BIBLIOGRAPHY
Beranda » Arsip untuk September 2013
Senin, 23 September 2013
Contoh tesis kuantitatif bab VI
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Oleh:
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
Sumber foto: Koleksi Pribadi Agus Pugoh Santoso
Link terkait halaman ini:
Contoh BAB VI Tesis Kuantitatif
Dalam
bab ini akan disajikan tentang kesimpulan dari penelitian ini dan beberapa
saran dari penulis.
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sikap
siswa SMPN 1 plosoklaten kepada gurunya memiliki katagori 19 % tergolong sangat
rendah; 35,97 % tergolong rendah; 34,89 % tergolong sedang; 20,14 % tergolong
tinggi dan 2,16 % tergolong sangat tinggi. Melihat prosentase frekuensi
tertinggi sebesar 35,97% ini berarti sikap siswa kepada guru tergolong rendah.
2. Aktivitas
belajar siswa SMPN 1 Plosoklaten memiliki katagori 8,99 % tergolong sangat
rendah; 23,38 % tergolong rendah; 41,73 % tergolong sedang; 24,46 % tergolong
tinggi dan 1,44 % tergolong sangat tinggi. Melihat bahwa prosentase frekuensi
tertinggi sebesar 41,73% ini menandakan aktivitas belajar siswa tergolong
rendah.
3. Sikap
siswa SMPN 1 Plsosklaten kepada guru bekorelasi positif dengan aktivitas
belajarnya.
4. Besarnya
korelasi antara variabel sikap (X) dengan variabel aktivitas (Y) adalah sebesar
0,345. Angka ini menunjukkan adanya korelasi yang rendah. Tetapi adanya korelasi
yang positif, menunjukkan adanya arah yang sama dalam hubungan antar variabel.
Ini menandakan jika nilai variabel X mengalami peningkatan maka akan diikuti
dengan naiknya nilai variabel Y.
Sedangkan besar kecilnya konstribusi (sumbangan)
variabel X terhadap Y atau koefisien determinan = r2 x 100 % atau
0,119025 x 100 % = 11,9 % sedangkan sisanya 88,1% ditentukan oleh variabel
lain.
Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa jika sikap siswa kepada gurunya semakin baik, maka
aktivitas siswa akan semakin baik pula. Karena siswa akan lebih aktif dalam kegiatan
proses belajarnya dan ini diharapkan akan semakin meningkatkan prestasi
belajarnya.
B.
Saran
Dari
kesimpulan di atas, untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa perlu adanya peningkatan
sikap siswa kepada guru, maka untuk itu disarankan sebagai berikut:
1. Pimpinan
sekolah senantasa membina para guru untuk senantiasa berperilaku yang patut dan
pantas untuk dijadikan tauladan bagi anak didik sehingga anak didik memiliki
kesan positif terhadap guru.
2. Pimpinan
sekolah hendaknya berupaya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan
kondusif agar interaksi guru dan siswa bisa berjalan dengan baik.
3. Guru
hendaknya senantiasa berusaha untuk menciptakan interaksi yang baik dengan
siswa agar siswa memiliki sikap positif terhadapnya sehingga siswa dapat
mengikuti proses belajarnya dengan nyaman dan menyenangkan.
4. Orang
tua disarankan untuk bersikap bijak dan tegas dalam mendidik anak-anaknya
mengingat sebagian besar proses belajar anak adalah di rumah.
5. Bagi
peneliti selanjutnya, diharapkan mengkaji masalah ini dengan jangkauan yang
lebih luas demi perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia penelitian.
Baca tulisan menarik lainnya:
Contoh tesis Kuantitatif bab v
BAB
V
PEMBAHASAN
Oleh:
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
Sumber foto: Koleksi Pribadi Agus Pugoh Santoso
Link terkait halaman ini:
Contoh Bab V Tesis Kuantitatif
Dalam bab ini akan
diuraikan tentang pembahasan dari hasil penelitian. Berdasarkan hasil pengujian
yang telah diuraikan pada bab IV, maka terbukti bahwa sikap siswa kepada guru
berhubungan dengan aktivitas belajarnya. Hubungan tersebut memiliki korelasi positif dengan katagori
rendah.
Berdasarkan dari data
yang diperoleh, nilai sikap siswa kepada gurunya memiliki katagori 19 %
tergolong sangat rendah; 35,97 % tergolong rendah; 34,89 % tergolong sedang;
20,14 % tergolong tinggi dan 2,16 % tergolong sangat tinggi. Jadi nilai sikap
siswa SMPN 1 Plosoklaten kepada gurunya tergolong rendah karena disebabkan
penyebaran data tentang sikap tergolong rendah.
Rendahnya sikap siswa
dimungkinkan karena interaksi siswa dengan guru kurang begitu baik. Guru kurang
bisa mengambil hati siswa dengan menimbulkan kesan yang positif kepada siswa
sehingga siswa jadi protektif dan menjadi selektif dalam berinteraksi. Karena
seperti yang telah diungkapkan Alex Sobur bahwa pada dasarnya
pembentukan sikap tidak terjadi dengan sembarangan. Pembentukannya senantiasa
berlangsung dalam interaksinya dengan manusia atau objek tertentu. Interaksi
sosial di dalam maupun di luar kelompok bisa mengubah sikap atau membentuk
sikap yang baru, selain itu faktor intern di dalam diri manusia itu, yaitu
selektivitasnya sendiri, daya pilihannya sendiri atau minat perhatiannya untuk
menerima atau menolak berbagai pengaruh yang datang dari luar.[1]
Jika melihat
sikap dari aspek kognitip yang berupa kesan dan penafsiran siswa terhadap
seorang guru, kesan dan penafsiran siswa ini menjadi faktor penentu di dalam
proses berinteraksi. Karena kesan yang muncul dibenak siswa terhadap seorang
guru akan memunculkan penafsiran siswa mengenai guru tersebut baik secara
positif atau negatif. Ketika muncul kesan dan penafsiran yang positif maka
siswa akan merasa senang terhadap guru yang mengajarnya, sehingga ia akan
memperhatikan dengan seksama segala pelajaran yang diberikannya. Dan begitupun
sebaliknya, jika muncul kesan dan penafsiran yang negatif maka siswa akan
merasa tidak senang terhadap guru yang mengajarnya, dan itu menyebabkan materi
pelajaran yang diajarkannya tidak lagi mengasikkan dan menarik. Sehingga
siswapun cenderung untuk tidak memperhatikan.
Hal ini telah
diungkapkan oleh Rosenberg dalam teori konsistensi kognitif afektif tentang
perubahan sikap yang mengatakan bahwa hubungan antara komponen kognitif dan
afektif dalam pembentukan sikap akan selalu berjalan konsisten. Sikap tidak
hanya mencakup pengetahuan tentang objek saja, tetapi juga kepercayaan antara
objek dengan nilai yang ada dalam diri subjek. Penilaian yang muncul dalam diri
seseorang akan menimbulkan sikap positip atau negatif terhadap objek sikap
sehingga akan berpengaruh terhadap prilakunya dalam menghadapi objek [2]
Ini berarti, rendahnya
sikap siswa SMPN 1 Plosoklaten kepada guru, ini dimungkinkan karena kurang
baiknya interaksi antara siswa dengan guru atau karena siswa sendiri memiliki
selektivitas dalam memilih guru sehingga mempengaruhi minat perhatianya terhadap
guru tersebut.
Kemudian dari data juga
diperoleh bahwa nilai aktivitas belajar siswa memiliki katagori 8,99 %
tergolong sangat rendah; 23,38 % tergolong rendah; 41,73 % tergolong sedang;
24,46 % tergolong tinggi dan 1,44 % tergolong sangat tinggi. ini berarti karena
penyebaran nilai aktivitas belajar adalah sedang, maka aktivitas belajar siswa
SMPN 1 Plosoklaten tergolong rendah.
Rendahnya aktivitas siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sikap saja,
tetapi masih banyak faktor-faktor lain yang ikut berperan
didalamnya. Seperti yang
dikemukan oleh EP Hutabaret, bahwa faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar
meliputi faktor kecerdasan, faktor belajar, faktor sikap, faktor fisik, faktor
emosi dan sosial, faktor dosen dan faktor lingkungan[3]. Jadi sikap hanyalah salah satu faktor
yang mempengaruhi dan bukan sebagai faktor penentu. Sedangkan menurut Muhibbin
aktivitas belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari
dalam meliputi keadaan jasmani, kecerdasan, sikap, minat, bakat dan motivasi. Dan
faktor dari luar bisa dari guru dan staff, keluarga, masyarakat, teman dan
lingkungan non sosial[4].
Ini berarti, melihat reandahnya nilai aktivitas belajar tersebut, dimungkinkan
karena kurangnya motivasi dan minat siswa dalam belajar, atau karena adanya
faktor lain baik dari dalam atau dari luar yang lebih perpengaruh terhadap
dirinya.
Kemudian untuk
mengetahui hubungan antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajarnya
digunakanlah rumus Korelasi Product Moment. dengan menggunakan rumus ini didapat
hasil bahwa hubungan antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajarnya
memiliki nilai koefisien sebesar 0,345 dalam taraf signifikansi 5%. Ini berarti
bahwa antara sikap siswa kepada guru dan aktivitas belajar siswa memiliki korelasi
tapi tergolong dalam kategori rendah. Rendahnya korelasi ini disebabkan karena
nilai variabel bebas yaitu variabel sikap itu adalah rendah. Karena variabel
sikap itu bernilai rendah, maka menyebabkan korelasi antara sikap siswa kepada
guru dengan aktivitas belajarnya itu juga rendah.
Kemudian dengan melihat
angka probabilitas dari hasil penghitungan sebesar 0,000 yang berarti lebih
kecil dari 0,005, berarti bahwa ada korelasi yang signifikan antara sikap siswa
kepada guru dengan aktivitas belajar siswa di SMPN 1 Plosoklaten.
Sejalan dengan
penelitian ini, Mufidatul Munawaroh, mahasiswa fakultas psikologi Universitas
Islam Negeri (UIN) Malang 2007, melakukan penelitian dalam skripsinya yang
berjudul hubungan antara sikap siswa terhadap
fullday school dengan motivasi
belajar siswa MTs Surya Buana Malang, dengan tujuan untuk mengetahui
hubungan antara sikap siswa terhadap fullday school dengan motivasi belajar
siswa MTs Surya Buana Malang. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan adanya
hubungan positif yang signifikan ( hitung r
= 0,410> table r =
0,213) antara sikap siswa terhadap
fullday school dengan motivasi belajar siswa MTs Surya Buana dengan
proporsi ralat sebesar 0,000 dengan korelasi sebesar 0,410 pada taraf
signifikan 5%.
Dengan demikian penelitian
yang telah dilakukan Mufidatul Munawaroh memperkuat penelitian ini, yang berarti
bahwa antara sikap siswa kepada guru dengan aktivitas belajar siswa terdapat hubungan
yang signifikan, searah dan dalam katagori yang rendah. Ini menunjukkan bahwa
sikap siswa kepada guru sedikit mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Tetapi
jika sikap siswa ini ditingkatkan maka aktivitas belajar siswapun juga bisa
meningkat.
Baca tulisan menarik lainnya:
Udin, Paijah, dan Bento
PERINGATAN!: puisi ini hanya
untuk kalian yang sudah berumu 20 Tahun ke atas. Selain itu juga tidak
diperkenankan untuk dibaca bagi anda yang tidak suka kebebasan dalam menulis
puisi. Dalam puisi ini mengandung kata-kata yang tidak pantas diucapkan di depan
anak di bawah umur 18 tahun.
Udin,
Paijah, dan Bento
Oleh: Sang Banjir Embun
Si Bento tertawa hitam
Paijah pun terpekik kurus
Sedang Udin si bangka Keranjang
Mereka tersatu dalam kubangan
Udin pun mendekte Paijah dan Bento
Namun Bento sicerdik picik
Dan Paijah si penjilat pantat
Itulah si bangsat yang terbangsat
3 ekor pembangsat tatanan
Paijah yang bermuka dua
Bento yang licik dan porno
Udin menjadi Kyai pembangkang Agama
3 Gerombol Penjahat Kehidupan
Pensiksa batin manusia
Udin, Paijah, dan Bentolah bangsatnya
Pecundang kehidupan yang beringas
Menata-nata untuk membuang
Menyusun-susun untuk melempar
Dan akhirnya kalianlah yang terbuang
Baca tulisan menarik lainnya:
Contoh BAB III Tesis Kuantitatif
METODE PENELITIAN
Oleh:
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
Baca tulisan menarik lainnya:
Kamis, 12 September 2013
Hubungan Antara Sikap Siswa Dengan Aktivitas Belajar
Hubungan
Antara Sikap Siswa Dengan Aktivitas Belajar
Oleh:
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
Sumber foto: Koleksi Pribadi Agus Pugoh Santoso
Pada
bagian ini akan diuraikan tentang hubungan antara sikap siswa kepada guru
dengan aktivitas belajarnya. Dengan kata lain, uraian ini mengarah kepada
bagaimana sikap individu memiliki hubungan dengan peningkatan aktivitas belajarnya.
Hal ini sangat penting mengingat dalam kaitannya dengan interaksi sosial dengan
seorang guru, baik di dalam atau di luar sekolah, segala perilaku siswa bermula
dari sikapnya. Dan dengan sikap yang benar, siswa akan bisa lebih aktif dalam
merespon objek sehingga bisa menampilkan prilaku yang sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada guna mencapai tujuan yang diinginkannya.
Adanya
hubungan antara sikap siswa kepada guru dan aktivitas belajarnya di dasarkan
pada teori konsistensi kognitif afektif
yang dikemukakan oleh Rosenberg tentang perubahan sikap. Teori ini mengatakan
bahwa hubungan antara komponen kognitif dan afektif dalam pembentukan sikap
akan selalu berjalan konsisten. Sikap tidak hanya mencakup pengetahuan tentang
objek saja, tetapi juga kepercayaan antara objek dengan nilai yang ada dalam
diri subjek. Penilaian yang muncul dalam diri seseorang akan menimbulkan sikap
positip atau negatif terhadap objek sikap sehingga akan berpengaruh terhadap
prilakunya dalam menghadapi objek.[1]
Menurut
pandangan Green Wald, Petty, Ostrom dan Brock yang mengemukakan tentang teori
respon kognitif (cognitive response
theory) bahwa seseorang memberikan
respon terhadap suatu komunikasi dengan beberapa pikiran posistif atau negatif
(atau respon kognitif) atas dasar adanya pertimbangan untung dan rugi jika
seseorang mengambil sikap tersebut.[2]
Dengan
demikian berdasarkan teori ini, sikap memiliki peranan yang penting di dalam
proses interaksi sosial. Karena sikap merupakan landasan awal bagi individu
untuk memulai suatu interaksi. Bagaimana individu tersebut akan berperilaku
terhadap objek maka akan ditentukan oleh sikap awalnya terhadap objek. Begitupun
dalam proses belajar mengajar. Ketika siswa berinteraksi dengan bapak atau ibu
guru, maka siswa akan menampilkan perilaku sesuai dengan sikap yang sudah
diambilnya. Apakah ia cenderung untuk berperilaku baik karena dipikir ada
keuntungannya atau malah sebaliknya, karena dipandang merugikan dirinya, itu
bergantung dari bagaimana siswa memandang sosok seorang guru.
Dari
pandangan siswa inilah yang pada akhirnya akan menimbulkan pengaruh terhadap aktivitas
belajarnya. Karena bagi siswa yang senang terhadap guru yang mengajarnya, maka
ia akan memperhatikan dengan seksama segala pelajaran yang diberikannya. Dan
begitupun sebaliknya, bagi siswa yang sudah merasa tidak senang terhadap guru
yang mengajarnya, maka materi pelajaran yang diajarkannya tidak lagi
mengasikkan dan menarik, sehingga siswapun cenderung untuk tidak memperhatikan.
Oleh karena itu sikap siswa terhadap guru akan sangat berpengaruh terhadap
proses belajarnya.
Selanjutnya
jika dikaitkan dengan kebutuhan untuk berprestasi, menurut David McClelland
dalam teorinya needs for achievement (kebutuhan
untuk berprestasi), ia mengemukakan bahwa untuk membuat sebuah pekerjaan bisa
berhasil, yang paling penting adalah sikapnya terhadap pekerjaan tersebut.[3]
Hal ini menandakan bahwa sikap siswa terhadap penting tidaknya arti belajar
bagi dirinya akan berpengaruh terhadap proses belajarnya. Dengan kata lain,
bagi siswa yang memandang bahwa belajar itu adalah suatu yang penting, maka ia
akan lebih giat dan aktif dalam menjalaninya dan bagi siswa yang merasa belajar
tidaklah penting, maka ia akan cenderung untuk bersikap pasif bahkan ia akan
malas dalam mengikuti segala aktivitas belajarnya. Oleh karena itu sikap siswa
terhadap arti belajar sangat berpengaruh terhadap aktivitas belajarnya.
Dari teori-teori
yang dikemukan di atas, maka nampaklah bahwa antara sikap siswa dan aktivitas
belajarnya memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dengan
memunculkan sikap yang positif dalam diri siswa, maka aktivitas siswa dalam kegiatan
belajarnya akan semakin meningkat.
Baca tulisan menarik lainnya:
Indikator Penilaian Aktivitas Belajar
Lihat
juga profil lengkap buku ke-2 A. Rifqi Amin berjudul "Pengembangan Pendidikan
Agama Islam: Reinterpretasi Berbasis Interdisipliner"
Baca tulisan menarik lainnya:
Macam – macam Aktivitas Belajar
Terima
kasih, blog Banjir Embun telah dipercaya untuk digunakan sebagai referensi
karya tulis oleh beberapa akademisi dan calon ilmuwan muda. Berikut puluhan BUKTI blog Banjir Embun mendapat kepercayaan masyarakat ilmiah (ilmuwan):
Baca tulisan menarik lainnya:
Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar
Lihat juga profil lengkap buku ke-2 A. Rifqi Amin berjudul "Pengembangan Pendidikan Agama Islam: Reinterpretasi Berbasis Interdisipliner"
Baca tulisan menarik lainnya:
Pengertian Aktivitas Belajar
Pengertian Aktivitas Belajar
Oleh:
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa
(Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pascasarjana (S2) STAIN Kediri Tahun 2013)
Sumber foto: Koleksi Pribadi Agus Pugoh Santoso
Aktivitas merupakan kegiatan untuk melakukan sesuatu
yang telah direncanakan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya. Dalam
kaitannya dengan belajar, serta urgensinya, digambarkan oleh Sardiman di dalam
bukunya interaksi dan motivasi belajar
mengajar sebagai berikut: “mengapa di dalam belajar memerlukan aktivitas
sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah
laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.
Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip di dalam interaksi belajar
mengajar.[1]
Sejalan dengan pengertian di atas, Baharuddin
memberikan pengertian, bahwa belajar merupakan aktivitas yang dilakukan
seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan
atau pengalaman-pengalaman yang dapat membawa perubahan bagi si pelaku baik
perubahan pengetahuan, sikap maupun ketrampilan.[2]
Keuntungan dari penggunaan prinsip aktivitas adalah
siswa bisa mencari pengalaman sendiri dan mengalami sendiri, berbuat sendiri
akan mampu mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral, bisa
memupuk kerja sama yang harmonis dikalangan siswa, siswa bisa bekerja sesuai
dengan minat dan kemampuannya sendiri, memupuk disiplin kelas secara wajar dan
suasana belajar menjadi demokratis.[3]
Pengertian belajar menurut Sardiman dapat ditinjau
dari dua segi, yaitu dari pengertian luas dan sempit sebagaimana dikatakan
bahwa dalam pengertian luas, belajar dapar diartikan sebagai kegiatan psiko
fisik menuju ke perkembangan pribadi yang seutuhnya. Kemudian dalam arti
sempit, belajar diartikan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang
merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian utuh.[4]
Sedangkan Nana Sudjana mendefinisikan belajar sebagai
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai proses hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan,
kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lainnya yang ada pada diri individu
yang sedang belajar.[5]
Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang mempunyai
elemen-elemen:
a. Merupakan
perubahan dalam tingkah laku menuju lebih baik
b. Perubahan
itu terjadi karena latihan atau pengalaman (bukan kematangan atau kebetulan)
c. Perubahan
itu relatif menetap
d. Perubahan
itu menyangkut berbagai asepek kepribadian, baik fisik maupun psikis
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar tidak
dapat dipisahkan dengan aktivitas sebab belajar itu sendiri merupakan
aktivitas.
[1] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2001), 93.
[2] Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: Arruzz, 2010)
162
[3] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 175
[4] Sardiman, Interaksi, 20 – 21
[5] Nana Sudjana, Cara Belaja Siswa Aktif dalam Proses Belajar
Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 5