MANAJEMEN
PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG BERORIENTASI PADA PROBLEMATIKA
PESERTA DIDIK
Oleh: A. Rifqi Amin
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan
Teori
Proses pembelajaran agama islam adalah sebagai perwujudan dakwah yang senantiasi dinamis dalam memunculkan
kesadaran motivasi yang besar pada peserta didik guna mencari ridha Allah SWT.
Jika pembelajaran agama islam dimaknai sebagai sesuatu yang statis maka pembelajaran
hanyalah menjadi rutinitas yang kurang memiliki makna. Selain itu pembelajaran
pendidikan islam hendaknya didasarkan dan digerakkan pada keimanan dan komitmen
tinggi terhadap ajaran agama islam.[1]
Pembelajaran adalah proses mental dan emosional, serta berfikir dan
merasakan. Seseorang pembelajar dikatakan melakukan pempbelajaranan apabila
pikiran dan perasaannya aktif.[2]
Dalam melakukan proses pembelajaran pendidikan agama islam seorang pendidik
hendaknya harus meperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, karena hal tersebut
digunakan sebagai kontrol bagi pendidik. Berikut ini prinsip-prinsip dalam
proses pembelajaran yang harus diperhatikan oleh pendidik ketika proses pembelajaran
berlangsung:
1. Prinsip perhatian dan
motivasi
2. Prinsip keaktifan
3. Prinsip keterlibatan
langsung/berpengalam
4. Prinsip pengulangan
5. Prinsip tantangan
6. Prinsip balikan dan
penguatan
Pembelajaran ilmu Pendidikan Agama Islam bukan sekedar upaya untuk memberikan pengetahuan yang beroerientasi pada target penguasan materi (peserta didik lebih
banyak menghafal dari pada memahami
dan mengimani materi) yang diberikan pendidik. Akan tetapi hendaknya pendidik juga
memberikan sebuah pedoman hidup (pesan pembelajaran) kepada peserta didik yang
akan dapat bermanfaat bagi dirinya dan manusia lain.
Pembelajaran Agama Islam juga harus memberikan hiburan (eduatainment) kepada peserta didik agar bisa menjalankan aktivitas pembelajaran dengan menyenangkan bukan karena keterpakasaan. Karena Rasulullah pun dalam mendidik para sahabat kadang kala juga menyertakan selipan-selipan canda. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Ahmad Sabri dalam bukunya bahwa orang yang sudah melakukan proses bempembelajaran diharapkan akan bisa merasa lebih bahagia, lebih pantas memanfaatkan alam sekitar, menjaga kesahatan, meningkatan pengabdian untuk ketrampilan serta melakukan pembedaan (terdapat perbedaan keadaan antara sebelum dan sesudah melakukan proses pembelajaran).[4]
Pembelajaran Agama Islam juga harus memberikan hiburan (eduatainment) kepada peserta didik agar bisa menjalankan aktivitas pembelajaran dengan menyenangkan bukan karena keterpakasaan. Karena Rasulullah pun dalam mendidik para sahabat kadang kala juga menyertakan selipan-selipan canda. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Ahmad Sabri dalam bukunya bahwa orang yang sudah melakukan proses bempembelajaran diharapkan akan bisa merasa lebih bahagia, lebih pantas memanfaatkan alam sekitar, menjaga kesahatan, meningkatan pengabdian untuk ketrampilan serta melakukan pembedaan (terdapat perbedaan keadaan antara sebelum dan sesudah melakukan proses pembelajaran).[4]
Istilah pembelajaran
berhubungan erat dengan pengertian pembelajaran dan mengajar, yang mana pembelajaran-mengajar
dan pembelajaran terjadi secara bersama-sama. Proses pembelajaran dapat pula
terjadi tanpa kehadiran pendidik atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran
secara formal. Akan tetapi proses pembelajaran dapat dilakukan di manapun dan
kapanpun tanpa terikat formalitas lembaga pendidikan. Sedangkan mengajar atau pembelajaran
secara formal yaitu meliputi segala hal yang pendidik lakukan di kelas atau di
luar kelas dalam suatu jam mata pelajaran atau di luar jam mata pelajaran yang
masih ada ikatan dengan peraturan sekolah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Wijaya Kusumah dalam artikelnya bahwa Strategi dan pendekatan pembelajaran
tidak lagi bertumpu pada pendidik tetapi berorientasi pada peserta didik sebagai subyek (student centered). Pendidik
bukan lagi satu-satunya sumber pembelajaran bagi peserta didik. Tanpa pendidik,
pembelajaran tetap dapat dilaksanakan karena adanya sumber pembelajaran yang
lain.[5]
Sehingga dapat
penulis katakan fungsi pendidik dalam dunia pendidikan islam adalah sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Wijaya Kusumah
bahwasanya:
Kegiatan pembelajaran bisa
saja terjadi walaupun tidak ada kegiatan mengajar. Begitu pula sebaliknya,
kegiatan mengajar tidak selalu dapat menghasilkan kegiatan pembelajaran. Ketika
Anda menjelaskan pelajaran di depan kelas misalnya, memang terjadi kegiatan
mengajar. Tetapi, dalam kegiatan itu tak ada jaminan telah terjadi
kegiatan pembelajaran pada setiap peserta didik yang Anda ajar. Kegiatan
mengajar dikatakan berhasil hanya apabila dapat mengakibatkan / menghasilkan
kegiatan pembelajaran pada diri peserta didik. Jadi, sebenarnya hakekat pendidik
mengajar adalah usaha pendidik untuk membuat peserta didik pembelajaran. Dengan
kata lain, mengajar merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan pembelajaran.[6]
Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha pendidik untuk membuat pembelajaran para peserta didiknya. Kegiatan pembelajaran
tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan pembelajaran pada para peserta
didiknya. Kegiatan pembelajaran hanya bisa berhasil jika si pembelajaran secara
aktif mengalami sendiri proses pembelajaran. Seorang pendidik tidak dapat
“mewakili” pembelajaran untuk peserta didiknya. Begitu pula peserta didik tidak dapat mewaikili pembelajaran peserta didik
lainnya. Seorang peserta
didik belum dapat dikatakan telah melakukan
proses pembelajaran hanya
karena ia sedang berada dalam satu ruangan dengan pendidik yang sedang
mengajar. Bisa jadi peserta didik
dalam sebuah ruangan tersebut hanya melamun dan tidak mempertahitakan materi pembelajaran
dari sumber pembelajaran yang telah difasilitasi oleh pendidik. Ada satu syarat mutlak yang harus
dipenuhi agar terjadi kegiatan pembelajaran. Syarat itu adalah adanya interaksi
antara pepembelajaran (learner) dengan sumber pembelajaran. Jadi, pembelajaran
hanya terjadi jika ada interaksi antara pembelajaran dengan
sumber pembelajaran. Tanpa terpenuhi syarat itu, mustahil kegiatan pembelajaran
akan terjadi.[7]
Pembelajaran pendidikan Agama Islam
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seorang peserta didik. Inilah yang merupakan sebagai inti proses pembelajaran.
Perubahan teresebut bersifat; 1. Intensional, yaitu perubahan yang terjadi
karena pengalaman atau praktek yang dilakukan, proses pembelajaran dengan
sengaja dan disadari, bukan terjadi karena kebetulan, 2.
Positif-aktif, perubahan yang bersifat positif-aktif. Perubahan bersifat
positif yaitu perubahan yang bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar,
disamping menghasilkan sesuatu yang baru dan lebih baik dibanding sebelumnya,
sedangkan perubahan yang bersifat aktif yaitu perubahan yang terjadi karena
usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan sendirinya, 3. Efektif
fungsional, perubahan yang bersifat efektif yaitu dimana adanya perubahan yang
memberikan pengaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun yang
bersifat fungsional yaitu perubahan yang relatif tetap serta dapat diproduksi
atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.[8] Teori pembelajaran tidak saja berbicara tentang bagaimana peserta didik belajar, tetapi juga mempertimbangkan hal-hal lain
yang mempengaruhi peserta didik secara psikologis, biologis,
antropologis, dan sosiologis.[9]
Dapat
penulis simpulkan dalam pembahasan di atas bahwasanya terjadinya
perubahan menjadi lebih baik pada diri peserta didik tidak hanya disebabkan
oleh faktor penyampaian materi pembelajaran oleh pendidik yang baik dan mudah
dicerna oleh peserta didik, akan tetapi perubahan itu murni dari kehendak
peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu tugas pendidik dalam proses pembelajaran adalah menjadikan peserta didik mau dan mampu melakukan proses pembelajaran pendidikan Agama Islam
secara efektif dan efesian (tepat sasaran/sesuai kebutuhan atau kemampuan dan berdaya guna). Dan media pembelajaran adalah sarana yang cukup
meringankan tugas pendidik untuk proses pembelajaran.
B.
Manajemen
Proses Pembelajaran PAI
Menurut penulis arti dari manajeman
adalah pengelolalaan umpan balik dari berbagai hal untuk melahirkan kebijakan
dalam jangka pendek dan panjang. Sedangkan proses adalah usaha atau pergerakan
secara terus menurus yang memiliki tujuan. Pembelajaran adalah terjadinya
motivasi pada peserta didik untuk berinteraksi dengan sumber belajar. Dalam
konsep pembelajaran terkandung lima konsep, yakni interaksi, peserta didik,
pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar.
Sehingga penulis dapat merumuskan pengertian dan teori tentang manajemen
proses pembelajaran PAI, yaitu usaha sistematis dan upaya pembaruan yang didasarkan pada pengelolaan
umpan balik (fungsi manajeman) untuk memotivasi peserta didik agar sadar dalam
mempelajari ajaran islam dan mempraktikan nilai-nilai islam dalam kehidupan
sehari-hari.
Hal ini berbeda dengan pengertian manajemen proses pembelajaran PAI secara
normatif yang mengidentifikasikan pengertian manajeman proses pembelajaran PAI
sebagai ilmu terapan
yang tersistem dan berlaku formal bagi seorang pendidik, di mana memiliki
keterbatasan ruang dan waktu. Ditentukan tema dan prosedural (terdapat RPP: kegiatan awal, inti, dan
akhir).
Perencanaan dalam proses pembelajaran PAI adalah bagian utuh dari fungsi Manajemen
proses pembelajaran PAI. Dengan adanya perencanaan maka pola pikir pendidik
akan mengarah pada bagaimana agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan
efektif dan efisien. Dengan kata lain adanya hasil yang ingin
dicapai akan mewujudkan cara bagaimana memperoleh hasil tersebut. Selain itu
dengan adanya perencanan menurut Kaufman yang dikutip oleh Wina Sanjaya bahwa
perencanaan adalah suatu proses dalam menetapkan arah dan fokus tujuan.[10]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada setiap perencanaan minimal harus memiliki
empat unsur sebagai berikut:
1.
Adanya tujuan yang ingin diperoleh.
2.
Terdapat strategi dalam mencapai tujuan.
3.
Memiliki sumber daya yang sesuai dengan tujuan.
Pembelajaran dikatakan sebagai sistem karena di dalamnya mengandung komponen
yang saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkan.[12] Manajemen
proses pembelajaran PAI tidak bisa lepas dari manajemen-manajemen lain dalam
satu sistem pendidikan secara umum. Dapat dirumuskan bahwa manajemen pembelajaran PAI
merupakan ilmu terapan yang sistematis yang berkenaan dengan peran seorang pendidik
PAI melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, kepemimpinan, dan
evaluasi[13]
Secara praktis dalam manajemen proses pembelajaran PAI posisi ‘proses’ sangat penting dan utama daripada hasil untuk menentukan keberhasilan
pengajaran. Karena hasil yang dilihat untuk mengetahui keberhasilan pendidikan
agama islam bukanlan dari nilai yang tertera di raport atau lembar penilaian
namun sikap dan prilaku keagamaannya yang baik. Oleh karena itu pendidik sebagai fasilitator dalam pendidikan agama Islam dalam
mengetahui keberhasilan pembelajaran peserta didiknya dapat terlihat pada
prilaku dan sikap keagamaan peserta didik setelah di berikan pengajaran. Dalam proses pembelajaran agama islam di sekolah setingkat SMA biasanya
dilakukan melalui proses pembelajaran intrakurikuler yaitu proses pembelajaran
di kelas dan ekstrakurikuler proses pembelajaran melalui organisasi keagamaan.[14]
Adapun manfaat
dalam melakukan manajemen proses pembelajaran PAI adalah sebagai berikut:
- Menghindarkan
pendidik dari pencapaian keberhasilan yang spekulatif. Dengan manajemen
akan diketahui prediksi seberapa besar keberhasilan pembelajaran yang akan
dicapai.
- Data atau dokumen manajemen
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memecahkan masalah dalam
proses pembelajarann PAI.
- Untuk memanfaatkan
sumber daya secara tepat.
- Proses pembelajaran
berjalan dengan sistematis dan terorganisir.[15]
C.
Pendidikan
Agama Islam Beroirientasi pada Problematika Peserta Didik
Pendidik diharapkan
mampu meningkatkan keterlibatan mental peserta didik dalam proses pembelajaran, aspek emosional, spiritual dan
intelektualnya. Selain itu guru harus mampu menjadi mitra belajar bagi peserta
didik, peserta didik akan belajar kalau guru juga belajar. Kegiatan belajar
peserta didik juga harus memiliki kaitan dengan pengalaman mereka dalam
kehidupan sehari-hari. Pelajaran akan menarik jika memiliki kaitan dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik serta difasilitasi oleh guru agar peserta
didik tertantang untuk menerapkannya.[16]
Selama ini
kebanyakan pendidik PAI terutama di Madrasah telah melakukan penyeragaman
berfikir dengan memfokuskan materi PAI dalam satu titik, tanpa melibatkan
peserta didik untuk memberikan sumbangan pemikirin. Pendidik PAI dalam
melakukan proses pembelajaran PAI hendaknya berpanduan pada ‘sesuatu’ yang ada
pada peserta didik, baik peserta didik secara pribadi maupun kolektif satu
kelas. Bukan perbanduan pada materi ajar yang memaksakan peserta didik harus
menerima doktrin tanpa mengetahui esensi materi ajarnya. Karena pada dasarnya
peserta didik sudah memiliki modalitas yaitu berupa ‘doktrin’ dari keluarganya,
baik doktrin yang sengaja diberikan oleh orang tuanya, maupun doktrin yang
diterima oleh peserta didik melalui pengamatan tingkah laku keluarganya.
Untuk memperkuat pendapat penulis di atas maka akan penulis paparkan hasil
dari peneletian yang dilakukan oleh Miller, ia menemukan bahwa peserta didik
sebagai subjek didik telah mengalami keterasingan di sekolah. Keterasingan
peserta didik di Madrasah telah menjadi pemicu munculnya berbagai penyimpangan,
seperti vandalisme, seks bebas, dan tindakan yang melanggar norma. Miller juga
menemukan bahwa salah satu penyebab utama peserta didik mengalami keterasingan
di sekolah adalah karena model pembelajaran yang melanggar nilai-nilai
kemanusiaan.[17] Atau dengan kata lain
dapat penulis simpulkan bahwa dengan adanya perasaan bahwa dirinya ‘asing’ oleh
siswa di sekolah telah menimbulkan sikap pelampiasan diri yang pada siswa
memiliki tujuan masing-masing. Keterasingan tersebut terjadi karena tidak
adanya hubungan sosiologis dan psikologis antara peserta didik dengan seluruh
komponen lingkungan pendidikan. Peserta didik tidak memiliki rasa cinta dan
rasa memiliki madrasah sebagai tempat mereka untuk proses pembelajaran.
PAI pada lembaga pendidikan formal selama ini lebih menekankan pada aspek
normatif dari pada berorietasi pada peserta didik. Pendidik dalam merancang PAI
biasanya berorientasi mengejar materi pelajaran pada SK (standar kompetensi)
dan KD (kompetensi dasar) yang telah ditetapkan. Padahal peserta didik sebagai
manusia mempunyai nalar dan kesadaran (walaupun adakalnya peserta didik belum mempu
menjelaskan secara verbal pada orang lain) tentang apa yang peserta didik lebih
butuhkan[18]. Dengan kata lain, Proses
pembelajaran PAI hendaknya lebih didasarkan pada kebutuhan subjek didik dari
pada secara normatif, karena peserta didik memiliki latar belakang sosio-kultur
dan madhab atau organisasi keagamaan berbeda-beda yang telah ia bawa dari
rumah.
PAI yang berorientasi pada subjek didik adalah proses pembelajaran yang
melihat kondisi objektif peserta didik. Salah satu kondisi umum yang ada pada
peserta didik dalam proses pembelajaran PAI adalah berkurangnya pola pikir
kritis dan kreatif. Proses pembelajaran lebih ditekankan pada proses
penyeragaman ‘hasil’ yang dicapai pada setaip peserta didik. Sehingga dalam
proses pembelajara PAI hendaknya juga dituangkan metode-metode yang bisa mebuat
peserta didik mau dan mampu mengeluarkan pendapat, menganalisi suatu kasus, dan
memberikan penilaian serta menyimpulkan suatu perkara.[19]
D.
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Proses Pembelajaran
Menurut Husnul Atiah tentang kualitas pembelajaran bahwa “Proses belajar mengajar dapat
berlangsung dengan baik apabila seorang pendidik mampu mengatur waktu yang
tersedia dengan sebaik mungkin.”[20] Berikut ini Husnul mengidentifikasi empat fungsi umum yang
merupakan ciri pekerjaan seorang guru sebagai manajer adalah:
1. Merencanakan. Ini
pekerjaan seorang guru untuk menyusun tujuan belajar
2. Mengorganisasikan. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar, sehingga dapat mewujudkan tujuan pembelajaran dengan cara yang paling efektif dan efisien.
2. Mengorganisasikan. Ini adalah pekerjaan seorang guru untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar, sehingga dapat mewujudkan tujuan pembelajaran dengan cara yang paling efektif dan efisien.
3. Memimpin. Ini
adalah pekerjaan seorang guru untuk memotivasikan, mendorong dan
menstimulasikan siswanya, sehingga mereka akan siap untuk mewujudkan tujuan
pembelajaran.
4. Mengawasi. Ini
adalah pekerjaan seorang guru untuk menentukan apakah fungsinya dalam
mengorganisasikan dan memimpin telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang
telah dirumuskan.[21]
Kualitas proses pembelajaran merupakan
salah satu titik tolak ukur yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses
pembelajaran. Perlu penulis tegaskan di sini bahwa ukuran berkualitas atau
tidaknya suatu sekolah adalah relatif, karena tolak ukur yang digunakan terus
menerus akan senantiasia mengalami perubahan sesuai dengan perubahan tantangan
era atau jaman. Menurut Rohmat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
pendidikan yaitu ”faktor pendidik, faktor peserta didik, faktor kurikulum,
faktor pembiayaan, dan lain-lain.”[22] Untuk mempertegas realitas kualitas Proses
Pembelajaran PAI selama ini, maka penulis akan memaparkan pendapat Sukirman,
berikut pendapatnya:
Suatu
kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam di
lembaga pendidikan formal saat ini, adalah rendahnya kualitas manajerial
pembelajaran baik pada tataran perencanaan, pelaksanaan maupun cara
pengendaliannya, akibatnya proses pembelajaran pendidikan Agama Islam kurang
berhasil dalam pembentukan perilaku positif siswa. Lemahnya aspek metodologi
yang dikuasai oleh guru juga merupakan penyebab rendahnya kualitas
pembelajaran. Metode yang banyak dipakai adalah model konvensional yang kurang
menarik. Ketidakberdayaan pendidikan agama dalam menginternalisasikan
nilai-nilai agama juga merupakan salah satu faktor penyebab munculnya output
yang tidak mampu mengemban misi pendidikan nasional yaitu menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt. Oleh karenanya rekonstruksi terhadap
manajemen program-program pembelajaran agama mutlak dilakukan demi tercapainya
tujuan yang diharapkan.[23]
Yang
dimaksud proses pembelajaran di sini adalah efektif tidaknya proses pembelajaran
dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil pembelajaran yang dicapai peserta
didik dipengaruhi oleh dua faktor utuma yakni faktor dari lingkungan dan faktor
dari diri peserta didik seperti motivasi pembelajaran, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan pembelajaran,
ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor fisik dan psikis serta faktor utama yaitu
kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk cepat memahami segala sesuatu.
Tiga unsur
yang sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kompetensi pendidik,
karakteristik kelas dan karakteristik sekolah. Untuk lebih jelasnya penulis
akan memaparkan secara acak ke tiga unsur tersebut agar dapat dipahami dengan
mudah. Komptensi pendidik mempengaruhi kualitas pembelajaran
adalah satu proses yang terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik,
salah satu yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah pendidik (dalam hal
ini adalah kompetensi yang dimilikinya). Dengan asumsi, bahwa pendidik adalah
sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran. Ini tidaklah berarti
mengesampingkan variabel lain, yaitu seperti media pembelajaran.
Selain
karena faktor pendidik, kualitas pengajaran juga dipengaruhi oleh karakteristik
kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain;
a.
Besarnya (class size).
Artinya, banyak sedikitnya jumlah peserta didik yang mengikuti proses
pengajaran.
b.
Suasana pembelajaran. Suasana pembelajaran
yang demokratis akan memberi peluang mencapai hasil pembelajaran yang optimal,
dibandingan dengan suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas penuh
pada pendidik.
c. Fasilitas dan sumber pembelajaran yang
tersedia. Sering kita temukan dalam proses pembelajaran di kelas bahwa pendidik
sebagai sumber pembelajaran satu-satunya. Padahal seharusnya peserta didik
diberi kesempatan untuk berperan sebagai sumber pembelajaran dalam proses pembelajaran.[24]
Faktor lain
yang mempengaruhi kualitas pengajaran di sekolah adalah karakteristik sekolah
itu sendiri, yang mana sangat berkaitan erat dengan disiplin (tata tertib)
sekolah, media pembelajaran yang dimiliki, letak geografis sekolah, lingkungan
sekolah, estetika dan etika dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman,
kepuasan peserta didik, bersih, rapi dan memberikan inspirasi.
Menurut
penulis faktor-faktor tersebut merupakan komponen pendidikan yang satu diantara
yang lain saling berhubungan dan menunjang, karena apabila salah satu diantara
unsur tersebut tidak memenuhi standar kualitas
pendidikan, maka kemungkinan besar kualitas pembelajaran tidak akan
tercapai secara optimal.
E.
Problematika
Proses Pembelajaran PAI
Sebelum
penulis membahas tentang beberapa problem yang ada pada peserta didik, perlu kiranya penulis jabarkan dulu arti dari kata ‘problematika’ itu
sendiri. Kata problematika berasal dari kata problem
yang berarti masalah atau persoalan, dan juga berakar kata dari kata problematik
yang berarti permasalahan; hal yang menimbulkan masalah, hal yang belum dapat
dipecahkan.[25] Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa
problematika yang ada pada peserta
didik merupakan suatu masalah
yang ada pada diri peserta didik yakni dapat berupa multiculturnya peserta didik dalam satu kelas,
perbedaan golongan agama, perbedaan latar belakang ekonomi dan ideologi politik
serta ideologi fanatisme pada ‘sesuatu’ yang ada pada keluarganya.
Menurut
penulis ada enam macam istilah problematika pemanfaatan media pembelajaran yang
istilah tersebut penulis ambil dari pendapat Abu Ahmadi dan Nur
Uhbiyati dalam bukunya yang sebenarnya problematika itu menyangkut promblematika
pendidikan secara umum, berhubung istilah itu sangat relevan maka penulis
mengambil isitlah itu untuk dimasukkan ke dalam problematika proses pembelajaran PAI secara umum. Problematika yang berkaitan dengan proses pembelajaran itu menyangkut 5 W 1 H, yaitu:
1. Probelamatika Who (siapa),
menyangkut pendidik dan anak didik dalam
menyukseskan proses pembelajaran.
2. Problematika Why (mengapa),
menyangkut pelaksanaan proses
pembelajaran.
3. Problematika Where (di mana),
menyangkut tempat proses
pembelajaran, di laboratorium PAI, terjun langsung di Masyarakat, atau di dalam
kelas.
4. Problematika When (bilamana/kapan),
menyangkut pengaturan waktu dalam pelaksanaan proses pembalajaran,
juga menyangkut usia peserta didik dalam menentukan pendekatan pendidik dalam mengajar.
5. Problematika What (apa), menyangkut
dasar, tujuan dan bahan/materi proses
pembelajaran itu sendiri.
6. Problematika How (bagaimana),
menyangkut cara/metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, berhubung
peserta didik mempunyai sifat dan bakat yang berbeda-beda dalam proses
pembelajaran.[26].
Peserta didik sebagai manusia adalah makhluk yang unik dan penuh misteri,
makhluk yang dinamis, dan memiliki potensi yang pada setiap
perkembangannya memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Manusia sebagai makhluk hidup memiliki perbedaan dengan
makhluk lain yaitu hanya manusia yang memiliki iman dan ilmu.[27]
BIBLIOGRAFI
“Implementasi Pendidikan Agama Islam
dalam Proses Pembelajaran pada Iswa SMA 1 Tanjung Agung,” dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2024319-implementasi-pendidikan-agama-islam-dalam/.
“Manajemen Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) dalam Membentuk Etos Kerja Islami Peserta Didik di SMK,” dalam http://novanardy.blogspot.com/2010/11/manajemen-pembelajaran-pendidikan-agama.html.
Atiah, Husnul “Manajemen
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Guru Dalam Menciptakan Siswa
Aktif di Sekolah Dasar Negeri 120/V Tungkal Harapan.”
Skripsi tidak diterbitkan. Jambi:Tarbiyah.
Sekolah Tinggi Agama Islam An – Nadwah Kuala Tungkal Kopertais Wilayah XIII, Jambi, 2010.
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam:
Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat
.Yogyakarta: Lkis, 2009.
Nusibad, Laila. “Manajemen Proses
Pembelajaran Pada
Sekolah Kejuruan (Studi Kasus Di SMK Negeri 4 Malang),” dalam http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ASP/article/view/18498.
R. Ibrahim, dkk., Kurikulum dan
Pembelajaran .Jakarta: Rajawal, 2011.
Rohmad, Ali. Kapita
Selekta Pendidikan .Tulungagung:
STAIN Tulungagung, 2004.
Sabri, Ahmad. Strategi Belajar
Mengajar dan Micro Teaching. Jakarta: Quantum Teaching, 2005.
Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain
Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2011.
Sukirman, “Manajemen
Pengembangan Program Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 4 Malang.” Tesis tidak diterbitkan, Malang:
Universita Islam Negeri Malang, 2010.
Sutrisno, “Pendidikan Agama Islam Berorientasi pada Problem Subyek Didik”
Seminar Pasca Sarjana STAIN Kediri.
Warsita, Bambang. Teknologi Pembelajaran;, Landasan dan
Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
[1]Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,
Keluarga, dan Masyarakat (Yogyakarta: Lkis, 2009), 18-19.
[2]R. Ibrahim, dkk., Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Rajawal, 2011), 125.
[3]Ibid., 183-187.
[4]Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), 34.
[5]Wijaya Kusumah, ”Pemanfaatan Sumber Belajar di Sekolah,” dalam http://purwanto.web.id/?p=90, diakses
tanggal 6 Juni 2009, pukul 19.34 WIB.
[6]Ibid,.
[7]Wijaya Kusumah, ”Pemanfaatan
Sumber Belajar di Sekolah,” dalam http://purwanto.web.id/?p=90, diakses tanggal 6 Juni 2009,
pukul 19.34 WIB.
[8]Sabri, Strategi Pembelajaran
Mengajar, 34.
[9]Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran;,
Landasan dan Aplikasinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 61.
[10]Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,
2011), 24.
[11]Sanjaya, Perencanaan dan Desain, 24.
[12]Laila Nusibad,
“Manajemen
Proses Pembelajaran Pada Sekolah
Kejuruan (Studi Kasus Di SMK Negeri 4 Malang),” dalam http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ASP/article/view/18498, diakses tanggal 05 Mei 2012 pukul
19.30 WIB.
[13]“Manajemen
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Membentuk Etos Kerja Islami
Peserta Didik di SMK,” dalam http://novanardy.blogspot.com/2010/11/manajemen-pembelajaran-pendidikan-agama.html, diakses tanggal 05
Mei 2012 pukul 19.35 WIB.
[14]“Implementasi Pendidikan Agama Islam
dalam Proses Pembelajaran pada Iswa SMA 1 Tanjung Agung,” dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2024319-implementasi-pendidikan-agama-islam-dalam/
[15]Sanjaya, Perencanaan dan Desain, 33-34.
[16]Husnul Atiah, “Manajemen
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Guru Dalam Menciptakan Siswa
Aktif di Sekolah Dasar Negeri
120/V Tungkal Harapan,” (Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam ( Stai ) An – Nadwah Kuala Tungkal Kopertais Wilayah XIII, Jambi,2010).
[17]Sutrisno, “Pendidikan Agama Islam
Berorientasi pada Problem Subyek Didik” Makalah disajikan dalam Seminar Pasca
Sarjana STAIN Kediri, Kediri, 15 Maret 2012, 1.
[18]Sutrisno, “Pendidikan Agama Islam,” 2.
[19]Ibid., 3-4.
[20]Husnul Atiah, “Manajemen
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Guru Dalam Menciptakan Siswa
Aktif di Sekolah Dasar Negeri
120/V Tungkal Harapan,” (Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam ( Stai ) An – Nadwah Kuala Tungkal Kopertais Wilayah XIII, Jambi,2010).
[21]Husnul Atiah, “Manajemen
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Guru Dalam Menciptakan Siswa
Aktif di Sekolah Dasar Negeri
120/V Tungkal Harapan,” (Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam ( Stai ) An – Nadwah Kuala Tungkal Kopertais Wilayah XIII, Jambi,2010).
[22]Ali Rohmad, Kapita Selekta
Pendidikan (Tulungagung: STAIN Tulungagung, 2004), 20.
[23]Sukirman, “Manajemen Pengembangan Program
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Malang,” (Tesis MA.,
Universita Islam Negeri Malang,Malang, 2010), V.
[24]Sabri, Strategi
Pembelajaran Mengajar, 51-52.
[25]Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1993),
701.
[26]Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 255-260.
[27]Ibid,. 24.
Buku A. Rifqi Amin (pendiri Banjir Embun) berjudul:
Rincian buku:
Contoh Kata Pengantar Buku
Contoh Daftar Isi Buku
Contoh Daftar Gambar dan Daftar Tabel
Isi Lengkap Buku
Contoh Glosarium Buku
Contoh Indeks Buku
Contoh Kata Pengantar Buku
Contoh Daftar Isi Buku
Contoh Daftar Gambar dan Daftar Tabel
Isi Lengkap Buku
Contoh Glosarium Buku
Contoh Indeks Buku