Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Prosedur Pembelajaran dengan Multimetode




Prosedur Pembelajaran dengan Multimetode

                   Prosedur pembelajaran adalah langkah yang menggambarkan urutan pengajaran mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.[1] Maka dari itu untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran, para pendidik  harus memahami semua langkah yang ditempuhnya sebaik mungkin. Menurut Iif  Khoiru Ahmadi, dkk., secara garis besar langkah-langkah  pembelajaran terdiri atas:



a.    Perencanaan program pembelajaran  meliputi perumusan tujuan, materi pelajaran, kegiatan belajar mengajar, media sumber belajar dan sumber evaluasi.
b. Persiapan pembelajaransebelum dimulainya pelajaran meliputi kegiatan membaca kembali satuan pelajaran yang telah dibuatnya, mengecek semua alat dan media yang digunakan.
c.    Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan dalam membuka pelajaran, kegiatan inti dalam menyajikan bahan pelajaran dan menutup pelajaran.
d.   Kegiatan memberikan penilaian meliputi kegiatan mempersiapkan tes, melaksanakannya dan terakhir mengolah hasil tes untuk memperoleh angka atau nilai yang akan dikonversikan ke dalam skala nilai yang berlaku.[2]

Hal yang  senada juga dikemukakan oleh Kokom Komalasari  bahwa pembelajaran dipandang sebagai  suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau  kegiatan  pendidik dalam rangka membuat peserta didik belajar.  Proses tersebut meliputi:
a.    Persiapan, dimulai dari merencanakan  program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut
Penyiapan perangkat kelengkapannya, antara lain berupa alat peraga dan alat-alat evaluasi.
b.    Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi pembelajaran yang diwujudkan pendidik akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang  telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen pendidik, persepsi, dan sikapnya terhadap peserta didik.
c.    Menindak lanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya, kegiatan pascapembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching, bagi peserta didik yang berkesulitan belajar.[3]

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui  bahwa prosedur pembelajaran diawali dari tahap perencanaan atau tahap persiapan, selanjutnya tahap pelaksanaan dan tahap  akhir yaitu evaluasi dan tindak lanjut. Seperti halnya pada kegiatan pembelajaran pada umumnya, maka dalam prosedur pembelajaran Fiqih  dengan multimetode dilaksanakan melalui tahap-tahap berikut ini:
1)        Tahap persiapan atau  perencanaan.
Perencanaan adalah proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mencapainya.[4] Perencanaan pembelajaran merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran sehingga tercipta suatu situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang dapat mengantarkan peserta didik mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan pembelajaran merupakan langkah penting untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Apabila perencanaan pembelajaran disusun dengan baik, maka akan menjadikan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Menurut Achmad Badawi sebagaimana dikutip Suryosubroto tentang kemampuan yang harus dimiliki  guru dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM) berkualitas  adalah:
a)    Kemampuan merencanakan PBM, terdiri dari:  kemampuan  merumuskan tujuan pengajaran; memilih metode alternatif; memilih metode yang sesuai dengan tujuan pengajaran; merencanakan langkah-langkah  pengajaran.
b)   Kemampuan mempersiapkan bahan, terdiri dari: menyiapkan bahan yang sesuai dengan tujuan, mempersiapkan pengayaan bahan pengajaran, dan menyiapkan bahan pengajaran remedial.
c)    Kemampuan merencanakan media dan sumber, terdiri dari: memilih media pengajaran yang tepat; memilih sumber pengajaran yang tepat.
d)   Kemampuan merencanakan penilaian terhadap prestasi siswa, terdiri dari sub-sub kemampuan: menyusun alat penilaian hasil pengajaran dan merencanakan penafsiran penggunaan hasil penilaian pengajaran.[5]

Sedangkan menurut Nana Sudjana tahap perencanaan pengajaran meliputi: perumusan tujuan pengajaran, penetapan bahan pengajaran, penetapan kgiatan belajar mengajar, dan penetapan alat evaluasi.[6]
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dipahami bahwa seorang pendidik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran harus memiliki kemampuan dalam  merencanakan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pembelajaran lebih terarah dan berhasil dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Pada tahap perencanaan ini seorang pendidik harus mampu merencanakan waktu yang tersedia dengan beban kurikulum yang harus tersampaikan kepada peserta didik. Perencanaan waktu ini meliputi membuat program tahunan (prota)[7], program semester (promes)  dan pemetaan kompetensi dasar untuk mengurutkan pencapaian kompetensi dalam satu tahun. Program tahunan (prota) disusun sebagai berikut:
a)    Mengidentifikasi jumlah kompetensi dasar dan indikator dalam satu tahun.
b)   Mengidentifikasi keluasan dan kedalaman kompetensi dasar dan indikator.
c)    Melakukan pemetaan kompetensi dasar untuk tiap semester.
d)   Menentukan alokasi waktu untuk masing-masing kompetensi dengan memperhatikan pekan efektif.[8]

Setelah kompetensi dasar dipetakan, selanjutnya menghitung minggu efektif. Minggu efektif adalah hitungan hari-hari efektif yang ada pada tahun pelajaran berlangsung. Minggu efektif dihitung dengan cara berikut:
a)   Menetukan jumlah minggu selama satu tahun.
b)   Menghitung jumlah minggu tidak efektif selama satu tahun    dengan baik.
c)   Menghitung jumlah minggu efektif dengan cara jumlah minggu dalam satu tahun dikurangi jumlah minggu tidak efektif.
d)  Menghitung jumlah jam efektif selama satu satu tahun dengan cara jumlah minggu efektif dikalijumlah jam pelajaran per minggu.[9]

Penghitungan ini dimaksudkan untuk melihat realisasi ketersediaan waktu dalam satu tahun.
Setelah ditentukan prota, promes dan penghitungan pekan efektif, langkah selanjutnya adalah pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Landasan pembuatan RPP adalah PP No.19/2005 tentang SNP pasal 20: Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar.[10]
Berdasarkan pada peraturan pemerintah tersebut, maka  dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hendaknya memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa  peran yang dilakukan oleh guru dalam perencanaan pembelajaran  adalah terkait dengan pembuatan perangkat pembelajaran meliputi: (1) memahami standar isi, dan standar kompetensi kelulusan (SKL)[11] dan pelaksanaannya;  (2) menyusun analisis  rancangan kompetensi dan indikator kompetensi, serta materi standar;  (3) menyusun promes dan prota; (4) menyusun silabus dan mengembangkannya; (5) menyusun  Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau lesson plan.
2)   Tahap pelaksanaan proses pembelajaran
Pada tahap ini  terdapat 3 kegiatan yang lazim  dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung meliputi:
a)     kegiatan pendahuluan adalah kegiatan pembelajaran yang berupa kegiatan menumbuhkanmotivasi, menginformasikan dan menyadarkan akan tujuan belajar dan kegiatan untuk mengarahkan perhatian peserta didik. Menurut Udin S. Winataputra, dkk. mengemukakan  hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan pendahuluan yaitu:
(1) Menciptakan kondisi awal pembelajaran meliputi: membina keakraban, menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan suasana belajar yang demokratis.
(2)  Appersepsi/pre-test meliputi: kegiatan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi sebelumnya, memberikan komentar atas jawaban yang diberikan peserta didik dan membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.[12]

Menurut Hamzah B. Uno pada tahap pendahuluan yang harus dilakukan  guru  adalah :
a.    Menciptakan kondisi awal pembelajaran meliputi: membina keakraban, menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan suasana belajar yang demokratis.
b.    Menjelaskan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh semua peserta didik di akhir kegiatan pembelajaran. Dengan demikian peserta didik akan menyadari pengetahuan, keterampilan, sekaligus manfaat yang akan diperoleh  setelah mempelajari pokok bahasan tersebut.[13]

b)   Kegiatan  inti atau presentation yaitu tahap menyampaikan materi pembelajaran.
Pada tahap ini guru menyampaikan informasi, membantu menggali informasi dari ingatan dan mendampingi peserta didik selama mengerjakan latihan yang diberikan. Kegiatan ini dilakukan   dengan menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi dengan tepat, serta relevan dengan materi yang disampaikan.  Menurut Wina Sanjaya terkait dengan kegiatan ini,  ada beberapa ketrampilan dasar mengajar bagi guru meliputi:
1)   keterampilan dasar bertanya, 2) keterampilan dasar memberikan penguatan (reinforcement), yaitu segala bentuk respons guru sebagai umpan balik terhadap tingkah laku siswa sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan ini dapat diberikan guru dengan penguatan verbal dan penguatan non verbal, 3) keterampilan variasi stimulus;  variasi pada waktu melaksanakan proses pembelajaran, penggunaan media dan alat pembelajaran, dan variasi dalam berinteraksi antara siswa, guru dan lingkungannya, 4) ketrampilan membuka dan menutup pelajaran, 5) ketrampilan mengelola kelas.[14]

Berdasarkan pendapat ini dapat diketahui bahwa guru/pendidik dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar tidak hanya dituntut mampu menyusun skenario pembelajaran, namun juga harus dapat melaksanakannya  dengan menerapkan beberapa keterampilan di atas, sehingga suasana pembelajaran terasa menarik dan menyenangkan.

c)    Kegiatan penutup yaitu kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta kaitannya dengan pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa, serta keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Pada tahap ini guru dapat  melakukannya dengan cara:
1)   Merangkum atau membuat garis-garis besar persoalan yang baru dibahas, sehingga siswa memperoleh gambaran yang menyeluruh dan jelas tentang pokok-pokok persoalan.
2)   Mengkonsolidasikan perhatian siswa terhadap hal-hal yang pokok agar informasi yang telah diterima dapat membangkitkan minat untuk mempelajari lebih lanjut.
3)   Mengorganisasikan kegiatan yang telah dilakukan untuk membentuk pemahaman baru tentang materi yang telah dipelajarinya.
4)   Memberikan tindak lanjut serta saran-saran untuk memperluas wawasan yang berhubungan dengan materi pelajaran yang telah dibahas.[15]

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa inti dari kegiatan pendahuluan adalah  mengkondisikan peserta didik baik secara fisik maupun psikis agar siap mengikuti proses pembelajaran. Kemudian pada kegiatan inti sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini menggunakan metode-metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan materipembelajaran. Terkait dengan kegiatan akhir pembelajaran seorang guru harus melakukan post-tes maupun refleksi sebagai bentuk evaluasi proses pembelajaran maupun untuk mengecek tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.
3)     Tahap Mengevaluasi Pembelajaran
a) Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Tugas pendidik pada tahap selanjutnya adalah melaksanakan evaluasi pembelajaran. Menurut  Zainal Arifin  evaluasi adalah  suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria.[16]


Menurut Suharsimi Arikunto  evaluasi adalah mencakup pengukuran dan penilaian secara kuantitatif. Pengukuran (measurement) adalah membandingkan sesuatu dengan ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif.  Sedangkan penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk secara kualitatif. [17]
Sedangkan menurut Eko Putro Widoyoko, evaluasi  adalah:

proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan,mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi tentang suatu program untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya.[18]

 Dari beberapa pendapat di atas dapat  dijelaskan bahwa dalam tahap evaluasi pembelajaran ini terdapat tiga istilah yaitu measurement (pengukuran), assessmen (penilaian) , evaluation (evaluasi). Sekalipun makna dari ketiga istilah ini  secara teoritik  definisinya  berbeda, namun dalam pelaksanaannya ketiga istilah tersebut terkadang sulit untuk dibedakan dan dipisahkan batasan antara ketiganya karena saling terkait tidak bisa  dipisahkan dan ketiganya merupakan suatu proses pengambilan keputusan. Pengukuran merupakan tahap awal   dalam proses penilaian untuk pengumpulan data, manakala  data sudah terkumpul kemudian dilakukan interpretasi data yaitu  penilaian (assessment), dan berdasarkan interpretasi itulah selanjutnya diadakan evaluasi.
Dimyati dan Mudjiono terkait dengan evaluasi pembelajaran  mengatakan bahwa:
evaluasi mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Evaluasi hasil belajar menekankan kepada diperolehnya informasi tentang seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.[19]

         
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi  dalam program pembelajaran untuk menetapkan baik buruknya hasil dari kegiatan pembelajaran, biasanya berkaitan dengan prestasi belajar peserta didik.  Selain itu juga  untuk menetapkan baik buruknya suatu proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Uraian di atas sesuai dengan pendapat Anas Sudijono bahwa secara umum, ruang lingkup dari evaluasi pembelajaran di sekolah mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) evaluasi mengenai program pengajaran, (2) evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran, (3) evaluasi mengenai hasil belajar (hasil pengajaran). [20] 
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa evaluasi program pembelajaran merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi tentang implementasi rancangan program pembelajaran yang telah disusun oleh guru untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program pembelajaran lebih lanjut. Dengan demikian evaluasi program pembelajaran menyangkut: evaluasi terhadap tujuan pembelajaran, evaluasi terhadap isi/materi  pembelajaran,  metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar dan penilaian proses dan hasil belajar.
Sedangkan evaluasi proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan atau keberhasilan suatu proses pembelajaran dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya, baik terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung maupun sudah dilaksanakan. Dalam hal ini  Anis Sudijono mengemukakan:
Evaluasi proses pelaksanaan pengajaran akan mencakup: (a) kesesuaian antara proses belajar mengajar yang berlangsung, dengan garis-garis besar program pengajaran yang telah ditentukan; (b) kesiapan guru dalam melaksanakan program pembelajaran; (c) kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran; (d) minat atau perhatian siswa di dalam mengikuti pelajaran; (e) keaktifan atau partisipasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung; (f) peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang memerlukannya; (g) komunikasi dua arah antara guru dan murid selama proses pembelajaran berlangsung; (h) pemberian dorongan atau motivasi terhadap siswa; (i) pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam rangka penerapan teori-teori yang diperoleh di dalam kelas; dan (j) upaya menghilangkan dampak negative yang timbul sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah. [21]
           
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa  evaluasi  proses pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu  aspek kegiatan, yang meliputi jenis kegiatan, prosedur pelaksanaan setiap jenis kegiatan, sarana pendukung, efektivitas dan efisiensi dan sebagainya. Aspek guru, terutama dalam hal menyampaikan materi, kesulitan-kesulitan guru, menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, menyiapkan alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan, membimbing peserta didik, menggunakan teknik penilaian, menerapkan disiplin kelas dan sebagainya.  Sedangkan aspek peserta didik, terutama dalam hal peran serta  peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dan bimbingan, memahami jenis kegiatan, mengerjakan tugas-tugas, perhatian, keaktifan, motivasi, sikap, minat, umpan balik, kesempatan melaksanakan praktik dalam situasi nyata, kesulitan belajar, waktu belajar, dan sebagainya.
Adapun evaluasi hasil pembelajaran merupakan upaya untuk melakukan pengukuran terhadap hasil belajar peserta didik baik menggunakan tes maupun non tes untuk mengetahui penguasaan kompetensi oleh setiap peserta didik sesuai dengan karakteristik mata pelajaran Fiqih.
b)       Teknik Evaluasi Pembelajaran Fiqih dengan Multimetode
(1) Evaluasi  Program dan Proses Pelaksanaan Pembelajaran.
Untuk mengevaluasi program dan proses pelaksanaan pembelajaran Fiqih dengan multimetode dapat digunakan teknik non tes berupa observasi yaitu suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional  mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.[22]
Dalam evaluasi program dan proses pembelajaran, observasi dapat  digunakan untuk menilai penampilan guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan perilaku sosial lainnya. Alat yang digunakan dalam observasi ini adalah pedoman observasi sebagaimana contoh terlampir pada bagian akhir tesis ini.
(2)Evaluasi hasil pembelajaran Fiqih dengan multimetode
Teknik penilaian hasil belajar secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu; penilaian kualitatif dan kuantitatif. Penilaian kualitatif pada dasarnya lebih subjektif daripada penilaian kuantitatif. Penilaian kuantitatif biasanya dinyatakan dengan angka, sedangkan penilaian kualitatif dinyatakan dengan ungkapan, seperti “baik”, “memuaskan”, “kurang memadai”, “kurang sempurna” dan sebagainya.
Penilaian terhadap satu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, berupa ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek-aspek tingkah laku peserta didik dalam bidang kognitif pada umumnya dinilai secara kuantitatif, aspek sikap/afektif pada umumnya dinilai dengan kualitatif, tetapi aspek ketrampilan/psikomotorik dapat secara seimbang dinilai secara kuantitatif dan kualitatif.
Kedua cara penilaian tersebut membutuhkan teknik pelaksanaannya. Teknik penilaian yang dapat digunakan pendidik dalam pembelajaran Fiqih, yaitu:
(a)       Tes Untuk Menilai Ranah Kognitif
Untuk menilai ranah kognitif  dipergunakan test tertulis, tes lisan  dan portofolio. Berikut ini penjelasan ketiga tes tersebut:
1)   Tes tertulis (pencil and paper test), yakni jenis tes di mana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis.[23] Teknik ini dapat dilakukan dengan cara uraian (essay), maupun obyektif seperti: benar– salah, pilihan ganda, menjodohkan dan melengkapi.
2)   Tes lisan (nonpencil and test), paper yakni tes di mana tester di dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan, dan testee memberikan jawabannya secara lisan pula.[24] Untuk itu dalam pelaksanaannya pendidik harus bertatap muka secara langsung dengan peserta didik. Pendidik juga harus membuat daftar pertanyaan dan pedoman penskoran.
3)   Portofolio yaitu penilaian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen dan karya–karya peserta didik dalam  karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar, dan prestasi belajar.[25] Instrumen yang digunakan lembar penilaian portofolio.
(b) Tes Untuk Menilai Ranah Psikomotorik
Untuk menilai ranah psikomotorik dipergunakan tes perbuatan atau kinerja (performance). Tes perbuatan ialah tes yang dipergunakan untuk menilai berbagai macam perintah yang harus dilaksanakan peserta didik yang berbentuk perbuatan, penampilan atau kinerja.[26] Tes ini dapat menggunakan berbagai bentuk, seperti tes ketrampilan tertulis, tes identifikasi, tes simulasi, uji petik kerja, dan sebagainya. Melalui tes kinerja ini, peserta didik dapat mendemonstrasikan unjuk kerja sebagai perwujudan kompetensi yang telah dikuasainya.
1)        Tes tertulis walaupun bentuk aktifitasnya seperti tes tulis, namun yang menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya, misalnya membuat cerita bergambar yang berkaitan dengan materi Fiqih seperti gambar orang shalat, gambar tentang kewajiban terhadap jenazah.
2)        Tes identifikasi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi sesuatu, misalnya; menemukan sesuatu yang dapat membatalkan s{alat, kesalahan-kesalahan yang terjadi pada perawatan terhadap jenazah, hal-hal yang dilakukan oleh kebanyakan orang Islam dalam transaksi jual beli yang tidak sesuai dengan Fiqih, dan sebagainya.
3)        Tes simulasi: dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga dengan simulasi tetap dapat dinilai apakah mereka sudah menguasai ketrampilan atau belum, misalnya cara memandikan dan mengkafani jenazah, cara membersihkan macam-macam  najis, dan sebagainya.
4)        Tes petik kerja (work sample):  dilakukan dengan media yang sesungguhnya dan tujuannya  untuk untuk mengetahui apakah peserta didik  sudah menguasai atau terampil menggunakan media tersebut, misalnya dengan menggunakan kompas untuk menunjukkan arah kiblat, membuat urut-urutan pelaksanaan ibadah haji, menggunakan internet untuk mencari data/informasi tentang materi Fiqih.  Adapun instrumen yang digunakan berbentuk daftar cek (check–list)

(c)      Tes untuk Menilai Ranah Affektif
Ranah afektif sangat penting dicapai dalam proses pembelajaran. Setiap mata pelajaran sebenarnya memiliki ranah afektif. Ranah afektif ini mengandung seperangkat nilai (value), dan nilai-nilai inilah yang diinternalisasikan dalam proses pembelajaran. Dalam pendidikan agama Islam ranah afektif yang terpenting itu adalah sikap keagamaan.
Menurut Ramayulis sikap keagamaan merupakan

suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama. Sikap keagamaan terbentuk karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif, perasaan terhadap agama sebagai komponen afektif dan perilaku terhadap agama sebagai komponen konatif. Di dalam sikap keagamaan ketiga komponen tersebut saling berintegrasi.[27]

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa  penilaian  sikap merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati perasaan atau penilaian peserta didik, kepercayaan atau keyakinan peserta didik, dan kecenderungan peserta didik untuk berperilaku terhadap  materi  pelajaran, terhadap pendidik/pengajar, terhadap peserta didik lain (teman) di kelas, terhadap proses pembelajaran dan sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan pelajaran.   
Untuk menilai sikap keagamaan peserta didik dapat dipergunakan teknik penilaian non tes di antaranya:
1)         Observasi perilaku adalah suatu penilaian yang dilakukan  dengan mengamati kejadian perbuatan yang berkaitan dengan perilaku  seseorang. Observasi perilaku di madrasah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta didik  selama di madrasah, penilaian sikap dalam diskusi atau dalam suatu pokok bahasan tertentu, dan sosiogram serta skala sikap. Instrumen yang digunakan berbentuk lembar pengamatan, skala sikap, buku catatan harian tentang peserta didik.
2)         Penilaian Diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian dimana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.[28]

Dalam hal ini peserta didik diminta untuk menilai kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil belajar Fiqih didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Instrumennya berbentuk kuesioner / angket atau lembar penilaian diri.



Dari beberapa teknik di atas dalam pelaksanaannya tidak harus digunakan secara bersamaan atau memaksakan untuk menggunakan semuanya, namun disesuaikan dengan kondisi peserta didik,  standar kompetensi (SKL, SK, dan KD) serta tujuan dari penilaian itu sendiri.


[1] Iif  Khoiru Ahmadi, dkk., Strategi Pembelajaran, 40.
[2] Ibid., 45
[3] Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual, 3-4
[4] Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran (Jakarta:  Quantum Teaching, 2005), 73.
[5] B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 17-18.
[6] Nana Sudjana,  Cara Belajar Peserta Didik Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar  (Bandung: Sinar Baru, 1989), 42.
[7] Prota adalah rancangan kegiatan belajar mengajar secara garis besar yang dibuat dalam angka waktu satu tahun dengan memperhatikan analisis kurikulum beserta penghitungan pekan efektif
[8] Iif  Khoiru Ahmadi, dkk., Strategi Pembelajaran, 92.
[9] Ibid., 93
[10] Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pendidik  (Bandung: Nuansa Aulia, 2012), 53.
[11] Kompetensi Lulusan yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang atau satuan pendidikan tertentu.
[12] Udin S. Winataputra, dkk., Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2003), 57.
[13] Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran),4.
[14] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,  (Jakarta:Kencana, 2011) , 34-40
[15] Ibid.,44.
[16] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung Remaja RosdaKarya, 2012), 4.
[17] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar  Evaluasi Pendidikan  (Jakarta:  Bumi Aksara, 1991), 3
[18] Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik  (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011), 2.
[19] Dimyati dan Mujiono, Belajar, 190.
[20] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2011), 29.
[21] Anis Sudijono, Pengantar, 31.
[22] Zainal Arifin, Evaluasi, 135.
[23] Anas Sujidono, Pengantar Evaluasi pendidikan, 75.
[24] Ibid.
[25] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, 60.
[26] Ramayulis, MetodologiPengajaran Agama Islam, 423.
[27] Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia,2004), 96.
[28] Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual, 167.




Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Prosedur Pembelajaran dengan Multimetode"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*