SISTEM
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
A. Pengertian Sistem Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam
Sistem pembelajaran PAI merupakan sebuah rangkaian dari beberapa kata
yang digabungkan menjadi satu. Setiap kata dari rangkaian tersebut secara bahasa
dan istilah punya arti tersendiri dan secara independen bisa dibentuk makna
yang utuh. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pembahasan tentang arti sistem
pembelajaran PAI secara utuh maka dipandang perlu ditelusuri terlebih dahulu makna
perkata dari rangkaian tersebut. Diantaranya adalah kata sistem, pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, sistem pembelajaran, pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan
secara utuh terbentuk rangkaian kata sistem
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Menurut Lorens Bagus kata ‘sistem’ berasal dari bahasa Inggris yaitu system dan bahasa Yunani systema yang tersusun dari dua kata
yaitu syn yang berarti ‘dengan’ dan istanai berarti ‘menempatkan’.
Sedangkan pada lingkup satu kata utuh, kata systema
punya arti tentang keseluruhan yang tersusun dari bagian-bagian atau
komposisi. Diacukan pada penjelasan tersebut maka secara istilah kata sistem
memiliki pengertian “kumpulan hal-hal yang disatukan ke dalam suatu keseluruhan
yang konsisten karena saling terkait (interaksi, interdependensi, saling
keterkaitan yang teratur dari bagian-bagiannya).”[1]
Maka dapat disimpulkan pada setiap tatanan ‘sistem’ pasti terdapat sebuah
komponen-komponen yang berperan untuk penyuksesan kinerja organisasi atau
tatanan tersebut. Namun tentu kinerja dari salah satu komponen itu perlu
didukung oleh komponen yang lain agar terjadinya prinsip efektif dan efisien.
Sebagaimana menurut Lauralee Sherwood
serta menurut Campbell, N.A. dkk. yang dinyatakan pada terminologi bidang biologi. Di mana ada
beberapa istilah ‘sistem’ yang digunakan sebagai penjelas tentang organisasi
kinerja dari beberapa organ dalam tubuh manusia. Misalnya dalam tubuh terdapat
sistem reproduksi, sistem pencernaan, dan sistem pernapasan. Sebagai contoh
pada sistem pernapasan terdapat komponen (organ tubuh) yang berperan utama
yaitu paru-paru. Serta komponen lain sebagai pendukung yaitu bulu hidung untuk
menjaga kebersihan udara yang masuk ke paru-paru dan rongga hidung yang
berlendir untuk menjaga suhu udara yang masuk agar stabil (sesuai dengan
kekuatan paru-paru). Dengan demikian tidak ada sistem dalam tubuh manusia
bekerja tersendiri dan kesehatan tubuh tergantung pada semua sistem tubuh dalam
berinteraksi.[2]
Kata sistem juga digunakan dalam istilah ‘Sistem Pendidikan Nasional’
yang pengertiannya adalah “keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”[3] Adapun pada Kamus Besar
Bahasa Indonesia kata sistem dimiliki banyak arti di antaranya adalah pertama; suatu perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
terbentuk suatu totalitas. Kedua;
susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya, dan yang ketiga; sebuah metode. Namun dalam kamus
tersebut juga dijelaskan tentang arti dari istilah “sistem pengajaran” yang
bermakna sistem proses, perbuatan, cara penyamaan arah, jarak, dan sebagainya.[4] Oleh karena itu berdasarkan
dari seluruh pembahasan di atas secara garis besar dapat disimpulkan kata
sistem berdefinisi beberapa rangkaian (satu kesatuan) komponen yang saling
terjadi pendukungan satu sama lain untuk tercapainya sebuah tujuan secara
terorganisir baik dengan disadari maupun tidak disadari.
Sedangkan arti pembelajaran adalah proses mental dan
emosional, serta berfikir dan merasakan. Seseorang pembelajar dikatakan
melakukan pembelajaranan apabila pikiran dan perasaannya aktif.[5] Berbeda menurut Ahmad
Sabri disampaikan tentang orang yang sudah aktif terlibat pada proses
pembelajaran diharapkan akan bisa merasa lebih bahagia, dan lebih pantas untuk
pemanfaatan alam sekitar. Selain itu peserta didik juga aktif dalam penjagaan
kesehatan, peningkatan pengabdian untuk ketrampilan, dan berhasil dalam
pengimplementasian pembedaan (terdapat perbedaan keadaan antara sebelum dan
sesudah melakukan proses pembelajaran).[6]
Dengan demikian dalam pembelajaran peserta didik ditekankan punya kesadaran,
motivasi, dan kondisi yang dimungkinkan untuk terjadinya interaksi antara
peserta didik terhadap sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.[7]
Lebih jauh peserta didik diharapkan terlatih pada pembiasaan diri untuk
pemecahan masalah dan mampu terbiasa pada penggunaan empati beserta logikanya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan pembelajaran bisa terjadi di mana saja, tidak
hanya di dalam kelas yang sangat formal, terbatasi waktu maupun tempat, dan
kaku.
Lebih lanjut jika antara kedua kata yaitu sistem dan pembelajaran dikombinasikan menjadi satu menjadi ‘sistem
pembelajaran’ maka menurut Oemar Hamalik sistem pembelajaran dimiliki arti
“suatu kombinasi yang terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan, dan prosedur-prosedur yang berinteraksi untuk mencapai
suatu tujuan.”[8]
Dari beberapa pembahasan sebelumnya dapat ditarik garis lurus bahwa kata sistem
pembelajaran bermakna rangkaian beberapa komponen atau unsur-unsur materi,
manusia, dan ilmu (cara/metode) yang bersatu dalam implementasi prosedur
tertentu agar tercapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu apabila salah
satu komponen tidak bisa bergerak sesuai yang diharapkan, menjadi berdampak
secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi komponen lain sehingga
bisa terjadi perubahan tatanan kinerja sistem pembelajaran yang telah berjalan
mapan.
Meskipun sebenarnya secara tersirat
tanpa kata ‘sistem’ pada istilah ‘pembelajaran’ secara otomatis sudah terdapat
sebuah tatanan sistem di dalamnya. Hal ini nampak pada pembelajaran sudah
terdapat komponen-komponen penyusun misalnya pendidik, peserta didik, media
pembelajaran, dan komponen penting lainnya. Pendapat di atas didukung oleh
argumentasi Laila Nusibat, sebenarnya kata pembelajaran dikatakan sebagai sistem karena pada isinya sudah terkandung komponen
yang saling berkaitan untuk pencapaian suatu tujuan yang telah
ditetapkan.[9]
Namun demikian pendapat ini bisa dikesampingkan karena lebih banyak referensi
lain yang kokoh untuk penggunaan istilah ’sistem pembelajaran’ dari pada hanya
istilah ‘pembelajaran’ yang berfungsi untuk pemertegas dalam pembahasan yang
lebih mendalam.
Selanjutnya untuk pendalaman tentang makna PAI, bahwasanya
secara terminologi kata Pendidikan Agama Islam dimiliki pengertian sebuah
kajian ilmu yang menjadi materi ajar serta bertujuan agar peserta didik mampu
dalam penerapan nilai-nilai Islam secara sadar (tanpa paksaan dari orang lain).
Penerapan tersebut meliputi penerapan nilai ibadah, nilai humanisme,
keselamatan (kemaslahatan), nilai patriotisme (nasionalisme), nilai semangat
dalam pengembangan diri maupun masyarakat, dan nilai-nilai kedamaian di
kehidupan sehari-hari secara konsisten. Hal ini berarti setelah peserta didik
aktif pada pembelajaran PAI diharapkan bisa termotivasi, tergugah, dan sadar dalam
pengimplementasian nilai-nilai universalisme ajaran Islam secara konsisten
dengan segenap logika atau alam pikirnya serta alam spiritualitasnya. Analisis
tentang Pendidikan Agama Islam di atas didasarkan pada pendapat Syukri
Fathuddin disampaikan bahwa hendaknya “... Pendidikan Agama Islam atau ajaran
Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi jiwa, motivasi bahkan dapat dikatakan way of life seseorang.”[10]
Didasarkan pada semua rangkaian penjelasan di atas
maka dapat disimpulkan sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebuah
tatanan dari beberapa komponen pembelajaran yang terorganisir, saling terkait,
dan isinya termuat nilai-nilai agama Islam secara universal sebagai pedoman
berperilaku, berfikir, dan berkehendak dalam perjalanan hidup sampai mati.
Meninjau dari definisi tersebut maka materi dan tujuan pada sistem pembelajaran
Pendidikan Agama Islam sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan sistem
pembelajaran bidang ilmu yang lain. Di mana salah satunya Pendidikan Agama
Islam diajarkan sebagai pedoman hidup secara mendalam dan luas. Sedangkan
kebanyakan bidang ilmu lain dipelajari sebatas untuk bagaimana cara
mempertahankan kehidupan, mengembangkan kehidupan, cara menyelesaikan masalah
kehidupan, dan semacamnya tanpa melibatkan aspek ‘ketuhanan’ sama sekali.
[1]Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia,
1996), 1015.
[2]“Fisiologi
Manusia,” Wikipedia, http://
www.id.wikipedia. org/wiki/Fisiologi_manusia, diakses tanggal 12 Juni 2013.
[4]Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997),
950-951.
[8]Oemar
Hamalik, Perencanaan Pengajaran: Berdasarkan Pendekatan Sistem (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1990), 12.
[9]Laila Nusibad, “Manajemen Proses Pembelajaran Pada Sekolah
Kejuruan (Studi Kasus Di SMK Negeri 4 Malang),” dalam http:// karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ASP/article/view/18498, diakses tanggal
05 Mei 2012 pukul 19.30 WIB.
[10]Syukri Fathuddin,
“Pendidikan Islam,” dalam Din al-Islam:
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, ed. Yudiati Rahman (Yogyakarta:
UNY Press, 2008), 130.