3. Strategi Pembelajaran PAI di Perguruan
Tinggi Umum
Stertegi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk
pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Dengan kata lain strategi digunakan untuk
diperolehnya kesuksesan atau
keberhasilan dal
am
pencapaian tujuan. Sedangkan metode
adalah upaya
pengimplementasian
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan yang nyata agar tuju
an yang disusun tercapai secara optimal.
Dengan
demikian metode
digunakan untuk
perealisasiaan
strategi
yang telah ditentukan.
Artinya bisa terjadi
pada satu stertegi pembelajaran
digunakan beberapa metode
misalnya ceramah, tanya jawab,
diskusi dll
.
Sedangkan
Made Wena fokus dalam penitiktekanan strategi pembelajaran pada ‘cara’, yaitu
cara-cara yang berbeda untuk pencapaian hasil pembelajaran yang berbeda di
bawah kondisi pembelajaran yang berbeda pula. Secara detail menurutnya strategi
pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
1. Strategi pengorganisasian (organizational strategy), yaitu cara
untuk menata isi suatu bidang studi, dan kegiatan ini berhubungan dengan
tindakan pemilihan isi/materi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan
semacamnya.
2. Strategi penyampaian (delivery strategy), adalah cara penyampaian pembelajaran pada
mahasiswa dalam menerima serta merespon masukan dari mahasiswa.
3. Strategi pengelolaan (management strategy), yakni cara dalam penataan interaksi antara
siswa dengan variabel strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian. Ini
berarti strategi pengelolaan berhubungan dengan pemilihan tentang dua strategi
tersebut yang mana harus digunakan selama proses pembelajaran berlangsung.
Misalnya dilakukan penjadwalan, kontrol pembelajaran, pembuatan catatan
kemajuan belajar, dan motivasi.
Penggunaan
strategi pembelajaran sangat penting sekali baik bagi dosen maupun mahasiswa.
Bagi pendidik strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan dalam bertindak secara
sistematis. Sedang bagi mahasiswa sebagai pemermudah dan pemercepatan mahasiswa
untuk paham tentang isi atau materi pembelajaran yang telah disampaikan sehingga
dapat dikatakan setiap strategi pembelajaran dirancang sebagai pemermudah
proses pembelajaran oleh mahasiswa. Dari pembahasan di atas
maka dapat disimpulkan strategi pembelajaran PAI merupakan cara dalam
perencanaan pembelajaran PAI yang dilandaskan padan sumber-sumber agama Islam
agar tercapai pembelajaran PAI yang mampu sebagai penarik, penggugah mahasiswa
untuk mempelajarinya, dan agar tercapai tujuan pembelajaran secara efektif dan
efisien. Dengan demikian segala strategi bisa digunakan disertai berbagai
inovasi pembelajaran dengan berbagai bentuk strategi pembelajaran asal sesuai
dengan nilai-nilai agama Islam. Dengan kata lain strategi pembelajaran Agama Islam
tidak lagi relevan dengan jenis strategi yang menjaga kemandekan inovasi PAI di
perguruan tinggi umum.
Pada konsep ideal seharusnya materi perkuliahan agama Islam
juga bersentuhan dengan aspek
rasional yang dikaitkan erat relevansinya
pada kebutuhan-kebutuhan modernitas yang menjadi konsekuen
bersama.
Namun pada kenyataannya materi
agama Islam masih lebih banyak menyentuh sapek tradisional yang dogmatis dan
aspek ritualnya
saja sehingga
kehadiran mata kuliah PAI menjadi kajian membosankan, tidak hidup, dan tidak
menantang. Padah
al hasil atau
kompetensi yang dicapai dari aspek tradisional tersebut tidak dapat dinilai
atau dijelaskan dengan kata-kata atau tulisan, namun hanya dapat dijelaskan
dengan perbuatan dan amalan. Selain itu materi P
AI di PTU dengan 2 SKS pada umumnya dianggap terlalu minim dan tidak
mencukupi sehingga dosen dipaksa untuk cerdas dalam pemilihan aspek materi
agama, metodologi, dan mantap dalam pengamalannya.
Lebih gamblang sebagaimana sikap kritis Muhaimin tentang sistem
pembelajaran PAI di lembaga pendidikan umum yang mana masih terdapat titik
lemah terletak pada komponen metodologinya. Kelemahan tersebut teridentifikasi
yang meliputi kurang bisa diubahnya pengetahuan agama yang kognitif menjadi
‘makna’ dan “nilai”, kurang bekerja sama dan berjalan bersama dengan program-program
pendidikan non agama, dan kurang adanya relevansi terhadap perubahan sosial
yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya. Dengan
demikian dapat disimpulkan pembelajaran PAI dipandang masih kering dengan
makna, tidak membumi dengan ilmu pengetahuan, dan tidak kontekstual dengan
kondisi masyarakat. Padahal sebagaimana pada penjelasan sebelumnya sesungguhnya
ruang lingkup pembelajaran PAI itu sangat luas, tidak boleh diambil secara
parsial, dan harus dijabarkan secara umum terlebih dahulu.
Sedang pada strategi penangan mahasiswanya biasanya pada awal kuliah
mahasiswa merasa bingung karena belum pernah tahu materi apa yang akan
diajarkan atau bahkan sebaliknya mata kuliah PAI diremehkan karena beberapa
faktor. Untuk pencegahan terhadap keraguan dan kebutaan mahasiswa tentang peta
perjalanan mata kuliah PAI dari awal hingga akhir semester maka lebih baik
dosen aktif dalam pendalaman serta penggalian seberapa besar pengetahuan
mahasiswa tentang PAI dengan digunakan strategi pembelajaran critical incident (pengalaman penting)
dengan cara mahasiswa dilibatkan untuk berbicara tentang pengalaman pribadinya berkaitan
dengan mata kuliah PAI.
Dengan demikian dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
suatu bahan ajar atau
materi bisa mudah dipahami
dan masuk dalam struktur kognitif apabila terkandung makna dan terkait dengan apa yang ada dalam struktur
kognitif mahasiswa. Namun pada kenyataannya sturktur kognitif tiap mahasiswa tidak sama,
tergantung pada pengalaman yang dilihat dan dipelajarinya. Oleh karena itu penyampaian materi PAI harus
terkait dengan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa. Dalam ini bisa berakibat mahasiswa lebih senang pada mata kuliah agama yang selalu dikaitkan dengan
bidang studinya (sesui prodi). Maka perlu dibutuhkan pendekatan kontekstual, walaupun
pendekatan ini diperlukan dosen PAI yang punya wawasan dalam bidang studi (prodi)
yang diminati mahasiswa. Masalah ini bisa diminimalisir
dengan penempuhan
atau pengadaan
pelatihan bagi dosen PAI.
Baca tulisan menarik lainnya: