Cara terbaik untuk mengritik orang lain ialah dengan mengkritik diri sendiri. Secara tidak langsung orang lain yang juga merasa seperti itu akan ikut terhanyut untuk menyesali kesalahan. Itulah mengkritik tanpa harus menggurui.
Aku adalah Manusia yang Paling Pancasilais
di Indonesia
Oleh: A. Rifqi Amin
Pembaca sekalian pasti geram dengan judul di
atas. Bagaimana tidak, kesan sombong sangat ketara dihadirkan. Kata
“paling” yang diikuti dengan kata “Pancasilais” seakan memposisikan diri ke
dalam kebenaran. Terlebih lagi ditambahi kata “aku” di awal judul maka semakin
membuat gemes. Marilah sedikit kita berfikir kritis. Misalnya dengan menanyakan
untuk apa pernyataan atau judul seperti itu dibuat, bila jawabannya karena motif ekonomi maka cukuplah
kita tertawain saja. Namun, bila motifnya
adalah untuk mereduksi pemahanan ideologi pihak lain yang dianggap tidak pancasilais maka
harus kita lawan.
Bila kita cermati posisi “aku” di sini hadir atau
eksis bisa dengan dua cara. Pertama,
menunjukkan eksistensi diri sendiri. Apapun yang dia punyai terkait
sifat atau
jiwa Pancasila pada dirinya akan dimunculkan. Dinampakan dalam bentuk
perbuatan nyata baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan. Tidak
sekedar retorika atau bersilat lidah belaka. Kedua,
dengan cara menjelek-jelekkan dan menggembar-gemborkan pihak
lain sebagai anti Pancasila. Dengan menunjuk orang lain sebagai pihak
anti Pancasila maka secara tidak sadar dia ingin menunjukkan dirinya
sebagai Pancasilais.
Memang
siapapun orangnya, tidak mungkin dan tidak akan pernah bisa 100% bisa
berjiwa Pancasilais. Namun, paling tidak sebagian besar dari angka
tersebut harus bisa dicapai. Paling tidak mendekati seratus persen.
Seperti halnya dalam kajian agama, tidak ada jaminan bahwa dalam diri
manusia itu sepenuhnya berjiwa agamais. Pasti suatu waktu dia pernah
berbuat dosa, entah itu yang besar maupun kecil. Serta lamanya berbuat dosa sebentar maupun lama. Begitu pula orang yang
berideologi Pancasila. Ia kadang dalam waktu tertentu bisa luntur jiwa
Pancasilanya.
Dari penjelasan di atas, maka menghakimi
pihak lain sebagai kubu kontra Pancasila tanpa analisis komprehensif
dan klarifikasi secara tuntas merupakan tindakan anarkis. Terlebih lagi
bila hal itu digunakan saat momen Pemilihan umum. Baik pada pilkada,
pilgub, pileg, maupun pilpers. Seharusnya semua pihak intropeksi diri.
Apa kita telah benar-benar berjiwa Pancasila? Sudahkah perbuatan kita
tidak bertentangan dengan Pancasila? Bersediakah kita menjaga
nilai-nilai Pancasila baik secara verbal maupun non verbal?
Bila
pertanyaan di atas jawabannya iya maka mesti disambung dengan
pertanyaan berikutnya. Apakah dalam setiap nilai dari 5 butir Pancasila
telah diamalkan? Salah satunya dengan tidak meninggalkan nilai-nilai
Ketuhanan dalam setiap jengkal hidup kita. Berikutnya maukah meninggal perbuatan
korupsi, kolusi, dan nepotisme? Sudahkah kita menjujunjung nilai
kemanusiaan dengan saling mencintai, menjaga kerukunan, dan berkata
sopan santun terhadap sesama?
Topik lain:
Kritik Terhadap Doktrin "Rajin Pangkal Pandai"
Pertanyaan selanjutnya siapkah kita menjaga keutuhan NKRI salah satunya dengan cara menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok maupun pribadi? Sanggupkah kita mewujudkan kemajuan yang merata demi tercapainya keadilan sosial? Inilah sedikit pertanyaan yang harus dijawab lantas diimplementasikan. Bukan dengan cara mengolok-ngolok pihak lain sebagai anti Pancasila. Asusminya, mencerca pihak lain merupakan tindakan tidak Pancasilais. Terlebih tanpa melalui cara atau saluran yang tepat. Oleh sebab itu, menggunakan pendekatan Pancasilais pada orang-orang yang dianggap anti Pancasila merupakan kewajiban kita semua.
Topik lain:
Kritik Terhadap Doktrin "Rajin Pangkal Pandai"
Pertanyaan selanjutnya siapkah kita menjaga keutuhan NKRI salah satunya dengan cara menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok maupun pribadi? Sanggupkah kita mewujudkan kemajuan yang merata demi tercapainya keadilan sosial? Inilah sedikit pertanyaan yang harus dijawab lantas diimplementasikan. Bukan dengan cara mengolok-ngolok pihak lain sebagai anti Pancasila. Asusminya, mencerca pihak lain merupakan tindakan tidak Pancasilais. Terlebih tanpa melalui cara atau saluran yang tepat. Oleh sebab itu, menggunakan pendekatan Pancasilais pada orang-orang yang dianggap anti Pancasila merupakan kewajiban kita semua.
Sungguh tak terbantahkan bahwa nilai-nilai Pancasila sungguhlah luhur. Implikasinya kemuliaan tersebut jangan sekali-kali dikotori untuk mensukseskan tujuan politik praktis. Yakni, salah satunya digunakan untuk menyembunyikan kemunafikan penguasa. Sekali lagi ditekankan bahwa nilai yang luhur itu harus dijaga dengan cara-cara yang luhur pula. Memposisikan Pancasila tidak hanya sebatas simbol atau jargon negara belaka. Namun, membumikannya di tengah-tengah kehidupan nyata. Semoga kesaktian Pancasila terus ada. Terlebih di tengah-tengah badai politik di musim pilkada, pileg, dan pilpers seperti ini.