Oleh:
M. Hilmi Setiawan
M. Hilmi Setiawan
Sebentar
lagi memasuki masa penerimaan siswa baru. Mulai jenjang SD, SMP, hingga SMA.
Setiap masa penerimaan baru itu, negeri ini sejatinya menghadapi virus yang
bisa melumpuhkan generasi muda untuk masa mendatang.
Di
satu sisi, pemerintah baru saja menerapkan kurikulum 2013 yang katanya cukup
revolusioner menyiapkan generasi mendatang. Kurikulum baru itu dibuat dan
diterapkan untuk menyongsong seabad Indonesia merdeka, 2045. Dengan kurikulum
tersebut, pemerintah tidak ingin menyia-nyiakan sekitar 90 juta anak usia 0-19
tahun di republik ini. Di masa depan, harus banyak orang Indonesia yang kreatif
dan inovatif.
Jika
tujuannya seperti itu, implementasi kurikulum 2013 perlu didukung. Tetapi,
sebelum lebih jauh mengevaluasi kinerja kurikulum anyar tersebut, ternyata ada
virus laten di sistem pendidikan Indonesia. Jikat tidak segera ditangani, virus
itu bisa menggerogoti tujuan penerapan kurikulum baru tersebut.
Virus
itu bernama ujian calistung. Ujian baca, tulis, dan berhitung. Sejatinya
pemerintah telah mengetahui bahwa ujian calistung merugikan. Apalagi, ujian itu
diterapkan untuk seleksi masuk SD. Setiap tahun Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan surat edaran yang melarang calistung.
Tetapi di lapangan, praktik ujian calistung semakin menggila. Hampir di seluruh
SD negeri dan kini juga di swasta, ujian calistung diterapkan. Anak-anak yang
umurnya masih dini bisa masuk SD asal lolos ujian calistung itu.
Sekilas
ujian calistung tampak sangat bagus. Bayangkan anak-anak yang baru mau masuk SD
sudah diuji kompetensi-kompetensi yang diajarkan di SD. Tetapi jika diamati,
ujian calistung itu sangat menggelikan. Analoginya, orang yang mau mendaftar
kursus setir mobil disyaratkan harus bisa nyetir
mobil dulu.
Dengan
ujian itu, anak-anak di TK sudah diajari materi calistung. Jika tidak,
anak-anak di TK tersebut tidak diterima di SD. Dampaknya, reputasi TK itu akan
melorot dan sepi peminat. Begitulah panjangnya mata rantai amburadulnya
penerapan calistung di negeri ini. Selama di TK, anak-anak tidak boleh
mendapatkan pembelajaran seserius belajar membaca, menulis, bahkan berhitung.
Namanya saja taman kanak-kanak, bukan sekolah kanak-kanak. Jadi, di TK itu
tugas anak-anak hanya bermain, bermain, dan bermain.
Melaksanakan
ujian calistung untuk masuk SD berarti belum atu tidak mau memahami fase
perkembangan otak anak-anak. Sudah
menjadi kajikan lama di Indonesian Neuroscience Society bahwa otak anak-anak
belum berkembang sempurna hingga dia berusia 20-25 tahun. Bencana besar bagi
masa depan anak-anak ketika perkembangan otaknya belum sempurna tetapi sudah
dijejali materi pendidikan yang tidak pada porsinya.
Seperti
diketahui, otak terdiri ata tiga bagian. Yakni, batang otak yang letaknya
berbatasan dengan leher, limbik atau otak di kepala bagian belakang, dan prefrontal cortex yang ada di bagian
jidat atau kening. Nah, perkembangan otak manusia itu berurutan seperti paparan
tersebut. Yakni, mulai dari batang otak, kemudian limbik, setela itu prefrontal cortex.
Dengan
perkembangan otak seperti itu, tidak dibenarkan anak-anak di usia 0-7 tahun
sudah diajari hal-hal kognitif seperti membaca, menulis, dan berhitung. Sambil
anak-anak bermain, bisa mulai ditanamkan karakter-karakter mulia. Misalnya
menjaga kebersihan badan dan lingkungan, melakukan budaya antre, menghargai
teman, dan hidup hemat.
Jauh
sebelum ilmu pengetahuan modern berkembang. Rasulullah Muhammad SAW sudah
mencontohkan sikap terhadap perkembangan otak anak. Dikisahkan, ketika itu
Rasulullah Muhammad bersujud cukup lama sekali. Sejumlah sahabat yang menjadi
makmun bertanya-tanya. Apakah saat itu Rasulullah sedang menerima wahyu dari
Allah.
Karena
penasaran, mereka menanyakan langsung kepada Rasullah Muhamad. “Ya Rasul,
apakah engkau tadi sedang menerima wahyu dari Allah?” Dengan tegas, Rasullah
Muhammad menjawab tidak. Ternyata ketika itu Rasulullah Muhammad bersujud cukup
lama karena cucu beliau sedang bermain di punggungnya.
Saat
itu Rasulullah tidak memberikan aba-aba atau instruksi, bahkan memarahi atau
mencubit sang cucu yang bermain-main di punggungnya ketika sedang sujud dalam
salat. Rasulullah Muhammad saat itu menunggu hingga sang cucu turun dari
punggungnya.
Jadi,
mari dimulai sejak sekarang gerakan reformasi perekrutan siswa jenjang SD.
Ujian calistung ayo dibuang jauh-jauh. Sejatinya banyak saringan yang
memprioritaskan usia pendaftar. Pendaftar SD dengan usia yang paling “tua”
mendapatkan prioritas. Seperti diketahui, usia ideal masuk SD itu 7 tahun.
Saringan lainnya menggunakan acuan domisili siswa. Cara itu sekaligus bisa menekan
cost transportasi siswa dari rumah ke
sekolah.
Kepala
SD tidak perlu takut akan kualitas sekolah jika menerima siswa baru yang belum
bisa baca tulis. Sebab, tugas guru SD-lah mulai mengajar siswa baca, tulis, dan
hitung.
Judul
“Virus itu Bernama Ujian Calistung” Jawa Pos Jumat 14 Maret 2014 Halaman 4\oleh
M. Hilmi Setiawan (wartawan jawa pos di Jakarta (wan@jawapos.co.id)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Opini Jawa Pos: Virus itu Bernama Ujian Calistung (M. Hilmi Setiawan)"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*