Materi Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi Umum Oleh: A. Rifqi Amin
C. Sistem Pembelajaran PAI di Perguruan
Tinggi Umum
1. Materi Pembelajaran PAI di Perguruan
Tinggi Umum
Kurikulum
PAI di PTU adalah kelanjutan
dari kurikulum PAI pada
jenjang pendidikan
sebelumnya. Lebih lanjut kurikulum PAI baiknya dikembangakan berdasarkan
masukan dari koordinasi dan saling tukar informasi antar dosen PAI di beberapa perguruan tinggi.[1] Sedangkan
subtansi kajian pada mata kuliah Pendidikan Agama yang harus diajarkan oleh
dosen dan hendaknya dikuasai oleh mahasiswa setidak-tidaknya harus memuat
hal-hal sebagai berikut ini:
a.
Tuhan Yang Maha Esan dan Ketuhanan
-
Keimanan dan ketaqwaan
-
Filsafat ketuhanan (Teologi)
b.
Manusia
-
Hakikat manusia
-
Martabat manusia
-
Tanggungjawab manusia
c.
Hukum
-
Menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum Tuhan
-
Fungsi profetik agama dalam hokum
d.
Moral
-
Agama sebagai sumber moral
-
Akhlak mulia dalam kehidupan
e.
Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni
-
Iman, ipteks, dan amal sebagai kesatuan
-
Kewajiban menuntut dan mengamalkan ilmu
-
Tanggungjawab ilmuwan dan seniman
f.
Kerukunan antar umat beragama
-
Agama merupakan rahmat Tuhan bagi semua
-
Kebersamaan dalam pluralitas beragama
g.
Masyarakat
-
Masyarakat beradab dan sejahtera
-
Peran umat beragama dalam mewujudkan masyarakat
beradab dan sejahtera
-
Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi
h.
Budaya
-
Budaya akademik
-
Etos kerja, sikap terbuka, dan adil
i.
Politik
-
Kontribusi agama dalam kehidupan berpolitik
-
Peranan agama dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa[2]
Dari
penjelasan di atas maka pada proses internaliasasi nilai-nilai agama
yang bersifat universal pada mata kuliah PAI di PTU harus ada daya dukung terhadap kerukunan umat
beragama. Dengan demikian pada
wilayah pengimplementasian pembelajaran
digunakan pendekatan multikultural,
sedang materi atau
kurikulumnya diubahsesuaikan dengan kearifan lokal yang cocok dengan masing-masing
daerah di seluruh Indonesia. Oleh karena itu PAI sejatinya
selain dapat menjadi pemberi kepuasan batin dan sosial bagi pemeluknya juga
dalam konteks kemajemukan masyarakat mampu tampil sebagai penyejuk di tengah komunitas yang prular. Dengan kata lain agama berfungsi
sebagai perekat persaudaraan dan kerukunan di antara umat beragama.[3] Selain itu pengembangan
materi pembelajaran PAI di PTU harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang
berlaku secara universal maupun sempit, diantaranya adalah landasan agama,
landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan historis. Lebih spesifik tujuan
khusus mata kuliah PAI di PTU adalah untuk pembentukan manusia taqwa yang patuh
pada Allah SWT dalam pengimplementasian ibadah dengan titik tekan pada
pembinaan kepribadian muslim, yakni pembinaan akhlakul karimah serta mampu dalam pengaplikasian nilai-nilai
ajaran Islam dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[4]
Hal ini
sesuai dengan struktur
kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia yang telah menjadi
pemberi fasilitas mahasiswa dalam pemilihan bidang ilmu yang sesuai
dengan minat dan
kemampuannya. Artinya kemampuan
mahasiswa termanifestasi ke dalam sejumlah program studi yang ditetapkan
dan disediakan oleh perguruan tinggi sesuai dengan kurikulum nasional. Selain
itu kurikulum nasional juga berisi penetapan mata kuliah agama adalah salah
satu mata kuliah wajib yang harus diberikan pada seluruh mahisiswa pada perguruan tinggi. Hal ini secara tidak langsung nampak
dikehendaki terwujudnya mahasiswa yang mampu dalam penguasan iptek sekaligus secara bersamaan diserapkan
ajaran-ajaran Islam yang dilandaskan pada ketaqwaan dan keimanan pada Allah
SWT. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa peningkatan kualitas materi PAI di PTU adalah
kebutuhan yang senantiasa disesuikan dengan tantangan yang
dihadapi oleh mahasiswa dalam era globalisasi.[5]
Pernyataan di atas sejalan menurut pemaparan Muhaimin, hendaknya dosen
menitiktekankan masalah keimanan kepada Allas SWT sebagai inti dalam
pengembangan isi atau materi PAI di PTU. Pembelajaran yang tidak dititiktekankan
pada keimanan berakibat pada lemahnya keimanan mahasiswa sehingga menimbulkan
krisis multidemensional bangsa.[6]
Misalnya pada akhir-akhir ini di media massa sedang marak-maraknya pencabulan
guru oleh muridnya, maraknya Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN), keterlibatan
mahasiswa perempuan di pusaran kasus koruptor, dan pejabat atau pemimpin yang tidak memiliki
semangat untuk menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Padahal pada umumnya profesi
tersebut berasal dari lulusan PTU, namun data-data ini bukan berarti bisa menjadi
pengambing hitaman bagi kegagalan PAI di PTU. Alasannya adalah karena kegagalan
PAI di PTU disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah minimnya fasilitas
pembelajaran PAI seperti buku PAI serta laboratorium PAI dan kesempatan dosen PAI dalam pengembangan serta
aktualisasi masih ditekan (tidak diprioritaskan).[7] Lebih detail dijelaskan
oleh Oemar Hamalik tentang sistem pembelajaran yang efisien dan efektif di
perguruan tinggi ditentukan oleh kadar perilaku awal para mahasiswanya,
kualifikasi dosen, program pendidikan, sumber material, sumber pembiayaan, dan
dukungan sosial budaya masyarakat. Ditekankan pula bahwa kunci utama
keberhasilahan dalam sistem pembelajaran dalam sebuah mata kuliah adalah
keseriusan mahasiswanya dalam berkuliah.[8]
Oleh karena
itu materi atau kurikulum pembelajaran PAI di PTU harus dikembangan berdasarkan pada pemerhatian situasi, latar belakang kebutuhan
mahasiswa, dan situasi serta kondisi pelaksanaan PAI. Dengan pendekatan
kontekstual seperti penjelasan
sebelumnya maka pengembangan materi dan proses yang tidak hanya pada
pemberian gambaran utuh tentang ajara Islam yang dianut mahasiswa tapi juga
pencerminan kebutuhan ilmu pengetahuan dan pengembangannya, serta adanya
pengasahan kepekaan mahasiswa terhadap masalah aktual di bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya.[9] Sebagaimana
ruang lingkup materi PAI di PTU menurut Aminuddin, dkk. secara garis besar
mencakup ajaran-ajaran Islam yang utuh, menyeluruh, dan punya totalitas yang
terdiri atas akidah, syariah, dan akhlak. Secara skematis ruang lingkup ajaran Islam
yang tertuang dalam materi PAI di perguruan tinggi umum dapat dijelaskan
sebagai berikut:[10]
[2]Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor:
43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi Pasal 4 (1).
[4]“Pertemuan
1: Pendahuluan,” Esa Unggul, http:// ueu6448.blog.esaunggul.ac.id/2012/08/04/pertemuan-1-pendahuluan/, 4
Agustu 2012, diakses tanggal 31 Januari 2013.
[6]Muhaimin,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam:
di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Rajawali, 2012), x.
[7]Soedarto, “Tantangan, Kekuatan, dan
Kelemahan Penyelenggaraan PAI di PTU dalam menghadapai Globalisasi Informasi,”
dalam Dinamika Pemikiran Islam di
Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin&Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999), 75.
[8]Oemar
Hamalik, Manajemen Belajar di Perguruan
Tinggi: Pendekatan Sistem Kredit Semester (SKS) (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2003), 6.
[9]Rochmat Wahab, “Pembelajaran PAI di
PTU; Strategi Pengembangan Kegiatan Kokuler dan Ekstra Kurikuler,” dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi,
ed. Fuaduddin&Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 169.