Kata Pengantar Ahli
Prof. Dr. H. Muhaimin, MA
(Guru Besar bidang Ilmu
Pendidikan Agama UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan Direktur Pascasarjana UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang)
Sebelum kalian melihat isi dari halaman ini. Alangkah lebih baik baca dulu pengumuman penting berikut ini:
ISI LENGKAP DUA BUKU "PENDIDIKAN ISLAM" TERBITAN TAHUN 2014 & 2015. GRATIS.
NO CLICKBAIT!
Bagi yang belum tahu apa itu clickbait silakan klik judul Clickbait: Arti, Cara Kerja, dan Contohnya
Menu lengkap buku SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA PERGURUAN TINGGI UMUM. Dalam format daftar isi. Tinggal diklik judul atau sub judul daftar isinya. Akan diteruskan ke bagian isi buku sesuai judul atau sub judul yang diminta. Selengkapnya klik judul buku tersebut.
Menu lengkap buku PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM: REINTERPRETASI BERBASIS INTERDISIPLINER. Dalam format daftar isi. Tinggal diklik judul atau sub judul daftar isinya. Akan diteruskan ke bagian isi buku sesuai judul atau sub judul yang diminta. Selengkapnya klik judul buku tersebut.
Bismillahirrahmanirrahim
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi
Rabbi, yang telah melimpahkan segala nikmat, rahmat, dan inayah-Nya kepada kita
semua, sehingga kita masih berada dalam jalur agama Islam. Shalawat dan salam
mudah-mudahan senantiasa dilimpahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw.,
sebagai pembawa panji Islam dan penerang hati umat manusia.
Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki
landasan falsafah Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa. Sila Pertama ini merupakan core bagi sila-sila berikutnya, yang
harus diwujudkan dalam sistem kehidupan bangsa Indonesia.
Sila-sila berikutnya, yaitu kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keempat sila ini harus
diwujudkan, diamalkan dan diterapkan dalam sistem kehidupan berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa, atau dalam Islam disebut sebagai berbasis keimanan kepada Allah
SWT. Inti agama ialah iman, dan ia
terletak di hati bukan di kepala.
Hingga saat ini bangsa Indonesia masih mengalami krisis multidimensional,
yang pada intinya terletak pada krisis
akhlak/moral, yang salah satu
penyebabnya adalah lemahnya iman. Diakui bahwa untuk membangun akhlak mulia peserta didik
tidak bisa mengandalkan pendidikan agama, tetapi juga harus dibarengi dengan
penegakan hukum secara tegas. Sebagai ilustrasi misalnya, jika ada orang
menyatakan “mengapa budi pekerti masyarakat di negara maju (misalnya Negara
Barat) itu baik-baik, mereka sopan, tepat waktu, senang bersih, antri dengan
tertib?”. Hal ini disebabkan karena kebudayaan mereka yang terbentuk mapan.
Kebudayaan itu dibentuk dan dikawal oleh sanksi yang ketat (sanksi dari luar)
berupa hukuman dan penegakan hukum secara ketat. Semuanya itu amat perlu bila
menginginkan warga negara yang berkarakter atau berakhlak mulia, karena akhlak
mulia akan dimiliki oleh seseorang atau masyarakat bila ada sanksinya.
Namun,
sanksi dari luar itu akan lebih sempurna bila dipadukan dengan sanksi
dari dalam yang sesungguhnya lebih kuat pengaruhnya. Sanksi dari dalam itu
ialah iman, dalam arti akhlak mulia akan dimiliki seseorang bila orang
itu selalu merasa dilihat oleh Allah, memiliki kesadaran rohani yang
sedalam-dalamnya akan ke-Maha Hadir-an Allah dalam dirinya, sadar bahwa Allah
selalu bersamanya di mana saja ia berada (Q.S, al-Hadid: 4); kemana saja ia
menghadap, maka di sana ada wajah Allah (al-Baqarah: 115); dan Allah mengetahui
apa saja yang dibisikkan oleh hati manusia, bahkan Dia lebih dekat dari urat
leher kita sendiri (Q.S. Qaf: 16).
Dengan
demikian seseorang akan selalu bersikap jujur, amanah, tertib, disiplin dan
sebagainya, karena sadar bahwa Allah selalu melihat segala amal perbuatannya,
dan akan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di akhirat kelak.
Akhlak dalam Islam itu basisnya adalah keimanan, dan ia merupakan intinya agama
Islam. Tegaknya akhlak di masyarakat atau suatu bangsa tidak cukup hanya
mengandalkan sanksi dari dalam (iman), tetapi harus dikawal oleh sanksi atau
penegakan hukum yang tegas dan ketat.
Menurut
teori kepolisian, bahwa N + K = K, yakni Niat (N) berbuat jahat ditambah adanya
Kesempatan (K) untuk berbuat jahat, akan melahirkan tindakan Kejahatan (K).
Jika niat tidak ada, meskipun kesempatan ada, maka tidak akan timbul kejahatan,
demikian pula jika ada niat tetapi kesempatan tidak ada, maka tidak akan timbul
kejahatan. Niat itu muncul dari dalam diri seseorang, yang dalam konteks
tindakan kejahatan banyak tergantung pada kuat atau lemahnya iman seseorang. Di
sinilah peranan pendidikan agama untuk dijadikan sebagai pendidikan karakter (akhlak
mulia). Sedangkan kesempatan merupakan faktor eksternal (dari luar), yang dalam
konteks tindakan kejahatan banyak tergantung pada tegas atau tidaknya penegakan
hukum.
Penulis buku ini rupanya merasa resah dan gelisah atas kurang pedulinya sebagian pejabat bahkan tokoh masyarakat untuk menemukan solusi dari permasalahan krisis multidimensional tersebut, bahkan mereka justeru ikut terlibat dan ikut andil di dalamnya. Kalau dulu orang tua merasa malu jika anaknya terlibat dalam kasus kenakalan atau dekadensi moral, maka saat ini yang terjadi justeru sebaliknya, yaitu anak-anak merasa malu karena orang tuanya terlibat dalam kasus-kasus dekandensi moral, tindakan korup, dan seterusnya. Memperhatikan masalah ini, maka sudah seharusnya pendidikan agama Islam selalu dikembangkan secara dinamis dalam rangka mengantisipasi krisis multidimensional tersebut.
Sungguh pun
demikian, bukan berarti pengembangan PAI bisa dilakukan secara serampangan.
Yakni, mengadopsi segala yang dari “luar” tanpa diseleksi secara cermat.
Bagaimanapun, PAI (khususnya di Indonesia) dihadapkan pada permasalahan dan
kenyataan yang kompleks. Di antaranya persoalan normatif-ideologi, perbedaan
kondisi alam, ekonomi, sosio-kultur, dan kesiapan semua pihak terutama
masyarakat dalam menghadapi perubahan-perubahan. Bisa dikatakan, pengembangan sistem
pendidikan Islam akan banyak menyentuh dimensi-dimensi normatif-ideologis,
filosofis, psikologis, sosiologis, historis, kultural, ekonomi, dan bahkan
kebijakan politik.
Dalam usaha mengatasi persoalan di atas, penulis
buku ini mencoba memberikan tawaran-tawaran gagasan tentang pengembangan PAI
ditinjau dari beberapa perspektif. Dengan harapan, semua permasalahan terkait
sistem PAI bisa diselesaikan bahkan diantisipasi agar tidak meluas di kemudian
hari. Selain itu, melalui buku ini penulis berharap tulisannya bisa menjadi
titik tolak dan landasan yang kokoh bagi para pelaksana pendidikan agama Islam,
pengembang, dan penentu kebijakan pendidikan dalam mengembangkan serta
menyelenggarakan progam PAI. Selanjutnya, diharapkan mereka semua mampu membangun inner force, ketahanan
mental, dan moral untuk mempertahankan eksistensi kepribadiannya atau
keunggulan moralnya di tengah majemuknya nilai-nilai moral bangsa lain.
Penulis buku ini merupakan mahasiswa saya sejak S2
di STAIN Kediri pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam tahun 2012 hingga di
S3 Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim sekarang ini. Berdasarkan pengamatan saya
secara sekilas, penulis ialah sosok mahasiswa yang rajin masuk perkuliahan,
tekun, nekat, dan cukup kreatif. Terbukti, salah satu judul dari Bab
dalam buku ini sebenarnya adalah bagian dari topik pada mata kuliah yang saya
ampu di S3. Tak disangka, dari sebuah makalah yang cukup tebal telah penulis
revisi (tambahi) menjadi salah satu Bab dalam buku ini.
Terkait dengan seluruh isi buku ini, penulis
dalam kata pengantarnya menyampaikan secara terbuka dan bersedia untuk berdiskusi
dengan siapa pun. Hal tersebut, sebagai penanda dan pemertegas bahwa buku ini
adalah suatu proses belajar bukan dari hasil
belajar, sehingga masih mungkin untuk dimatangkan. Oleh karena itu, terkait
dengan segala kekurangan atau kesalahan yang ada di dalamnya dapat dipahami
bukanlah suatu kesengajaan penulis. Namun, merupakan sebuah bentuk kekhilafan, sehingga
perlu dibuat solusinya bukan memberi kritikan semata. Kendati demikian, buku
ini secara keilmuan-akademis tetap layak dan patut untuk diapresiasi.
Mengingat, tidak sembarang orang mau mewujudkan dan memasukkan tulisannya
terutama dalam bentuk buku ke dalam area terbuka seperti ini.
Saya sebagai Dosen dan pengampu penulis dalam beberapa mata kuliah yang sedang maupun pernah ia ikuti, sangat mendukung kegiatan-kegiatan kreatif seperti membuat buku semacam ini. Apalagi, penulis dalam kata pengantarnya mengklaim dengan tegas bahwa di dalamnya terbebas dari praktik plagiasi. Hal ini menjadi bentuk afirmasi bahwa segala yang ditulis dalam buku ini dapat dipertanggunjawabkan secara moral dan akademis.
Akhirnya, saya berharap buku yang berjudul Pengembangan Pendidikan Agama Islam:
Reinterpretasi Berbasis Interdisipliner ini secara khusus bisa bermanfaat
bagi penulisnya. Serta bermanfaat bagi para pembaca, umat Islam, dan bangsa
Indonesia pada umumnya. Semoga pula, upaya yang dilakukan penulis buku ini bisa
mendapat ridha Allah SWT, sehingga menjadi amal ibadah bagi kita semua yang
membaca, memahami, dan mengkajinya. Aamiin!
Billahittaufiq walhidayah
Wassalam
Malang,
12 April 2015
Penashih,
Prof.
Dr. H. Muhaimin, MA
Link terkait buku ini:
Kata Pengantar Penulis Buku "Pengembangan PAI"
Daftar Tabel dan Daftar Gambar Buku "Pengembangan PAI"
Daftar Tabel dan Daftar Gambar Buku "Pengembangan PAI"
Prof. Dr. H. Muhaimin, MA (sumber gambar ariansahidi) |