Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

JAWABAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2011/2012 MATA KULIAH “FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM”

ihat juga profil lengkap buku ke-2 A. Rifqi Amin berjudul "Pengembangan Pendidikan Agama Islam: Reinterpretasi Berbasis Interdisipliner"
 
Link Terkait buku A. Rifqi Amin:
                                                                                                             




Buku pertama A. Rifqi Amin (pendiri Banjir Embun) berjudul: 



 BUKU-BUKU KARYA A. RIFQI AMIN TERBEBAS DARI KEJAHATAN ILMIAH (UTAMANYA PLAGIASI)!!!



JAWABAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2011/2012
MATA KULIAH “FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM”


   1.      Pendidikan Islam sebagai suatu system kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah dan Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Pendidikan Islam bila ditinjau dari segi kehidupan cultural umat manusia merupakan salah satu alat pemberdayaan masyarakat yang dapat difungsikan untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia (sebagai makhluk pribadi dan social) kepada titik optimal kemampuannya untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.  Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari dalam Al-Qur’an dan Hadis meliputi empat pengembangan fungsi manusia yaitu :

 (1) menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya di tengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab  dalam kehidupannya, (2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakat, (3) menyadarkan manusia terhadap penciptaan alam dan mendorongnya untuk beribadah kepadaNya dan menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain serta memberi kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya. Dengan demikian fungsi dan peran pendidikan Islam tidaklah mudah untuk dilaksanakan.


  Seringkali dalam  pelaksanaannya menjumpai berbagai permasalahan, baik mulai dari permasalahan yang sangat sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, maupun masalah yang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan  ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan Islam juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin untuk dijawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam yaitu analisa filsafat.  Maka dari itu Pendidikan Islam  membutuhkan analisa filsafat Islam sebagai upaya berfikir secara sistematis, radikal dan universal tentang hakikat  pendidikan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis   untuk  dapat  memahami dan memecahkannya. Di antara persoalan yang muncul dalam pendidikan Islam yang membutuhkan analisa filsafat  adalah  hal-hal yang terkait dengan  apakah hakikat, nilai guna, dan  tujuan pendidikan Islam, siapa yang bertanggung jawab terhadap pendidikan, bagaimana kurikulum, metode dan asas penyelenggaraan pendidikan Islam.
            Dengan demikian Hubungan antara filsafat Islam dengan Pendidikan Islam adalah sangat erat tidak terpisahkan karena keduanya saling melengkapi ibarat satu keping mata uang yang terdiri atas  dua sisi. Hubungan keduanya disamping mempunyai hubungan fungsional  di mana filsafat Islam  memberikan petunjuk dan arah bagi pengembangan pendidikan Islam dengan mengacu pada teori-teori sebelumnya agar bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang  berkembang dalam masyarakat., juga mempunyai hubungan yang bersifat suplementer yang mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi dua tugas normative ilmiah yaitu  kegiatan merumuskan dasar-dasar dan tujuan-tujuan  pendidikan Islam, konsep tentang sifat hakikat manusia serta konsep hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral  pendidikan, dan kegiatan merumuskan system atau teori pendidikan .

   2.      Perbedaan yang esensial antara teori-teori pendidikan essensialisme, perenialisme, progressivisme, rekonstruksi social dan eksistensialisme  adalah sebagai berikut
No
Teori
Tujuan Pendidikan
Kurikulum
Peranan Guru
1
Essensialisme  memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama (teruji oleh waktu), sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
Menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, dapat bertahan sepanjang waktu. Pengetahuan ini diikuti oleh ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang tepat untuk membentuk unsur-unsur inti (essensi) sebuah pendidikan.
Bercorak Vokasional yang menekankan pada pembinaan kemampuan berpikir dan kecakapan dalam berbahasa, membaca, menulis, sastra, berhitung, sejarah, sains, seni dan musik
Guru sebagai narasumber, coach (pelatih) dan fasilitator dalam pembelajaran.
Guru sangat kuat dalam mempengaruhi dan menguasai kegiatan di kelas serta sebagai contoh/panutan dalam pengawasan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan/gagasasan. Disamping itu guru berperan untuk mengembangkan potensi “Self Discovery” siswa.
2
Perenialisme berpandangan bahwa program pendidikan berorientasi pada potensi dasar agar kebutuhan yang ada pada setiap manusia dapat terpenuhi
Tujuan pendidikan untuk mereal isasikan kapasitas dalam tiap individu manusia sehingga menjadi aktualitas. Orientasi pendidikan ditujukan kepada kebahagiaan melalui pe ngem bangan kemampuan-kemampuan kerohanian seperti emosi, kognisi serta jasmani manusia.
Kurikulum cenderung “Subject Centered Curriculum”, materi yang diajarkan mengarah pada kepentingan dan kebutuhan subjek didik dalam menumbuhkembangkan potensi berpikir kreatif yang dimiliki siswa. Mata pelajaran yang dikembangkan adalah ilmu pasti, ilmu alam (sains), tata bahasa dan seni  yang dapat mengajarkan anak berpikir ilmiah/ logis dan abstrak.
Guru sebagai motivator dan fasilitator dalam pembelajaran. Di samping itu
Guru harus mempersiapkan peserta didik ke arah kematangan intelektualnya karena dengan intelektualnya peserta didik dapat hidup bahagia.
3
Progressivisme berpandangan bahwa pendidikan harus berisi aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pelatihan ketrampilan motorik dan kemampuan berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah seperti memberikan analisa, pertimbangan dan pembuatan kesimpulan menuju pemilihan alternative yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang dihadapi.
 Pendidikan bertujuan untuk melatih anak supaya nantinya dapat bekerja secara sistematis, mencintai kerjaan, dan bekerja dengan otak dan hati
Kurikulum yang bersifat terbuka dan luwes (fleksibel) yaitu kurikulum Eksperimental atau bertipe Broad Field  Curiculum yaitu penyajian kurikulum dengan mengkorelasikan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain dan biasanya terjadi secara insidentil, dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau problema yang bermakna bagi anak. Mata pelajaran terintegrasi dalam bentuk unit/mata pelajaran terpadu (IPS Terpadu, IPA Terpadu), kertakes.
Guru menjadi motivator, dan inspirator dalam pembelajaran.
Guru selalu siap untuk memodifikasi berbagai metode dan strategi pembelajran dalam pengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan yang menjadi kecenderungan dalam suatu masyarakat.
4
Rekonstruksi Sosial berpandangan bahwa pendidikan harus dapat memberikan perubahan pada siswa juga masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman
Membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah social ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global dan mengajarkan kepada mereka ketrampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Kurikulum bertipe “Core Curriculum” memberikan pendidikan umum yang berisi pengalaman yang diperlukan anak dalam mengatasi kesulitan pribadi dan soal masa depannya, serta materi yang berorientasi pada bidang-bidang kebutuhan hidup manusia / masyarakat di masa depan di antaranya kebutuhan social ekonomi dan politik serta materi yang berkaitan dengan minat dan pengalaman anak misalnya berkaitan dengan kesehatan dan pertumbuhan jasmani, kegiatan social dan rekreasi dan sebagainya
Guru sebagai conselor  dan motivator .Dalam  hal ini guru membuat para peserta didik menyadari masalah yang dihadapi umat manusia, membantu mereka mengenali masalah-masalah tersebut
5
Eksistensialisme mengutamakan perorangan / individu. Aliran ini menekankan agar masing-masing individu diberi kebebasan mengembangkan potensinya secara maksimal dan menuntut adanya system pendidikan yang beraneka warna dan berbeda-beda, baik metode pengajarannya maupun penyusunan keahlian-keahlian.
Mengembangkan semua potensi setiap peserta didik sehingga bisa eksis
Kurikulum bertipe “Integrated Curriculum” yang didasarkan pada pengalaman dan minat anak, memadukan antara semua mata pelajaran dengan mementingkan pengetahuan social dan ketrampilan social seperti music, seni, syair, menulis dan berpidato, cerita, drama dan filsafat.
Guru sebagai fasilitator dan motivator yang melindungi dan memelihara kebebasan akademik.

   3.      Wilayah kajian Filsafat Pendidikan Islam dan hal yang membedakannya dengan filsafat pendidikan pada umumnya.
            Wilayah Kajian Filsafat Pendidikan Islam dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a.       Secara Makro wilayah kajian filsafat Pendidikan Islam sama dengan wilayah kajian filsafat umum meliputi :
§  Kosmologi merupakan pemikiran yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan, proses kejadian dan  perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
§  Ontologi merupakan pemikiran tentang masalah asal kejadian alam semesta dari mana asalnya, bagaimana proses penciptaannya dan kemana akhirnya. Pemikiran ontology pada akhirnya akan menentukan bahwa ada sesuatu yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu bersifat kebendaan (materi) atau bersifat kerohanian (immateri), apaka ai banyak/berbilang atau tunggal/esa.
§  Epistimologi merupakan pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh, apakah dari akal pikiran, apakah dari pengalaman inderawi, apakah dari perasaan/illustrasi, apakah dari Tuhan.
§  Aksiologi merupakan pemikiran tentang masalah nilia-nilai, misalnya nilai moral, etika, estetika, nilai religious dan sebagainya.

b.      Secara Mikro wilayah kajian Filsafat Pendidikan Islam adalah factor-faktor atau komponen yang ada dalam proses pelaksanaan pendidikan Islam yang didasarkan pada ajaran Islam  antara lain :
§  Tujuan Pendidikan merupakan masalah sentral dalam pendidikan, sebab tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan menjadi acak-acakan, tanpa arah, bahkan bisa sesat atau salah langkah. Oleh karena itu perumusan tujuan dengan tegas dan  jelas, menjadi inti dari seluruh pemikiran pedagogis dan perenungan filosofi
§  Pendidik. Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sngat krusial karena kewajibannya yang tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) belaka, namun juga dituntut menginternalisasikan nila-nilai (value)  Islam pada peserta didik. Dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut murabbi, muallim, muaddaib, mudarris, muzakki dan ustadz.
§  Peserta Didik merupakan  bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan yang memiliki potensi, kebutuhan dan sifat-sifat yang perlu diperhatikan serta beberapa dimensi yang perlu dikembangkan. Sistem Pendidikan Islam berupaya membentuk peserta didik yang beriman, memiliki pribadi utama dan seimbang dalam keseluruhan dimensi kehidupan peserta didik.
§  Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan. Selain memuat  tujuan pendidikan yang ingin dicapai dan sejumlah  pengetahuan dan ketrampilan peserta didik, di dalam kurikulum juga harus dimuat metode dan cara-cara mengajar serta  metode dan cara penilaian yang digunakan untuk mengukur dan menilai hasil proses pendidikan. Kurikulum pendidikan Islam seharusnya disusun  dengan berdasarkan pada agama, dasar falsafah, dasar psikologis dan dasar social.
§  Lingkungan Pendidikan merupakan suatu institusi atau kelembagaan di mana pendidikan berlangsung. Lingkungan tersebut akan sangat mempengaruhi terhadap kelangsungan proses pendidikan. Dalam system pendidikan Islam lingkungan yang baik adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-islaman sehingga memungkinkan bagi terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.

Berdasarkan uraian di muka dapat diketahui bahwa beberapa hal yang membedakan antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat pendidikan umum adalah:
*      Filsafat pendidikan umum tergantung pada teori dan system pemikiran semata. Sedangkan filsafat pendidikan Islam didasarkan kepada pemikiran yang bersumber dari wahyu Ilahi.
*      Prinsip berpikir radikal dalam filsafat pendidikan umum member makna pada pemikiran tanpa adanya batas. Sementara dalam filsafat pendidikan Islam, berpikir secara radikal memberikan makna kebebasan manusia untuk berpikir yang dibatasi oleh kebenaran wahyu.
*      Para filosof pendidikan umum dalam berpikir cenderung menimbulkan keraguan yang sulit untuk dikompromikan. Masing-masing teori berupaya untuk mempertahankan pendapatnya sebagai kebenaran. Pengaruh ini melahirkan sejumlah aliran dalam filsafat umum seperti empirisme, nativisme, pragmatism dan sebagainya. Sebaliknya filosof pendidikan Islam, berupaya menghindarkan diri dari keraguan yang bersifat mendasar, karena dalam berpikir para filosof mendasarkan diri kepada kebenaran wahyu. Dengan pendekatan ini menjadikan teori kebenaran yang dikemukakan mengandung kebenaran yang hakiki dan universal, bukan kebenaran yang bersifat relative dan spekulatif yang tergantung kepada ruang dan waktu.

     4.      Seorang guru/pendidik dan tenaga kependidikan Islam (seperti Kepala Sekolah/Kepala Madrasah) harus memahami filsafat pendidikan Islam. Setidaknya ada tiga alasan umum yang dapat dikemukakan di sini yaitu:
·         Berbagai masalah pendidikan khususnya dalam pendidikan Islam selalu timbul dari zaman ke zaman yang menjadi perhatian ahlinya masing-masing. Pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa dan masyarakat secara lahir  & batin. Banyak tulisan yang dilahirkan oleh para pemikir dan tak jarang satu pemikiran mempengaruhi pemikiran yang lain. Gagasan dan solusi yang berlandaskan filsafat  sering timbul dari para pemikir ini. Oleh karena itu, filsafat pendidikan perlu dipelajari.
·         Orang yang mempelajari filsafat pendidikan Islam akan memiliki pandangan-pandangan yang jangkauannya melampaui hal-hal yang ditemukan secara empiris atau eksperimental oleh ilmu pengetahuan. Dari sini, ia diharapkan memiliki bekal untuk meninjau masalah-masalah pendidikan Islam  secara kritis.
·         Dengan berlandaskan pada asas bahwa berfilsafat adalah berpikir logis, runtut, teratur, dan kritis, maka berfilsafat pendidikan berarti memiliki kemampuan intelektual dan akademik. Dengan demikian mempelajari filsafat berarti mengandung optimism dalam membentuk pribadi pendidik yang baik

Adapun contoh penerapan pentingnya memahami filsafat pendidikan Islam  bagi pendidik dan kepala madrasah adalah:
v  Bagi Pendidik dengan memahami filsafat pendidikan Islam  dapat membantunya dalam pengambilan kebijakan dalam rangka membentuk tradisi intelektual yang Islami  (membaca, menulis, meneliti dan berdiskusi serta berkarya),  dapat membuat program-program kegiatan yang sesuai dengan pengembangan diri peserta didik bersendikan nilai-nilai ajaran Islam.
v  Memahami tentang metafisika berarti para pendidik mengetahui hakekat dunia dan manusia termasuk di dalamnya hakekat anak sehingga para pendidik dapat memperlakukan peserta didiknya sesuai dengan segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki,  dapat memberikan motivasi kepada peserta didik dengan tepat.
v  Memahami tentang Epistimologi, membantu para pendidik dalam memahami kurikulum Pendidikan Islam dan aspek-aspek yang di dalamnya. Para pendidik dapat mengetahui mana materi yang perlu  untuk diberikan kepada peserta didiknya,  pendekatan atau metode dan media apa yang tepat untuk digunakan,  agar dapat mengembangkan daya pikir dan daya   kreativitas peserta didiksecara optimal.
v  Memahami tentang Aksiologi membantu para pendidik dalam mengenalkan nilai-nilai pendidikan yang Islami. Pendidik dapat mengintegrasikan seluruh mata pelajaran dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam rancangan pembelajaran (Silabus dan RPP) sehingga nilai-nilai Islam tidak hanya sekedar terintegrasikan secara indirect integration melainkan secara tersurat (direct integration) dan terencanakan dalam seluruh komponen pembelajaran
Sedangkan bagi Kepala Sekolah/Madrasah pemahaman tentang filsafat pendidikan  dapat membantu dalam merumuskan visi & misi madrasah yang diterapkankan dalam penyusunan rancangan program kegiatan di sekolah/madrasah sebagai berikut:
v  Peningkatan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan tugas-tugas mereka. Dalam hal ini Kapala Madrasah dapat menjalin kerjasama dengan MGMP dan Dinas terkait
v  Pendekatan penataan suasana madrasah dengan menciptakan suasana madrasah yang agamis, religious, nasionalis, demokratis, adil dan gotong royong serta suasana yang sarat pesan-pesan Illahiyah dan penuh kebersamaan. Implikasi susana madrasah dapat diwujudkan melalui penataan unsur fisik dan non fisik yang ada di lingkungan madrasah.
v  Pendekatan penataan suasana sekitar madrasah agar menjadi lingkungan yang kondusif bagi proses interaksi yang positif antara siswa dengan lingkungan di luar sekolah, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Dalam hal ini Kepala Madrasah perlu menjalin kerjasa sama dengan Komite Madrasah, Tokoh Masyarakat (TOMAT), Tokoh Agama (TOGA), DUDI, Orang tua dan dinas terkait.
v  Pengembangan Program Ekstrakurikuler berbasis nilai-nilai Islam. Agar pembudayaan nilai-nilai Islam melalui pengembangan program ekstrakurikuler dapat berjalan sesuai dengan visi, misi dan program madrasah, maka kepala madrasah perlu merumuskan kerangka acuan kerja pembinaan bagi masing-masing ekskul yang dikembangkan. Adapun kerangka acuan kerja pembinaan tersebut minimal berisikan tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) pembinaan, nilai dasar Islam yang wajib dikembangkan dan kurikulum pembinaan yang berbasis kepada nilai-nilai Islam, sehingga arah pembinaan dan pengembangan setiap ekskul mengarah kepada visi, misi, program dan core value yang menjadi way of life dan budaya madrasah melalui pengadaan kegiatan-kegiatan seperti ROHIS, OSIS, Pramuka, Bela Diri, seni dan musik.



5.      a. Penjelasan pandangan-pandangan dasar dari tipologi pemikiran (filsafat) Pendidikan Islam adalah :
1.      Tipologi Perenial-Esensialis Salafi
Dengan menonjolkan wawasan kependidikan Islam era Salaf, tipologi ini berpandangan bahwa pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai (Illahiyah dan Insaniyah), kebiasaan dan tradisi masyarakat salaf (era kenabian dan sahabat) karena masyarakat salaf dipandang sebagai masyarakat yang ideal.
2.      Tipologi Perenial-Esensialis Mazhabi
Dengan menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang tradisional dan berkecenderungan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin, serta pola-pola pemikiran sebelumnya yang dianggap sudah relative mapan, tipologi ini berpandangan bahwa pendidikan Islam berfugsi sebagai upaya mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi dan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa mempertimbangkan relevansinya dengan konteks perkembangan zaman dan era kontemporer yang dihadapinya.
3.      Tipologi Modernis
Dengan menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang bebas dan modifikatif, progresif dan dinamis dalam menghadapi dan merespons tuntutan dan kebutuhan dari lingkungannya, tipologi ini berpandangan bahwa pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya melakukan rekonstruksi pengalaman yang terus menerus, agar dapat berbuat sesuatu yang intelligent dan mampu mengadakan penyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dari lingkungan pada masa sekarang.
4.       Tipologi Perenial-Esensialis Kontekstual Falsifikatif
Dengan melakukan kontekstualisasi serta uji falsifikasi wawasan kependidikan masa lalu dan mengembangkannya pada masa sekarang sehingga selaras dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan social yang ada, tipologi ini berpandangan bahwa pendidikan Islam berfungsi  sebagai upaya mempertahankan nilai-nilai (Illahiyah dan Insaniyah) dan sekaligus menumbuhkembangkannya dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan social yang ada.
5.      Tipologi Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid
Dengan menonjolkan sikap pro-aktif dan antisipatif  terhadap tugas-tugas pendidikan, tipologi ini berpandangan bahwa pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya menumbuhkan kreativitas peserta didik, memperkaya khazanah budaya manusia, memperkaya isi nilai-nilai insane dan Illahi, serta menyiapkan tenaga kerja produktif.

b.         Contoh-contoh Fenomena Empirik pelaksanaan pendidikan Islam yang terkait beberapa tipologi di atas sebagai berikut :
1.      Tipologi Perenial-Esensialis Salafi dicontohkan dengan :
Ø  Pengembangan kurikulum PAI yang menekankan pada materi yang bersumber dari doktrin-doktrin agama, kitab-kitab klasik, serta materi pelajaran yang mengutamakan aspek kognitif
Ø  penerapan beberapa metode pembelajaran yang masih bersifat tradisional  seperti ceramah, dialog (tanya jawab), diskusi, dan pemberian tugas
Ø  Managemen kelasnya lebih diarahkan pada pembentukan karakter, keseragaman dan bersifat kaku.

2.      Tipologi Perenial-Esensialis Mazhabi dicontohkan dengan :
Ø  Membangun konsep pendidikan Islam melalui kajian terhadap  khazanah pemikiran pendidikan Islam karya para Ulama periode terdahulu meliputi tujuan pendidikan, kurikulum atau program pendidikan, hubungan pendidik dengan peserta didik, metode pendidikan maupun lingkungan pendidikan (konteks belajar) yang dirumuskan.
Ø  Bahkan merujuk atau megadopsi produk-produk pemikiran pendidikan dari cendekiawan non-Muslim terdahulu tanpa dibarengi dengan daya kritis yang memadai
3.      Tipologi Modernis dicontohkan dengan :
Ø  Diterapkannya dikotomi ilmu dalam system pendidikan kita. Adanya pembedaan antara pendidikan agama yang diorientasikan pada pemahaman dan pengalaman ajaran agama yang bermuara pada persoalan akidah, syariah, dan akhlaq. Sedangkan pendikan umum diorientasikan pada penguasaan ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi, budaya dan seni modern.
Ø  Pendidikan agama disampaikan sekedar transfer pengetahuan (aspek kognitif) semata, kurang ditekankan pada aspek afektifnya.
Ø  Pengembangan model kurikulum madrasah melalui integrasi mata pelajaran agama dengan mata pelajaran, pengintegrasian imtaq dalam proses pembelajaran, dalam memilih bahan ajar dan integrasi dalam memilih media pembelajaran.
4.      Tipologi Perenial-Esensialis Kontekstual Falsifikatif dicontohkan dengan :
Ø   Sikap mengkaji kembali pemikiran ulama terdahulu, bilamana masih ada yang relevan dengan kondisi kekinian dan masa mendatang  akan tetap dilestarikan, sebaliknya bagi yang kurang relevan akan ducarikan alternative  lainnya atau dilakukan rekonstruksi tertentu dalam pendidikan masyarakat Muslim kontemporer.
Ø  Masih diterapkannya konsep-konsep pendidikan Islam yang lama dalam system pendidikan, selain penerapan konsep-konsep pendidikan  Islam terbaru.

5.      Tipologi Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid dicontohkan dengan :
Mewujudkan lembaga madrasah sebagai change agency untuk melakukan perubahan dalam social budaya masyarakat melalui pengembangan budaya agama dalam komunitas madrasah dengan lingkungan sekitarnya mencakup tiga tataran yaitu tataran nilai yang dianut, tataran praktik keseharian, dan tataran symbol-simbol budaya.
Ø  Pada tataran nilai yang dianut perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di madrasah, untuk selanjutnya dibangun komitmen dan loyalitas bersama di antara semua warga madrasah dan masyarakat sekitar terhadap nilai-nilai yang disepakati.
Ø  Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga madrasah dan masyarakat sekitar.
Ø  Dalam tataran simbol-simbol budaya, dengan mengganti symbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan symbol budaya yang agamis


c.       Perbandingan pemikiran tipologi di atas  dengan pemikiran (filsafat) pendidikan pada umumnya adalah
·         Dalam konteks pemikiran (filsafat) pendidikan umum yang lebih dekat dengan tipologi Perenial-Esensialis Salafi adalah perenialisme dan essensialisme, terutama dilihat dari wataknya yang regresif dan konservatif keduanya  sama-sama hendak mempertahankan nilai, kebiasaan dan tradisi masyarakat terdahulu. Hanya saja Perenialisme menghendaki agar kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, sedangkan model pemikiran tekstualis salafi menghendaki agar kembali ke masyarakat salaf (era kenabian dan sahabat).  Adapun Essensialisme menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan, dan nilai-nilai hendaklah sampai kepada manusia melalui sivilisasi dan yang telah teruji oleh waktu.





·         Dalam konteks pemikiran (filsafat) pendidikan umum yang lebih dekat dengan tipologi Perenial-Esensialis Madzhabi adalah perennialisme dan essensialisme juga karena wataknya sama-sama tradisional yang regresif dan konservatif. Keduanya berusaha mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi dan budaya serta praktik pendidikan terdahulu dari generasi ke generasi berikutnya tanpa mempertimbangkan relevansinya dengan konteks perkembangan zaman dan era kontemporer. Hanya saja pada tipologi tradisional madzhabi ini cenderung untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin tertentu yang dianggap sudah relative mapan.
·         Dalam konteks pemikiran (filsafat) pendidikan umum yang lebih dekat dengan tipologi Modernis adalah progressivisme terutama dalam hal wataknya yang menginginkan sifat bebas dan modifikatif. Aliran ini  beranggapan bahwa praktek system pendidikan terdahulu hanya sesuai pada zamannya, dan sudah tidak relevan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dan perubahan-perubahan social pada zaman sekarang. Sedangkan pemikiran pendidikan Islam yang modernis memiliki sikap yang progresif, dinamis dan sikap bebas modifikatif dalam pengembangan pendidikan Islam  menuju kea rah kemajuan pendidikan Islam yang diridhai olehNya.
·         Dalam  konteks pemikiran (filsafat) pendidikan Islam dengan tipologi Neo  Modernis yang mengumandangkan jargon “al-Muhafazah  ‘ala al-Qadim al-Salih wa al-Akhzu bi al-Jadid al-Aslah”, yakni memelihara hal-hal yang baik yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik, tersirat adanya unsure perennialisme dan essensialisme yakni sikap regresif dan konservatif terhadap nilai-nilai yang telah dibangun dan dikembangkan oleh pemikir dan masyarakat terdahulu. Selain itu juga tersirat adanya sikap dinamis dan progresif serta rekronstruktif walaupun tidak bersifat radikal. Dengan demikian tipologi neo modernis sejalan dengan pemikiran filsafat umum perennialisme, essensialisme dan rekonstruktifisme.
·         Dalam konteks pemikiran (filsafat) pendidikan pada umumnya tipologi Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid mempunyai kecenderungan progresivisme dan pragmatism yang beranggapan baik dan benar terhadap semua cara yang dapat mengantarkan pada kemanfaatan, sementara menurut Islam, tidak semua yang bermanfaat tersebut baik dan sesuai dengan nilai-nilai agama yang dapat mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan tertinggi dari kehidupan materi (lahiriyah) maupun immateri (bathiniyah).  . Pragmatisme terpusat pada kekinian meskipun tidak berarti menafikan masa mendatang, bahkan menganggapnya tidak penting. Sementara dalam filsafat pendidikan Islam terpusat pada manusia dalam keberadaannya dan dalam semua masanya (masa lalu, sekarang dan masa depan). Dengan demikian perubahan sosial itu mutlak diperlukan seiring perkembangan zaman, selama perubahan itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang relative yaitu nilai baik dan buruk, benar dan salah, bermanfaat atau tidak bermanfaat menurut pertimbangan cultural masyarakat. Sedangkan dalam Islam mengacu pada nilai-nilai muthlak yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis.







Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "JAWABAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2011/2012 MATA KULIAH “FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM”"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*