Implementasi Kelas Akselerasi dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Oleh
:
DWI HARIS MASTUN NISA’
(Mahasiswa S2 Program Pascasarjana STAIN Kediri)
(foto Dwi Kharis, sumber photo: facebook)
1. Aplikasi kurikulum kelas akselerasi
(berdiferensiasi)
Kurikulum
berdiferensiasi dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dengan cara memberikan
pengalaman belajar yang berbeda dalam hal kedalaman, keluasan, percepatan,
maupun dalam jenisnya. Tentunya, bila dibandingkan dengan kurikulum kelas
regular, pada kurikulum akselerasi mempunyai perubahan-perubahan sebagai
pengembangannya.
Perubahan kurikulum
tersebut dapat terwujud dalam berbagai bentuk berikut ini:
a. Perubahan
bersifat vertikal
Yaitu, peserta didik diperkenalkan
pada isi kurikulum tertentu yang tidak diperoleh teman-temannya di kelas reguler,
dengan menambah tingkat kompleksitas suatu
materi, misalnya siswa belajar untuk melakukan penelitian sederhana untuk suatu
kasus dalam materi. Dimulai dari mengidentifikasi masalah, menentukan hipotesa
dan melakukan analisa, survei atau observasi untuk kemudian melakukan
penyimpulan dari hasil kegiatan tersebut.
b.
Perubahan bersifat horizontal
Yang
dimaksud di sini adalah adalah
penyajian materi pada pengalaman belajar di tingkat satuan yang sama namun
lebih luas.
Misalnya, dengan menambah materi pelajaran yang dinilai bisa membantu
tumbuh-kembangnya keberbakatannya mereka.
Dalam kenyataannya,
mendiferensiasikan kurikulum berarti mengubah konten proses, produk, dan
situasi (lingkungan belajar). Hal ini bisa dilaksanakan pada setiap jenjang
pendidikan dengan memperhatikan faktor kematangan intelektual, latar belakang,
dan kesiapan belajar serta ketertarikan siswa.
Sutratinah Tirtonegoro
mengungkapkan bahwa untuk melayani
pendidikan anak supernormal (berbakat), maka perencanaan kurikulum harus
mengalami perubahan-perubahan antara lain:
a. Memperkaya
kurikulum dengan menambah mata pelajaran.
b.
Memberi kesempatan mengembangkan kemampuan
sosial, emosi, dan kebudayaan.
c.
Dengan mengadakan sekolah khusus, kelas khusus,
dan fasilitas-fasilitas-fasilitas khusus
untuk program akselerasi.
d. Untuk
SLTA materi lebih diperluas dan diperdalam.
e.
Memberi kesempatan seluas-luasnya untuk
memperoleh pengalaman lebih banyak untuk perkembangan bakatnya.
Sebagai contoh ada 2 macam
cara yang memperkaya kurikulum yaitu:
a. Kurikulum
dipadat-cepatkan terutama untuk pengetahuan-pengetahuan seperti: Sains,
Matematika, dan Bahasa Asing.
b. Kurikulum
diperluas dan diperkaya isinya.
2.
Pendidikan Agama Islam bagi anak berbakat
Sejalan dengan rumusan yang
terkandung dalam kurikulum yang berdiferensiasi untuk anak berbakat, sudah
semestinya Pendidikan Agama Islam (PAI) ditanamkan dalam pribadi anak sejak ia
lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Kemudian, dilanjutkan dengan pembinaan
pendidikan ini di sekolah, mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi.
Dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, Pendidikan Agama Islam di sekolah memegang peranan yang sangat
penting. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam di Indonesia dimasukkan ke
dalam kurikulum nasional yang wajib diikuti oleh semua anak didik mulai dari SD
sampai dengan Perguruan Tinggi.
Pada program percepatan
(akselerasi), pendekatan kegiatan
pembelajaran diarahkan kepada terwujudnya proses belajar tuntas. Selain itu,
strategi pembelajaran program belajar diarahkan kepada pengembangan IPTEK (ilmu
pengetahuan dan teknologi) dan imtaq (iman dan taqwa) secara terpadu. Merupakan suatu penyimpangan
bila anak berbakat yang prestasi akademiknya cemerlang dan masuk kelas
akseleran, terjebak oleh rasionalitasnya dan tak dapat memaknai dan menikmati
hidupnya sendiri. Sangat menyedihkan ketika kita melihat realitas masyarakat
yang dikuasai oleh kemiskinan spiritual yang mengakibatkan penderitaan dan
kehancuran bidang-bidang kehidupan bangsa kita.
Untuk itulah, anak berbakat membutuhkan
Pendidikan Agama Islam untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan diri pribadi
manusia muslim secara menyeluruh melalui latihan kejiwaan, akal fikiran, kecerdasan,
perasaan, dan pancaindera. Sehingga, pendidik Islam harus mengembangkan seluruh
aspek kehidupan peserta didik baik spiritual, intelektual, imajinasi (fantasi),
jasmani, keilmiahan, bahasa, serta mendorong aspek-aspek itu kearah kebaikan
atau kesempurnaan hidup.
Dengan demikian, dapat
difahami bahwa pendidikan Islam bagi anak berbakat adalah seharusnya dapat
meningkatkan taraf kehidupan mereka melalui seluruh aspek yang ada entah itu
dari segi intelektual, emosional, maupun spiritual sehingga sampai kepada
tujuan yang telah ditetapkan dengan proses tahap demi tahap. Manusia akan dapat
mencapai kematangan hidup setelah mendapatkan bimbingan dan usaha melalui
proses pendidikan.
3.
Kegiatan
pembelajaran program/kelas akselerasi dalam Pendidikan Agama Islam
a. Siswa
akselerasi
Siswa
yang dapat masuk ke kelas akselerasi ialah mereka yang memiliki potensi
kecerdasan yang istimewa. Definisi tentang anak yang memiliki kecerdasan
istimewa yang dikemukakan Gagne dalam
Direktorat Pembinaan Luar Biasa ialah “mereka
yang memiliki kemampuan jauh melampaui
siswa lain seusianya yang menunjukkan karakteristik belajar yang unik
sehingga membutuhkan stimulasi khusus agar potensi kecerdasannya dapat terwujud
menjadi kinerja yang optimal.
Fauzia
Aswin Hadis dalam Hawadi menyebutkan bahwa
anak berbakat akademik berbeda dengan anak yang sekedar pandai, yaitu
dalam tiga hal sebagai berikut:
1)
Anak berbakat cenderung terlalu cepat dewasa dan
menguasai pelajaran lebih cepat dari teman-temannya.
2)
Anak berbakat akan maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri, melakukakan penemuan-penemuan sendiri, dan dapat
menyelesaikan masalah secara naluriah tanpa harus melalui langkah-langkah
pemikiran yang linear.
3)
Anak berbakat didorong oleh suatu keinginan y
ang sangat kuat dalam bidang yang
mereka kuasai dan mudah menfokuskan diri dalam bidang tersebut .
b. Guru
Karena
siswa berbakat memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa, maka tenaga
pendidiknya secara ideal juga memiliki
potensi yang unggul baik dari segi penguasaan materi maupun metode
pembelajarannya. Namun, kondisi ideal tersebut tampaknya sulit untuk dicapai,
sehingga guru untuk kelas akselerasi bisa dipilih dari guru-guru yang ada dan
guru yang dipilih nanti haruslah guru-guru yang paling baik di antara guru yang
ada.
Sebagaimana
dijelaskan juga oleh Ulya Latifah Lubis dalam Hawadi bahwa guru yang mengajar
program akselerasi adalah guru-guru biasa yang juga mengajar program reguler.
Hanya saja, sebelumnya mereka telah dipersiapkan dalam suatu loka karya dan
workshop
sehingga mereka memiliki pemahaman tentang perlunya layanan pendidikan bagi
anak-anak berbakat, keterampilan menyusun Program Kerja Guru (PKG),
pemilihan
strategi pembelajaran,
penyusunan catatan lapangan, serta melakukan evaluasi pengajaran bagi program
siswa
cepat.
Berdasarkan
karakteristik anak berbakat, dapat diperkirakan bagaimana tuntutan
syarat-syarat untuk yang dapat melayani kebutuhan-kebutuhan mereka. Dengan
bertolak dari pokok pikiran tersebut guru untuk anak berbakat harus memiliki
kemampuan intelektual serta kepribadian yang memungkinkan guru dapat mengikuti
bakat dan minat anak didiknya secara tepat. Karakteristik yang mungkin
diperlukan bagi pembinaan anak berbakat antara lain:
1) Harus
memiliki inteligensi yang tinggi tetapi tidak harus tingkat genius.
2) Menguasai
bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya secara intensif.
3) Selalu
aktif menambah ilmu, mengikuti perkembangan cakrawala dunia pengetahuan yang
melaju pesat agar tidak terbelakang dengan anak didiknya.
4) Ahli
didaktik dan kurikulum.
5) Berpengalaman
luas dalam dunia pendidikan.
6) Menguasai
strategi belajar mengajar berkompetensi tinggi.
7) Pandai
memilih metode sesuai dengan karakteristik anak.
8) Mengerti
teknik evaluasi yang sempurna.
9) Mencatat
semua kegiatan Anak Supernormal dengan rapi dan lengkap dan didokumentasikan.
10) Dengan
sepenuh hati menyukai bidangnya sehingga dapat dengan anak didiknya.
11) Harus
betul-betul mengetahui kehidupan Anak Supernormal.
12) Harus
kaya akan rencana-rencana kegiatan atau dengan segala macam teknik pengelolaan
yang benar-benar masak sehingga dapat menjamin fungsi guru sebagai nara sumber bagi anak
didiknya.
13) Mempunyai
kepribadian yang fleksibel.
14) Memiliki
jiwa pengabdian yang fleksibel.
c. Strategi
Belajar-Mengajar
Tahap
ini merupakan tahap implementasi atau penerapan dari rencana yang telah dibuat
terlebih dahulu. Dalam hal ini, proses belajar-mengajar dilakukan. Guru
melakukan interaksi mengajar melalui penerapan metode maupun strategi
pembelajaran, serta memanfaatkan media, fasilitas, dan sumber belajar yang ada
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara umum, metodologi
pembelajaran di kelas akselerasi hampir sama dengan yang di kelas regular,
seperti: ceramah, tanya jawab, demonstrasi, eksperimen, penguasaan, praktik
laboratorium, dan praktik lapangan dan lain-lain. Tetapi, yang membedakan
adalah di kelas akselerasi lebih memperhatikan efektivitas dan efesiensi pembelajaran.
Seperti yang dijleaskan Supriyadi dalam Hawadi,
cara yang ditempuh adalah memilih konsep-konsep yang esensial dan
mengajarkannya dengan pendekatan konstruktivisme, sampai siswa memperoleh
pemahaman secara bermakna. Selanjutnya, pemahaman itu akan digunakan siswa
untuk mempelajari konsep-konsep lainnya yang kurang esensial, dalam tugas
terstruktur (pekerjaan rumah) ataupun tugas mandiri.
Dalam pelaksanaan program
akselerasi, supaya dihindarkan dari pencapaian aspek intelektual saja, perlu diciptakan
suasana yang memungkinkan berkembangnya seluruh dimensi dalam pendidikan
seperti watak, kepribadian, intelektual, emosional, dan sosial; sehingga
tercapai kemajuan dan perkembangan yang seimbang antara seluruh dimensi
tersebut.
d. Sarana
dan prasarana
Disebutkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Untuk Peserta Didik Istimewa bahwa dan prasarana yang seharusnya dipersiapkan
bagi kelas akselerasi adalah yang mampu
menunjang
untuk memenuhi kebutuhan peserta didik seperti ketersediaan laboratorium MIPA
yang memadai, komputer yang tersambung dalam jaringan secara internal maupun
eksternal (internet), serta perangkat pendukung dalam upaya pengembangan
kecerdasan/ bakat nonakademik melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh Nasichin
dalam Hawadi bahwa sarana dan prasarana untuk program akselerasi hampir sama
dengan program reguler, tetapi kualitasnya lebih ditingkatkan, yaitu meliputi
dua hal berikut:
1) Kegiatan
intrakurikuler, yaitu ruang belajar yang memadai, kelengkapan ruang belajar,
dan kondisi ruang belajar.
2) Kegiatan
ekstrakurikuler, yaitu sarana yang membentuk kreativitas, pembinaan akhlak,
pengembangan intelektual siswa.
Bagi sekolah yang
menyelenggarakan program akselerasi, diharapkan mampu memenuhi sarana dan
prasarana penunjang kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan
keberbakatan siswa. Sehingga, dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan belajar serta menyalurkan kemampuan
kecerdasan termasuk bakat dan minatnya.
e. Sitem evaluasi
Dalam
program akselerasi dilakukan penilaian yang terus menerus dan berkelanjutan
untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan keberhasilan belajar siswa.
Pada setiap tahap pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi ini dimaksudkan
untuk memperoleh informasi tentang pencapaian dan kemajuan siswa. Pada setiap
tahap atau unit pembelajaran yang didasarkan pada kriteria keberhasilan
tertentu (tingkat ketuntasan belajar), hasil evaluasi ini digunakan sebagai
dasar untuk menentukan siswa yang boleh melanjutkan ke materi selanjutnya dan
siswa yang belum mencapai ketuntasan mendapatkan perbaikan (remedi).
Secara garis besar hasil evaluasi dapat digunakan
antara lain untuk menentukan kenaikan kelas, pengembangan program dan
penyempurnaan pelayanan baik pelayanan kegiatan belajar-mengajar maupun
pelayanan lainnya seperti kegiatan di luar kelas yang bermanfaat untuk
menyelaraskan dan mengembangkan kematangan siswa.
Pada
dasarnya evaluasi yang digunakan pada program akselerasi sama dengan evaluasi
pada program reguler, yaitu untuk mengukur ketercapaian (daya serap) materi.
Adapun sistem evaluasi yang ada di kelas percepatan meliputi: evaluasi formatif
atau ulangan harian, evaluasi sumatif atau ulangan umum dan Ujian Akhir
Nasional.
Secara lebih jelas, akan dijelaskan sebagai
berikut:
1)
Evaluasi formatif atau ulangan harian
Evaluasi
formatif ialah evaluasi yang ditujukan untuk mengetahui sejauhmana siswa telah
terbentuk setelah mengikuti suatu program atau materi tertentu. Dalam satu
semester setiap guru minimal memberikan ulangan harian sebanyak 3 kali. Bentuk
soal yang dianjurkan ialah soal uraian.
2) Evaluasi
sumatif atau ulangan umum
Evaluasi
sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau
sebuah program yang lebih besar. Ulangan umum diberikan lebih cepat dibanding
program reguler, sesuai dengan kalender pendidikan program akselerasi. Soal
ulangan dibuat sendiri oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan dengan
menyusun kisi-kisi serta materi yang esensial.
3) Ujian
Akhir Nasional
Ujian
Akhir Nasional akan diikuti siswa pada tahun kedua bersama dengan program
reguler. Laporan hasil belajar (rapor) program akselerasi memiliki format yang
sama dengan program reguler, namun pembagian lebih cepat sesuai dengan kalender
pendidikan program akselerasi yang telah disusun secara khusus.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Implementasi Kelas Akselerasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*