MASA MULUK al-THAWAIF
Oleh: Istifadah
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Spanyol Muslim sejak penaklukan bangsa
Arab sampai likuidasi kekuasaan muslim di Granada pada tahun 1492 yang
mencerminkan varian ke khilafah yang khas dari peradaban Islam masa awal.
Peradaban tersebut terbentuk berdasarkan asimilasi antara bangsa Spanyol dan
warga Berber dengan kultur Islam dan bahasa Arab yang ditunjang dengan kondidi
perekonomian yang sangat makmur. Spanyol Muslim melahirkan pancaran cahaya yang
agung. Masjid Agung Cordova, sejumlah pertamanan, pancuran dan alun-alun istana
al-Hambra, sejumlah kebun-kebun irigasi di Seville dan Valencia, sains dan
masih banyak lagi, semua itu merupakan monument peninggalan Islam Spanyol.[1]
Lebih kurang setengah abad, antara
keruntuhan final kekhalifahan Umayah dan tampilnya al-Murawiyah, merupakan masa
fragmentasi politis. Sejumlah dinasti local, menurut A. R. Nykl ada dua puluh
tiga, ada juga yang menyebutkan lebih dari tiga puluh Negara kecil berkuasa di
berbagai bagian Andalusia, sebagian diantaranya hanyalah Negara-kota.[2]
Dinasti-dinasti ini dari berbagai ras yang mencerminkan kemajemukan kelas-kelas
militer di bawah Umayyah dan ketegangan etnis dan persaingan di kalangan
kelompok-kelompok sehingga muncul di banyak kota atau provinsi dibawah pimpinan
kepala suku atau raja kecil yang oleh orang Arab disebut Muluk al-Thawa’if (Spanyol:
reyes de taifas, raja-raja kelompok).[3]
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
terbentuknya Muluk al-Thawaif?
2.
Apa
saja dinasti-dinasti pada Muluk al-Thawaif?
PEMBAHASAN
A.
Terbentuknya Muluk al-Thawaif
Sebagaimana yang pernah berlangsung
didalam pemerintahan Abbasiyah, Negara Muslim-Spanyol juga dilanda sejumlah
kerusuhan konflik internal yang sangat rumit. Permusuhan antara elite
propinsional dan elite pedagang perkotaan, antara warga kota dengan tentara
Berber, antara non-Arab yang baru masuk Islam dengan bangsa Arab, menjadikan
Negara muslim Spanyol tidak mampu memperkokoh rezim. Kehancuran Bani Umayah
Spanyol merupakan awal dari terbentuknya muluk al-Thawaif. Awal dari kehancuran
Khilafah Bani Umayah di Spanyol Ketika Hisyam naik tahta berusia sebelas tahun,
oleh karena itu kekuasaan actual berada di tangan para pejabat. Ibnu Abi Amir
ditunjuk menjadi pemegang kekuasaan sehari-hari pada tahun 981 M. ia adalah
seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan
wilayah kekuasaannya dengan ia tidak segan-segan menyingkirkan rekan-rekan dan
pesaing yang dianggap menjadi penghalang baginya. Atas keberhasilannya
memperluas wilayah kekuasaan, ia mendapat gelar al-Mansur Billah. Ia wafat pada
tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat
mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008
M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memilikikualitas bagi jabatan itu.
Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan
akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri
beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup
memperbaiki keadaan.[4]
Kemunduran dan kehancuran Bani Umayah di Spanyol disebabkan oleh beberapa hal:
1.
Khalifah-khalifah
yang tidak cakap. Sepeninggal Hakam II, para khalifah tidak mampu membawa
Spanyol pada kemajuan. Mereka tidak dapat mengatasi krisis politik yang
bermunculan. Pada masa Hisyam II, Hajib al- Mansur justru yang memegang kendali
pemerintahan. Hal ini, di satu sisi menimbulkan berbagai macam kecemburuan di
kalangan internal istana. Permusuhan internal tidak dapat dihindari lagi yang
memancing pemberontakan di Cordova, sehingga mengakibatkan khalifah Abdurrahman
mundur dari jabatanya. Namun, disisi lain kemajuan militer Hajib al-Mansur
menimbulkan kecemasan negara-negara yang mayoritas Kristen.
2.
Konflik
Islam dan Kristen. Sejak awal sebagian kelompok Kristen garis keras menolak
kedatangan Islam. Namun ketika kekuasaan Islam berkembang dan mencapai puncak
kejayaan, umat Islam memberikan toleransi yang amat tinggi bagi umat Kristen,
dan membiarkan kerajaan-kerajaan kecil Kristen bertahan, dan tetap menjalankan
hukum, agama dan tradisinya. Namun, kedatangan bangsa Arab disisi lain ternyata
membuat kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen semakin kuat dan mengkristal.
Kekuatan inilah yang kemudian menjadi duri dalam daging. Upaya mempertentangkan
antara Islam dan Kristen sering muncul
dari kekuatan ini. Dalam pada itu, ketika kekuasaan Islam melemah di
abad ke 11 dan seterusnya, sementara kekuatan Kristen semakin mengalami
kemajuan. Maka disinilah muncul berbagai serangan dari kerajaan-kerajaan
Spanyol Kristen terhadap pemerintahan Arab Islam.
3.
Pluralisme
etnik, agama dan budaya, di pihak lain ternyata menimbulkan potensi konflik dan
perpecahan manakala tidak ada ideologi pemersatu. Ketika kekuasaan Islam masih
sangat efektif, pluralism tidak menimbulkan permasalahan berarti, tetapi
kekuatan Islam sendiri mengalami kelemahan, maka pluralism di Spanyol
berpotensi konflik. Fakta menunjukkan system aristokrasi ke-Arab-an tidak
sepenuhnya bisa diterima oleh kelompok muwalladun (para muallaf dari
penduduk Spanyol), yang mereka masih dianggap warga Negara kelas dua setelah
orang-orang Arab. Semenjak kematian Abdurrahman III, suku-suku non Arab seperti
Berber, Slavia dan lain-lainnya saling berebut pengaruh dan bertujuan untuk
mendirikan Negara kesukuan yang merdeka. Jadi fanatisme kesukuan yang tidak
dapat dipersatukan dengan suatu ideologi menjadikan pemeritahan Islam Spanyol
terpecah-pecah.
4.
Permasalahan
ekonomi pemerintahan Bani Umayyah juga menyebabkan kemunduran dinasti itu.
Karena pemerintah semula hanya mengandalkan pajak dan upeti dari orang-orang
kaya dan kerajaan-kerajaan yang dibawahinya, sementara tidak ada upaya
pengembangannya, maka hal ini menimbulkan merosotnya income Negara.
Kondisi ekonomi semakin parah dengan datangnya musibah kekurangan pangan
sehingga para petani yang mayoritas adalah bekas budak yang dimerdekakan tidak
mampu membayar beban pajak. Maka perselisihan antara kaum majikan dengan kaum
buruh tidak dapat dihindarkan.[5]
Pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang
memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah dari Bani Umayyah. Dari
puing-puing kekhalifahan Umayyah, muncul sejumlah negara kecil yang terus
menerus bertikai dalam perang saudara, dan setelah sebagian dari mereka
dikalahkan oleh dua dinasti Berber-Maroko, satu demi satu Negara-negara itu
menyerah pada kekuasaan Kristen yang tengah bangkit di utara. Pada paruh
pertama abad ke 11, Spanyol telah terpecah dalam banyak sekali Negara-negara
kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. Pada periode ini Spanyol terpecah
menjadi lebih dari tiga puluh Negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan
atau raja-raja kecil yang disebut dengan Muluk al-Thawaif, yang berpusat di
suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya.[6]
B.
Dinasti-dinasti pada Muluk al-Thawaif
Spanyol terpecah menjadi Negara-negara kecil dibawah
pemerintahan raja-raja golongan atau raja-raja kecil, diantaranya:
1. Bani Hamudiyyah yang memproklamirkan sebagai
penguasa yang berkuasa di Malaga dan Algeciras antara tahun 400-409H/ 1010 –
1057M. Pendirinya adalah ‘Ali ibn Hammid tahun 1016 – 1018, yang dari namanya
ia menghubungkan garis keturunannya kepada menantu Rasulullah (
‘Ali bin Abi Tholib ), tetapi ia sendiri sebenarnya keturunan Barbar.
Sebelumnya ‘Ali ibn Hamid menjabat sebagai gubernur Ceuta dan Tangier sampai
akhirnya ia memproklamirkan sebagai khalifah di Cordova. Ia juga
menaklukan Malaga dan Algeciras. Dinasti ini bertahan sampai ampai tahun 1057M.
Diantara
para penguasanya antara lain:
a. Ali an Nasir (400H/ 1010M)
b. Al-Qasim I al-Ma’mun,
memerintah pertama kali (407H/ 1016 M)
c. Yahya I al-Mu’tali, memerintah
pertama kali (412H/ 1021M)
d. Al-Qasim I, memerintah kedua
kali (413H/ 1023M)
e. Yahya I, memerintah kedua
kali (414H/ 1023M)
f. Idris I al-Muta’ayyid (427H/
1036M)
g. Yahya II (430H/ 1039M)
h. Al-Hasan al-Mustanshir (430H/
1039M)
i.
Idris
II al-Ali, memerintah pertama kali (434H/ 1043M)
j.
Muhammad
I al-Mahdi (438H/ 1046M)
k. Muhammad II al-Mu’tashim
(440H/ 1048M)
l.
Al-Qasim
II aWatsiq (440H/ 1048M)
m. Idris III al-Muwaffaq (446H/
1054M)
n. Idris II, memerintah kedua
kali (446H/ 1054M)
o. Muhammad III al-Musta’li
(447-449H/ 1055-1057M)[7]
2. Dinasti ‘Abbadiyyah. Dinasti ini didirikan oleh
Muhammad ibn Abbad 1023 – 1042, yang berkuasa di Seville dan kemudian
kekuasaannya meluas sampai ke Toledo.[8]
Banu ‘Abbad mengaku keturunan raja-raja Lakhmi kuno dari Hirah. Leluhur Spanyol
mereka dulunya adalah perwira yang bergabung dalam resimen Emessa pada pasukan
Suriah tak lama setelah penaklukan. Pelopor dinasti ‘Abbadiyah adalah seorang
qadhi cerdik dari Seville, yang memanfaatkan seseorang dengan mengaku sebagai
khalifah terakhir Umayyah, Hisyam III. Pada tahun 1042, putra qadhi itu,
‘Abbad, menggantikan ayahnya sebagai pengurus rumah tangga kerajaan dibawah
sang khalifah palsu, tetapi kemudian ia menyingkapkan topeng penipu itu dan
mengambil alih kekuasaan dengan gelar al-Mu’tadhid. Pada masa raja Mu’tamid
dinasti ‘Abbadiyyah meminta bantuan kepada penguasa Murabithun di
Maroko untuk menghadapi pasukan Kristen ( pasukan Al Fonso VI ) di Spanyol.
Tapi sayang setelah pasukan Murabithun berhasil mengalahkan pasukan
AlFonso VI, tak lama kemudian malah menyerang dan menguasai dinasti
‘Abbadiyyah, maka berakhirlah dinasti ‘Abadiyyah di tangan sekutunya
sendiri pada tahun 1091.
Penguasa-penguasa
dinasti ‘Abbadiyah di Seville antara lain:
a. Muhammad I ibn ‘Abad (414H/
1023M)
b. ‘Abbad al-Mu’tadhid (433H/
1042M)
c. Muhammad II al-Mu’tamid
(461-484H/ 1069-1091M)[9]
3. Afthasiyyah atau Banu Maslama,
dinasti ini didirikan oleh Abdullah Al-Mansyur tahun 1022 – 1045 yang berkuasa
di Badajos. Pada pemerintahan yang ke 3 yaitu masa Umar Al-Mutawakkil 1068 –
1094 bersedia bekerja sama dengan orang Kristen ( pasukan Al Fonso IV ) dengan
menyerahkan daerahnya yaitu Leon dan Castile untuk menyerang dan
menaklukan kerajaan Islam lainnya yaitu Al-Murawiyyah.
Penguasa-penguasa
dinasti Afthasiyyah atau Banu Maslama antara lain:
a.
Abdullah
al-Mansur (413H/ 1022M)
b.
Muhammad
al-Muzhaffar (437H/ 1045M)
c.
Umar
al-Mutawakkil 460-487H/ 1068-1084M)[10]
4. Jahwariyyah, dinasti ini didirikan oleh
Jahwar tahun 1031 – 1041 yang berkuasa di Cordova, dinasti ini bertahan sampai
1069 dengan penguasanya yang terakhir Abdul Malik.
Penguasa-penguasa
dinasti Jahwariyyah antara lain:
a. Jahwar (422H/ 1031M)
b. Muhammad ar-Rasyid (435H/
1043M)
c. Abdul Malik (450-461H/
1058-1069M)[11]
5. Dzun Nuniyyah, didirikan oleh Abdur Rahman
ibn Dzin Nun dengan wilayah kekuasaan di Toledo tahun 1028 , dinasti ini berasal
dari keluarga Berber kuno yang sering memberontak, dan bertahan sampai tahun
1085 dengan raja terakhir Yahya Al-Qadir 1085 setelah ditaklukkan oleh
pasukan AlFonso VI.
Penguasa-penguasa
dinasti Dzun Nuniyyah antara lain:
a. Abdur Rahman ibn Dzin Nun
b. Isma’il al-Zhafir (419H/
1028M)
c. Yahya al-Ma’mun (435H/ 1043M)
d. Yahya al-Qadir (467-478H/
1068-1085M)
6. ‘Amiriyyah di Valencia 1021 – 1096,
didirikan oleh Abdul Aziz Al-Mansyur 1021- 1061. Dinasti dipimpin sampai beberapa
generasi sampai akhirnya ditaklukan pada masa Al Qadhi’ Ja’far tahun 1096 oleh Al
Murawiyyah.
Penguasa-penguasa
‘Amiriyyah antara lain:
a. Abdul Aziz al-Mansur (412H/
1021M)
b. Abdul Malik al-Muzhaffar
(453H/ 1061M)
c. Abu Bakar (468H/ 1076M)
d. Al-Qadhi Usman (478H/ 1085M)
e. Al-Qadhi Ja’far (483-489H/
1090-1096M)
Itulah sebagian di antara
kerajaan – kerajaan kecil di Spanyol yang saling berperang sesama kerajaan
Islam yang akhirnya mereka ditumpas oleh pasukan Kristen atau oleh pasukan lain
dari luar Spanyol, seperti Murabithun yang datang ke Spanyol atas
undangan raja ‘Abadiyyah, yang akhirnya menguasai sebagian besar wilayah
Spanyol.
7.
Ziriyyah
di Granada ((403-483H/
1012-1090M), didirikan Ibn Zirri (1012-1019) berkebangsaan Berber. Rezim ini
dihancurkan oleh Murabitun Maroko pada tahun 1090M. inilah satu-satunya kota
muslim di Spanyol yang didalamnya seorang Yahudi, Wazir Isma’il ibn Naghzalah
yang pernah memegang kekuasaan yang benar-benar kuat.
Selain dinasti-dinasti tersebut di atas, terdapat dinasti
lain yang termasuk dalam kategori Muluk al- Thawaif , diantaranya:
1.
Banu
Yahya di Niebla (414-441/ 1023-1051)
2.
Banu
Muzayn di Silves, Algarve (419-445/ 1028-1053)
3.
Banu
Razin di Albarracin, La Sahla ((402-500/ 1011-1107)
4.
Banu
Qasim di Alpuente (420-485/ 1029-1092)
5.
Banu
Shumadiyyah di Almeria 1039 – 1087
6.
Banu
Mujahid dan Banu Ghaniyah di Majorca 1022 – 1205
7.
Tujibiyyah
dan kemudian Hudiyyah di Saragosa, Lerida, Tudela, Calatayud, Denia, Tortosa
(410-536/ 1019-1142)[12]
Semua kerajaan kecil tersebut berada di wilayah Spanyol.
C. Politik, ekonomi dan peradaban
masa Muluk al-Thawaif
Meskipun
secara politik masyarakat Islam Spanyol terpecah menjadi beberapa Negara kecil
dan terjadinya kemunduran kekuasaan islam, namun masyarakatnya tidak ikut
terpecah. Hukum Islam dan sebuah identitas muslim Arab tetap diterima secara
universal dan ulama terus mewakili aspirasi warga. Mereka juga tetap disatukan
dalam perdagangan regional maupun internasional dengan Afrika Utara, Mesir,
Irak, Siria, Iran, Arabia dan India. Kehidupan intelektualpun terus berkembang
dimana istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana lain. [13]
Dalam bidang fiqh, Spanyol Islam dikenal
sebagai penganut mazhab Maliki. Ahli-ahli Fiqih diantaranya adalah Abu Bakr ibn
al-Quthiyah, Ibn Hazm yang menulis kitab al-Muhalla (tentang fiqih) dan al-Ihkam fi Usul al-Ahkam (tentang usul
fiqih).[14]
KESIMPULAN
Dari makalah yang telah dipaparkan
tersebut dapat di tarik kesimpulan:
1.
Pada
saat keruntuhan final kekhalifahan Umayah, pada paruh pertama abad ke 11, Spanyol
telah terpecah dalam banyak sekali Negara-negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu. Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga
puluh Negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau raja-raja kecil
yang disebut dengan Muluk al-Thawaif
2.
Dinasti-dinasti
pada Muluk al-Thawaif diantaranya: Bani Hamudiyyah, Dinasti ‘Abbadiyyah, Afthasiyyah atau Banu Maslama, Jahwariyyah,
Dzun Nuniyyah, ‘Amiriyyah, Ziriyyah, dan masih banyak lagi
dinasti-dinasti kecil lainnya.
3.
Meskipun
secara politik masyarakat Islam Spanyol terpecah menjadi beberapa Negara kecil
dan terjadinya kemunduran kekuasaan Islam, hukum Islam dan sebuah identitas
muslim Arab tetap diterima secara universal. Dalam bidang ekonomi, perdagangan
regional maupun internasional tetap terjalin dengan Negara-negara tetangga.
Dalam bidang fiqih, ahli-ahli Fiqih
diantaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Ibn Hazm.
4.
Kehancuran dinasti Islam disebabkan 2 faktor:
a.
Internal : Perebutan kekuasaan dan pengaruh
dikalangan istana.
b.
Ekternal : Adanya serangan dari pihak luar baik
dari kerajaan Islam atau dari pihak Kristen.
DAFTAR PUSTAKA
C.E.
Bosworth terj. Ilyas Hasan, Dinasti-Dinasti Islam. Bandung: Mizan, 1993.
Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002.
Http//
Islam di Afrika Utara dan Spanyol « R I
U is M E.htm, diunduh pada tanggal 3 Juni 2012.
K. Hitti, Philip,
terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Histori of The Arabs.
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002.
M.
Lapindus,Ira, Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003.
Nur Hakim, Moh., Sejarah
dan Peradaban Islam. Malang: UMM Press, 2003.
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
[1]
Ira M. Lapindus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), 581.
[2]
C.E. Bosworth terj. Ilyas Hasan, Dinasti-Dinasti Islam, (Bandung: Mizan,
1993), 35.
[3]
Philip K. Hitti terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Histori
of The Arabs,(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), 683.
[4]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah, ( Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), 97.
[5]
Moh. Nur Hakim, Sejarah dan Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2003),
127-128.
[6]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah, 97.
[7]
C.E. Bosworth terj. Ilyas Hasan, Dinasti-Dinasti Islam, 37.
[8]
http// Islam di Afrika Utara dan Spanyol
« R I U is M E.htm, diunduh pada tanggal 3 Juni 2012.
[9]
C.E. Bosworth terj. Ilyas Hasan, Dinasti-Dinasti Islam, 37.
[10]
Ibid., 38.
[11]
Ibid.
[12]
Ibid., 36-37.
[13]
Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam, (Surabaya:
Pustaka Islamika Press, 2003), 184.
[14] Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, " Andalusia”, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002), 146.
Sejarah Islam di Eropa (gambar dimodifikasi dari sini) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "ISLAM DI SPANYOL MASA MULUK al-THAWAIF"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*