IMPLEMENTASI
KELAS AKSELERASI
(PERCEPATAN) DALAM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
(PAI)
DI SMA NEGERI 1 KEDIRI
TAHUN AJARAN 2010/2011
BAB IV
LAPORAN
HASIL PENELITIAN
Oleh
:
DWI HARIS MASTUN NISA’
(Mahasiswa S2 Program Pascasarjana STAIN Kediri)
(foto Dwi Kharis, sumber photo: facebook)
B.
Faktor-faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Kelas
Akselerasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 1
Kediri Tahun Ajaran 2010/2011
Untuk
menghasilkan sosok pribadi siswa yang berkualitas dan seimbang baik
fisik-jasmaniahnya maupun mental-rohaniahnya, baik jiwa dan raganya maupun akal
dan semangatnya, ada faktor yang mendukung dan ada pula faktor penghambat
terhadap implementasi kelas akselerasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMA Negeri 1 Kediri.
Faktor pendukung dan penghambat implementasi program akselerasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMA Negeri 1 Kediri adalah
sebagai berikut:
1.
Faktor
Pendukung implementasi program akselerasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMA Negeri 1 Kediri
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
terdapat beberapa faktor pendukung dalam implementasi program akselerasi dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Kediri yaitu:
a.
Komunikasi
yang baik dan hubungan emosional yang erat antara guru dan siswa
Dalam hal ini, Ibu Rosyidah mengungkapkan bahwa, “saya biasanya
menanyakan kepada anak-anak bagaimana kabarnya hari ini, atau hal-hala sepele
yang terjadi dalam kehidupan mereka biar nambah keakraban”
Saat peneliti observasi di kelaspun tampak adanya hubungan yang
komunikatif antara guru dan siswa. Misalnya saat materi tentang akhlak terpuji,
beberapa siswa seperti Regina, Hanita, Bagus, Yuriko, dan yang lainnya begitu
leluasa dalam beberapa hal yang belum mereka ketahui terlebih pada persoalan
aplikatif yang sering terjadi. Berikut catatan observasinya.
Pada hari Kamis jam 06.40 WIB peneliti
sudah berada di depan kelas akselerasi. Bel berbunyi ketika jam menunjukkan
pukul 06.45 WIB, seluruh siswa masuk ke kelas masing-masing. Penulispun
masuk kelas mengikuti
ibu Rosy
idah kemudian duduk di bagian
belakang untuk melihat pembelajaran yang akan belangsung. Setelah guru
pendidikan Agama Islam (Ibu Rosydah) masuk ke dalam kelas, ketua kelas langsung
menyiapkan teman sekelasnya untuk berdo’a sebagai pembuka kegiatan proses
belajar mengajar. Selanjutnya guru Agama Islam memberi apersepsi kemudian
membagikan lembaran kertas kepada setiap siswa yang berisi tentang soal materi
hari itu
yakni akhlak terpuji
(khouf, roja’, dan taubat). Setiap anak terlihat antusias mencari
jawaban. Setelah jawaban mereka temukan, soal tersebut dibahas bersama-sama.
Guru membahas secara global serta memberikan penjelasan yang analogi dan
memberi kesempatan tanya jawab sebagai
feed back. Suasana pembelajaran
terkesan santai dan menyenangkan, guru sebagai partner pembelajaran
sehingga antara guru dengan
siswa seperti tidak ada batasnya,
guru terlihat seperti teman
siswa.
Anak-anak terlihat aktif dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan guru,
mereka menanggapi pertanyaan dari guru dan menanyakan materi yang belum
dimengerti. Tidak
terasa waktu sudah
menunjk
jam 08.15 WIB, bunyi bel
pergantian jam ke
-3 pun
berbunyi menunjukkan waktu untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam
harus diakhiri. Ibu Rosy
idah menutup pembelajaran dengan menarik
kesimpulan dan memberi motivasi kepada siswa
b.
Ketrampilan
guru dalam penggunaan metode
pembelajaran
Ibu Rosyidah selaku guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas
akselerasi SMA Negeri 1 Kediri, mengatakan bahwa:
Metode
yang saya gunakan untuk mengajar tergantung materi yang di pelajari saat itu.
Misalkan materi tentang ayat-ayat maka karus dihafalkan, kayak kemarin
masalah iman kepada rosul untuk mengulas sejauh mana mereka tahu tentang nabi dan
rosul, saya suruh cerita, kalau materi yang bisa dipresentasikan maka anak-anak
saya suruh menpresentasiakan dan metode
yang lain yaitu biasanya ceramah, tanya jawab, diskusi.
Hal
tersebut senada dengan pengakuan Hanita, salah satu siswa akselerasi,
Yang menjadi pendukung
belajar kita ya... gurunya penyampaiannya enak terus kita juga ngerasa
butuh gitu, menggugah rasa ingin tahu. Ya... kalau bu Rosyidah itu
termasuk bisa memotivasi ya mbak, misalkan dhuha itukan hampir
kayak wajib, jadi bu Rosyidah itu emang nggak pernah bilang kalau itu
wajib, cuma beliau memberikan penilaian khusus bagi yang rajin sholat. Emang
kita nggak dipaksa tapi akhirnya timbul kesadaran, walaupun awal-awalnya
mungkin terpaksa lama-lamakan akhirnya terbiasa.
c.
Sarana
dan prasana pembelajaran yang memadai
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Rosyidah yang
mengatakan bahwa:
sarana prasarana yang sudah cukup lengkap,
siswanya juga unik-unik dan berprestasi dan metode pembelajarannya ketika KTSP
kan terserah kita jadi kita lebih mudah mengelola pembelajaran dengan cara kita
sendiri, kita sesuaikan dengan siswanya bagaimana, kalau siswanya misalkan
ramai kita mencoba dengan mereka yang belajar kita kasih soal atau gimana,
kalau mereka respon ya materinya ceramah dan seterusnya gitu.
Menurut Bapak Sulistyo widodo, ketika diwawancarai tentang sarana
dan prasarana, ia mengatakan bahwa:
kalau sarana
dan prasarana itu, ya sama dengan kelas lain, di sini programnya tinggal RSBI
reguler, RSBI smart dan akselerasi, yang program regular saja kan sudah mau
lulus. Jadi, sarana prasarananya sama, ada AC, LCD, hotspot area dan lain-lain.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dwi Retnani, yang mengatakan
bahwa “yang mendukung sarana-prasarana jelas., sarana prasarana jelas mendukung
semua”.
Ketika peneliti kali pertama memasuki kelas`akselerasi, di sana
tampak beberapa sarana seperti laptop, LCD, AC, dan gedung yang representatif.
Selain itu, ada juga bantalan pada masing-masing kursi untuk kenyamanan duduk
siswa. Tentang
sarana dan prasarana di luar kelas yang mendukung pembelajaran seperti
yang telah dicantumkan pada bab sebelumnya.
d.
Siswa
akselerasi yang berkualitas
Hal itu diungkapkan oleh Suyadi, bahwa “syarat siswa masuk ke kelas
akselerasi itu harus mempunyai IQ di atas 130 yang diukur oleh tim psikolog
dari Universitas Muhammadiyah Malang”.
Menurut Sulistyo widodo Sulistyo widodo, ketika diwawancarai
mengatakan bahwa:
Siswa
akselerasi diambil dari siswa yang intelegensinya di atas 130.kemudian, kita
juga menyeleksi masalah komitmen, motivasi, kemauan orang tua juga mbak, apakah
mendukung anaknya atau tidak, dan masih banyak lagi itu. Pokoknya,
pertimbangan-pertimbangan itu ditentukan tim psikolog dari Universitas
Muhammadiyah malang,. Terus, karena program di SMA 1 sini akselerasi IPA, jadi
kami mengambil anak-anak yang menonjol di pelajaran IPA nya, kemarin ada yang
menonjol di IPS tidak kami ambil.
e.
Kemampuan
siswa akselerasi dalam menggunakan teknologi informasi
Ibu Rosyidah menuturkan, ”anak-anak biasanya juga saya suruh untuk
berdiskusi, mencari bahan sendiri untuk didiskusikan kemudian saya suruh
menampilkan dalam bentuk slide gitu, lha itu yang membuat anak semakin
antusias”
Hal senada juga diungkapkan oleh Bagus, bahwa “Bu Rosyidah pernah
nyuruh kita presentasi lewat power point, terus yang nggak
lewat power point juga pernah presentasi lisan seperti itu”.
f.
Adanya
program khusus akselerasi, yaitu pelayanan motivasi dan Klinik Mata Pelajaran (KMP)
Menurut Sulistyo widodo Sulistyo widodo, ia
menuturkan bahwa:
Di sini
yang membedakan kalau dari akselerasi ada pelayanan motivasi mbak, kami
datangkan beberapa psikolog dari Unair misalnya, atau cukup dari pihak BK
sekolah. Kalau dari tim psikolog luar biasanya seperti dulu itu kami mengadakan
hipnoterapi, agar anak-anak itu alam bawah sadar mereka diberikan
masukan-masukan positif, semacam motivasi lah mbak, biar prestasi mereka
naik.
Berkaitan dengan adanya program khusus
akselerasi, Bapak Sulistyo widodo menambahkan:
atau tiap
akhir semester, untuk akselerasi itu kan 4 bulan sekali, kami
mendatangkan psikolog, kami undang anak beserta orang tuanya untuk membicarakan
bagaimana perkembangan prestasi anak-anak dan itu untuk memperbaiki masalah
motivasi kalau misal sempet kendor.
Bu Dwipun juga memaparkan hal yang sama,“di
kelas akselerasi biasanya ada pelayanan motivasi belajar yang lebih, selain
dari BK, kami mendatangkan psikolog dari luar buat meningkatkan kualitas
belajar siswa aksel.”
Mengenai klinik mata pelajaran (KMP), Sulistyo
widodo Sulistyo widodo menjelaskan bahwa:
KMP itu
klinik mata pelajaran, tiap waktu kalau diperlukan, kami memberikan fasilitas
semacam, yaa... katakanlah tambahan pelajaran buat anak aksel yang
membutuhkan penjelasan materi yang belum mereka pahami. Dan ini individual bu..., Jadi, anak-anak di luar jam pelajaran boleh menemui guru mata
pelajaran yang bersangkutan untuk minta pengulangan atau pendalaman materi gitu.
Ibu Rosyidah
menegaskan, “ada
program Klinik Mata Pelajaran, di luar jam pelajaran. Anak-anak bisa menemui
guru di kantor misal kalau ada materi yang belum dimengerti.”
2.
Faktor penghambat implementasi kelas akselerasi dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) di SMA Negeri 1 Kediri
Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas akselerasi di SMA Negeri 1 Kediri.
antara lain sebagai berikut:
a. Jumlah siswa akselerasi yang sedikit
Bapak Sulistyo
widodo mengungkapkan bahwa, “anak aksel, jumlahnya sedikit, cuma 9 anak, k
al
au ada
outbound danany
a y
ang t
erkumpul s
edikit, motivasinya kur
ang k
ar
en
a h
anya s
ed
ikit
.
Beliau juga
menambahkan bahwa jumlah siswa akselerasi yang sedikit menyebabkan daya
persaingan di kelas tidak tinggi, seperti yang beliau tuturkan, “kalau muridnya
sedikit jadinya persaingannya gak terlalu tinggi bu...”.
Hal ini
sesuai dengan yang dikatakan Ibu Rosyidah, “ mungkin ya..., jumlahnya sedikit
menjadikan siswa itu merasa saingannya
nggak banyak, artinya lebih semangat bersaing kalau temennya banyak. Tapi, meskipun
begitu, anak-anak aksel kalau saya perhatikan lebih unggul dari kelas
lain.”
b. Minimnya
penguasaan guru dalam menggunakan media pembelajaran yakni Teknologi Informasi (TI)
Ibu Rosyidah selaku guru
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) SMA Negeri 1 Kediri ketika
diwawancarai oleh peneliti mengenai faktor penghambat dalam menyampaikan materi
pelajaran PAI khususnya terkait dengan penggunaan teknologi informasi (TI)
mengungkapkan bahwa “Sarana prasarana di dalam kelas bagi saya itu sudah bagus
dan lengkap karena saya tidak perlu praktek-praktek yang rumit, tapi kalau
teknologinya saya yang tidak bisa jadi anak-anak yang saya suruh ngerjakan”.
Hal tersebut sesuai dengan
observasi kami yang selama penelitian berlangsung kami tidak pernah melihat Ibu
Rosyidah menggunakan teknologi informasi seperti menampilkan slide power
point dalam pembelajaran.
c.
Belum
tersedianya peralatan khusus untuk praktik manasik haji
Menurut Ibu Rosyidah, selaku guru mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI), ia mengatakan bahwa:
Apa yaa...
selama ini kalau agama sih yang nggak ada untuk praktiknya, mungkin peralatannya belum lengkap, cuma
ada masjid aja, misalnya kalau
kemarin tu untuk manasik haji ada materinya, tapi gak ada
peralatannya, seperti dulu pernah prakteknya di aula, peralatannya juga ada.
Belau juga menambahkan, bahwa “yang lainnya seperti pada
praktek jenazah, harusnya praktek
jenazah lebih bagus kalau ada
boneka (sebagai mayat) nya”.
Hal ini seperti diungkapkan Hanita, salah
seorang siswi kelas akselerasi SMA Negeri 1 Kediri, bahwa “kalau materinya
tentang haji kita nggak praktek, mungkin cuma dibilang nanti kita
disini itu ngapain yang kita lakuin terus nanti gambaran
tempatnya seperti apa, paling cuma seperti itu soalnya juga nggak ada
fasilitas”.
d.
Adanya
siswa yang memiliki latar belakang keagamaan
yang minim
Seperti yang dikatakan Ibu Rosyidah terkait tentang hal ini yaitu,
yang menjadi penghambat di sini misalnya ada salah satu anak,
karena dia berasal dari keluarga mayoritas nonmuslim, masalah baca tulis Al-Qur’an
masih sangat minim, jadinya khusus dia harus diajari pelan-pelan. Seperti
misalnya ini (sambil menunjukkan lembar hasil ujian seorang siswa), ketika ada
soal menjelaskan ayat, dikosongi nomernya, nggak dijawab.
Anak yang bersangkutan, yakni Yuriko
juga mengakui bahwa, “background keluarga saya kan mayoritas
nonmuslim to mbak, jadi saya kadang sedikit kesulitan pelajaran agamanya,
banyak hal yang belum saya kuasai. Rasanya dua jam dalam satu minggu
singkat sekali”
B.
Temuan Penelitian
Dari paparan data di atas, maka pada bagian ini
peneliti mengklasifikasikan data temuan penelitian berdasarkan fokus penelitian
terkait tentang implementasi kelas akselerasi dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMA Negeri I Kediri tahun ajaran 2010/2011.
1. Implementasi kelas akselerasi dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri I Kediri tahun ajaran 2010/2011
Dari hasil wawancara
dan observasi peneliti di SMA Negeri 1 Kediri, maka ditemukan data-data terkait
tentang bagaimana implementasi kelas akselerasi dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMA Negeri I Kediri tahun ajaran 2010/2011, yaitu:
a.
Rekrutmen
siswa
1)
Informasi Data Obyektif, yang diperoleh dari
pihak sekolah berupa skor akademis dan skor hasil pemeriksaan psikologis.
(a) Skor akademis, yang diperoleh dari
skor: Nilai Ujian Nasional dari sekolah sebelumnya, dengan rata-rata 8,0 ke
atas, tes kemampuan akademis, dengan nilai sekurang-kurangnya 8,0 dan nilai
rapor dengan rata-rata seluruh mata pelajaran tidak kurang dari 8,0.
(b) Skor
psikologis, yang diperoleh dari hasil pemeriksaan psikolog yang meliputi tes
inteligensi umum, tes kreativitas, dan inventori keterikatan pada tugas.
Peserta didik yang lulus tes psikologis adalah mereka yang memiliki kemampuan
intelektual umum dengan kategori jenius, IQ ≥ 130)
(c) Informasi Data Subyektif, yang
diperoleh dari orang tua dan guru sebagai hasil dari pengamatan ciri-ciri
keberbakatan.
(d) Kesehatan
fisik, yang ditunjukkan dengan surat keterangan sehat dari dokter.
(e) Kesediaan
calon siswa dan persetujuan orang tua
b.
Tujuan
penyelenggaraan kelas akselerasi SMA Negeri 1 Kediri
Tujuan penyelenggaraan kelas akselerasi di SMA Negeri 1
adalah untuk melayani kebutuhan peserta didik yang memiliki kecerdasan luar
biasa, yaitu IQ diatas 130 sehingga mereka bisa mengikuti proses pembelajaran
yang nyaman sesuai dengan tantangan yang dibutuhkan.
c.
Kegiatan
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
kelas akselerasi
1)
Kurikulum
akselerasi
Kurikulum pendidikan di kelas akselerasi adalah kurikulum nasional
(kelas reguler) yang dikembangkan secara berdiferensiasi dengan mempersingkat
dari tiga tahun menjadi dua tahun disertai dengan pendalaman-pendalaman materi
yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
2)
Metode pembelajaran
Metode
pembelajaran kelas akselerasi di SMA
Negeri 1 Kediri di antaranya adalah metode hafalan, bercerita, ceramah,
tanya-jawab, demontrasi, presentasi, diskusi, dan resitasi.
3)
Evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran kelas
akselerasi di SMA Negeri 1 Kediri sama
dengan di kelas reguler yakni terdiri dari ulangan harian, ulangan umum(
semester) dan ujian akhir sekolah (UAS). Tetapi jadwalnya dipercepat mengingat deadline
kelulusannya adalah dua tahun.
2. Faktor pendukung dan penghambat implementasi
kelas akselerasi dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) di SMA Negeri 1 Kediri tahun ajaran 2010/2011
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi peneliti di SMA Negeri 1 Kediri, maka ditemukan beberapa faktor
pendukung dan penghambat implementasi kelas akselerasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA
Negeri 1 Kediri tahun ajaran 2010/2011, sebagai berikut:
a.
Faktor pendukung implementasi kelas akselerasi
dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SMA Negeri 1 Kediri
1)
Komunikasi
yang baik dan hubungan emosional yang erat antara guru dan siswa
2)
Ketrampilan
guru dalam penggunaan metode pembelajaran
3)
Sarana
dan prasarana pembelajaran yang memadai
4)
Siswa
akselerasi yang berkualitas
5)
Kemampuan
siswa akselerasi dalam menggunakan teknologi informasi
6)
Adanya
program khusus akselerasi , yaitu pelayanan motivasi dan Klinik Mata Pelajaran
(KMP)
b.
Faktor penghambat implementasi kelas akselerasi
dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SMA Negeri 1 Kediri
Di antara yang menjadi faktor penghambat di sini adalah:
1)
Jumlah
siswa akselerasi yang sedikit
2)
Minimnya
penguasaan guru dalam menggunakan media pembelajaran yakni teknologi informasi
(TI)
3)
Belum
tersedianya peralatan khusus untuk praktik manasik haji
4)
Adanya
siswa yang memiliki latar belakang keagamaan yang minim
Justru Metodeny guru harus paham perbedaan
individual karakter, juga harus
mengenali model bernalarnya anak, jadi anak itu mayoritas menggunakan pola
berpikir apa. Di sini yang jadi masalah adalah banyak guru yang tidak tau.
Intinya di aksel it yan pngenalan karakter,
Yang jadi masalah adalah pengenalan karakter anak, faktanya guru itu pinter
tapi tak pahami karakter anak, jadi ketika masuk ya sudah nanti anda mental
blok. Kalo sudah gitu kan nada tirai dan mempengaruhi pelajran lain.
Sebenarnya di keunikan karakter aja.
Harusnya guru itu sekali masuk harus senyum, eh
basa-basi, lebih ke pengelolaan
mental kejiwaan.
Selama ini orang awam itu memahami anak aksel
itu mesti jagoan sembarang pelajaran, justru itu yanga akan menjustis mereka
“eh mosok anak aksel gak bisa, goblok. It kan membuat mereka down.