Serba Serbi Unas
Oleh: A. Rifqi Amin
Hari
ini anak didik kita yang sekolah pada jenjang SMP sedang menjalani ujian nasional
(unas). Inilah “Ritual” ujian yang harus dihadapi sistem pendidikan kita pada setiap
tahun. Dalam sejarahnya unas telah banyak berganti nama. Namun pada
kenyataannya meski sudah berganti nama berkali-kali kesan horor itu masih ada. Bahkan
walaupun unas tidak lagi menjadi satu-satunya syarat penentu kelulusan, tapi
masih ada rasa was-was terutama dari
peserta didik terlebih untuk orang tuanya.
Sejatinya
setiap tahun pula semua kalangan masyarakat merespon unas ini dengan berbagai
bentuk kegiatan yang berbeda. Mulai dari orang tua peserta didik, pengamat
pendidikan, peserta didik, Kepala Dinas Pendidikan Daerah, Kepala Sekolah, dan
Guru. Tak ketinggalan juga oknum “pihak ketiga” yang memanfaatkan momen unas
untuk kepentingan sesaat. Tengok saja para oknum yang menjual kunci jawaban UNAS
yang dimungkinkan palsu.
Unas dan Perubahan
Perilaku
Ujian
Nasional yang diujikan adalah mata pelajaran yang didasarkan pada keilmuan
(ilmiah). Butir demi butir soal yang tertuang pada naskah juga dari hasil
penelitian dan pengembangan dari ilmuwan-ilmuwan di bidangnya. Seperti dalam
berita yang menyebar bahwa Dosen pada perguruan tinggi ternama dilibatkan dalam
pembuatan soal. Namun, pendekatan yang digunakan oleh peserta didik dan orang
tua bahkan oleh lembaga pendidikan bisa dikatakan jauh dari ilmiah. Tengok
saja, kejadian seorang anak dalam pemberitaan yang lalu rela membasuh kaki ibunya
lantas iapun meminum air bekas cucian tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan
guna persiapan diri untuk menghadapi unas yang akan ia tempuh. Dan tak mustahil
ada ritual lain yang mungkin lebih sulit untuk dipahami apabila kita hanya
melihatnya saja tanpa diteliti sebabnya.
Pada
kejadian lain, sering kita temukan terjadi perubahan perilaku siswa terhadap
guru pada orang tua menjelang ujian dilaksanan. Mereka takmpak lebih sopan,
lebih mudah diatur, dan lebih melankolis. Bahkan tak jarang para peserta didik
mengadakan acara sungkem bersama kepada para bapak ibu guru sekaligus meminta
do’a. Dan sangat menggelikan apabila ada beberapa siswa yang mencium tangan
gurunya tersebut merupakan kali pertama selama ia sekolah. Kegiatan tersebut
bisa dikatakan sebagai cara mereka untuk mensucikan diri dari dosa. Tentu agar
peserta didik merasa tenang dan tanpa beban saat menghadapi unas. Namun
perubahan perilaku tersebut tidak bisa kita salahkan begitu saja. Perbuatan
tersebut masih tampak lebih baik daripada siswa harus tertekan jiwanya, menjadi
murung, histeris, bahkan kesurupan atau terjadi fenomena “aneh” lain.
Menyontek
Tak
sedikit orang yang mengkaitkan antara menyontek dengan tindakan korupsi.
Asumsinya, sebuah harga mati bagi orang yang menyontek maka pada masa depannya
akan menjadi koruptor. Toh ancaman
kata-kata itu tidak mempan untuk sebagian siswa, tradisi menyontek pada unas
setiap tahunnya masih ada. Mungkin cita-cita mereka memang ingin seperti
“koruptor.” Mendapatkan sesuatu dengan cara singkat dan mudah meski harus
menzalimi orang lain bahkan menzalimi diri sendiri. Tak jarang mereka dalam
menyontek juga dibantu oleh pendidik yang seharusnya tegas. Misalnya bentuk
pembiaran tindakan menyontek oleh pengawas ujian. Lantas apabila diruntutkan
maka juga melibatkan oknum guru dan pejabat sekolah yang “genit” untuk
mengangkat citra sekolah
Tugas Berat Polisi
Polisi
sebagai pengayom masyarakat bertanggung jawab dalam pengamanan, penjagaan, dan
pengawalan ekstra dalam penyebaran soal-soal ujian hingga saat pelaksanaan
ujian. Dalam pengamanan ujian yang menarik adalah polisi yang bertugas dilokasi
ujian diharuskan memakai seragam sipil. Para aparat hukum tersebut saat
dilapangan berkoordinasi dengan guru, pengawas, dan pejabat sekolah untuk
pengamanan. Tentu cara ini patut diapresiasi yang ditempuh agar tidak menambah
kesan horor dalam pelaksanaan ujian.
Dari
kenyataan tersebut, yang perlu diperhatikan adalah bahwa fungsi utama
pengamanan polisi sesungguhnya adalah mengamankan kerahasiaan soal ujian.
Artinya pengamanan dari hulu sampai hilir bahkan sampai pengumuman hasil ujian
dikeluarkan. Pengamanan dilakukan mulai dari pembuatan soal, pencetakan,
pembungkusan soal, dan pendistribusian ke seluruh pelosok negeri. Oleh karena
itu, apabila ada kebocoran soal ujian sesungguhnya yang pantas untuk ditunjuk
hidungnya pertama kali adalah polisi. Baru kemudian para pembuat soal,
percetakan, dan para pembungkus soal. Lalu kemudian kepada para pengguna
bocoran soal tersebut seperti penjual kunci jawaban, peserta didik, guru dan
pejabat sekolah.
Formalitas Ijasah
Ijasah
adalah selembar kertas yang punya makna tersendiri. Bagi sebagian orang ijasah
menjanjikan pekerjaan berupah lebih tinggi dan bisa mengangkat status sosial. Ijasah
telah menjadi asa dan harga mati pada zaman serba kompleks seperti sekarang
ini. Dampaknya sungguh ngeri, bagi
sekolah yang oportunis pelaksanaan unas dijadikan momen untuk menambah jumlah
siswa. Misalnya pada berita Jawab Pos (11/04/2014) diindikasikan ada sekolah di
Mojokerto yang menyertakan 15 murid abal-abal untuk ikut unas. Padahal mereka
sebelumnya tidak pernah menjalani proses pembelajaran pada sekolah tersebut.
Masalah
lain adalah ijasah sebagai sarana untuk jaminan (agunaan) bagi pesarta didik
yang masih memiliki tanggungan finansial atau material pada pihak sekolah.
Masih banyak ditemukan pemberian ijasah yang dipersulit dan dipolitisasi.
Bahkan dengan terang-terangan tidak akan diberikan jika apa yang diinginkan
oleh pihak sekolah tidak dipenuhi. Peristiwa tersebut seringkali ditemukan pada
sekolah suasta yang butuh dana. Serta sangat memungkin pada sekolah negeri
meski pemerintah telah memberikan perhatian lebih.
Unas dan Moralitas
bangsa
Tentu
bagi siapaun yang tak punya moral cara apapun akan dilakukan agar bisa lulus unas.
Oleh sebab itu, tidak hanya sebuah kewajiban tapi menjadi kebutuah mendesak
untuk diadakan penelitian secara mendalam tentang kelemahan dan kelebihan unas.
Sejuah mana manfaat unas bagi masa depan bangsa ini. bisa jadi unas bermanfaat
bagi jangka pendek, tapi jangka panjang malah merusak moral bangsa ini. Oleh
karena itu, penemuan cara yang cocok dalam unas adalah tugas berat bangsa ini. Bisa
dilakukan dengan cara penelitian bentuk kualitatif maupun kuantitatif. Tentu
usaha itu supaya tidak merugikan bangsa ini pada masa yang jauh mendatang.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "serba serbi unas"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*