Untuk download artikel di jurnal ini silakan anda klik >> di sini <<
Jurnal :
Didaktika Religia
Edisi :
Volume, 1 No. 2, Tahun 2013
ISSN :
2337-7305
Penerbit :
Pascasarjana STAIN Kediri
Halaman :
Artikel ini berada di halaman 17-42
SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM PADA PERGURUAN TINGGI UMUM:
Studi Kasus Di Universitas
Nusantara
PGRI Kediri
The study describes the implementation of
Islamic teaching at Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri. This is qualitative in nature. The findings
are as follows. Firstly, the teaching materials of Islamic teaching
at UNP consist of main topics and some other developed to meet the
characteristics of the students. Secondly, the spesific competences required
are the unity of God, character, and problem solving. Thirdly, the strategies
used by the teachers are the flexibility of classroom rules, providing models,
and contextual teaching. And fourthly, the evaluation is mainly affective
evaluation.
Key words: System,
Islamic teaching, UNP
Pendahuluan
Perguruan Tinggi
Umum
adalah unit pelaksana pendidikan yang berwenang dalam penyelenggaraan
pendidikan tinggi dengan tujuan secara khusus untuk pengembangan ilmu
pengetahuan umum (non Agama) yang sesuai dengan ketentuan serta peraturan dan
undang-undang Republik Indonesia
di mana mahasiswa dan tenaga pendidiknya berasal dari khalayak umum atau
terbuka untuk umum.
Jika
dilihat dari manfaatnya maka Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum (PTU) merupakan mata kuliah yang sangat penting
bagi pembentuk kepribadian dan karakter mahasiswa terutama jika dikaitkan
dengan perilaku yang religius, sehingga diharapkan tujuan utama PAI (Pendidikan
Agama Islam) dalam PTU tidak hanya terfokus pada pemprosesan mahasiswa dari yang belum paham tentang agama dijadikan lebih paham, dari yang belum mampu
dalam penerapan dijadikan lebih mampu, dan dari yang belum taat dalam penerapan
keagamaan menjadi lebih taat. Namun lebih dari sekedar itu,
PAI adalah penanaman
nilai-nilai keislaman secara utuh dan universal dalam diri mahasiswa. Selain
itu PAI juga punya peran dalam
penenaman nilai-nilai
karakter yang dinyatakan dalam perilaku melekat sehingga menjadi pedoman di semua bidang kehidupan.
Sedang ditinjau
dari cara belajar antara di perguruan tinggi dengan di tingkat sekolah
sangatlah berbeda karena berbeda pula suasana lingkungan belajar, strategi, dan
bentuk tuntutan tugas-tugasnya. Oleh Sebab itu sistem pembalajaran PAI di
Perguruan Tinggi sangat berbeda dengan lembaga pendidikan menengah (setingkat
SMA) apalagi lembaga pendidikan dasar (SD dan SMP).
Hal ini selaras dengan pendapat Hisyam Zaini dkk. yang dikemukakan “pembelajaran
untuk mahasiswa di perguruan tinggi seyogyanya dibedakan dengan proses
pembelajaran untuk siswa sekolah menengah.”
Begitu
pula sistem pembelajaran PAI di PTU dialami perbedaan jika dibandingkan di
Perguruan Tinggi Agama (PTA). Dengan Asumsi bahwa pada segi konsep,
perencanaan, pengelolaan, struktur kurikulum, dan kebijakan terkait
pembelajaran PAI yang dilaksanakan antara dua lembaga tersebut berbeda satu
sama lain. Di mana selama ini pelaksanaan
dan pengadaan PAI di PTU dianggap hanya sebagai pemenuhan kewajiban
beban kurikulum
semata. Dengan kata lain PAI hanya sebagai mata kuliah pelengkap yang punya posisi
termarginalkan jika dibandingkan dengan mata kuliah lain. Oleh karena itu
penelitian terkait hal ini dianggap sangat penting karena masih jarang sekali ditemukan
penelitian tentang pembelajaran PAI di PTU secara mendalam dan menyeluruh terutama
untuk katagori PTU suasta.
Apabila ditinjau
dari segi alokasi waktu mata kuliah PAI di PTU yang secara formal hanya 2 sks
(16 kali tatap muka) dan hanya pada 1 semester saja hingga wisuda adalah
alokasi yang sangat minim untuk tercapainya tujuan pembelajaran secara umum.
Oleh karena itu mahasiswa harus punya kesadaran dalam pendalaman dan pengkajian
ajaran Islam secara non formal dengan cara ikut serta berbagai kegiatan dan
diskusi keagamaan di luar jam kuliah.
Maka jika dikaji lebih jauh bagaimana mungkin pembelajaran
PAI di PTU bisa dihasilkan generasi umat yang unggul apabila
dalam sistem pembelajaran
pendidikannya tidak unggul dan berkualitas dengan alokasi
yang minim.
Bentuk dan Jumlah PTU di Indonesia sangat
banyak, oleh karena itu dipandang perlu untuk dilakukan pemilihan lokasi
penelitian terhadap PTU yang punya nilai kelayakan secara kuantitas (sumber
daya fisik) dan kualitas (sumber daya non fisik) terutama yang terkait dengan
pembelajaran PAI secara komperhensif. Langkah selanjutnya dalam penentuan
lokasi penelitian ini adalah pemetaan wilayah secara administratif yaitu penilaian
terhadap beberapa PTU di Kota Kediri, dan pada akhirnya dipilihlah Universitas
Nusantara PGRI (UNP) Kediri karena dinilai punya kelebihan dari segi jumlah
Prodi yang tersedia, jumlah mahasiswa bergama Islam, jumlah dosen PAI, dan
selain itu adanya kepedulian pengelola kampus terhadap pengembangan agama Islam
di kampus tersebut. Hal penting lainnya adalah bisa dikatakan UNP Kediri merupakan PTU besar yang secara kuantitas
tidak bisa disejajarkan dengan perguruan tinggi lain yang lebih kecil khususnya
di wilayah sekitar Kediri. Oleh karena itu studi kasus ini hanya difokuskan di
UNP Kediri dengan dimaksudkan agar bisa ditemukan tentang bagaimana sistem pembelajaran
PAI di PTU suasta yang secara kuantitas merupakan kampus besar.
Secara rinci penelitian ini dilakukan
antara tanggal 10 Desember 2012 sebagai penelitian awal (studi pendahuluan)
hingga tanggal 29 Mei 2013. Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah
kualitatif yang berjenis studi kasus yang bersifat intrinsik, dengan kasus
tunggal yaitu satu institusi perguruan tinggi. Pendekatan ini digunakan karena
sesuai dengan karakteristik objek penelitian dan lokasi penelitian. Dalam
pengumpulan data digunakan metode observasi peran serta, wawancara mendalam,
dan dokumentasi. Sumber data penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan dari
subjek penelitian yang meliputi Dosen PAI, mahasiswa, dan pengelola atau
pejabat kampus. Sedang sampel penelitian yang digunakan adalah adalah sampel
terpilih atau tidak acak (purposive
sampling) dengan teknik snowball
sampling. Untuk pengecekan keabsahan (kredibilitas) data digunakan
perpanjangan penelitian, ketekunan pengamatan, dan triangulasi. Kemudian data
yang didapat dari informan dan responden direduksi dan diklasifikasikan menurut
katagori, tema, pola, dan topik pembahasan. Dan analisis data dilakukan selama
dan setelah pengumpulan data dengan pereduksian atau penataan data secara
sistematis yang dilanjutkan dengan pencarian makna untuk disimpulkan dengan
penggunaan logika, etika, dan estetika.
Peran Penting PAI di Perguruan Tinggi Umum
1.
Didasarkan aspek historis
Secara historis pendidikan agama Islam pada masa sebelum kemerdekaan pada
semua jenjang pendidikan tidak berada pada posisi yang diutamakan, bahkan bisa
dikatakan disingkirkan oleh pihak penjajah terutama pada masa penjajahan
Belanda. Setelah Indonesia merdeka sebagai hadiah dari pemerintah serta karena
keaktifan tokoh-tokoh umat Islam (salah satunya ulama) dalam upaya pemajuan
umat Islam melalui dunia pendidikan maka pendidikan agama Islam secara umum
telah punya perhatian dari pemerintah.
Terlebih lagi pada tahun 1960 setelah adanya Ketetapan MPRS no.
II/MPRS/1960 Bab II pasal 2 ayat 3
serta secara khusus pada Pasal 9 ayat 2 Sub b ditekankan untuk
Perguruan Tinggi.
Status
Pendidikan Agama di PTU berubah menjadi sangat kuat posisinya setelah
terjadinya Gerakan 30 September/ Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965. Hal
ini terlihat nyata setelah diadakan sidang umum MPRS pada tahun 1966 dengan
Ketetapan MPRS no. XXVII/MPRS/1966 Bab I pasal 1, yaitu “
menetapkan Pendidikan Agama menjadi
mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan
Universitas-Universitas Negeri”.
Dengan
adanya ketetapan
tersebut,
kalimat tambahan yang merupakan hasil perjuangan kaum PKI dihapus bersamaan
dengan dilarangnya Partai Komunis di Indonesia. Sejak saat itu P
endidikan A
gama di Indonesia merupakan mata pelajaran
pokok dan ikut menentukan kenaikan kelas bagi muridnya mulai dari Sekolah Dasar
sampai dengan Perguruan Tinggi. Kedudukan
Pendidikan Agama semakin kokoh karena adanya dukungan GBHN (Garis-garis
Besar dan Haluan Negara) yaitu
“
diusahakan supaya terus betambah
sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk Pendidikan Agama yang
dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai Sekolah Dasar
(SD) sampai dengan Universitas-Universitas
Negeri”.
Sedang pada
tahun 1989,
ditetapkan Undang-undang
Nomer 2 tentang sistem pendidikan nasional (UUSPN) oleh Dewan
Perwakilan Rakyat tentang Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan agar
Indonesia memiliki landasan konstitusi dalam pelaksanaan pendidikan termasuk
dalam memperkuat kembali posisi mata pelajaran agama di
lembaga umum.
Walaupun di dalam UUSPN 1989 tidak dicantumkan
secara rinci tentang hak peserta didik pada pendidikan agama diajar oleh
pendidik yang seagama sebagaimana yang tercantum pada Undang-undang Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003. Dengan adanya undang-undang tersebut maka legitimasi
Pendidikan Agama pada lembaga formal baik yang negeri maupun suasta punya
perhatian yang lebih.
Dari
pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan secara historis sesungguhnya peran
penting pendidikan agama terutama pendidikan agama Islam adalah sebagai
penangkal paham-paham yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa salah satunya
paham komunisme. Selain itu karena perkembangan, kebutuhan, dan kondisi
masyarakat Islam yang sangat antusias dalam pendalaman ilmu-ilmu keduniaan
(ilmu pengetahuan umum) sehingga menjadi penyebab banyaknya kalangan agamis
belajar di PTU. Hal tersebut berkonsekuensi banyaknya tuntutan dari kalangan
agama untuk ditetapkannya mata kuliah agama sebagai mata kuliah wajib yang
harus diberikan kepada para mahasiswa agar mahasiswa tidak kehilangan atau
minim atas ilmu-ilmu agama yang dianutnya.
Dari hasil
analisis sejarah dapat dikatakan bahwa kehadiran pendidikan agama tidak hanya
untuk mendidik ilmu agama bagi peserta didiknya. Namun lebih daripada itu
adanya pendidikan agama adalah sebagai upaya pengokohan ‘ideologi’ agama yang
ditanamkan pada peserta didik di lembaga pendidikan secara formal. Lebih detail
karena di PTU terdapat banyak sekali mahasiswa yang beragama Islam maka
dipandang perlu adanya perhatian khusus terhadap adanya pendidikan agama Islam secara inten di PTU. Hal
ini tentu sebagai bentuk agar mahasiswa Islam terhindar dari faham sekuler dan supaya mampu dalam
pengantisipasian terhadap fenomena-fenomena arus modernisme pada dua dekade di akhir abad 20.
2.
Didasarkan aspek filosofis
Indonesia adalah negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, sehingga
pendidikan Islam selayaknya punya peran yang signifikan dalam pengembangan
sumber daya manusia dan pembangunan karakter unggul. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa budaya, kebiasaan, karakter, dan segala hal yang tercipta pada
masyarakat merupakan cerminan dari hasil pendidikan Islam. Oleh karena itu
peran penting pendidikan Islam adalah bagaimana agar ajaran Islam yang rahmatan lilalamin benar-benar
diterapkan oleh setiap insan Islam.
Peran penting PAI yang lain yang tidak bisa ditinggalkan adalah sebagai
bentuk antasipasi atau penanggulangan terhadap paham yang pada zaman sekarang
ini mewabah di Indonesia, yaitu adanya pandangan bahwa pendidikan adalah
sebagai sarana investasi, asumsinya adalah masyarakat rela generasi mudanya
‘diinvestasikan’ dalam dunia pendidikan dengan harapan akan diperoleh
keuntungan sebesar-besarnya setelah itu. Dalam tataran praktis di ranah sosial
kemasyarakatan hal tersebut tidak bisa disalahkan dan hilangkan begitu saja.
Oleh karena itu pendidikan agama yang salah satunya meliputi moral dan
spiritual tidak bisa ditawar lagi untuk tidak dimarginalkan atau tidak
digunakan dalam dunia pendidikan. Hal ini supaya pendidikan Indonesia tidak
dihasilkan mahasiswa yang berpaham materialistik, cenderung kapitalis, sehingga
berujung pada sekulerisme.
Sebagaimana menurut Hamdan Mansoer dkk. dikemukakan bahwa bila pada perguruan
tinggi hanya fokus pada pengembangan intelektual keilmuan umum dengan
pengabaian dalam upaya pengembangan kepribadian mahasiswa maka bukan mustahil
lulusan perguruan tinggi di Indonesia menjadi intelektual yang sekuler.
Sedang menurut Hamka yang dikutip oleh Muh. Idris bahwa Pendidikan Agama adalah sebuah
kebutuhan yang harus diajarakan agar bisa mencetak peserta didik yang paripurna
(insan kamil) meskipun pada lembaga
pendidikan umum. Insan kamil adalah
suatu kondisi fisik dan mental secara bersamaan terjadi satu kesatuan yang
terpadu sehingga dalam penampilan atau kegiatan kehidupan sehari-hari tidak
terjadi pendikotomian antara jasmani dengan rohani dan dunia dengan akhirat.
Dengan kata lain pendidikan Agama Islam diharapkan mampu dalam pencetakan
generasi Muslim yang berkemampuan dalam IPTEK, ketauhidan, dan berkepribadian
Islam yang rahman lil alamin sehingga
terbentuklah insan paripurna.
Dengan demikian dimensi ketauhidan tidak bisa ditinggalkan
begitu saja dalam dunia pendidikan, artinya adanya keterlibatan hubungan antara intrepretasi (pelibatan
logika) manusia terhadap
kebenaran hakiki tentang Allah SWT melalui ayat kauniyah dengan
ayat kauliyah yang didasari pada
ketundukan dan keimanan. Hal ini supaya dalam alam pikiran manusia tidak
tercemari sifat angkuh dan merasa terkuat dari segalanya padahal ada yang lebih
kutat dari segalanya yaitu yang Maha Kuat, sehingga kandungan inti dari pemahaman hubungan tersebut adalah keimanan dan
ketundukan mutlak manusia kepada Allah yang tercermin dalam pemikiran, sikap,
dan perilaku sebagai berikut:
1.
Kebenaran
mutlak hanya ada pada Allah, dan yang dapat dicapai manusia hanyalah kebenaran
relatif, serta dalam skala temporal maupun spatial.
2.
Kesadaran
akan keterbatasan akal manusia pada intrepretasi tersebut menjadikan timbulnya sikap dan perilaku manusia
yang tunduk dan patuh pada kehendak Allah SWT. Dengan kata lain adanya kesadaran bahwa ilmu dan kemampuan teknologi yang dikuasai
manusia adalah berasal sekaligus amanah dari Allah, dan yang menjadi motivasi
untuk penerapannya pun dalam rangka pemenuhan amanah tersebut.
3.
Keyakinan
akan tiadanya pertentangan antara ilmu dengan agama. Dengan demikian jika ditemui pertentangan dalam
praktiknya adalah semu belaka, artinya sebagai akibat dari kesalahan atau
ketidak mampuan akal manusia dalam intepretasi terhadap ayat kauniyah,
kauliyah, atau bahkan keduanya.
4.
Kesadaran
bahwa ilmu pengetahuan umum bukan satu-satunya kebenaran, bukan satu-satunya jalan pemecahan bagi
permasalah kehidupan manusia.
Dari pemaparan tersebut
maka sungguh nampak peran penting pendidikan agama bagi sikap mental dan
emosional manusia. Dengan kata lain pendidikan agama mampu menjadi solusi bagi
kefrustasian manusia dalam menanggulangi problematika kehidupan. Secara grafik
maka hubungan antara agama dengan ilmu apabila dielaborasisasikan tergambar pada
hubungan berikut ini:
Gambar 01: Hubungan antara agama dengan ilmu
pengetahuan melalui proses intrepretasi ayat-ayat
Keterkaitan Mata Kuliah PAI dengan Mata Kuliah Lain
Idealnya mata kuliah PAI menjadi mata kuliah
kunci dan terintegrasi secara fungsional dengan mata kuliah lain. Setidaknya
mata kuliah umum tersebut dipelajari sarat dengan muatan moral agama,
disesuaikan dengan tingkat dan jenis lembaga pendidikan
nya.
Lebih konkritnya adalah dalam pembelajaran PAI mahasiswa
didorong
dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dengan lebih dalam disesuaikan dengan
kerangka pengembangan konsep-konse
p keilmuan didasarkan pada prodi
yang dia pilih.
Oleh karena itu
bidang ilmu atau keahlian sesuai dengan prodi yang
mahasiswa tekuni benar-benar dipandu dan
disumberkan pada ajaran-ajaran Islam.
Pada akhirnya dalam jangka panjang bisa terbentuk kehidupan kampus
yang akademis religi
us
sebagai pengisi sempitanya waktu pembelaj
aran PAI yang hanya 3 sks
. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh
Imam Bawani secara lengkap sebagai berikut:
Kemungkinan banyak dan heterogennya
fakultas atau program studi yang ada di sebuah perguruan tinggi, maka perlu
adanya penjabaran dalam kurikulum [pada mata kuliah PAI], yang kemudian
direalisasikan secara bertahap pada tujuan pembelajaran sehari-hari. Jadi, dari
tujuan akhir yang menggambarkan sosok manusia ideal menurut ajaran Islam,
diupayakan perwujudannya melalui tujuan institusional pada level perguruan
tinggi umum. Lebih lanjut, dilalakukan spesialisasi tujuan kurikuler untuk
setiap fakultas atau program studi yang ada, dan akhirnya dijabarkan dalam
bentuk tujuan pembelajaran yang ingin dicapai langsung di lokal perkuliahan.
Namun menurut
Mastuhu pada kenyataannya “PAI masih
menempati posisi pinggiran, teralienasi,...
Selain itu, mata kuliah PAI bukanlah mata kuliah keahlian, teta
pi ia hanya merupakan mata kuliah
umum yang bersifat melayani
.”
Lebih spesifik
dijelaskan
pengembangan dan pengimplementasian IPTEK dalam perilaku keseharian
kurang dik
aitkan dengan
nilai-nilai luhur agama. Artinya belum ada kemampuan dalam pengembangan teori
atau konsep keilmuan yang benar-benar murni bersumber pada ajara
n–ajaran atau nilai Islam.
Dengan demikian dapat disimpulkan PAI
di PTU bukan
hanya sebagai ilmu agama yang l
ebih
diacu pada ranah kognitif,
namun dipandang lebih pada acuan ranah
afektif,
PAI
di PTU sebaga
i dasar pembentukan manusia Indonesia yang
berkepribadian utuh, beriman,
serta
bertaqwa kepada Allah SWT,
dan
PAI menjadi sumber inspirasi etika, moral,
serta spiritual sebagai penangkal perubahan sosial budaya bangsa
yang beraspek negatif karena dampak modernitas.
Pelaksanaan
pembelajaran PAI di PTU tidak hanya dijalankan untuk pemenuhan kewajiban
penyelenggaraan perkuliahan saja namun juga memiliki visi dan misi. Visi PAI di
PTU adalah “menjadikan agama sebagai sumber nilai dan pedoman berperilaku
mahasiswa dalam menekuni disiplin ilmu yang dipilihnya.” Sedangkan misinya
adalah pemberi motivasi mahasiswa dalam pengamalan nilai-nilai agama untuk produktifitas
dan pemanfaatan IPTEK.
Bisa dikatakan PAI di PTU tidak hanya berperan pada pecerdasan mahasiswa dalam
beragama secara teoritis dan praktis namun juga pendorong mahasiswa untuk pengembangan
ilmu pegetahuan umum beserta produk-produknya. Bisa dikatakan fungsi PAI di PTU
adalah sebagai penyokong mata kuliah lain yaitu sebagai pembentuk mental,
kepribadian, dan inspirasi bagi mahasiswa dalam pengembangan materi-materi mata
kuliah umum tersebut. Dengan kata lain diharapkan mahasiswa berkompetensi dalam
ilmu pengetahuan umum yang didasarkan pada sumber nilai dan pedoman ajaran
agama Islam.
Gambaran Umum Seputar Pelaksanaan PAI di
UNP Kediri
Untuk tercapainya tujuan secara efektif,
efisien, dan utuh maka sebuah sistem pembelajaran PAI tidak bisa berdiri
sendiri, sehingga terikat atau membutuhkan komponen bahkan sistem lainnya. Oleh
karena itu menurut penulis perlu diuraikan gambaran umum seputar pelaksanaan
PAI di UNP Kediri yang diuraikan sebagai berikut:
1. Dosen PAI di UNP Kediri mayoritas adalah
tenaga pendidik atau Guru mata pelajaran PAI di tingkat Sekolah Menengah (SMP
dan SMA Sederajat), sebagian bersatus sebagai Pegawai Negeri Sipil yang
bertugas di Sekolah tersebut maupun yang bertugas di kantor (pejabat
strutural). Di mana antara satu Dosen dengan yang lain terdapat perbedaan latar belakang pendidikan, pengalaman, organisasi
keagamaan, usia, dan pekerjaan (profesi). Dosen PAI lebih sering datang ke kampus
jika ada waktu mengajar karena disibukkan dengan aktivitas lain. Namun secara umum Dosen PAI di UNP Kediri
punya kemampuan (kapabilitas) di bidang ilmu agama Islam, ilmu pendidikan, dan
ilmu sosial kemasyarakatan secara teoritis maupun praktis. Hal ini nampak dari
pengalaman mereka (track record)
sebagai praktisi yang cukup lama.
2. Latar belakang mahasiswa yang beragama
Islam di UNP Kediri mayoritas berasal dari sekolah umum, serta ditinjau dari
profesi, tempat tinggal, dan minat untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler serta
ketrampilan maupun akademik yang dipilih oleh mereka sangat beragam.
3. Pengelolaan Dosen PAI dilaksanakan
berdasarkan otoritas Prodi masing-masing di setiap fakultas. Dengan demikian akibatnya
adalah tata cara atau aturan pelaksanaan pembelajaran PAI di UNP Kediri belum
ada manajemen dari pengelola terhadap kinerja dosen PAI yang dilakukan secara
integral dan sistematis dalam kontek seluruh dosen pada satu lembaga atau
kampus.
4. Adanya kepedulian pengelola kampus
terhadap kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islam baik berupa kajian keislaman,
seni dan Musik Islami, dan kegiatan-kegiatan ibadah di Masjid.
5. Terdapat beberapa kegiatan keagamaan Islam
oleh sebagaian mahasiswa dan dosen di UNP Kediri yang meliputi kajian
keislaman, seni rebana, perawatan Masjid, dan kegiatan ritual keagamaan
misalnya yasinan serta tahlilan.
6. Upaya pembentukan forum Dosen PAI di UNP
Kediri sebagai sarana atau wadah pemersatu semua dosen untuk penyamaan presepsi
dalam bidang pembelajaran PAI maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan
analisis penjelasan di atas serta diperkuat dari hasil analisis temuan-temuan
di lapangan lainnya maka dapat
digambarkan dua hal penting sebagai berikut:
1. Pemetaan
kegiatan keagamaan Islam di UNP Kediri
Gambar 03: Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan Islam di UNP Kediri
2. Pola interaksi sistem pembelajaran PAI di UNP
Kediri
Gambar 02: Pola Interaksi Sistem Pembelajaran PAI dengan komponen lain di UNP Kediri
Sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di UNP Kediri
Dalam pembahasan sistem pembelajaran PAI ini oleh penulis hanya
difokuskan pada empat kajian utama yaitu materi pembelajaran PAI, tujuan yang
diharapkan dalam pembelajaran PAI, Strategi pembelajaran PAI, dan Evaluasi PAI. Lebih lanjut berikut ini
adalah hasil analisis yang tereduksi dari hasil observasi peran serta, dokumentasi,
dan wawancara mendalam di mana telah dilakukan oleh penelitia berkenaan dengan
empat kajian utama dalam sistem pembelajaran PAI di UNP Kediri:
a.
Materi Kurikulum PAI di UNP Kediri
Berdasarkan analisis dari temuan dokumen maka penyusunan materi
pembelajaran PAI di UNP Kediri secara umum didasarkan serta disesuaikan pada
ketentuan peraturan pemerintah yang tertuang dalam keputusan No. 43 Dirjen
Dikti 2006.
Walaupun secara utuh materi tersebut sangat sulit untuk disampaikan semua dan
dikaji bersama dalam proses pembelajaran. Hal ini karena disebabkan minimnya
anggaran waktu yang disediakan untuk pembelajaran PAI sehingga dalam pembahasan
materi PAI tidak bisa dikaji dengan tuntas. Ketidak tuntasan itu bisa berupa
penyampaian tema satu ke tema yang lain kurang mendalam walaupun seluruh tema
atau materi telah diajarkan.
Ketidak tuntasan yang lain adalah materi yang disampaikan sangat mendalam tapi
ada beberapa tema yang tidak dikaji atau dibahas, sehingga mahasiswa ditugaskan
untuk belajar sendiri dalam pengkajian tema-tema yang tertinggal tersebut.
Agar lebih spesifik dan bernilai guna maka perlu dipaparkan tentang materi
pembelajaran pada Mata Kuliah PAI di UNP Kediri yang dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa macam bahasan yaitu sebagai berikut:
1.
Materi pokok yang digunakan Dosen PAI di UNP Kediri antara satu dosen dengan
dosen yang lain berbeda-beda, artinya belum ada kesepakatan atau keutuhan
materi pokok yang terkandung dalam materi yang disampaikan kepada mahasiswa. Secara umum materi pokok
yang diajarkan oleh dosen PAI UNP Kediri adalah berkatian tentang aqidah,
akhlak, dan pendalaman tentang hakikat manusia. Penekanan pada materi
aqidah dan akhlak digunakan karena keadaan sosiokultur mahasiswa dan masyarakat
internal kampus secara umum adalah lulusan dari sekolah menengah umum (bukan
jenis pendidikan keagamaan), minim tentang pengetahuan agama, dan suasana
masyarakat kampus yang sangat heterogen.
2.
Materi PAI di UNP Kediri dikembangkan sesuai dengan
program studi. Misalnya jika
dosen PAI mengajar prodi manajemen ekonomi maka pengembangan materi yang
dilakukan berkaitan dengan ilmu ekonomi yang ada dalam ajaran Islam (ekonomi
Syariah).
Penggunaan materi ini dilakukan selain untuk penarikan minat mahasiswa karena
sesuai dengan kebutuhan mereka serta untuk pendamping dari materi-materi mata
kuliah umum. Dengan demikian materi PAI bisa bermuatan serta bermakna
aplikatif-praktis sebagai solusi alternatif dalam kehidupan di dunia dan tidak
hanya sebuah materi normatif yang jauh dari kehidupan nyata.
3.
Digunakannya materi yang berbasis pada perbedaan
organisasi keagamaan mahasiswa yang mana pada kelas dan prodi tertentu mahasiswa yang beragama Islam di UNP Kediri
terklasifikasi dalam beberapa organisasi keagamaan yang mereka ikuti yaitu NU,
Muhammadiyah, dan LDII. Sudah menjadi pengetahuan
jamak bahwa masalah perbedaan agama di negara Indonesia adalah masalah yang
sangat sensitif dan peka untuk disentuh, dibentuk, atau dikendalikan. Hal ini
juga terjadi pada mahasiswa, apalagi pada mahasiswa semester awal yang masih
belum terbuka seluruh nalar ilmu pengetahuannya.
b. Kompetensi Mahasiswa yang Diharapkan dalam
Kurikulum PAI di UNP Kediri
Harapan Dosen PAI serta harapan kurikulum PAI di UNP
Kediri terhadap mahasiswa di UNP Kediri setelah mengikuti mata kuliah tersebut
adalah mahasiswa mampu dalam menerapkan ilmu ketahuidan yaitu mengetahui Allah
dan lebih mengimani-Nya,
mahasiswa mampu dalam berperilaku yang mulia sesuai dengan ajaran Islam,
dan mahasiswa berkompetensi dalam penggunaan rasionalitas (logika) untuk
pemecahan masalah sosial keagamaan.
c. Strategi Pembelajaran PAI di UNP Kediri
Strategi yang digunakan oleh Dosen PAI di UNP Kediri dalam pembelajaran
PAI secara umum lebih diutamakan pada pendekatan yang luwes. Misalnya dalam
pengelolaan kelas tempat duduk antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa
perempuan bercampur atau dilakukan secara acak sesuai selera para mahasiswa. Selain itu agar perkataan dan arahan dari Dosen
PAI didengarkan serta dijadikan panutan maka Dosen PAI memberikan keteladanan berperilaku baik dalam berpakaian
tidak memakai celana Jeans.
Keteladanan lainnya adalah Sebagaian dosen PAI di UNP Kediri menjadi Khotib di
Masjid kampus, dosen berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan Kampus, serta
dosen juga aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi keagamaan di masyarakat di
mana mereka tinggal.
Strategi pembelajaran lain yang digunakan oleh Dosen PAI di UNP Kediri
adalah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara kondisional. Artinya, strategi yang digunakan dalam
pemberian tindakan dan pengambilan sikap dosen saat proses pembelajaran di
kelas didasarkan pada situasi dan kondisi kelas maupun lingkungan masyarakat
secara luas. Dengan kata lain pembelajaran PAI UNP Kediri untuk kemenarikan dan
bernilai guna secara nyata digunakan strategi pembelajaran kontekstual, yaitu
pengaitan tema-tema atau materi PAI yang tekstual dengan kenyataan yang ada di
masyarakat.
Sedang secara umum strategi terakhir yang digunakan adalah pemberian kesempatan
mahasiwa dalam berlogika (rasional) yang merupakan salah satu ciri mahasiswa.
Stertegi ini ditekankan karena mata kuliah PAI di UNP Kediri secara umum
diajarkan pada semester awal, sehingga hal ini berakibat pada kondisi mahasiswa
yang belum benar-benar ‘menjadi’ mahasiswa. Artinya pola fikir, logika, atau
daya nalar mahasiswa belum terasah karena masih belum terlatih dan masih ada
pengaruh dari kebiasaan-kebiasaan pembelajaran di masa pendidikan sebelumnya (jenjang
menengah).
d. Evaluasi Pembelajaran PAI di UNP Kediri
Walaupun
dalam Pedoman Akademik UNP Kediri yang berlaku untuk semua mata kuliah lebih
ditekankan dan diutamakan pada penilaian aspek kognitifnya (jumlah prosentasi
penentu hasil Nilai Akhir lebih besar) dari pada aspek lainnya namun sebagain
besar Dosen PAI lebih diutamakan pada penilaian afektif. Meski demikian acuan
atau pedoman akademik UNP Kediri tetap digunakan oleh mereka dengan ada
penyesuaian-penyesuaian. Tindakan tersebut sesuai dengan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI
Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi bahwa dalam penilaian PAI di
perguruan tinggi umum ditentukan sebagai berikut:
(1) Penilaian
hasil belajar mahasiswa dilakukan berdasarkan data yang diperoleh melalui
penugasan individual atau berkelompok, ujian tengah semester, ujian akhir
semester, penilaian-diri
(self-assessment),
penilaian-sejawat
(peer-assessment),
dan observasi kinerja mahasiswa melalui tampilan lisan atau tertulis.
(2) Kriteria penilaian dan
pembobotannya diserahkan kepada dosen pengampu dan disesuaikan dengan Pedoman
Evaluasi Akademik yang berlaku pada perguruan tinggi masing-masing.
(3) Sistem penilaian perlu dijelaskan
kepada mahasiswa pada awal perkuliahan.
Oleh karena
itu dari pemaparan di atas dan dari data yang ditemukan di lapangan maka sistem
penilaian yang ada di UNP Kediri diklasifikasikan ke dalam beberapan hal
sebagai berikut:
1. Bentuk ujian yang digunakan Dosen PAI UNP
Kediri sebagai penilaian terhadap mahasiswa meliputi kegiatan Ujian dan Non
Ujian. Artinya, tidak hanya digunakan metode pengujian terhadap mahasiswa untuk
diketahui hasil pencapain yang telah diperolehnya setelah dilakukan pembelajaran
PAI, misalnya melalui tes soal pertanyaan secara lisan, tulis, dan tes praktek.
Namun juga digunakan bentuk penilaian non ujian yaitu dengan pengamatan
perilaku serta perkataan yang dilakukan secara alami atau tanpa perintah dari
dosen maka penilaian non ujian ini dilakukan terhadap perilaku, perkataan, dan
segala sesuatu yang melekat di dalam mahasiswa yang mereka lakukan secara
spontan.
Oleh karena itu diharapkan penilaian non ujian ini bisa menjadi nilai
pembanding bagi nilai ujian yang dilaksakan dengan terencana, terstruktur, dan
terbuka sehingga cenderung untuk dihasilkan nilai-nilai yang kredibilitasnya
diragukan. Sebagaimana menurut Kholidah bahwa pen
ilaian pada domain pengetahuan dan
pemahaman mahasiswa dapat diperoleh melalu tes tulis dan tes lisan. Sedangkan
penilaian pada domain sikap dilakukan dengan tes perbuatan dan pengamatan.
Lebih spesifik Zainul Muhibbin, dkk. menjelaskan tentang bentuk-bentuk
evaluasi PAI
yang digunakan
di Perguruan tinggi
umum
dapat diuraikan sebagai berikut :
“1. Keiku
tsertaan dalam
mentoring. 2. Sikap
Islam (akhlak) dalam perilaku sehari-hari.
3. Penilaian terhadap pelaksaan tugas-tugas.
4. Keaktifan mengikuti kuliah, diskusi,
dan presentasi makalah.
5. Ujian
tulis.
”
2. Evaluasi yang dilakukan oleh Dosen PAI UNP
Kediri lebih ditekankan pada aspek afektif, yaitu pada sikap keseharian
(kebiasaan) dan sikap respon mahasiswa ketika dihadapkan pada permasalahan
pribadi, kelompok, dan sosial keagamaan. Evaluasi ini dilihat dari tingkah laku
mahasiswa yang muncul secara respek,
spontan, dan terlihat alami. Secara spesifik penilaian afektif juga menjadi
tolak ukur dalam penentuan Nilai Akhir atau kelulusan mata kuliah PAI. Misalnya
Penilaian ditentukan oleh perilaku mahasiswa terhadap dosen serta mahasiswa
lain, kedisiplinan, minat serta antusiasme dalam pembelajaran PAI, kepekaan
(empati) mahasiswa ketika dihadapkan pada permasalahan sosial dalam
pembelajaran PAI, dan kesesuaian antara jawaban atau pernyataan-pernyataan
mahasiswa tentang ajaran-ajaran Islam di tes tulis maupun pada kegiatan diskusi
presentasi dengan perilaku di dunia nyata.
3. Secara umum penggunaan evaluasi
psikomotorik sangat minim digunakan pada mata kuliah PAI di UNP Kediri. Selain
itu apabila dilakukan tes kepada mahasiswa melalui pengujian ketrampilan bisa
menimbulkan kecemasan pada mahasiswa karena rata-rata mereka masih lemah dari
segi praktik ibadah. Oleh karena itu evaluasi
psikomotorik yang digunakan di UNP Kediri meliputi ujian praktek baca tulis al
Quran dan penilaian pelaksanaan praktik sholat lima waktu termasuk sholat jumat
di Masjid kampus atau mushola di sekitar kampus.
4. Penilaian aspek kognitif yang dilakukan
Dosen PAI UNP Kediri terhadap mahasiswa melalui kegiatan ujian tulis (UTS dan
UAS), ujian lisan (tes pertanyaan), kualitas subtansi (konten) tugas kelompok
maupuan tugas individu, dan penjelasan serta jawaban saat presentasi (kualitas
dalam penganalisaan masalah). Semua bentuk kegiatan penilaian kognitif tersebut
digunakan dalam jangka waktu berbeda untuk diketahui perkembangan pemahaman
mahasiswa terhadap materi dan juga sebagai salah satu instrumen
pengklarifikasian dari hasil metode penilaian yang lain. Salah satunya caranya
adalah penilaian kemampuan mahasiswa dalam penganalisaan permasalahan sosial
terkini yang ada pada koran sebagai pengklarifikasi dari hasil penilaian tugas
pembuatan makalah.
Penutup
Setelah diadakan
penelahaan pada pemaparan sebelumnya maka dapat dirumuskan simpulan. Di antara
beberapa simpulan yang menjadi hal penting, terdominan, dan disesuaikan dengan
fokus empat kajian utama seperti yang telah dijelaskan di atas adalah sebagai
berikut:
1.
Materi Pembelajaran PAI yang digunakan di UNP
Kediri diberlakukan belum terstruktur dan terorganisir. Lebih jelasnya Dosen
PAI dalam penetapan Materi yang akan diajarkan masih mengacu pada perguruan
tinggi lain dan sebagaian dosen sudah disuahakan sesuai dengan Keputusan Dirjen
Dikti Depdiknas Tahun 2006. Selain itu buku materi pokok yang dijadikan acuan
bagi seluruh Dosen dan Mahasiswa UNP Kediri belum ada. Secara spesifik materi
pada Mata Kuliah PAI yang diberikan oleh seluruh dosen pada mahasiswanya adalah
meliputi materi pokok, materi yang disesuaikan dengan prodi, dan materi yang
bermuatan semi multikulturaliseme.
2.
PAI merupakan mata kuliah terapan (keahlian) yang
mana Dosen PAI lebih ditekankan harapan kepada mahasiswa supaya mampu dan
konsisten dalam pengimplementasian nilai-nilai ajaran Islam baik ajaran Ibadah
(dogmatis) maupun ajaran moral yang ditujukan untuk mencari keridhoan Allah
SWT. Sehingga kompetensi mahasiswa yang diharapkan oleh Dosen PAI setelah
mahasiswa mengikuti mata Kuliah PAI meliputi kompetensi bertauhid, kompetensi
berakhlak, dan kompetensi dalam pemecahan masalah sosial keagamaan terkini
dengan rasionalitas.
3.
UNP Kediri merupakan Perguruan Tinggi Umum oleh
sebab itu strategi Pembelajaran yang digunakan berbeda dengan Perguruan Tinggi
Agama Islam, mengingat kondisi latar belakang mahasiswanya juga berbeda. Oleh
karena itu strategi yang digunakan oleh Dosen dalam pembelajaran PAI meliputi
keluwesan dalam pengelolaan kelas, lebih diutamakan pemberian keteladanan,
penyampaian materi pembelajaran yang kontekstual, dan pembiasaan kepada
mahasiswa untuk berlogika.
4.
Penilaian yang digunakan sesuai atau paralel dengan
materi kuliah yang telah disampaikan, kompetensi mahasiswa yang diharapkan, dan
stertegi pembelajarannya. Yang mana lebih diutamakan pada aspek Afektifnya.
Penekanan aspek afektif digunakan karena mata kuliah PAI adalah mata kuliah
terapan, sehingga yang dinilai cenderung pada kemampuan mahasiswa dalam
penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari di dalam
kelas. Misalnya kesopanan mahasiswa kepada dosen, minat dan antuasias mahasiswa
kepada mata kuliah PAI, dan kebiasaan mahasiswa dalam pengucapan salam.
Pendalaman
terhadap ajaran-ajaran Islam untuk pencegahan dari arus sekularisme sudah
terjadi pada tahun 1925 dengan berdirinya Jong
Islamieten Bond yang dipelopori oleh R. Sam (Sjamsurijal), seorang aktivis
partai politik Sarekat Islam. Organisasi ini diakui anggotanya mampu dalam
pencegahan cendekiawan Muslim berjauhan dengan ajaran-ajaran Islam. Pada waktu
itu kelompok-kelompok diskusi sudah berjamuran dengan pembahasan tentang
masalah-masaiah mutakhir yang dinilai penting pada masanya, misalnya betema
"Islam dan kebebasan berpikir", "poligami dan Islam",
“perang dan etika di dalam Islam", "peranan dan kedudukan wanita di
dalam Islam", "Islam dan nasionalisme", dan lain-lain. Lihat Pudji Muljono, “Kelompok Keagamaan
di Kampus Perguruan Tinggi Umum: Kajian Sosiologi,” Mimbar: Jurnal Agama & Budaya, Vol. 24 No. 4 (2007) 483-484.
mau tanya, apabila dalam penelitian kualitatif, terdapat 2 variabel. dan tidak bisa menemukan indikator yang mencakup kedua variabel tersebut. lalu salah satu variabel tersebut ada di pedoman obervasi dan satu lainnya di pedoman wawancara. Apakah bisa bila dilakukan triangulasi atas data tersebut?
BalasHapusmohon balasannya ya terimakasih banyak sebelumnya
dalam penelitian kualitatif tidak ada istilah variabel. Pedoman observasi dan pedoman wawacanar dalam kualitatif itu tidak mengikat, sifatnya fleksibel sesuai dengan keadaan di lapangan. triangulasi itu ada beberapa bidang, beberapa di antarnya yaitu triangulasi sumber (informan), metode (wawancara, observasi, dan dokumentasi), triangulasi peneliti, dll......
BalasHapus