Topi lain:
Tanya Jawab Tentang Pengembangan Pendidikan Agama Islam pada Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah/Madrasah, Pendidikan Tinggi, dan Pondok Pesantren
Tanya Jawab Tentang Agama, Negara, dan Pendidikan Karakter
Tanya Jawab Tentang Agama, Negara, dan Pendidikan Karakter
1.
Jelaskan
makna penting pembangunan karakter bangsa.
Jawab: Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu karasso artinya
adalah cetak biru (blu print), dan format dasar. Sehingga bisa dikatakan
sebagai sesuatu yang tidak dapa dikuasai oleh intervensi manusiawi. Secara
nilai (isi/substansi) ide tentang pembangunan karakter yang digalakkan pada
hari ini bukanlah sebuah inovasi. Gagasan tentang karakter adalah gagasan tua,
setua sejarah pendidikan. Selama ini kita begitu menikmati model pendidikan
yang menafikkan karakter. Kita sebagai pendidik bangga menyaksikan peserta
didik terampil menjawab soal-soal tertulis untuk memperoleh nilai terbaik,
tanpa memandang bagaimana nilai baik tersebut bisa diperoleh. Peserta didik
memiliki pengetahuan yang luas, mendalam, dan mengafal dengan canggih namun
memiliki perilaku yang minus.
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan bagian
utama dari ‘bawah sadar’ manusia, yang mana tidak dapat dibuat-buat
(dirancang), diintervensi oleh ‘nalar’ manusia, dan terjadi apa adanya dengan
reflek. Ada
18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas.
Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus
menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya.
Diantarnya adalah:
1) Religius; Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain, 2) Jujur; Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, 3)
Toleransi; Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya, 4) Disiplin;
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan, 5) Kerja Keras; Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan, 6) Kreatif; Berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki, 7) Mandiri; Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas, 8) Demokratis; Cara berfikir, bersikap,
dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain, 9)
Rasa Ingin Tahu; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar, 10)
Semangat Kebangsaan; Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya, 11) Cinta
Tanah Air; Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya, 12)
Menghargai Prestasi; Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain, 13) Bersahabat/Komunikatif; Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain, 14) Cinta Damai; Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain, 15) Gemar
Membaca; Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya, 16) Peduli Lingkungan; Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi,
17) Peduli Sosial; Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan, 18) Tanggung Jawab; Sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.[2]
Modalitas pembangunan karakter yang jangan diabaikan begitu saja adalah
modal spiritualitas.
Nilai-nilai keluhuran yang terkandung pada karakter bangsa merupakan bagian
kecil dari nilai-nilai keluhuran yang ada pada agama. Sehigga dapat dikatakan
bahwa penerapan pembangunan karakter bangsa merupakan salah satu penerapan
nilai-nilai yang ada pada agama. Namun yang paling menonjol pada nilai agama
yang terwujud dalam bentuk perbuatan (ahklak) adalah harus dikembilakan pada
nilai-nilai ilahiah, artinya apapun yang dilakukan oleh manusia semuanya
adalah untuk kepentingan Tuhan, mencari ridho Tuhan, dan untuk mendekatkan diri
pada-Nya.
Pembangunan karakter bangsa memiliki nilai penting, secara individu
pembangunan karakter mengajarkan pada manusia bahwa sekecil apapun perpubatan
kita sekarang, akan mempunyai dampak besar di kemudian hari. Konsep ini telah
memberi inspirasi untuk berhati-hati dalam berfikir, berkata, dan bertindak,
karena kita tidak dapat memprediksi dampak hebatnya di kemudian hari.
Terdapat Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli
pendidikan, para pemerhati pendidikan dan anggota
masyarakat lainnya di berbagai media massa, seminar,
dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada awal
tahun 2010 menggambarkan adanya kebutuhan masyarakat yang kuat akan pendidikan
budaya dan karakter bangsa. Apalagi jika dikaji, bahwa kebutuhan itu, secara
imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan
Pendidikan Nasional.
Selain itu arti penting pembangunan karakter adalah didasarkan pada kebutuhan
bangsa pada jati diri karakter yang mulai luntur setelah manusia indonesia
mulai terjebak pada kajian sains yang kering dengan nilai-nilai manusiawi.
Sains tanpa karakter telah menyebabkan manusia hanya mampu menciptakan
produk-produk teknologi canggih namun tidak dapat menjelaskan makna penting
(nilai guna) dari produk-produk tersebut kecuali hanya bermanfaat pada nilai
materi/ekonomi (kapitalisme). ‘Lupa’
memandang bahwa sains beserta produknya telah menyingkirkan manusia lain yang
tak mampu mengimbanginya, sehingga terjadi ‘seleksi alam’ yang sangat kejam.
2.
Jelaskan
peranan negara dalam pembangunan karakter bangsa.
Jawab:
Pembangunan
karakter merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara.
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan
pembangunan karakter bangsa sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional. Gambaran karakter sebagian masyarakat
indonesia pada dekade pasca reformasi adalah pemarah baik secara individu
maupun kelompok (demonstrasi agresif), tidak percaya pada orang/kelompok lain
sehingga harus membuat solusi dengan caranya sendiri, dan masyarakat yang tidak
sadar dengan hukum dan nilai-nilai keagamaan. Itu semua menimbulkan kesan
betapa brutal dan tak ‘berpendidikan’ luhurnya masyarakat indonesia. Perilaku
tercela tersebut sudah jauh meninggalkan akar budaya bangssa Indonesia yang
sebenarnya sangat adiluhung, serta jauh menyimpang dari falsafah hidup bansa,
yaitu pancasila. Bahkan hati nuranipun diabaikan sehingga yang tercermin adalah
suatu bangsa yang tak beradab. Apabila keadaan ini tidak segera dibenahi, bisa
jadi bangsa ini akan hilang dari catatan sejarah. Oleh karena itu hanya dengan
kembali pada jati diri sebagai bangsa Timur, dengan membangun karakter bangsa,
masyarakat dapat memulai membangun kembalai bangsa ini agar dapat segera
bangkit dari keterpurukan, sehingga bangsa ini dapat memiliki indentitas dan
harga diri.
Di sinilah peran negara dalam mebangun karakter bangsa. Negara harus
memiliki pemerintah yang kuat dan memiliki sistem yang optimal untuk menumbuh
kembangkan pembangunan karakter bangsa. Karena negara yang terdiri dari lembaga
yudikatif, legeslatif, dan ekskutif merupakan komponen utama, pendorong,
pengawas, dan pemersatu masyarakat dalam proses pembangunan karakter bangsa.
Sehingga untuk menjalankan ‘roda’ negara diperlukan seorang pemimpin yang tidak
hanya karismatik, tapi pemimpin yang memiliki dan dimiliki semua komponen
masyarakat.
3.
Jelaskan
peranan rumah tangga dalam pembangunan karakter bangsa.
Jawab: Keluarga merupakan lingkungan, sarana, dan sumber pendidikan informal
yang sejatinya memiliki konstribusi yang besar dalam keberhasilan pembangunan
karakter bangsa. Rumah tangga merupakan pusat pembangunan karakter yang dasar,
awal, dan yang paling dekat intesitas interaksinya sebelum terjun ke lingkungan
sosial yang lebih besar (masyarakat). Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu,
pendidikan di sekolah memiliki konstribusi hanya 30% saja terhadap hasil
pendidikan bagi peserta didik. Selebihnya yang 70% adalah andil dari lingkungan
keluarga. Selain itu, sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk
membentuk karakter anak adalah sebelum menginjak usia 10 tahun.
Sehingga dapat disimpulkan jika salah satu unsur keluarga terjadi keretakan (broken
home) bisa berpengaruh pada pembentukan karakter anak, bahkan dalam kasus
tertentu bisa bersifat permanen.
Pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan hati mulai
sejak dini. Periode yang paling sensitif menentukan adalah pendidikan dalam
keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua. Pola asuh (parenting style)
adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak.
Kegagalan pendidikan karakter dalam keluarga akan mengakibatkan sulitnya
institusi lain di luar keluarga termasuk masyarakat luas, untuk memperbaiki
kegagalan tersebut. Jika kegagalan pendidikan karakter dalam keluarga terjadi
dengan berlaru-larut dan berlangsung secara masif maka akan berdampak buruk
pada tumbuhnya masyarakat yang tidak memiliki karakter. Oleh karena itu, sudah
semsetinya setiap keluarga memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat
tergantung pada pendidikan karakter anak di keluarga masing-masing.
4.
Jelaskan
hubungan negara dan agama dalam Islam.
Jawab:
Manusia
sebagai khalifah di bumi perlu dikembangkan sikap kejujuran dan ketulusan yang
setara dari setaip orang dalam masyarakat dan loyalitasnya kepada negara, yang
pada gilirannya negara akan mewajibakan masyarakat untuk membina dan memberikan
kesejahteraan yang sama.
Dalam berkehidupan di era modern ini pembentukan negara merupakan sebuah
keharusan, kedaulatan negara harus terbangun dengan konkrit. Namun dalam
konteks bangsa indonesia, pembentukan negara tidak hanya membentuk negara serta
melengkapi komponen-komponennya begitu saja. Negara indonesia ini membutuhkan
sebuah ideologi yang bisa menjadi pemersatu dalam membangun dan mengembangkan
negara ini. Pancasila merupakan pandangan dasar negara indonesia dalam
bernegara. Sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
indikisi bahwa negara ini berdasarkan ketuhanan, yang mana untuk menjalankan
perintah-perintah Tuhan diperlukan pemersatu umat, salah satunya adalah dengan
adanya agama. Jadi agama merupakan komponen penting bagi bangsa indonesia dalam
membanung bangsa ini. Jika nilai-nilai agama tidak diikutsertakan (walaupun
sebagaian) dalam nilai-nilai negara indonesia, maka dapat dipastikan negara
indonesia akan kehilangan jati dirinya.
5.
Bagaimana
Anda melihat kemungkinan kerjasama antara pendidikan agama dan pendidikan sains
di sekolah-sekolah? Apa perlunya dan apa pula tujuan dari kerjasama seperti
ini. Jelaskan argumentasi Anda.
Jawab: Dewasa ini benturan peradaban dan nilai merupakan akibat dari
perkembangan ilmu pengetahuan yang tak terkontrol. Atau dapat dikatakan bahwa
pakar sains menjadikan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dijadikan sebagai
tujuan kemajuan daripada alat pembangunan. Pemanfaatan sains dan teknologi yang
melebihi batas kemanusiawian telah menyebabkan masyarakat ‘modern’ tunduk pada
paradigma dan kaidah sains dan teknologi yang sebenarnya juga memiliki
kelemahan.
Produk sains baik secara teori maupun materi (benda) telah menyebabkan
perubahan pandangan manusia tentang kehidupan dari segi makrokosmos (kajian kosmologi)
maupun pandangan secara mikrokosmos. Dan juga manusia yang ‘fanatik’ pada sains
semata senantiasa menilai perjalanan hidup di dunia ini dari lahir (hidup)
sampai tua (mati) sebagai sebuah pola yang tak memiliki arti, kecuali hanya
nilai-nilai materialisme (semuanya dinilai dari segi materi atau apa yang bisa
diraba oleh indrawi).
Pendidikan agama di sekolah-sekolah dalam posisi yang tergambar di atas
seharusnya melakukan terobosan-terobasan baru. Bukan saja untuk mengimbangi
perkembangan sains yang melibihi kewajaran (bukankah sesuatu yang
berlebih-lebihan merupakan larangan Tuhan?) namun harus lebih baik lagi
daripada itu, guna melindungi nilai-nilai agama dari kehilangan identitasnya
(simbol).
Sehingga agama tidak akan dipandang sebagai sesuatu yang ‘tidak penting’ dalam
pengaruh kehidupan manusia, namun agama dipandang sebagai sesuatu yang solutif,
penentu utama, dan menjadi tendesi perkembangan sains. Oleh karena itu
pengembangan dan inovasi pendidikan agama di sekolah-sekolah sebagai basis ‘pembelajaran’
manusia harus dilaksanakan. Yang diinovasi bukan ‘isi’, kandungan, dan nilai
agama tapi adalah metode, media, kebijakan, manajeman, dasar hukum
(undang-undang), dan inovasi dibidang lain yang dianggap perlu dan mendesak.
Dalam konteks negara Indonesia yang merupakan negara mayoritas muslim dan
berdasarkan pada KeTuhanan Yang Maha Esa, melakukan kerjasama pendidikan sains
dan pendidikan agama merupakan sebuah kebutuhan. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi kesenjangan yang jauh di sanubari manusia indonesia antara sains dengan
agama. Jika tidak dilakukan kerja sama maka akan ada dua jenis ilmu yaitu ilmu
sains dan ilmu agama. Hal ini akan menyebabkan pola fikir masyarakat yang
mendikotomikan antar kedua ilmu tersebut, sehingga masyarakat harus memilih
diantara dua ilmu tersebut. Jika ilmu sains digeluti tanpa alkuturasi
(pencampuran) ilmu agama maka akan menyebabkan kekeringan nilai agama bagi
peserta didik. Sebaliknya jika ilmu agama saja yang digeluti tanpa campur
tangan sains maka akan menyebabkan bangsa ini dalam kejumudan, kemandekan, dan
kemrosotan sehingga manambah jarak yang sangat jauh dengan kemodernan yang
dimiliki barat.
DAFTAR RUJUKAN
“Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025,” dalam http://pendikar.dikti.go.id/gdp/
Hasan, Said
Hamid. dkk. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010.
Koesman,
Soegeng. Membangun Karakter Bangsa:
Carut-marut & Centang-perentang Krisis Multi Dimensi di Era Reformasi. Yogyakarta:
Lokus, 2009.
Q-Anees,
Bambang&Hambali, Adang. Pendidikan
Karkter Berbasis al-Quran. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009.
Rahman
I, Abdur. Shari’ah Kodifikasi Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Wibowo, Agus. Pendidikan Karakter; Strategi Membangun
Karakter Bansa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
“18-nilai-dalam-pendidikan-karakter-bangsa,” dalam http://rumahinspirasi.com/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter-bangsa
Said Hamid
Hasan, dkk. Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa (Jakarta: Kemendiknas Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010), 1-2.
“Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025,” dalam http://pendikar.dikti.go.id/gdp/
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tanya Jawab Tentang Agama, Negara, dan Pendidikan Karakter"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*