi tranportasi online untuk
bisa memesan mobil yang mau mengantar saya. Perlu diingat bagi Sahabat Banjir
Embun (Sabem) bahwa sepeda motor dilarang masuk ke bandara. Jadi saya tidak
bisa pesen ojek online he he he.
Saya hampiri mbaknya lagi lalu saya dipandu cara memesan pengemudi beserta
mobilnya. Tidak sampai 5 menit bahkan bisa dikatakan 1 hingga 2 menit mobil
yang dipesan tiba. Saya dipandu oleh mbaknya menuju mobil yang letaknya tidak jauh dari posisi kami. Si mbak dan sopir (driver) taksi online mengobrol
yang isinya kurang jelas pembicaraannya karena saya lagi konsentrasi memasukkan badan
sekaligus tas besar saya ke dalam mobil. Setelah itu kami pun jalan. Sang sopir
mengingatkan saya bahwa nanti ada tambahan biaya 10 ribu di luar tarif yang
tertera pada aplikasi. Sesampai di hotel saya pun harus mengeluarkan uang sebesar 58 ribu rupiah. Dengan rincian 48 ribu sesuai yang tertera di aplikasi dan 10 ribu untuk biaya tambahan tadi.
Berdasar pengalaman saya dari beberapa kali naik transportasi online.
Sopir perilakunya selalu ramah, memanjakkan penumpangnya, dan tidak pernah
mengeluh. Bisa jadi mereka takut diberi bintang satu di menu aplikasi oleh
penumpangnya bila pelayanan tidak memuaskan he he he. Sebenarnya sebelum tiba di lokasi hotel Eco Syariah kami
harus mencari-cari dulu di mana lokasi persis hotelnya. Berhubung hotel itu
berlokasi di perumahan tak ayal bolak-balik hingga muter-muter gang kompleks
harus dilakukan. Akhirnya hotelnya pun ketemu setelah dua kali tanya pada orang
di perumahan.
Setelah itu saya masuk dan menemui resepsionis hotel. Sekali lagi saya harus
menerima kenyataan untuk membawa tangan hampa. Ternyata hotel sudah penuh.
Dengan muka memelas pasrah saya bertanya kepadanya "Di sekitar sini adakah
hotel yang tarifnya berkisar 150 ribu mbak?". Petugas itu mengatakan bahwa di
perumahan ini hotel Eco Syariah ada 3 tempat yaitu di gang B3, B2, dan B1.
Harapan pun muncul lagi. "Apakah di sana juga penuh mbak?" tanya
saya. "Maaf mas, yang di sebelah sudah penuh. Coba saya cek dulu yang di B1 mas".
Alhamdulillah, harapan bersemi lagi ternyata masih kosong satu kamar.
"Lebih baik mas pesan online saja biar lebih murah dan biar lebih
cepat agar tidak keduluan orang lain" imbuh resepsionis itu. "Waduh
mbak HP saya memorinya full, barangkali mbak bisa pesankan lewat HP mbak?" sambil memasang muka berharap saya meminta tolong padanya.
"Baik mas, saya pesankan, nanti mas bayarnya di Ind*m*r*t (menyebut toko
ritel modern),... waktunya satu jam mas, setelah itu bila belum dibayar maka
dianggap batal". Setelah diberi beberapa digit nomor pemesanan saya
meluncur ke toko modern itu. Saya mengeluarkan 135 ribu untuk biaya menginap
satu malam.
Lantas saya mencari warung makan di sekitar toko itu
untuk mengganjal perut. Setelah itu saya harus meluncur ke Restoran Hotel Ibis dekat
bandara Soetta. Di sana ada agenda makan siang bersama some one special.
Sebelum ke restoran agar tidak memalukan doi saat prasmanan maka saya makan dulu di warung pinggir jalan (sekelas warung
tegal). Setelah kenyang saya menuju hotel Eco Syariah. Lalu menunjukkan bukti
pembayaran pesan online. Setelah berhasil check in dan meletakkan
tas berat, saya pesan taksi online lagi kemudian langsung meluncur ke
Ibis.
Berhubung tidak terlalu lapar. Saya hanya ingin mencicipi menu
prasmanan yang menurut saya belum pernah saya makan. Saya mengambil sedikit
saja. Setelah habis saya meminta tolong doi untuk mengambilkan menu
makanan lain yang membuat saya penasaran gimana ya rasanya he hehe. Sambil
mengobrol dan bercanda akhirnya waktu jam makan pun habis. Terpaksa saya harus
meninggalkan doi di hotel Ibis bersama teman-temannya. Saya kembali lagi
ke hotel Eco Syariah untuk istirahat sejenak. Setelah itu minum air hangat disusul dengan mandi air hangat.
|
Menikmati hidangan prasmanan di Hotel Ibis |
Sore harinya saya pergi jalan-jalan ke Jakarta (lokasi
hotel Eco Syariah di Tangerang berbatasan dengan Jakarta). Memesan ojek lalu
meluncur ke halte Bus Transjakarta (bus way) yang bernama halte Sumor Bor. Ternyata
sekarang untuk membeli tiket halte transjakarta tidak bisa
lagi secara fisik (uang tunai). Harus menggunakan kartu gesek (uang
elektronik). Harga kartu tersebut adalah 20 ribu rupiah dengan saldo 10 ribu.
Kartu tersebut tersedia di setiap halte bus Transjakarta. Bus transjakarta merupakan tranportasi murah. Hanya 3.500 rupiah bisa naik bis sepuasnya. Asal tidak keluar dari halte bus (shelter) maka gonta-ganti bus berapa kali pun tidak akan dipungut biaya lagi.
Berhubung tanpa persiapan dan saya berpikir saya tidak
terlalu membutuhkan kartu itu, maka saya memutuskan untuk tidak membelinya.
Dengan hanya satu kali bayar saya bisa pakai fasilitas bus sepuasnya asal tidak
keluar halte. Oleh sebab itu ngapain saya pakai kartu, itulah pikiran saya.
Akhirnya saya minta tolong pada salah satu penumpang. Saya menawari ia uang
lima ribu rupiah kepada dia supaya saya bisa masuk halte dengan menggunakan kartunya. Dia mau dan transaksi pun terjadi he he
he. Saya berhasil masuk bus tanpa pakai kartu uang elektronik (KUE).
Baca juga:
Temukan Bakatmu Agar Nikmat Hidupmu
Cerita Motivasi: Pilihan Hidup
Jauhi Medsos Bila Sedang dalam Kondisi Ini
Saya tidak terlalu kaget dengan suasana di dalam bus
karena beberapa tahun lalu saya juga pernah menaikinya. Di dalam bus dibagi
menjadi tiga kelompok tempat duduk. Yakni, tempat duduk bagian belakang sendiri
yang biasanya ditempati oleh lelaki muda. Tempat duduk tengah yang biasanya
ditempati oleh penumpang prioritas (penumpang cacat, sepuh/tua, hamil, dan anak
kecil). Serta tempat duduk bagian depan yang hanya dikhususkan bagi kaum Hawa.
Di dalam bus pasti terdapat satu petugas (kernet) yang selalu siap siaga
membantu, mengatur, dan mengawasi penumpang. Jadi bagi anda yang belum pernah
naik bus transjakarta jangan khawatir akan tersesat senyampang tidak malu
bertanya. (Selanjutnya Berpergian ke Jakarta dengan Uang Pas-pasan Bagian 2)