INTEGRASI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN SAINS DAN TEKNOLOGI
I. PENDAHULUAN
Pada era kemajuan IPTEK ini, perubahan global semakin cepat
terjadi dengan adanya kemajuan dari Negara maju di bidang Sains serta teknologi
informasi dan komunikasi. Menurut Soetjipto Wirosardjono temuan IPTEK telah menyebarkan hasil yang membawa kemajuan,
dan dampaknya terasa bagi kehidupan
seluruh umat manusia. Semua hasil temuan IPTEK di satu sisi harus diakui telah
secara nyata mempengaruhi bahkan memperbaiki taraf dan mutu hidup manusia.
Berbagai sarana modern industry, komunikasi dan transportasi misalnya, telah
terbukti amat bermanfaat.
Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah membuat
manusia dapat pergi ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang singkat. Dahulu
orang pergi haji dengan naik kapal laut dapat menempuh perjalanan selama 17-20
hari untuk dapat sampai ke Jeddah, sekarang dengan naik pesawat terbang hanya membutuhkan waktu 8 jam saja. Kemajuan
di bidang televisi satelit telah memungkinkan kita untuk
melihat sebuah peristiwa penting dan
hebat di tempat yang jauh tanpa
harus keluar rumah. Penemuan telepon genggam telah memungkinkan kita untuk
menghubungi siapa saja dan di mana saja
kita berada. Kemajuan di bidang
komputer telah menciptakan jaringan internet yang memungkinkan kita untuk
mengakses segala informasi dengan mudah,
cepat dan akurat.
Akan tetapi di sisi lain, tak jarang iptek
berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat
manusia.
Bom atom telah menewaskan
ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Bayi tabung di
Barat bisa berlangsung walaupun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami
isteri. Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba
cloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (humancloning).
Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit yang
mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Tak
sedikit
yang memanfaatkan teknologi
internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cybercrime) dan
mengakses pornografi, kekerasan dan perjudian.
Kenyataan
yang demikian akan mempengaruhi nilai, sikap atau tingkah laku kehidupan
individu dan masyarakat. Ada beberapa nilai, sikap dan tingkah individu dan
masyarakat modern yang kongruen (sejalan) dengan ajaran Islam dan mendukung
keberhasilan pembangunan bangsa. Ada pula nilai dan sikap modernitas yang tidak
kongruen (berlawanan) dengan ajaran Islam sekaligus tidak mendukung keberhasilan
pembangunan. Misalnya, lemahnya keyakinan keagamaan, sikap individualistis,
materialistis, hedonistis, dan sebagainya. Nilai-nilai dan sikap yang negative
akan muncul bersamaan dengan nilai dan sikap positif lainnya, yang sudah barang
tentu merupakan ancaman bagi terwujudnya cita-cita pembangunan bangsa.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim
terbesar di dunia. Jumlah yang begitu besar menjadikan sebuah keunggulan
sekaligus masalah. Keunggulan dapat diraih ketika umat Islam mampu menjadi
frontier atau ujung tombak pembangunan negara dan perwujudan kemakmuran seluruh
rakyat yang berlandaskan nilai-nilai keislaman.
Sedangkan jumlah yang begitu besar juga bisa menjadi masalah, ketika
umat Islam tidak mampu mempraktekkan nilai-nilai keislaman, dan tidak mampu
menunjukkan kualitasnya sebagai seorang muslim untuk mewujudkan kemakmuran yang
sesuai dengan tujuan penciptaan agar menjadi khalifah utusan Allah di bumi ini
dan umat Islam belum banyak berperan
dalam menyelesaikan problem umat maupun bangsa dalam menghadapi perkembangan
sains dan teknologi.
Saat ini
bangsa kita sedang menghadapi krisis nasional dalam berbagai dimensi kehidupan seperti ekonomi, politik, hokum dan
sebagainya.. Akibatnya timbul kerusuhan social di mana-mana, semakin menjamurnya
tindakan criminal, unjuk rasa yang disertai dengan tindakan brutalisme dan
sebagainya. Menurut Muhaimin dalam kondisi semacam ini masyarakat berharap
banyak terhadap jasa dan peran agama yang di dalamnya sarat akan dimensi
moralitas dan spiritualitas, baik secara konseptual maupun aktualitasnya,
dan/atau normativitas maupun historisitasnya.
Maka dari itu, pendidikan Agama harus dapat memberikan kontribusi dalam upaya
mengatasi persoalan yang sedang melanda bangsa ini, terutama dalam rangka
mengantisipasi dampak negative yang ditimbulkan perkembangan IPTEK.
Agar
kemajuan dalam bidang teknologi dan sains dapat memberikan banyak manfaat dan
meminimalis mudharat (dampak negatifnya), maka diperlukan integrasi antara sains
dan teknologi dengan agama. Integrasi yang dimaksud adalah integrasi pendidikan agama dengan sains dan
teknologi yang diartikan sebagai upaya untuk menghubungkan
dan memadukan antara pendidikan agama dengan sains dan teknologi, bukan berarti
menyatukan atau bahkan mencampuradukkan ketiga-tiganya, karena ketiga entitas
itu tak mesti hilang atau harus tetap dipertahankan. Integrasi yang diinginkan
adalah integrasi yang konstruktif, hal ini
dapat dimaknai sebagai suatu upaya integrasi yang menghasilkan konstribusi baru
(untuk sains dan/atau agama) yang dapat diperoleh jika keduanya terpisahkan
Bertolak
dari uraian di atas, maka pembahasan tentang integrasi Pendidikan Agama Islam
dengan sains dan teknologi penulis fokuskan pada hal-hal yang berkaitan
dengan definisi Pendidikan Agama Islam, sains dan teknologi, permasalahan-permasalahan yang muncul dan upaya-upaya yang dilakukan dalam
mengintegrasikan Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi.
II. PEMBAHASAN
A.
Definisi
Pendidikan Agama Islam, Sains dan Teknologi
Apabila
kita berbicara pendidikan agama dalam konteks dunia pendidikan di Indonesia,
pengertiannya mencakup dua hal : pertama, lembaga pendidikan Agama atau
Perguruan Agama dan kedua, isi atau program pendidikan.
Perguruan
/ lembaga pendidikan Agama (yang Islam) yang lazim dikenal masyarakat dan
menjadi binaan Departemen Agama meliputi Raudlatul Athfal/Bustanul Athfal,
Madrasah, (terdiri dari tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah Negeri dan
swasta), Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN),
Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah/Sekolah Agama terdiri dari tingkat Awaliyah,
Wustha dan Ulya. Di tingkat Perguruan Tinggi terdapat IAIN dan
Fakultas-fakultas atau Akademi Agama
yang dikelola masyarakat/pihak swasta.
Adapun
pendidikan agama dalam arti isi atau program
adalah merupakan bagian dari Pendidikan Islam, di mana tujuan utamanya
ialah membina dan mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama dan
sekaligus mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga ia mampu mengamalkan syari’at
Islam secara benar sesuai pengetahuan agama.
Dalam sistem pendidikan di negeri kita istilah pendidikan agama Islam dibakukan
menjadi nama mata pelajaran yang berisikan tentang pengajaran Al-Qur'an, Hadits,
Fiqh, Akhlak, dan Sejarah Islam. Dengan demikian Pendidikan Agama Islam (PAI)
yang dimaksud dalam judul makalah ini adalah pendidikan agama yang diberikan pada lembaga-lembaga
formal baik yang yang menyelenggarakan “pengajaran” agama Islam maupun yang
menyelenggarakan “pendidikan” Islam.
Pengajaran agama Islam diselenggarakan di sekolah-sekolah umum dengan
“pendidikan agama Islam” sebagai sebuah bidang studi. Sedangkan pendidikan
Islam diselenggarakan pada sekolah-sekolah atau perguruan agama seperti madrasah mulai tingkat dasar sampai dengan tingkat PerguruanTinggi.
Istilah sains adalah terminologi yang dipinjam dari bahasa
Inggris yakni science
dan sering dikaitkan dengan teknologi serta dikhususkan penggunaannya untuk
ilmu-ilmu alam. Kata sains berasal dari kata science (bahasa Inggris). Sains
sepenuhnya adalah hasil usaha manusia dengan perangkatnya yaitu panca indra dan
akal, maka sains tidak membicarakan sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh
panca indra dan akal. Sains tergolong ke dalam pengetahuan, tapi bukan
sembarang pengetahuan. Sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metoda
sains (scientific methode). Metoda sains adalah proses sebagai berikut :
kumpulan fakta - hipotesa - pengujian hipotesa – teori sains. Jika ditemukan
fakta baru maka perlu dibuat hipotesa baru lalu dilakukan lagi pengujian hipotesa
(baru) lalu diperoleh teori sains baru begitu seterusnya sebagai proses yang
tidak akan pernah berakhir. Maka sains akan terus berubah berbanding
lurus dengan ditemukannya fakta-fakta baru.
Jadi yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan (sains) di sini adalah ilmu sains yang tergolong dalam kumpulan sains terapan yang
dikaitkan dengan teori dan dasar untuk menciptakan sesuatu hasil atau sesuatu
yang dapat memberi manfaat kepada manusia. Jelasnya sains merupakan pemahaman
ilmu tentang fenomena fisik yang digunakan di dalam teknologi dan proses
penciptaan teknologi tersebut dengan menggunakan kaidah yang paling efisien.
Istilah
teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu, karena dorongan
untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Pengertian
teknologi dari segi istilah secara umum ialah penggunaan sains. Perkataan
“tekno” itu sendiri membawa maksud kemahiran teknik atau hasil kerja sementara,
“logi” bermaksud doktrin, teori atau ilmu. Menurut pengertian bahasa ,
teknologi merujuk kepada penggunaan barang ataupun perusahaan yang dihasilkan
melalui ciptaan sains untuk meningkatkan kualiti kehidupan manusia sehari-hari.
Teknologi dapat didefinisikan pula
sebagai, “Cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan
bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau
membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera dan otak manusia”. Dengan
demikian secara sederhana teknologi dapat diartikan ilmu tentang cara
menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan
manusia.
Berkaitan dengan sains dan teknologi, Al-Qur’an memerintahkan
manusia supaya terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya untuk terus
mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan
kepadanya. Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang
berbicara tentang alam materi dan fenomenanya, dan yang memerintahkan manusia
untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini.
Para ahli peneliti kandungan
Al-Qur’an dari aspek ilmu dan teknologi; antara lain Prof. Afzalurrahman dan
Prof Dr. Maurice Bucaille mendapatkan kesimpulan-kesimpulan bahwa kitab suci
Al-qur’an memberi dorongan daya cipta umat manusia dalam berpikir dan
menganalisa serta mengembangkan fenomena semesta alam ciptaan Allah yang
bergerak secara sistematis dan bertujuan itu, menjadi benda-benda atau
alat-alat teknologi yang tepat guna bagi kesejahteraan hidup manusia, sejak
dari ilmu dan teknologi pertanian, irigasi, botani, perkebunan, bio-kimia,
arsitektur, archeology, astronomi, fisika, matematika sampai kepada ilmu dan
teknologi ruang angkasa dan kedokteran. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
hal tersebut di atas dapat kita telaah dalam surat-surat Al-An’am; 99, dan Qaaf
; 9, Abasa : 26-27, Al-baqarah : 266, An-Nahl ; 15 dan sebagainya..
Dalam kasus paradigma epistemologi Islam,
integrasi antara agama dengan sains dan teknologi dalam artian sebagai upaya untuk menghubungkan dan memadukan
antara pendidikan agama dengan sains dan teknologi adalah
sesuatu yang mungkin adanya, karena didasarkan pada gagasan Keesaan (tauhid).
Dalam hal ini, ilmu pengetahuan, studi tentang alam, dianggap terkait dengan
konsep Tauhid (Keesaan Tuhan), seperti juga semua cabang pengetahuan lainnya.
Dalam Islam, alam tidak dilihat sebagai entitas yang terpisah, melainkan
sebagai bagian integral dari pandangan holistik Islam pada Tuhan, kemanusiaan,
dan dunia.
Dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan dan
alam adalah berkesinambungan dengan agama dan Tuhan. Hubungan ini menyiratkan
aspek yang suci untuk mengejar pengetahuan ilmiah oleh umat Islam, karena alam
itu sendiri dilihat dalam Al Qur'an sebagai kumpulan tanda-tanda menunjuk
kepada Tuhan. Secara normatif, sejak awal diwahyukannya, al-Qur’an melalui
surah al-Alaq 1-5, sudah tergambar bahwa
konstruksi pengetahuan dalam Islam dibangun di atas nilai-nilai tauhid. Dari
ayat-ayat yang pertama turun tersebut terlihat bahwa ada perintah untuk
“membaca” yang merupakan proses pencapaian ilmu pengetahuan dengan rambu-rambu
“atas nama Tuhan” sehingga proses pencapaian ilmu pengetahuan semestinya
ekuivalen dengan proses makrifat kepada Tuhan. Disini teknologi dapat dijadikan
sebagai media pembuktian atas keesaan
dan kekuasaan Allah.
B.
Permasalahan
yang muncul dalam mengintegrasikan pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi
Pada
dasarnya integrasi Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi adalah
upaya untuk memadukan antara Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi dalam rangka peningkatan
kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan hasil yang dicapai oleh
peserta didik. Dengan cara ini diharapkan pendidikan agama Islam tidak sekedar
sebagai wahana transfer pengetahuan keagamaan semata, tetapi juga penanaman
nilai-nilai keislamaan yang nantinya mampu diterapkan oleh peserta didik dalam
kehidupan bermasyarakat sebagai seorang
muslim yang mampu berperan dalam menyelesaikan problem umat maupun
bangsa menghadapi perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat dengan
segala dampak yang ditimbulkan.
Dalam
pelaksanaannya integrasi Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi
menemui beberapa permasalahan antara lain;
1.
Kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) Umat Islam
Berbicara
tentang sumber daya manusia, umat Islam seharusnya dapat memberikan konstribusi
yang besar linier sebanding dengan jumlahnya. Akan tetapi, dengan kuantitas
yang besar, ternyata belum sebanding dengan kualitasnya. Masih banyak di antara umat Islam yang “Gaptek
alias Gagap Teknologi”. Demikian halnya di kalangan dunia pendidikan kita,
terutama di tingkat sekolah menengah ke bawah masih banyak guru yang hanya kaya
dalam hal pengetahuan agama, tetapi
miskin dalam pengetahuan umum. Selain
itu masih banyak juga siswa dan guru
yang belum menguasai teknologi terutama dalam penggunaan komputer dan internet.
2.
Keterbatasan
sarana dan prasarana serta sumber bacaan materi keagamaan terutama yang berkaitan
dengan sains, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan agama
yang diklaim sebagai aspek yang penting, seringkali kurang diberi prioritas
dalam urusan fasilitas.
Tidak
semua sekolah atau madrasah mempunyai dana yang cukup untuk pengadaan sarana
dan prasarana yang memadai. Banyak materi pendidikan agama yang membutuhkan
pengkajian dan pembuktian secara ilmiah, namun karena tidak tersedianya tenaga
ahli dan peralatan yang memadai sampai sejauh ini materi-materi itu hanya
disampaikan secara dogmatis. Sebagai contoh tentang diharamkannya daging anjing
dan babi, perbedaan status najis untuk air kencing bayi laki-laki yang dihukumi
najis mukhaffafah, se dangkan air kencing bayi
perempuan dihukumi najis mutawasitah, juga terhadap air liur anjing yang
dikatagorikan najis mughalladzah yang cara pensuciannya harus dibasuh sampai
tujuh kali dan salah satunya harus diserta pasir atau debu, tentunya ada rahasia atau hikmah yang dapat diungkap di balik semua itu.
Selain itu buku sumber rujukan yang digunakan
oleh guru dan siswa masih membahas hal-hal yang berkaitan dengan materi agama
semata belum banyak yang menghubungkan kebenaran ajaran agama dengan kebenaran
sains.
3.
Sistem
dan metode pendidikan yang diterapkan dalam proses kependidikan Islam masih
belum seluruhnya mengintegrasikan sains dan teknologi.
.
Bila dianalisis lebih jeli, selama ini khususnya sistem pendidikan Islam
seakan-akan masih terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrowi.
Ada pemisahan antara keduanya sehingga dari paradigma yang salah itu,
menyebabkan umat Islam belum mau ikut andil dan berpartisipasi banyak dalam
agenda-agenda yang tidak ada hubungannya dengan agama. Sebagai permisalan,
tentang sains sering kali umat Islam fobia dan merasa sains bukan urusan agama.
Jadi ada pemisahan antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains
yang dianggap hanya berorientasi dunia saja.
Pada sistem pendidikan kita yang
telah berjalan terdapat dikotomi antara
sains dan ilmu agama yang telah
melahirkan dua jenis manusia yang ekstrim ; sistem pendidikan agama yang
melahirkan manusia yang hanya berfikir kepada fikih, halal haram dan kurang
memperdulikan kemajuan pembangunan material, sementara sistem lainnya hanya
melahirkan manusia yang pandai membuat kemajuan dan pembangunan material tetapi
makin jauh dari Allah.
Nilai urgensi pengembangan studi
sains dan agama khususnya Islam di banyak Perguruan Tinggi sampai sekarang
masih terasa parsial dan terpotong-potong. Agama dan Islam sebagai paradigma
keilmuan masih ditempatkan sebagai “pelengkap” bahasan-bahasan sains yang
artifisial. Keberadaannya hanya tak lebih dari sekedar penjustifikasi
konsep-konsep sains dan belum menjadi
sebuah paradigma keilmuan yang holistic yang di dalamnya mensyaratkan elaborasi-elaborasi saintifik
sesuai konsep ilmu yang ada.
4. Sejauh ini Pendidikan Agama Islam yang
diberikan kepada peserta didik dianggap belum mampu mengantisipasi dampak-dampak
negatif dari perkembangan sains dan teknologi seperti terjadinya krisis moral
dan krisis social yang kini makin menggejala dalam kehidupan masyarakat..
Kemajuan dalam bidang sains dan teknologi
telah menimbulkan perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan manusia. Hampir
tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan
ini pada kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan
umat manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral dan kemanusiaan. Seharusnya
Pendidikan Agama Islam mampu
berperan sebagai perisai dan filter bagi
peserta didik dalam menangkal
dampak-dampak negatif perkembangan sains dan teknologi pada masa
sekarang ini. Namun kenyataannya pendidikan Agama masih jauh dari yang
diharapkan. Menurut Rasdianah seperti
dikutip oleh Muhaimin ada beberapa kelemahan dari Pendidikan Agama Islam
di sekolah, baik dalam pemahaman materi pendidikan agama Islam maupun dalam
pelaksanaannya, yaitu (1) dalam bidang teologi, ada kecenderungan mengarah pada
fatalistic; (2) bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun dan
belum dipahami sebagai keseluruhan pribadi manusia beragama; (3) bidang ibadah
diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses
pembentukan pribadi; (4) dalam bidang hukum ( fiqih) cenderung dipelajari
sebagai tata aturan yang tidak akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami
dinamika dan jiwa hokum Islam; (5) agama Islam cenderung diajarkan sebagai
norma dan kurang mengembangkan rasionalitas serta kecintaan pada kemajuan ilmu
pengetahuan; (6) orientasi mempelajari al-Qur’an masih cenderung pada kemampuan
membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna.
5.
Belum
seluruhnya Guru Agama Islam memiliki kompetensi menjadi guru agama sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan
profesional keguruan.
Guru sebagai komponen utama
dalam pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan
sains dan teknologi, menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara
akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, moral serta spiritual. Oleh
karena itu, diperlukan seorang guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi personal-religius
dan kompetensi professional religious serta dedikasi yang tinggi dalam
menjalankan tugas profesionalnya . Keberadaan guru, apalagi guru Pendidikan
Agama Islam tidak bisa digantikan oleh sumber-sumber belajar yang lain. Hal ini
karena guru Pendidikan Agama Islam tidak semata-mata berperan dalam kegiatan transfer
of knowledge saja, tetapi juga berperan dalam kegiatan transfer of value.
Namun kenyataannya, masih banyak guru Pendidikan Agama Islam yang belum bisa
menulis ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik dan benar, belum bisa membaca Al-Qur’an yang benar dan baik sesuai dengan
ilmu tajwid, tidak mampu menjawab masalah fiqih sederhana yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat, kurang menguasai sejarah Islam dan seterusnya,
apalagi penguasaan materi lintas ilmu sains.
C.
Upaya-upaya
untuk mengatasi permasalahan dalam mengintegrasikan Pendidikan
Agama Islam dengan sains dan teknologi.
Untuk menjawab beberapa
permasalahan di atas sebagai upaya untuk merealisasikan integrasi pendidikan
Agama Islam dengan Sains dan teknologi sebagaimana yang diharapkan, penulis
mencoba memberikan solusi sebagai berikut :
1.
Kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah.
Bangsa yang maju pastilah bangsa yang
unggul dalam hal penguasaan ilmu. Fakta sejarah ini bersesuaian dengan
pandangan Islam yang mengatakan bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan (Al-Mujadalah
[58]:11. Keunggulan orang yang berpengetahuan dibanding dengan yang tidak
berpengetahuan adalah kemampuannya dalam mengungkap misteri atau
problem-problem yang dihadapi manusia serta kemampuannya memberdayakan alam
lingkungan dan manusia itu sendiri.
Tiga kemampuan manusia yang unggul dan berkualitas adalah (1) manusia yang
sadar iptek, (2) manusia kreatif, dan manusia beretika solidaritas sangat
berperan dalam menghadapi era globalisasi.
Salah satu indikasi manusia yang sadar iptek adalah menguasai sains dan
teknologi. Untuk itu dalam dunia pendidikan hendaknya para guru dan juga para murid menyiapkan diri mereka dalam ketrampilan penggunaan
teknologi khususnya komputer dan kemampuan pencarian informasi sebanyak-banyaknya
tentang keterkaitan antara sains dan ilmu pengetahuan agama melalui internet yang
sudah menjadi kebutuhan tidak terpisahkan di dalam dunia informasi seperti saat
ini. Selain itu SDM yang
berkualitas harus cerdas komprehensif
dan cerdas kompetitif. Menurut Muhaimin SDM
Indonesia yang cerdas komprehensif adalah yang memiliki kecerdasan
spitual, kecerdasan emosional, kecerdasan social, kecerdasan intelektual dan
kecerdasan kinestetis.
Sedangkan SDM yang cerdas kompetitif adalah SDM yang berkepribadian
unggul dan gandrung akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, pantng
menyerah, pembangun dan Pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan, inovatif
dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar mutu, berorientasi global dan
pembelajar sepanjang hayat.
2.
Salah
satu komponen pendidikan adalah sarana dan prasarana yang memadai.
Salah satu komponen terpenting dalam
pencapaian tujuan pendidikan dipengaruhi
oleh tersedianya sarana dan prasarana.yang memadai. Maka
dari itu Pemerintah dalam hal ini bagian
Kemenag yang menangani pendidikan agama di sekolah-sekolah umum maupun madrasah (MAPENDAIS) hendaknya sudah mulai memperhatikan
permasalahan tentang keterbatasan peralatan teknologi dan laboratorium
keagamaan sebagai media pembelajaran ini, terutama untuk madrasah-madrasah
swasta yang mengalami keterbatasan dana sehingga mengalami kesulitan untuk
pengadaan media terutama yang berbasis TI (Teknologi Informasi) dan sumber
pembelajaran yang memadai.
Tak terbantahkan bahwa fungsi
informasi teknologi saat ini dalam pembelajaran PAI sangat besar, namun yang
perlu disadari oleh penggunanya, baik dosen atau mahasiswa, bahwa teknologi
hanya sekedar alat bantu saja, bukan segala-galanya. Artinya, tanpa teknologi
pun proses pembelajaran dapat berhasil, namun memerlukan waktu yang lebih lama.
Penggunaan teknologi bukan tanpa resiko, karena disamping ada sisi positifnya
terdapat juga sisi negatif yang perlu dihindari. Di antaranya, belajar mandiri
dengan menggunakan IT berarti meniadakan interaksi dengan guru yang memiliki
pengaruh besar terhadap kejiwaan siswa, karena guru dapat membimbing,
mengevaluasi, dan meluruskan moral siswa. Oleh karena itu menurut Bakar, masih ada di kalangan ummat
Islam yang masih menolak kehadiran IT dalam proses pembelajaran PAI.
Dengan
demikian IT ibarat dua sisi mata uang, sisi pertama penuh dengan nilai positif,
sisi kedua penuh dengan nilai negatif. Sisi positifnya, dengan IT proses
pembelajaran berkembang lebih cepat, lebih efektif, hasil penelitian lebih
cepat dalam realisasi dan sosialisasinya. Sedangkan sisi negatifnya bahwa,
kebenaran dapat bercampur baur dengan kepalsuan dan kekeliruan. Oleh karena
itu, guru dan murid harus memiliki pemikiran kritis untuk dapat menilai antara
yang asli dengan yang palsu dan antara yang baik dengan dengan yang buruk.
Karena informasi bukan ilmu dan ilmu bukan hikmah.
3. Sistem dan metodologi pendidikan yang tepat
guna dalam proses kependidikan Islam yang kontekstual dengan sains dan
teknologi.
Orientasi dan sistem pendidikan Islam
di perguruan tinggi maupun di madrasah
atau di sekolah-sekolah umum tidak perlu lagi terjadi dikotomis antara sains dengan Islam.
Pendidikan Agama Islam di semua jenjang pendidikan tersebut harus dilakukan
dengan pendekatan yang bersifat holistic,
integralistik dan fungsional.
Dengan pendekatan holistic, Islam harus dipahami secara utuh, tidak
parsial dan partikularistik dengan mengikuti pola iman, ibadah dan akhlaqul
karimah tanpa terpisah satu dengan yang lain sehingga dapat memperkaya
pemikiran dan wacana keislaman dan melahirkan kualitas moral (akhlaq al-karimah)
sebagai tujuan dari pendidikan agama itu sendiri. Dengan pendekatan
integralistik, pendidikan agama tidak boleh terpisah dan dipisahkan dari
pendidikan sains dan teknologi. Sedangkan dengan pendekatan secara
fungsional, pendidikan agama harus menjadi
way of life seseorang dan berguna bagi kemaslahatan umat serta mampu
menjawab tantangan dan perkembangan zaman.
Selanjutnya di sini penulis contohkan tentang UIN Malang dengan
Fakultas Sains dan Teknologi hadir
sebagai jawaban atas problematika keilmuan di atas dalam konteks relasi sains
dan Islam. UIN Malang dicita-citakan sebagai
center of excellent bagi
pengembangan keilmuan dan keislaman, sehingga terbentuk komunitas
ilmiah-religius yang bersendikan Islam. Bukan sekedar pengawal, penjaga dan
pelestari tradisi yang ada. Tidak saja piawai sebagai pemroduk “Guru Agama” dan
“Kyai Tradisional”, melainkan mampu melahirkan “Kyai-kyai professional” di
dalam mengurus pesantren perikanan, pesantren peternakan, pesantren
perindustrian dan sebagainya.
Dari segi metodologi, pendidikan dan pengajaran
agama di semua jenjang pendidikan dalam penggunaan metode pembelajaran harus
berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan agama Islam.
Menurut Bakar, ada dua macam metodologi pengajaran. Pertama metodologi
konseptual. Pendekatan ini terkait dengan pendekatan (approaches) dalam rangka
memahami ajaran Islam. Di dalamnya terdapat pendekatan filosofis, pendekatan
sejarah atau historis, pendekatan sosiologis, dan sebagainya. Kedua pendekatan
teknikal yang terkait dengan isu-isu peralatan pengajaran (technical teaching
tools), seperti penggunaan video, presentasi power point, internet, dan lain
sebagainya.
Pada saat ini, dengan adanya inovasi
pembelajaran metode pembelajaran pun makin beragam dan bervariasi. Namun apapun
metode yang digunakan, essensi dari
pendidikan Agama ini dilakukan dengan memberikan
penekanan pada aspek afektif melalui praktik dan pembiasaan, pengalaman
langsung dan keteladanan perilaku dan amal shalih.
Hakikat
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dimasukkan ke dalam kurikulum adalah agar
generasi muda Indonesia bukan hanya cerdas dan pandai dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi, tetapi juga menjadi manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sehubungan dengan itu, maka : (1Pendidikan
Agama diharapkan mampu membentengi peserta didik dalam mengantisipasi dampak- dampak negatif dari
perkembangan sains dan teknologi terhadap nilai-nilai etika keagamaan Islam dan
nilai-nilai moral. Pendidikan agama
hendaknya tidak sekedar transfer of knowledge semata dengan menyentuh aspek kognitif dan kecerdasan intelektual
(IQ) semata, tapi juga menyentuh kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ) peserta didik. Dengan demikian, Pendidikan
Agama Islam memiliki karakter sebagai
berikut : (1) PAI berusaha untuk menjaga akidah peserta didik agar tetap kokoh
dalam situasi dan kondisi apa pun; (2) PAI berusaha menjaga dan memelihara
ajaran dan nilai-nilai yang tertuang dan terkandung di dalam Al-Qur’an dan
al-Sunnah serta ontensitas keduanya sebagai sumber utama ajaran Islam; (3)PAI
menonjolkan kesatuan iman, ilmu, dan amal dalam kehidupan keseharian; (4) PAI
berusaha membentuk dan mengembangkan kesalehan individu dan sekaligus kesalehan
sosial; (5) PAI menjadi landasan moral dan etika dalam pengembangan ipteks…
4.
Guru
agama sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional keguruan harus
memiliki kompetensi yang mencerminkan guru yang professional pula.
Pembelajaran PAI merupakan sebuah
sistem yang di dalamnya terdapat berbagai komponen yang saling terkait dan
memiliki fungsi masing-masing. Salah satu komponen terpenting yang sangat
menentukan keberhasilan pembelajaran PAI adalah komponen sumber daya manusia,
yaitu guru/dosen.
Menurut Muhammad Surya seperti yang dikutip
Ramayulis kompetensi guru agama sekurang-kurangnya ada empat, yaitu: menguasai
substansi materi pelajaran, menguasai metodologi mengajar, menguasai teknik
evaluasi dengan baik, memahamai, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral
dan kode etik profesi.
Pemerintah dalam kebijakan pendidikan nasional telah merumuskan kompetensi guru
ada empat, hal tersebut tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial.
Dengan demikian seorang guru Pendidikan Agama
Islam dituntut untuk dapat melaksanakan peranan bukan hanya sekedar
melaksanakan proses transformasi ilmu, tetapi juga harus dapat melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik, artinya guru juga harus dapat membentuk sikap dan
perilaku peserta didiknya sebagai cerminan dari sikap dan perilaku yang sesuai
dengan ajaran agama Islam. Selain itu
untuk memperoleh hasil yang optimal guru dituntut tidak hanya mengandalkan
terhadap apa yang ada di dalam kelas (apalagi hanya membaca buku ajar), tetapi
harus mampu dan mau menelusuri serta mendayagunakan berbagai sumber
pembelajaran yang diperlukan seperti majalah, surat kabar, dan internet. Hal
ini penting agar apa yang dipelajari sesuai dengan kondisi dan perkembangan
masyarakat, sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pola pikir peserta didik .
Penguasaan
bahan ajar yang berkaitan dengan materi pokoknya dari ilmu-ilmu lain seringkali
sangat dibutuhkan dalam memberikan penjelasannya. Hal ini menjadi sebuah
kebutuhan di masa sekarang, di mana arus informasi begitu cepat untuk diketahui
siswa. Dengan mengintegrasikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan
ilmu lain akan menjadikan proses pembelajaran lebih bermakna dan semakin mudah dipahami
siswa, tidak sekedar mata pelajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi kalau
ditinjau lebih ke dalam, pemahaman tentang Islam sendiri juga beragam, sehingga
tidak heran jika dalam memahami Al-Qur’an dan
Hadis sebagai sumber pokok dalam Islam banyak sekali pendapat yang berbeda,
bahkan tidak sedikit yang bertolak belakang. Terhadap bahan dari ilmu lain yang
ada hubungannya dengan materi pelajaran PAI, guru tidak harus tahu secara
mendetail. Cukuplah gambaran umum sebagai penunjang untuk memahami materi
pokoknya. Berikut beberapa contohnya :
Ø Dalam
materi kelas 9 tentang Iman Kepada Hari Kiamat. Dalam praktiknya agar
pembelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami, guru sedikit banyak tahu tetang
ilmu astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika, vulkanologi, demografi dan lain-lain.
Guru seharusnya juga tahu tentang gejala atau fenomena-fenomena alam yang menjadi pemberitaan media massa,
baik tingkat lokal, regional maupun global.
Ø
Materi tentang Iman Qadha dan Qadar. Agar
pembelajaran bermakna maka dalam menyampaikan contoh konkrit tidak cukup
sebatas mati, rizki, jodoh. Setidaknya guru juga tahu banyak contoh lain, yang
jika ditinjau dari ilmu lain akan lebih memudahkan dalam pemahaman dan
penerapannya, serta dapat meningkatkan keimanan siswa. Mulai dari ilmu bumi,
kedokteran, sosial dan budaya, geografi, dan lain-lain.
Ø
Pemahaman tentang mati suri. Pada acara Kick
Andy yang disiarkan salah satu stasiun televisi, pernah menayangkan orang yang
mati suri secara langsung. Orang yang mati suri melibatkan warga Muslim, dan
agama yang lain. Akibat dari tayangan itu, muncul kegundahan dalam diri siswa
dalam memahami konsep kematian. Karena dari empat orang yang “diuji coba” mati
suri dengan latar belakang agama yang berbeda, ternyata pengalamannya
berbeda-beda. Untuk menjelaskan hal tersebut, setidaknya guru perlu tahu
sedikit ilmu kedokteran, anatomi, dan psikologi. Pada akhirnya muara dari
penjelasan mati suri masuk ke dalam materi Qadha Qadar dan Kiamat Sughra.
Tentunya dengan penjelasan yang mengglobal tersebut lebih memudahkan pemahaman
siswa tentang ajaran Islam dari hasil tayangan di televisi.
Selain itu dengan pemanfaatan teknologi materi
pendidikan agama dapat juga disampaikan dengan cara berikut ini :
§ materi syariah, maka dapat divisualkan
perkembangan institusi-isntitusi berdasarkan syariah sepanjang sejarah.
§ materi ibadah dapat divisualkan cara-cara wudlu
dan shalat yang benar, tuntunan
palaksanaan rangkaian ibadah haji, dan
sebagainya.
§ materi muamalah dapat divisualkan proses
transaksi bank-bank Islam, transaksi jual beli dan sebagainya.
§ materi aqidah dapat dapat divisualisasikan contoh-contoh-contoh ciptaan Allah atau
peristiwa-peristiwa yang menakjubkan
sebagai bukti kekuasaan Allah dan sifat-sifatnya yang terkandung dalam Asma al-Husna.
§ sejarah peradaban Islam dapat ditayangkan film
tentang perjuangan nabi (selain nabi boleh divisualkan) seperti perang badar
dan perang uhud. Film tentang penyebaran Islam di Nusantara (wali songo) yang
menyebarkan Islam melalui bisnis dan perdagangan, film tentang tokoh saintis
muslim seperti Ibnu Sina, al-Ghazali, dan sebagainya.
§ bidang seni dapat divisualkan tentang keindahan
seni kaligrafi, seni nasyid, seni sastra, dan sebagainya.
Oleh karena itu perlunya guru PAI membekali dirinya dengan
ketrampilan pemanfaatan teknologi dan senantiasa mengembangkan wawasan keilmuan
yang berhubungan langsung dengan materi pelajaran, dan hal-hal lainnya yang
berkaitan agar dapat membantu pemahaman
siswa. Selain itu Guru Agama juga harus memiliki kompetensi profesional dalam hal penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam terkait dengan mata pelajaran lainnya (sains) dan mengerti tujuan
proses pembelajaran terhadap materi yang diajarkan dan hasil yang akan didapat,
serta melengkapi dengan
kompetensi-kompetensi lainnya sebagaimana telah diuraikan di muka.
III PENUTUP
Penggunaan informasi dan teknologi (IT) sangat
dibutuhkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, baik dilihat secara
filosofis maupun praktis. Informasi dan teknologi adalah alat bantu yang
berfungsi mempermudah kebehasilan tujuan pembelajaran PAI. IT memiliki nilai
positif dan negatif. Oleh karena itu, guru dan siswa harus memiliki daya kritis
dalam menggunakan kecanggihan IT untuk hal-hal yang positif dan menghindari
penggunaan IT untuk hal-hal yang berdampak negative. Teknologi miliki peran
yang sangat besar, yaitu mampu meningkatkan kualitas pembelajaran PAI,
memudahkan riset, membantu guru dan dosen dalam menjelaskan konsep dan ide
dengan cara yang lebih mudah. IT juga mampu menyajikan pembelajaran lebih
menarik.
IT merupakan fasilitas yang wajib disediakan oleh pihak sekolah atau
universitas, karena guru dan dosen berhak mendapatkan fasilitas IT, baik dari
segi pelatihan dan penyediaan sarananya.
Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang
cerdas komprehensif dan cerdas kompetitif serta menguasai sains dan teknologi
merupakan salah satu kunci sukses dalam menghadapi globalisasi. Guru dan murid
yang trampil dalam menggunakan komputer dan mengakses informasi dari internet
memudahkan dalam integrasi Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi.
Dalam kaitannya dengan integrasi pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi, dibutuhkan
sistem pendidikan yang kurikulumnya
memadukan antara sains dengan pendidikan agama. Karena dalam Islam tidak pernah
mendikotomikan (memisahkan dengan tanpa saling terkait) antara ilmu-ilmu
agama dan umum. Pendidikan Agama Islam yang terdiri atas Al-Qur’an-Hadis, Akidah
Akhlaq, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan
Islam menjadi motivator, pembimbing dan
dinamisator bagi pengembangan kualitas IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional
Quotient), CQ (Creativity Quotient), dan EQ Spiritual Quotient). PAI merupakan
inti, sehingga bahan-bahan kajian yang termuat dalam sains dan pelajaran umum lainnya di samping
harus mengembangkan kualitas IQ, EQ, CQ, dan SQ, juga harus dijiwai oleh ajaran
dan nilai-nilai Islam (PAI).
Pengembangan
semua bahan kajian atau mata pelajaran tersebut harus didukung oleh guru
dan tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi pedagogis religious, personal
religious, social religious dan professional religious, yang juga mengembangkan
kualitas IQ, EQ, CQ dan SQ serta didukung oleh media dan sumber belajar
dan/fasilitas serta dana yang memadai. Sebagai konsekuensinya, guru PAI dan
guru-guru mata pelajaran lainnya harus saling berinteraksi secara kompak dan
melakukan interkoneksi mulai dari pengembangan perencanaan, pelaksanaan, hingga
evaluasi pembelajaran.
Selain itu guru PAI membekali dirinya dengan
ketrampilan pemanfaatan teknologi dan senantiasa mengembangkan wawasan keilmuan
yang berhubungan langsung dengan materi pelajaran, dan hal-hal lainnya yang
berkaitan agar dapat membantu pemahaman
siswa. Selain itu Guru Agama juga harus memiliki kompetensi guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut guru untuk memiliki kompetensi pedagogis, personal, profesional, dan sosial.
Sistem belajar mengajar inovatif dan kreatif
perlu digalakkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam pada khususnya dan dalam
kegiatan belajar mengajar agama di sekolah-sekolah umum pada semua jenjang.
Sistem belajar mengajar yang taklidi (dogmatis) dalam Pendidikan Agama Islam
harus segera ditinggalkan. Guru Agama atau Dosen perlu menjalin hubungan akrab
dengan para ilmuan muslim dalam sains dan teknologi khususnya, untuk bertukar
pikiran masalah-masalah keagamaan terkait kedua bidang tersebut atau studi
banding ke tempat-tempat perindustrian besar seperti pembuatan alat-alat
transportasi dan komunikasi, tempat peternakan,
pengawetan makanan dan minuman dan lain sebagainya. Dengan melihat fakta
langsung di lapangan, para guru dan dosen agama mampu menjelaskan tentang sains
dan teknologi juga bidang-bidang lainnya yang terkait dengan materi agama yang
diajarkan.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "INTEGRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN SAINS DAN TEKNOLOGI"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*