Berikut adalah link yang terkait dengan tulisan (postingan) pada halaman ini: Tesis Lengkap Karya A. Rifqi Amin tentang Sistem pembelajaran
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Sistem Pembelajaran PAI
Hasil dari pencermatan dari fenomena yang terjadi di masyarakat sekarang ini
baik secara global maupun nasional perlu ada perhatian serius pada penggalian format dan model sistem PAI di lembaga pendidikan
umum[1] yang ada muatan
akomodasi tuntutan dan
kebutuhan zaman dalam sinaran Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Oleh
karena itu orientasi PAI
dalam zaman informasi mendatang perlu diubah, yang semula berorientasi kepada
kehidupan ukhrawy menjadi duniawy-ukhrawy.[2]
Untuk pemaparan yang lebih rinci dan praktis maka perlu
dipaparkan beberapa
faktor yang bisa menjadi pengaruh dalam sistem pembelajaran PAI. Faktor yang mempengaruhi Kualitas sistem pembelajaran PAI secara langsung saat
pembelajaran di kelas
atau di luar kelas dapat di bagi menjadi tiga yaitu:
a. Pendidik
Permasalahan pembelajaran adalah permasalahan
yang rumit dan dinamis dimana pendidik
merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Secara intensif tugas pendidik adalah berperan dalam pembangunan interaksi dan
komunikasi dalam proses pembelajaran dengan peserta didik secara efektif. Kesuksesan dosen sebagai pendidik dalam pembangungan suasana harmonis, komunikatif,
dan pembelajaran yang efektif tergantung pada metodenya dalam pembelajaran. Tentunya juga peran dosen dalam pemanfaatan
media pembelajaran. Ketidaklancaran dalam komunikasi di kelas dapat berakibat
terhadap pesan atau materi yang bermuatan afektif, kognitif, dan ketrampilan
yang disampaikan oleh pendidik
bisa tidak terserap dengan sempurna oleh peserta didik.[3]
Kompetensi pendidik juga menjadi pengaruh dalam kualitas pembelajaran karena pendidik yang bertugas dalam pembangunan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, peserta didik
dengan peserta didik lainnya, dan peserta didik dengan sumber belajar. Dengan asumsi pendidik adalah penanggung
jawab dan teladan hidup bagi murid-muridnya dalam proses pembelajaran. Di sisi lain kualitas dan profesionalitas dosen juga penting karena bagaimanapun
bagusnya dan lengkapnya strategi/metode, sarana prasarana, tujuan pembelajaran,
dan canggihnya teknologi pembelajaran jika tidak diimbangi dengan kualitas dosen yang terjamin maka hal tersebut akan tidak berefek yang signifikan bagi
kualitas sistem pembelajaran[4].
Dengan demikian
dapat disimpulkan tentang faktor pengaruh dosen dalam pembelajaran merupakan
komponen penting yang dapat menjadi
pengaruh terhadap kualitas pembelajaran PAI. Artinya pembelajaran khususnya dalam PAI
tanpa pendampingan dosen atau bahkan
dosen hanya duduk diam di dalam kelas atau hanya sebagai pemberi perintah dan pengerjaan tugas kepada mahasiswa, tanpa pemberian materi pendalaman yang bersifat
wawasan, aplikatif, dan penciptaan
suasana pembelajaran yang canggih maka bisa menjadi penyebab pembelajaran PAI hanya berhenti pada aspek kognitif
saja. Padahal menurut pembahasan
sebelumnya PAI merupakan ajaran dan pedoman hidup untuk kebahagiaan di
dunia dan akhirat yang harus dilaksanakan bagi setiap mahasiswa dengan sadar, mandiri, dan
konsisten dalam beribadah
serta dinamis dalam pengembangan
IPTEK hingga kematiannya tiba.
Pernyataan
tersebut secara detail sesuai dengan pendapat
Suryo Subroto yaitu faktor-faktor pembelajaran yang terlekat
pada pendidik adalah
kepribadiannya, penguasaan bahan, penguasaan kelas, cara berbicara (intonasi,
penguasaan bahasa, dan pengulangan), penciptaan suasana kelas, pembedaan
individu (mahasiswa), dan
yang paling penting adalah seorang dosen
PAI harus terbuka, mau bekerja sama, tanggap terhadap inovasi, dan secara rutin
mampu dalam pelaksanaan
penelitian dalam kegiatan pengajarannya.[5]
Selama ini profil dan performa pendidik
dalam sistem pembelajaran PAI dianggap
masih kurang dalam peningkatan kualitas pembelajaran PAI yang mana penggunaan metode pembelajaran PAI
di lembaga pendidikan umum masih banyak digunakan cara-cara pembelajaran tradisional, yaitu ceramah
monoton dan statis kontekstual.[6]
Hal ini berarti pendidik PAI lebih cenderung menjauhi teks-teks keilmuan
dan lebih condong pada penguatan teks-teks al-Quran, Hadis, dan pendapat Ulama
dengan minimnya keterkaitan dengan realitas yang ada. Padahal berdasarkan pada
pembahasan sebelumnya seorang mahasiswa kapasitasnya tidak lagi hanya
memperoleh sumber belajar dari ceramah dosen namun perlu dibiasakan dalam
aktivitas pembacaan teks-teks ilmiah yang didasarkan pada kredibilitasnya dan
merupakan hasil dari penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis
dan moral.
Sebagaimana
menurut Nurcholish Madjid disampaikan tentang peran PAI dalam dunia
akademik yang sarat dengan nilai
keilmiahan tidak hanya diposisikan pada ranah pembenaran (context of justification), namun
juga yang terpenting adalah pada lingkup penemuan (context of discovery) serta visi baru ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu penggunaan
ayat-ayat Allah yang kauliyah beserta kauniyah perlu dipahami
dan diberi intrepretasi
sesuai dengan kenyataan terkini. Dengan intrepretasi beserta reintrepretasi tersebut menjadikan agama mampu
dan sejajar atau bahkan posisinya lebih tinggi dan teratas dalam berdialog
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.[7]
Permasalahan lain yang sering dijumpai dalam
pembelajaran PAI adalah bagaimana cara penyajian materi kepada peserta didik secara
baik dan sistematis sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Hal ini
dilakukan agar kesan PAI di mata peserta didik bukan mata kuliah kaku dan kuno. Dengan kata lain dosen PAI terbiasa dalam
penggunaan variasi metode
pembelajaran dan pengembangan materi PAI menjadi lebih menarik bagi
mahasiswa sehingga mereka tertantang untuk aktif dalam pendalaman materi karena
kedinamisan isinya. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat
Armai Arif yang dikutip oleh Ismail dikatakan tentang persoalan-persoalan yang selalu menjadi
selimut pada dunia PAI
sampai saat ini adalah seputar tujuan dan hasil yang tidak sejalan dengan
kebutuhan masyarakat, dengan kata lain PAI belum bisa membumi dengan realitas
yang terjadi di Masyarakat. Selain itu metode pembelajaran yang
statis dan kaku, sikap dan mental pendidik yang dirasa kurang dalam
pendukungan proses, dan
materi pembelajaran yang tidak progresif.[8]
Ketelitian lain
yang perlu diperhatikan tentang mahasiswa adalah karakteristiknya yang berbeda satu dengan yang lain.
Karakteristik tersebut meliputi tingkat kemampuannya, tingkat
perkembangannya, usia, latar belakang pendidikan, dan unsur lain yang
berhubungan dengan proses
pembelajaran mahasiswa. Sehinga hal ini dibutuhkan suatu usaha untuk penentuan
pendakatan yang tepat. Jika ditinjau dari cara mahasiswa belajar maka salah
satu caranya adalah dengan penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif.
Artinya mahasiswa dibagi ke dalam
beberapa kelompok untuk pembahasan suatu masalah,
atau pemahanan terhadap suatu teori. Kelompok yang dibentuk bisa heterogen dan
homogen, walaupun dari masing-masing cara itu terdapat
kelemahan dan keunggulan. Mahasiswa dalam
kelompok tersebut belajar bersama melalui diskusi. Pendekatan kooperatif ini
digunakan untuk masalah bidang tertentu agar terjadi pengurangan kecemasan pada
mahasiswa.[9]
Langkah ini diambil supaya metode pembelajaran PAI tidak didominasi oleh
tipe pembelajaran teacher centered, yang mana pendidik dianggap berhak
atas kepemilikan otoritas
penuh dalam penentuan segala permasalahan pembelajaran. Padahal mahasiswa bisa bermain peran dalam penyelesaian masalah yang di-setting oleh dosen. Aktif dalam
penggunaan metode-metode
yang tidak menimbulkan kejenuhan, dinamis, dan penggunaan pendekatan-pendekatan pembelajaran
yang sesuai dengan konteks kekinian.
Penyebab lain yang masih menjadi problem pendidik dalam pengembangan
PAI adalah minimnya semangat dan produktifitas dalam penciptaan dan penemuan
hasil penelitian-penelitian tentang pendidikan, khususnya penelitian yang
berkaitan dengan PAI. Sebagaimana yang telah dipaparkan dari hasil penelitian dinyatakan
dosen PAI di UPI telah ikut aktif dalam penelitian ilmiah.[10]
Gejala lain yang menjadi problematika adalah pembaruan serta reorientasi dosen
dalam implementasi pembelajaran PAI. Reorientasi ke dalam bisa dihasilkan
pernyataan-pernyataan seperti untuk apa aku mengajar PAI, untuk siapa aku
mengajar, bagaimana aku mengajar, mengapa materi ini diajarkan, dan sebagainya.
Dan reorientasi ke luar dihasilkan pernyataan-pernyataan akan diarahkan ke mana
mahasiswa dan bagaimana agar peserta didik suka terhadap materi serta
pembelajaran PAI.
Oleh karena itu
untuk penyelesaian permasalahan yang terjadi pada dosen maupun mahasiswa perlu
dibentuk suatu wadah profesi
dosen PAI di PTU yang menjadi tempat kegiatan akademik, saling berbagi, dan belajar untuk pemertajaman keahlian
masing-masing. Diharapkan
dengan adanya wadah ini bisa
dilanjutkan dengan kegiatan studi
bersama seperti seminar, diskusi, penelitian, dan kegiatan ilmiah lainnya yang
dapat menjadi cara dalam peningkatan wawasan keilmuan dosen PAI. Melalui wadah
ini juga bisa digunakan sebagai sarana komunikasi dengan dosen-dosen lain dari
berbagai bidang disiplin ilmu.
Dengan kata lain adanya sinergitas dan hubungan antara dosen PAI dengan dosen umum untuk penambahan wawasan
keilmuan dari berbagai disiplin keilmuan umum bagi dosen PAI dan wawasan keagamaan bagi
dosen-dosen di bidang lain.[11]
b. Peserta
didik
Peserta didik
sebagai manusia adalah makhluk yang unik dan penuh misteri, makhluk yang
dinamis, dan punya potensi yang pada
setiap perkembangannya dimiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karena manusia sebagai makhluk hidup punya perbedaan yang khusus dengan makhluk lain. Manusia punya hak
untuk kepemilikan iman dan ilmu sedangkan makhluk lain tidak diberi anugerah
itu.[12]
Motivasi peserta didik dalam pelaksanaan
proses pembelajaran PAI ditentukan oleh tujuan atau paling tidak fasilitas yang
sesuai dengan keinginan peserta didik untuk pencapaian tujuan tersebut. Jika
tujuan atau motivasi peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran tidak
sesuai dengan nilai-nilai Islam maka tugas pendidik adalah bertindak dalam
pelurusan ‘niat’ yang ada pada peserta didik dalam melakukan proses
pembelajaran PAI. Jika dikaji dan dianalisis dari gelaja sosial akademik yang
menjadi latar belakang dalam kekurang minatan atau menjadi beban yang besar
bagi mahasiswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran PAI di kelas maka dapat dibedakan
ke dalam berbagai orientasi berikut ini yaitu banyak tugas yang terlalu sulit secara
kuantitas dan kualitasnya, banyaknya pekerjaan lain yang jauh lebih penting
dari pada kuliah PAI misalnya tugas mengajar, bekerja di perusahaan, atau untuk
pengerjaan tugas mata kuliah lain, ketidak cocokan dengan dosen atau teman
sekelas, materi PAI yang sulit karena penuh dengan bahasa Arab, adanya
peraturan lembaga atau kontrak belajar dengan dosen yang tidak sesuai dengan
keinginannya, materi maupun
metode serta media yang monoton, dan niat utama dalam pembelajaran PAI adalah untuk
pepenuhan kewajiban beban kuliah serta karena faktor mendapat nilai PAI yang
bagus untuk peningkatan jumlah nilai IPK.
Pernyataan tersebut sebagaimana
menurut Abdul Aziz dan Martin Handoko disampaikan tentang problematika mahasiswa yang bisa menjadi penghambat dalam sistem
pembelajaran adalah segala sesuatu yang bisa menjadi penyebab
adanya kelambatan atau ketidak lancaran dalam pencapaian hasil pembelajaran. Hambatan-hambatan tersebut meliputi terjadinya kelambatan dan
alenialisasi perkembangan psikologi, terjadinya kelambatan dan
alenialisasi daya fikir (kognitif), terjadinya
kelambatan dalam komunikasi (linguistik) dan kelambatan dalam pemahaman kehidupan
sosial,[13] dan terjadinya kesalahan dalam pembangunan tujuan awal dan kemauan mahasiswa aktif dalam proses
pembelajaran (motivasi).[14]
c. Suasana
atau kondisi pembelajaran
Menurut
Muhaimin dalam sistem pembelajaran
PAI terdapat tiga komponen utama yang saling berpengaruh satu sama lain, yaitu
kondisi pembelajaran PAI, metode pembelajaran, dan hasil pembelajaran PAI. Yang
mana kondisi pembelajaran PAI seperti tujuan intruksional, karakteristik bidang
studi PAI, karakter peserta didik,
dan kendala pembelajaran PAI merupakan faktor yang mempengaruhi penggunaan
metode dalam upaya peningkatan
hasil pembelajaran PAI.[15]
Faktor lain yang
perlu diperhatikan adalah metode serta waktu dalam pengimplementasian evaluasi, menurut Muhaimin evaluasi bermanfaat untuk diketahuinya tingkat perubahan belajar mahasiswa terhadap bahan atau materi ajar,
metode, dan sarana tertentu yang digunakan untuk tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Intinya evaluasi merupakan alat pengukur tercapainya proses interaksi pembelajaran.[16] Dapat disimpulkan evaluasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses
pembelajaran di kelas. Evaluasi di sini tidak hanya berupa ujian formal sekolah
saja semisal Ulangan Harian, UTS, dan UAS namun juga evaluasi secara
bertahap tiap satu kali pertemuan untuk diketahui perkembangan kognitif,
afektif, dan psikomotorik mahasiswa.
Lebih detailnya menurut
Husnul Atiah tentang kualitas sistem pembelajaran disampaikan “proses belajar mengajar
dapat berlangsung dengan baik apabila seorang pendidik mampu mengatur waktu
yang tersedia dengan sebaik mungkin.”[17] Dapat disimpulkan
faktor waktu dan kemampuan dosen
dalam pengaturan waktu berperan dalam
mempengaruhi kualitas
pembelajaran. Berikut telah diidentifikasikan oleh Husnul ada empat fungsi umum yang merupakan ciri
pekerjaan seorang pendidik sebagai manajer
sehingga sangat berpengaruh pada kualitas pembelajaran PAI adalah:
1)
Perencanaan; merupakan pekerjaan pendidikan
dalam penyusunan tujuan belajar.
2)
Pengorganisasian; adalah kemampuan pendidik dalam pengaturan dan berperan aktif dalam penghubungan sumber-sumber belajar terhadap peserta didik, sehingga dapat terwujud tujuan pembelajaran dengan cara yang paling
efektif dan efisien.
3)
Kepemimpinan; adalah tugas pendidik untuk pemberian motivasi, pendorong, dan pemberi stimulasi
peserta didiknya sehingga mereka akan siap dalam upaya perwujudan tujuan pembelajaran.
4)
Pengawasan; adalah pekerjaan seorang pendidik dalam penentuan apakah fungsinya dalam pengorganisasan dan kepemimpinan telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan.[18]
Lebih spesifik selain dari beberapa poin faktor di atas menurut Rohmat ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan yaitu ”faktor
pendidik, faktor peserta didik, faktor kurikulum, faktor pembiayaan, dan
lain-lain.”[19] Untuk
mempertegas realitas kualitas proses pembelajaran PAI selama ini, maka perlu dipaparkan pendapat Sukirman,
berikut pendapatnya:
Suatu kenyataan yang dihadapi dunia
pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam di lembaga pendidikan formal saat
ini, adalah rendahnya kualitas manajerial pembelajaran baik pada tataran
perencanaan, pelaksanaan maupun cara pengendaliannya, akibatnya proses
pembelajaran pendidikan Agama Islam kurang berhasil dalam pembentukan perilaku positif peserta didik. Lemahnya aspek metodologi yang dikuasai oleh
guru juga merupakan penyebab rendahnya kualitas pembelajaran. Metode yang
banyak dipakai adalah model konvensional yang kurang menarik. Ketidakberdayaan pendidikan agama dalam menginternalisasikan nilai-nilai agama juga
merupakan salah satu faktor penyebab munculnya output yang tidak mampu
mengemban misi pendidikan nasional yaitu menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah Swt. Oleh karenanya rekonstruksi terhadap manajemen
program-program pembelajaran agama mutlak dilakukan demi tercapainya tujuan
yang diharapkan.[20]
Selain beberapa faktor di atas, kualitas sistem pembelajaran PAI juga dipengaruhi oleh karakteristik kelas.
Variabel karakteristik kelas
tersebut antara lain pertama besarnya ukuran kelas (class
size) artinya banyak
sedikitnya jumlah mahasiswa
yang ikut serta dalam proses pembelajaran. Kedua suasana pembelajaran yaitu suasana pembelajaran yang demokratis dapat menjadi pemberi peluang dalam pencapaian hasil pembelajaran yang
optimal dibandingan dengan suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas penuh pada pendidik. Dan ketiga
fasilitas serta sumber pembelajaran yang tersedia di mana sering ditemukan dalam proses pembelajaran di kelas posisi pendidik sebagai sumber pembelajaran satu-satunya. Padahal seharusnya
peserta didik diberi kesempatan untuk berperan sebagai sumber pembelajaran
dalam proses pembelajaran.[21]
Faktor pembelajaran
PAI di kelas juga bisa dititik tekankan pada organisasi kelas dan organisasi lembaga perguruan tinggi secara
umum, baik secara formal maupun non formal. Misalnya hirarkinya, kekuatan
pengaruh, nilai-nilai yang tertanam dalam kelas atau dalam lembaga perguruan tinggi yang
dibangun oleh mahasiswa, dan
iklim sosial psikologisnya.[22] Dengan kata lain tiap mahasiswa berada tidak bisa lepas dari lingkungan sosial kelembagaan perguruan tinggi. Di dalamnya juga mereka berhak atas
kepemilikan kebutuhan dalam berkedudukan dan berperan untuk mendapat
pengakuan temannya dan lingkungan
kampusanya. Jika seorang mahasiswa
diterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar.
Sebaliknya, jika ia tertolak, maka ia akan merasa tertekan.[23]
Faktor-faktor
di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain. Seorang mahasiswa yang bersikap konservatif
(faktor internal) terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif eksentrik (faktor
eksternal) biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar sederhana dan tidak
mendalam. Sebaliknya, seorang mahasiswa
yang berinteligensi tinggi (faktor internal) dan ada dorongan positif dari orang tuanya
(faktor eksternal) akan cenderung digunakan
pendekatan belajar yang lebih pada kepentingan
kualitas hasil belajar.[24]
Dari
pembahasan dia atas maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sistem pembelajaran PAI adalah sebagaimana berikut:
1)
Faktor mahasiswa;
mahasiswa punya karakteristik dan perbedaan satu sama
lain, mulai dari fisik, gaya belajar, motivasi belajar, kecerdasan, orientasi
bersekolah, cita-cita, dan berbagai perbedaan lain.[25]
2)
Faktor sarana prasarana; sarana adalah segala yang jadi pendukung secara langsung
terhadap proses pembelajaran, contohnya media, alat, perlengkapan sekolah, dan
perpustakaan. Sedangkan prasarana merupakan segala yang jadi pendukung secara tidak langsung bagi keberhasilan proses
pembelajaran seperti kamar kecil, penerangan, taman, dan infrakstuktur kampus yang lain.
3)
Faktor lingkungan; dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim
sosio psikologis.[26]
4)
Faktor Keluarga; mahasiswa berangkat ke kampus dari rumah tidak hanya
membawa buku serta peralatan dan
sumber belajar lainnya, namun juga membawa latar belakang ideologi dari
rumah (mazhab), serta dibawa pula asumsi-asumsi dasar
yang ia bangun dari lingkungan keluarga. Hal tersebut sebagaimana menurut Slameto Faktor keluarga dibagi
menjadi tiga yaitu cara orang tua dalam
pendidikan anak, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, dan latar belakang budaya.[27]
5)
Faktor Waktu; Faktor waktu dapat dibagi dua, yaitu yang
bersangkutan dengan jumlah
waktu dan kondisi waktu. Di mana
jumlah waktu diidentifikasikan ke
dalam berapa jumlah jam pelajaran yang tersedia untuk proses
pembelajaran. Sedangkan yang menyangkut kondisi waktu ialah kapan pembelajaran
itu dilaksanakan. Pagi, siang, sore atau malam, kondisinya akan berbeda. Hal
tersebut akan menjadi pengaruh
terhadap proses pembelajaran yang terjadi.[28]
6)
Faktor
pendidik; merupakan faktor utama dalam sistem pembelajaran, karena ia yang
bertanggung jawab dalam berperan tercapainya tujuan sistem pembelajaran.
[1]Tidak mengherankan jika terdapat
kesimpulan dari sebagian kalangan pendidikan bahwa terjadi ketidak efektifan metode pembelajaran PAI. Hal ini
sebagaimana pendapat Armai Arif yang dikutip oleh Ismail dikatakan bahwa persoalan-persoalan yang selalu
menyelimuti dunia PAI sampai saat ini adalah seputar tujuan dan hasil yang
tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat, dengan kata lain PAI belum bisa
membumi dengan realitas yang terjadi di Masyarakat. Selain itu metode
pembelajaran yang statis dan kaku, sikap dan mental pendidik yang
dirasa kurang mendukung proses, dan materi pembelajaran yang tidak progresif.
Lihat http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/problematika-pai-di-sekolah.html, diakses pada tanggal 03 Januari
2013.
[2]H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan – Islam dan Umum, (Jakarta : Bumi Aksara,
1995), 7.
[4]Mastuhu,
“Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,” dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999), 32-33.
[5]Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
153-154.
[6]Muhaimin, Nuansa
Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 92.
[7]Nurcholish Madjid, “Masalah Pendidikan
Agama di Perguruan Tinggi Umum,” dalam Dinamika
Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin&Cik Hasan Bisri
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 58.
[8]http:// www.majalahpendidikan.com/2011/04/problematika-pai-di-sekolah.html, diakses pada
tanggal 03 Januari 2013.
[9]Anonim, dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin&Cik
Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 179-180.
[10]Dirjen Kelembagaan Agama Islam Depag
RI, Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam,
2003), 24.
[11]Mastuhu, “Pendidikan Agama Islam,”
37-38.
[13]Abdul Aziz
Asy Syakhs, Kelambanan
dalam Belajar dan Cara Penanggulangannya (Jakarta: Gema Insani), 25-30.
[14]Martin
Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah
Laku (Yogyakarta: Penerbit Konisius, 1992), 9.
[15]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 146.
[17]Husnul Atiah, “Manajemen
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Guru Dalam Menciptakan
Peserta didik Aktif di Sekolah Dasar Negeri 120/V Tungkal Harapan,” (Skripsi,
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) An – Nadwah Kuala Tungkal Kopertais Wilayah
XIII, Jambi,2010).
[18]Atiah, “Manajemen Pembelajaran
Pendidikan,” (Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam ( STAI ) An – Nadwah Kuala
Tungkal Kopertais Wilayah XIII, Jambi,2010).
[19]Ali
Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan (Tulungagung: STAIN Tulungagung,
2004), 20.
[20]Sukirman, “Manajemen Pengembangan Program Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Malang,” (Tesis MA., Universitas
Islam Negeri Malang, Malang, 2010), v.
[22]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010), 202.
[24]“Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,“ http:// www.id.shvoong.com/social-sciences/education/2194125-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-pembelajaran/#ixzz2F0ahy41L, diakses
tanggal 05 Desember 2013.
[25]Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohammad, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik (Jakarta: Bumi Aksara, 2011),
198-202.
[26]Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 197-201.
[28]Toto Fathoni dan Cepi Riyana,
“Komponen-Komponen Pembelajaran”, dalam Kurikulum dan Pembelajaran dalam
Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), 156.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Contoh BAB II Tesis: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sistem Pembelajaran PAI"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*