Topik lain:
TANYA JAWAB TENTANG DALIL-DALIL AL QURAN SERTA TEORI-TEORI MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN
Tanya Jawab Tentang Filsafat Pendidikan Islam dan Upaya Pembaruan Pendidikan Islam
Tanya Jawab Tentang Filsafat
Pendidikan Islam dan Upaya Pembaruan Pendidikan Islam
Oleh: A. Rifqi Amin
1.
Jelaskan hubungan antara filsafat Islam dan
pendidikan Islam!
Jawab: Filsafat Islam
merupakan alat utama bagi pendidikan Islam dalam upaya untuk mengembangkan
pendidikan Islam. Filsafat Islam menjadi dasar yang membantu pendidikan Islam
dalam membedah permasalahan kemudian menemukan penyelesaiannya. Filsafat Islam
ada bukan untuk menghakimi kesalahan pendidikan Islam, namun ia hadir memberi
sumbangan menjadi sumber hukum dan sumber metode bagi pembaruan pendidikan
Islam. Dalam istilah ‘Filsafat Islam’ dan ‘Pendidikan Islam’ kata ‘Islam’
memiliki persamaan yaitu sama-sama menjadi kata sifat yang mengiringi kata
Filsafat dan kata pendididikan. Sehingga sebenarnya filsafat Islam dan
pendidikan Islam bisa disatukan dalam satu kajian keilmuwan yaitu Filsafat Pendidikan
Islam. Karena keduanya memiliki metode yang sama yaitu metode khas islami yang
biasa kita sebut dengan metode ijtihad.[1]
Pendidikan
Islam dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Filsafat
Islam, karena pendidikan Islam merupakan implementasi dari produk filsafat
Islam. Dengan kata lain kandungan yang ada pada pendidikan Islam adalah hasil
metode filsafat islam yang berkembang di masyarakat. Sebagaimana pendapat
Zuhairini bahwa metode dan sistem serta aliran filsafat Islam dapat mempengaruhi
bahkan mengarahkan jalan dan isi pendidikan di kalangan umat islam.[2]
Jika
kita menghubungkan antara filsafat Islam dengan Pendidikan Islam maka Ahmad D.
Marimba mengatakan bahwa Filsafat Pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan
tak terbatas. Selanjutnya ia mengomentari kata ‘radikal’ yang menjadi salah
satu ciri berpikir filsafat mengatakan bahwa pandangan ini keliru. Radikal
bukan berarti tanpa batas. Tidak ada di dunia ini disebut tanpa batas, dan
bukankah dengan menyatakan bahwa seorang muslim yang telah menyakini isi keimanannya,
akan mengetahui dimana batas-batas pikiran (akal) dapat dipergunakan, dan jika
ia berfikir serta berfilsafat mensyukuri nikmat Allah, berarti ia radikal
(konsekuen) dalam batas-batas itu. Inilah yang menurut dia disebut sebagai sifat
radikal dari filsafat Islam.[3] Dari
pernyataan Marimba tersebut maka dapat penulis simpulkan bahwa filsafat Islam
dapat menjadi batasan atau aturan main bagi pendidikan islam dalam upaya
pengembengannya. Hal inilah yang membedakan dengan filsafat barat (umum) yang
tidak memiliki keterbatasan dan tak terikat dengan paham-paham atau isme yang mengekang.
2.
Jelaskan perbedaan yang esensial antara teori-teori
pendidikan essensialisme, perensialisme, progressivime, rekontruksi sosial, dan
eksistensialisme, terutama menyangkut tujuan pendidikan, kurikulum,
peranan guru!
Jawab: Berdasarkan perkembangan mazhab-mazhab pemikiran
pendidikan di Amerika Serikat maka pendidikannya dapat dipetakan ke dalam bagan
di bawah ini yaitu sebagai berikut[4]:
Secara umum pandangan mengenai masing-masing mazhab
filsafat pedidikan yang menyangkut tentang tujuan pendidikan, kurikulum, dan
peranan guru dapat dipetakan ke dalam tabel berikut ini[5]:
Teori Pendidikan
|
Tujuan Pendidikan
|
Kurikulum
|
Peranan Guru
|
Perenialisme; dasar filsafatnya adalah Neo Thomisme
(Thomas Aquinus) yang menekankan Iptek yang berasa dari Tuhan.
|
- Siswa mampu menemukan kembali dan menginternalisasi kebenaran masa
lalu. Serta mampu menyerap dan menguasai fakta-fakta dan informasi.
|
- Pembelajaran yang bersifat Teacher centered ( siswa mematuhi
perintah guru).
- Muatan; kesusastraan, matematika, bahasa, ilmu sosial & sejarah.
-
Metode;
mengkaji dan membaca kitab-kitab (buku) doktrin masa lalu.
|
- Menanamkan doktrin
- Pembiming mental, spiritual, dan pendisiplinan.
|
Essensialisme; dasar filsafatnya adalah idealisme-realisme yang
mana sumber kebenaran berasal dari ide-ide (gagasan) dan realitas di
sekitarnya.
|
- Siswa mengetahui warisan budaya dan sejarah (seputar inti pengetahuan
yang terakumulasi berakumulasi dan bermanfaat)
- Siswa mampu menyerap ide-ide (gagasan)
|
- Pembelajaran yang bersifat Teacher centered
(siswa meniru segala apa yang ada pada guru).
- Muatan; ketrampilan Calistung
(baca-tulis-hitung), eksak, dan ilmu sosial.
-
Metode;
siswa diajak untuk mengembangkan daya fikirnya (ide) serta memahami dan
berempati terhadap dunia fisik di sekitarnya.
|
- Sebagai model (contoh yang ideal/patut ditiru)
- Mempertahankan nilai-nilai insaniah.
- Pemilik kewenangan di bidang keahliannya.
|
Progressivisme; dasar filsafatnya adalah eksperimentalisme dan pragmatisme.
|
- Siswa mempunyai ketrampilan, alat, dan pengalaman
sosial (interaksi dengan alam sekitar)
- Siswa mempunyai kemampuan dalam memecahkan
masalah baik secara pribadi maupun sosial.
|
- pembelajaran yang bersifat student centered (siswa berperan
aktif untuk menemukan dan mendapat
tujuan pembelajaran)
- muatan; ilmu sosial (khususnya komunikasi verbal dan non verbal).
- Teknik; pembangunan komunikasi dan buku sebagai alat bukan sebagai
sumber pembelajaran yang pokok.
- Metode; siswa diajak terjun langsung ke lapangan untuk memecahkan
masalah.
|
- Pembimbing dalam sebuah permasalahan proyek rekayasa atau kenyataan
untuk dipecahkan siswa.
- Memberi tantangan (masalah) yang harus dipecahkan oleh siswa.
- Harus sabar, cerdas, kreatif, dan memiliki peta konsep yang
aplikatif.
|
Reconstructionisme; Dasar filsafatnya adalah eksperimetnalisme dan pragmatisme
|
- Siswa mempunyai kesadaran (empati) atas problem umat manusia
- Siswa memiliki ketrampilan untuk memcahkan problem kehidupan
universal
- Siswa mampu membangun konsep tatanan dunia baru.
|
- pembelajaran yang bersifat student centered
(siswa berperan aktif untuk menemukan dan mendapat tujuan pembelajaran)
- muatan; ilmu sosial, politik, & ekonomi
- metode; scientific inquiry
|
- menyadarkan siswa atas realitas
persoalan-persoalan yang dihadapai umat manusia
- sebagai pemimpin lapangan bersama siswa dalam
melakukan penelitian.
|
Existensialisme;
Dasar filsafatnya adalah eksistensialisme
|
- Siswa mampu mengembangkan potensinya untuk mencari jati dirinya.
|
- pembelajaran yang bersifat student centered
(siswa berperan aktif untuk menemukan dan mendapat tujuan pembelajaran)
- Kurikulum bersembur dari siswa, sesuai dengan minat, bakat, dan
kebutuhannya.
- Teknik; menekankan pada proses pemikiran reflektif.
- Muatan; ilmu sastra dan seni sebagai mata pelajaran penting untuk
intropeksi dan refleksi.
- Metode; mengikutkan siswa pada proyek-proyek untuk mengembangkan
ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan.
|
- Guru tidak boleh mengintervensi siswa
- Guru sebagai fasilitator untuk mengembangkan
bakat siswa
- Memiliki sikap ilmiah
- Pembimbing siswa dalam pembelajaran.
|
3. Jelaskan mengapa guru/pendidik agama Islam harus memahami filsafat
Pendidikan Islam? Berikan contoh-contoh penerapannya bagi pendidik/guru agama
islam dalam pelaksaan tugasnya!
Jawab: Mempelajari
Filsafat Pendidikan Islam merupakan manifestasi pemikiran manusia yang
mendasar, sistematis, logi, dan menyeluruh tentang dunia pendidikan yang mana
pendalaman ilmunya tidak hanya dilatar belakangi oleh ilmu pengetahuan Islam
saja melainkan menuntut manusia untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang dipandang
relevan dan diperlukan sesuai dengan perkembangan. Pemikiran filosofis sangat
diperlukan dalam upaya mengembangakan dan pengadaan pembaruan PAI, karena
dengan cara seperti itu pendidik sebagai manusia akan selalu berfikir dan
bertindak yang didasarkan pada nilai-nilai universal dan kepentingan bersama.
Oleh sebab itu pendidik PAI dituntut untuk memahami teori-teori disiplin ilmu umum dan juga memiliki pengalaman yang luas tentang masalah kehidupan realistis yang dihadapi oleh masyarakat dan yang dihadapi oleh dirinya sendiri.[6] Dengan kata lain Filsafat Pendidikan Islam merupakan alat yang penting bagi guru PAI untuk menganalisis, membedah, dan sebagai dasar bagi guru dalam upaya pengembangan segala hal yang berhubungan dengan PAI. Jika guru tidak memahami Filsafat Pendidikan Islam secara benar dan menyeluruh maka dapat dipastikan pembelajaran PAI akan berjalan konstan, monoton, dan bisa dikatana tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.
Oleh sebab itu pendidik PAI dituntut untuk memahami teori-teori disiplin ilmu umum dan juga memiliki pengalaman yang luas tentang masalah kehidupan realistis yang dihadapi oleh masyarakat dan yang dihadapi oleh dirinya sendiri.[6] Dengan kata lain Filsafat Pendidikan Islam merupakan alat yang penting bagi guru PAI untuk menganalisis, membedah, dan sebagai dasar bagi guru dalam upaya pengembangan segala hal yang berhubungan dengan PAI. Jika guru tidak memahami Filsafat Pendidikan Islam secara benar dan menyeluruh maka dapat dipastikan pembelajaran PAI akan berjalan konstan, monoton, dan bisa dikatana tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.
Contoh-contoh
penerapan Guru PAI yang mengajar berlandaskan Filsafat Pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
a.
Guru mengadakan inovasi pembelajaran baik dari segi metode, strategi,
media pembalajaran, dan segala aspek yang bersangkutan dengan PAI. Misalnya:
siswa diajak terjun langsung ke lapangan meneliti realitas di sekitar
masyarakat pluralis yang terdiri dari santri dengan abangan, kemudian siswa
diberikan tugas untuk memecahkan masalah seperti benturan budaya antara abangan
dengan santri.
b.
Guru mengadakan pembaruan materi (isi) PAI walaupun masih berlandaskan
pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Pembaruan dimaksudkan untuk membingkai dan mengemas materi PAI
menjadi lebih menarik, bernilai guna secara praktis, dan siswa (masyarakat)
menjadi sadar akan pentingnya PAI. Misalnya: guru melakukan integrasi,
memasukkan ilmu pengetahuan umum ke dalam materi PAI kemudian menghubungkannya
secara kontekstual dan tekstual terhadap al-Qur’an dan Hadith. Sehingga PAI
hadir tidak hanya untuk mengkritik ilmu pengetahuan umum namun mendukung ilmu
umum jika itu dipandang bermanfaat bagi masyarakat secara universal. Dengan
kata lain PAI menggugah masyarakat (siswa) untuk mengembangkan ilmu umum secara
luas namun tetap berada dalam pakem dan bingkai nilai-nilai islam.
c.
Guru PAI senantiasa besifat terbuka (inklusif), inovatif, memberikan
solusi, dan senantiasa melakukan pengembangan diri dengan cara meningkatkan
kualitas melalui pelatihan-pelatihan, melakukan penelitian, melakukan
pengabdian di masyarakat yang tidak hanya dalam bidang ritual (ibadah)
keagamaan saja, dan menginspirasi serta memotivasi masyarakat (siswa) untuk
mengembangkan ilmu pengetahaun umum yang berlandaskan nilai-nilai islam demi
kesejahteraan manusia di dunia dan kesejahteraan umat islam di akhirat.
4. Akhir-akhir ini di berbagai perguruan tinggi Islam terdapat upaya
integrasi antar sains dan agama, atau integrasi imtaq dan ipteks. Jelaskan
landasan filosofis dari integrasi tersebut!
Jawab: Konsep integrasi ilmu yang beberapa tahun
terakhir ini menjadi wacana besar di sebagian perguruan tinggi Islam khususnya
di UIN merupakan respon dari fenomena politik maupun ekonomi, dan perilaku
masyarakat yang sadar akan kebutuhan pendidikan setinggi-tingginya. Penambahan
porsi anggaran pendidikan di APBN memberikan peluang besar bagi masyarakat
bawah untuk mengeyam pendidikan tinggi. Masyarakat yang semakin sadar akan
pentingnya pendidikan memandang perlunya sebuah pendidikan, tentu pendidikan
bukan hanya untuk nilai gengsi sosial (fenomena latah/ikut-ikutan) namun juga
untuk investasi (keterjaminan peluang kerja) dan yang terakhir adalah karena
faktor nilai-nilai ilahiah yaitu didasarkan karena faktor murni untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa tendensi apapaun selain ridho Allah atau
untuk memenuhi perintah Allah dalam mencari ilmu.
Mengahadapi
keadaan masyarakat yang semakin pragmatis dan informatif maka lembaga
Pendidikan Islam khususnya perguruan tinggi islam sebagai sumber utama
pendidikan islam dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap realitas
perkembangan masyarakat. Jika tidak menyesuaikan diri maka dapat dipastikan
perguruan tinggi islam tidak akan lagi diminati oleh masyarakat. Penyesuaian
ini sekaligus sebagai upaya pemodernan, pembaruan, dan peningkatan mutu lembaga
pendidikan islam di tengah masyarakat. Secara global ilmu pengetahuan dan
produk-produknya telah menyebar ke seluruh penjuru dunia dan tidak bisa
dihindari dan terbendung lagi. Jika umat islam tetap acuh, apatis, dan
menghindari realitas kemajuan Iptek maka menyebabkan posisi umat islam akan
semakin tertinggal jauh dari peradaban barat.
Pendidikan
Agama Islam yang normatif (hanya berisi wahyu, hukum-hukum islam, benar-salah,
dan sejarah islam) dipandang tidak lagi memiliki nilai arti apa-apa lagi dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan umum. Dengan kata lain, masyarakat memandang
pesimis PAI akan bisa menyumbang keberhasilan mahasiswa secara praktis menjadi
manusia yang sukses dalam menjalani hidup yang semakin kompetitif. PAI
dipandang sebagai ilmu hafalan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan secara
dogmatis. Sehingga mengesankan bahwa Islam hanyalah agama yang berkaitan dengan
ritualitas dan ibadah saja, padahal banyak sekali ayat-ayat dalam al-quran dan
hadith-hadith yang diintepretasikan secara kontekstual menggambarkan kepada
umatnya untuk mencintai dan mempelajari ilmu pengetahuan secara universal.
Berdasarkan
kajian ontologis ilmu pengetahuan umum lebih cenderung bersifat netral, dengan
arti tidak dapat bersifat islami, kapitalis, sosialis, komunis atau yang
lainnya. Akan tetapi ketika seorang ilmuwan menjelaskan tentang perubahan yang
telah atau akan terjadi, menerangkan cara memanfaatkan hukum alam, dan
mengarahkan pengetahuan tersebut ke arah tertentu maka ilmu pengetahuan
tersebut tidak bisa dikatakan netral.[7]
Karena analisis yang dilakukan oleh ilmuwan tersebut bisa jadi karena
dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan yang telah ia lalui sebelumnya,
misalnya adanya doktrin ideologi, agama, ataupun pengalaman pribadi. Dikotomi
antara pendidikan umum dengan pendidikan Islam dalam bingkai Filsafat Pendidikan
Islam dipandang sebagain umat islam sebagai permasalahan yang sangat mengganggu
bagi kepentingan kemajuan peradaban umat islam. Bukankah pendidikan hadir untuk
menyiapkan manusia beserta segala akibat turunannya menghadapi segala
permasalahan kehidupan. Lantas salahkah jika Ulama pada zaman sekarang
melakukan ijtihad baru untuk menjawab permasalahan pendidikan Islam zaman
sekarang ini yang dihadapkan dengan pendidikan umum.
Oleh
karena itu, dipandang perlu dan penting sesegera mungkin pendidikan islam
mengadakan integrasi ilmu yaitu bukan dengan cara mencampurkan antara
pendidikan umum dengan pendidikan islam seperti mencampurkan air dengan minyak.
Integrasi dilakukan untuk tercapainya efisiensi seperti hemat waktu serta biaya dan tercapainya efektifitas
sehingga mahasiswa menjadi lebih fokus pada materi yang integral. Yang mana mahasiswa
tidak akan lagi membedakan mana mata pelajaran/pendidikan agama dan mana mata
pelajaran/pendidikan non agama, namun semuanya terintegral menjadi satu menjadi
pendidikan berbasis agama.
5. Selama ini masih banyak kritik yang ditujukan kepada PAI di Sekolah
Umum.
a. Jelaskan berbagai kritik tersebut!
b. Jika anda ditunjuk sebagai konsultan pengembangan PAI di Sekolah umum,
apa saja saran-saran anda baik terhadap guru Pendidikan Agama Islam maupun
Kepala Sekolah untuk memperbaiki keadaan yang dikritik tersebut?
Jawab:
a. Pendidikan
Agama Islam pada era informasi sekarang ini dihadapkan pada berbagai
permasalahan mulai dari sistem pendidikan yang tidak integral, kurikulum ahistoris
karena lebih mengekor pada pendidikan umum yang pada praktiknya enggan untuk
diterapkan secara menyatu, metode yang masih terus menyesuaikan diri, dan
tujuan pendidikan yang secara praktis belum terfokus. Walaupun pada faktanya
sekarang ini pendidikan Islam secara kelembagaan serta adminsitrasi misalnya
Madrasah dan Pondok pesantren mengalami perkembangan pesat, mulai dari sarana
prasarana, jumlah mahasiswa, kualitas, dan sistem organisasi yang terstruktur.
Namun dari segi Kurikulum sepertinya Pendidikan Islam baik secara isi maupun
metode masih tunduk pada pengaruh-pengaruh pendidikan umum. Inilah tugas
penting generasi Islam ke depan dalam mentransformasikan pendidikan supaya
sistem pendidikan memiliki jiwa-jiwa Islami. Sehingga bukan sistem pendidikan
Islam yang dimuati oleh Kurikulum Umum namun bisa terciptanya Kurikulum Umum
yang dimuati kurikulum dan sistem pendidikan Islami secara integral.
Yang
masih menjadi diskusi panjang tentang pendidikan Islam adalah apakah Islam
mempunyai konsep tersendiri mengenai Pendidikan versi Islam ataukah tidak sama
sekali.[8] Pada
kenyataan secara historis kemajuan peradaban Islam di masa Keemasan dahulu
diperoleh umat islam karena mengambil, beradapatasi, dan mengadopsi sistem
lembaga pendidikan dari peradaban masyarakat yang ia jumpainya sebagai
implikasi politik ekspedisi. Jika kita tarik pada permasalahan pendidikan Islam
di Indonesia sekarang ini maka kita dapat jumpai bahwa konsep pendidikan di
madrasah dan mata pelajara PAI di Sekolah umum belum mengalami perkembangan
yang berarti. ‘Intervensi’ secara tak sengaja dari konsep pendidikan umum masih
tercium tajam, sehingga terkesan bahwa konsep pendidikan Islam selalu mengekor
pada konsep pendidikan Umum. Tentu pembahasan ini masih jauh dengan gagasan
bahwa di lembaga madrasah Indonesia harus diadakan kurikulum yang integratif.
Jika
ditinjau dari kualitas gurunya maka Pendidikan Agama Islam bisa dikatan masih
didominasi oleh guru-guru yang terkesan tidak menerima inovasi, tidak bisa
mengembangkan PAI menjadi sebuah mata pelajaran yang disukai oleh peserta
didik, dan guru memposisikan dirinya sebagai ulama yang harus dipatuhi oleh
umatnya. Inilah realitas yang tejadi pada dunia Pendidikan Agama Islam yang
berada di sekolah-sekolah umum. Nasib PAI lebih dianaktirikan dan dinomer
duakan dari pendidikan-pendidikan lain walaupun secara undang-undang (UU no. 20
tentang SISDIKNAS 2003) mengutamakan pada peningkatan iman dan taqwa peserta
didik.
b.
Jika saya ditunjuk menjadi konsultan pengembangan PAI di sekolah umum
maka saya akan memberikan saran-saran kepada Guru PAI dan kepala sekolah untuk
memperbaiki keadaan berdasarkan kritikan di atas. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Untuk Guru PAI; guru PAI harus banyak membaca
literatur umum (tidak hanya litaratur agama dan bahasa arab saja), guru PAI
mengembangkan ilmu pengetahuannya dengan cara membuat karya ilmiah, guru
melakukan pengabdian di masyarakat tidak hanya dalam bidang ibadah namun juga
berperan dalam memecahkan masalah umum. Guru lebih bersifat terbuka (inklusif)
dalam menerima ide-ide baru yang dipandang bisa mengembangkan ilmu pengetahuan.
Guru PAI mereformulasi metode, strategi, dan media pembelajaran PAI yang lebih
menarik dan bernilai kesan bagi mahasiswa.
2) Untuk Kepala sekolah; kepala sekolah memberikan
kesempatan kepada guru PAI untuk mengembangkan diri dengan cara mengikuti
pelatihan pengembangan diri diluar bidang materi pendidikan islam. Kepala
sekolah memfasilitasi wakil kepala bidang Kurikulum untuk mengembangkan
kurikulum PAI yang integratif dengan ilmu umum sehingga bisa bersifat aplikatif
sehingga bisa dimanfaatkan secara langsung oleh mahasiswa. Kepala sekolah
mendorong guru PAI untuk meningkatkan kualitas diri dengan cara mengikuti
pelatihan dan membaca buku-buku keilmuan umum.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, Muzayyin. Filsafat
Pendidikan Islam . Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Filsafat
Pendidikan Islam: Mengembangkan Pemikiran. http://www.zonastudi.co.cc/2008/12/stkip-filsafat-pendidikan-islam_1768.html, Senin, 01 Desember 2008. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2012.
Muhaimin.
Paradigma
Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001.
--------. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya:
Pustaka Pelajar, 2004.
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 1995.
[1]Zuhairini, dkk., Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 127.
[2]Ibid., 128.
[3]Filsafat Pendidikan Islam: Mengembangkan
Pemikiran. http://www.zonastudi.co.cc/2008/12/stkip-filsafat-pendidikan-islam_1768.html, Senin, 01 Desember 2008. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2012.
[4]Muhaimin, Wacana Pengembangan
Pendidikan Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2004), 40.
[5]Ibid., 42-44.
[6][6]Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), 1.
[7]Muhaimin, Paradigma Pendidikan
Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001 ), 65.
[8]Ibid., 31.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tanya Jawab Tentang Filsafat Pendidikan Islam dan Upaya Pembaruan Pendidikan Islam"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*