(Mahasiswa S2 Program Pasca Sarjana STAIN Kediri dan Guru di MA Bilingual Ulul Albab Ngronggot Nganjuk)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
pandangan islam, dalam diri manusia terdapat beberapa unsur yang diistimewakan
Allah SWT, utamanya terkait dengan keimanan. Sayangnya hal ini tidak mendapat
perhatian yang semestinya. Sering dilupakan bahwa perilaku keislaman harus
didasari dengan keimanan yang teguh. Karenanya, tindakan manusia yang tidak
didasari keimanan yang benar pada akhirnya hanya akan melahirkan dampak buruk.
Memiliki
iman dengan peringkat yang mulia dan tinggi bukanlah sesuatu yang tanpa tujuan,
tidak perlu diragukan betapa penting menjadikan iman sebagai hal utama pada
seluruh aspek kewajiban. Semua kebaikan di dunia dan akhirat kelak sangat
tergantung kepada ada dan tidaknya iman dalam diri seseorang dan juga kekuatan
serta integritasnya.
Iman
menghasilkan berbagai keuntungan bagaikan buah yang ranum, serta menghasilkan
sesuatu yang nikmat dan kebaikan yang tak henti-hentinya. Namun terkadang kita
sebagai manusia yang mengaku memiliki iman belum mengetahui secara pasti
hakikat sesungguhnya dari iman itu sendiri. Sehingga tak sedikit dari kita
tidak merasakan keuntungan dan kebaikan dari apa yang dihasilkan iman seperti
yang dijelaskan di atas. Berpijak dari hal ini sudah seharusnya iman menjadi
landasan seluruh tingkah laku seorang muslim.
Berbicara
tentang Iman, rasanya tidak bisa dipisahkan dengan Taqwa. Iman dan taqwa memiliki hubungan yang sangat
erat dalam kehidupan seorang muslim. Tinggi rendahnya nilai keimanan
berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya nilai ketaqwaan. Sedangkan tinggi
rendahnya nilai ketaqwaan sebagai bukti nilai kebenaran nilai Iman yang
dimiliki. Perlu kita ingat, bahwa yang membedakan makhluk di depan Allah SWT
adalah tingkat ketaqwaannya.
Dengan
demikian sangatlah penting untuk kita ketahui tentang pengertian hakikat iman dan
taqwa itu sendiri. Makalah ini disusun untuk memberikan pengertian-pengertian
mengenai hakikat iman, Taqwa, Hubungan
iman dengan takwa serta signifikansi iman pada zaman modern seperti sekarang
ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pandangan aliran teologi tentang hakikat Iman?
2.
Apakah
perbedaan antara Iman dan Takwa?
3.
Bagaimana
relevansi iman dewasa ini dengan kehidupan manusia?
C. Tujuan
Pembahasan
1. Untuk
mengetahui hakikat iman.
2. Untuk
mengetahui hubungan iman dan taqwa.
3. Untuk
mengetahui signifikansi iman dalam membangun karakter bangsa.
PEMBAHASAN
A. Hakikat Iman
1. Definisi Iman
Kata Iman berasal dari bahasa arab امن- يؤمن-
ايما نا yang berarti percaya. Terkait dengan aqidah, iman mengandung
makna al-Tashdiq yakni pembenaran terhadap suatu hal, yang tidak dapat
dipaksakan oleh siapapun karena iman terletak dalam hati yang hanya dapat
dikenali secara pribadi.
Menurut Syara’, Iman diartikan sebagai pembenaran
terhadap ajaran Nabi Muhammad Saw, yakni beriman kepada Allah SWT, para
malaikat, para nabi dan rasul, hari kiamat, qadha’ dan qadar. Sebagaimana penggalan
Hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairih Ra. mengenai pertanyaan malaikat Jibril kepada
nabi Muhammad tentang Iman:
فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ
قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ
وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَر خَيْرِهِ
وَشَرِّهِهِ
Artinya:
Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau
bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir
yang baik maupun yang buruk“.
2. Pendapat aliran teologi tentang
hakikat Iman
Pembahasan tentang Iman hampir
tidak bisa dipisahkan dengan Ikhtilaf. Pemahaman yang berbeda-beda
mengenai hakikat iman telah menelurkan berbagai perbedaan pendapat dikalangan
aliran-aliran teologi.
Ada empat aliran teologi yang
memiliki perbedaan pendapat yaitu:
a. Khawarij
Iman menurut kaum khawarij pengertian Iman
ialah pembenaran dengan hati, berikrar dengan lisan dan menjauhkan diri dari
segala dosa. Tidak cukup dengan hanya percaya kepada Allah, mengerjakan segala
perintah agama juga merupakan bagian dari iman (al-‘amalu juz’u al-iman).
Menurut kaum Khawarij, siapapun yang
menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
tetapi tidak melaksanakan shalat, zakat, puasa dan lain sebagainya yang
diwajibkan oleh islam, bahkan melakukan perbuatan dosa maka ia dianggap kafir.
Jadi apabila seorang mukmin melakukan dosa besar maupun kecil, maka orang itu
termasuk kafir dan wajib diperangi serta boleh dibunuh. Harta bendanya boleh
dirampas sebagai harta ghonimah.
Azariqah, salah satu subsekte dalam Khawarij,
memiliki pandangan yang sangat ekstrim yakni dengan menggunakan istilah
musyrik. Mereka menganggap siapa saja yang berada diluar barisan mereka sebagai
orang musyrik. Hampir sama dengan Azariqah, subsekte Najdah menggunakan
predikat musyrik. Mereka menganggap musyrik bagi siapa saja yang secara terus
menerus melakukan dosa kecil. Begitu juga dengan dosa besar, bila tidak
dilakukan secara terus menerus maka pelakunya hanya dianggap kafir, namun bila
dilakukan secara terus menerus maka pelakunya dianggap musyrik.
Kesimpulannya, kelompok Khawarij memaknai Iman
adalah dengan mengucapkan dengan lisan serta melaksanakannya dengan anggota
badan. Orang yang berbuat dosa besar maupun kecil dianggap kafir dan wajib
diperangi.
b. Murji’ah
Aliran Murji’ah ini dibedakan enjadi dua, yaitu Murji’ah ekstrim
(Murji’ah Bid’ah) dan Murji’ah moderat (Murji’ah Sunnah). Murji’ah ekstrim
berpendapat bahwa iman terletak di dalam hati karena bagi mereka ucapan dan
perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa yang ada di dalam hati. Hal ini
disebabkan kaum Murji’ah meyakini bahwa iqrar dan ‘amal bukanlah bagian
dari Iman. Mereka memiliki prinsip yang terkenal, yaitu:
لاتضرمع الايمان معصية, كمالاتنفع مع الكفر طاعة.
Artinya: “Perbuatan
maksiat tidak dapat menggugurkan keimanan, sebagaimana ketaatan tidak akan berarti
bagi kekufuran.
Sedangkan Murji’ah moderat berpendapat bahwa iman
adalah iqrar bi al-lisan, ma’rifah bi
al-qalb, tanpa disertai dengan pelaksanaan dengan anggota badan. Pelaku
dosa besar tidaklah menjadi kafir. Oleh Harun Nasution dan Ahmad Amin, Abu
Hurairah dan pengikutnya tergolong aliran Murji’ah moderat sebab Abu hanifah
berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin tetapi bukan berarti dosanya
tidak berimplikasi.
Inti dari
pendapat Murji’ah baik ekstrim maupun moderat ialah mengeluarkan amal perbuatan
dari nama iman, dan bahwasanya iman itu tidak bercabang-cabang, tidak bertambah
dan berkurang, seluruh orang Mukmin sama keimanannya. Inilah pokok pendapat
mereka yang telah disepakati oleh seluruh firqah mereka. baik dosa besar maupun dosa kecil tidak dapat
menggugurkan iman seseorang selama dalam hati orang tersebut terdapat iman
kepada Allah SWT.
c. Mu’tazilah
Kaum
Mu’tazilah berpandangan bahwa amal perbuatan merupakan salah satu unsur
terpenting dalam konsep iman disamping ucapan dan keyakinan, karena mereka
memiliki faham al-wa’d dan al-wa’id (janji dan ancaman). Artinya, Allah
akan memberi pahala bagi yang berbuat baik dan siksa bagi yang durhaka.
Aliran ini memiliki pengertian yang hampir
sama dengan Khawarij, hanya saja bagi Mu’tazilah orang yang berbuat dosa besar
dihukumi berada pada satu kedudukan di antara dua kedudukan (al-manzilah
bain al-manzilataini), yaitu tidak mukmin dan tidak kafir. Beberapa tokoh
Mu’tazilah seperti Washil ibn Atha’ dan ‘Amr ibn ‘Ubaid
menyebutnya dengan istilah fasiq.
d. Ahlu Sunah Wal Jama’ah
Para mutakallimun secara umum merumuskan
unsur-unsur iman dengan al-tashdiq bi al-qalb, al-iqrar bi al-lisan,
al-‘amal bi al-jawarih, yang berarti pembenaran dengan hati, pernyataan
dengan lisan dan pelaksanaan dengan anggota badan.
Imam Al-
Syafi`i dalam "Al Umm" berkata: "Ijma` para sahabat,
tabi`in dan ulama-ulama setelah mereka yang kami ketahui bahwa iman adalah
ucapan, perbuatan, dan niat, tidak sah salah satu darinya melainkan berkaitan
dengan lainnya.
Al Imam
Abul Husain ‘Ali Al Maghribi berkata dalam kitab Syarah Shahih Bukhari: “Dan di
antara madzhab Ahlul Hadits bahwa iman adalah perkatan, perbuatan, dan
pengetahuan. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan melakukan
maksiat.” Imam al-Ajurri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya pendapat ulama
kaum Muslimin ialah bahwa iman wajib atas seluruh makhluk; yaitu membenarkan
dengan hati, menetapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.”
Dari
berbagai pendapat ulama’ salaf tersebut dapat disimpulkan bahwa, Iman menurut
Ahlus Sunnah terdiri dari tiga pokok, yaitu keyakinan hati, perkataan lisan,
dan perbuatan anggota badan. Dari tiga pokok inilah bercabangnya cabang-cabang
iman.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa konsep iman dari keempat aliran tersebut secara garis besarnya dapat
diklasifikan menjadi dua. Pertama, konsep yang mengharuskan adanya ketiga unsur
keimanan yaitu al-tashdiq bi al-qalb, al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi
al-jawarih. Pendapat ini diwakili oleh aliran Ahlu Sunnah wal jama’ah, Khawarij
dan Mu’tazilah. Sedangkan yang kedua yaitu konsep yang menekankan pada unsur yang
pertama saja, yaitu al-tashdiq atau al-ma’rifah bi al-qalb. Pendapat ini
diwakili oleh aliran Murji’ah.
B. Hakikat Taqwa
1. Definisi Taqwa
Kata Takwa (التَّقْوَى) berasal dari kata bahasa Arab (
يقي-
وقاية-وَقَى ) yang berarti menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung.
Sedangkan menurut Syara’, Taqwa ialah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sebagaimana Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam
tafsirnya mengatakan bahwa Taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi
wajtinabinnawahih”, yakni menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi
segala laranganya.
2. Hubungan Iman dan Taqwa
Iman dan taqwa memiliki hubungan yang sangat erat dalam kehidupan
seorang muslim. Bila iman merupakan bentuk ucapan, keyakinan dan perbuatan,
maka taqwa adalah sebuah bentuk refleksi dari iman. Tinggi
rendahnya nilai keimanan berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya nilai
ketaqwaan. Sedangkan tinggi rendahnya nilai ketaqwaan sebagai bukti nilai
kebenaran nilai Iman yang dimiliki. Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha
melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala larangan-Nya dalam
kehidupan ini. Dan hal ini merupakan implementasi dari keimanan seorang mukmin.
Sehingga antara iman dan taqwa merupakan hubungan yang saling melengkapi dalam
meningkatkan kualitas seorang mukmin. Iman dalam diri seorang muslim harus dibarengi dengan
takwa sebab Allah menilai hambanya melalui
ketaqwaannya.
C. Signifikansi Iman Dalam Membangun Karakter
Bangsa Saat Ini.
Dewasa ini, hampir seluruh Negara di dunia
terjangkit arus globalisasi yang pada dasarnya lebih mengarah kepada Westernisasi,
tak terkecuali Negara kita, Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman yang
semakin maju, bermunculan pula tantangan-tantangan dan problematika dalam
segala aspek kehidupan manusia, seperti di bidang Ekonomi (kapitalisme dan
materialisme), bidang agama (sekulerisme), bidang keilmuan (positivisme
dan falsifikasi), terlebih lagi yang paling memprihatinkan adalah
bidang Moral (liberalisme) yang mengakibatkan degradasi moral Bangsa.
Dalam menjawab tantangan dan problematika
modernisasi yang terus berkembang seiring zaman tersebut, diperlukan satu jawaban
pasti untuk menangkis problem yang cenderung membawa efek negatif bagi karakter
bangsa. Dalam hal ini, Iman dan taqwa memiliki peran yang sangat signifikan
dalam kehidupan manusia khususnya umat muslim. jika dalam kehidupan modern yang
serba canggih tidak menghiraukan lagi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah maka problematika
yang dihadapi akan semakin bertambah.
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia di
zaman modern sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan
signifikansi iman pada kehidupan manusia:
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan
benda.
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan
kekuasaan Allah. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat
mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan
kepercayaan pada kesaktian benda-benda keramat, mengikis kepercayaan pada
khurafat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya.
2. Iman menanamkan sikap “self-help” dalam
kehidupan.
William
James, seorang guru besar dalam ilmu filsafat di Harvard University
berpendapat, bahwa pengaruh keimanan menumbuhkan keberanian, semangat, harapan, menghilangkan perasaan takut
serta keluh kesah, memberikan perbekalan hidup yang berupa cita-cita dan tujuan
hidup, menimbulkan dihadapannya lapangan kebahagiaan dan alam subur
ditengah-tengah gurun kehidupan.
3. Iman menekan sifat keduniawian.
Pada
dasarnya, manusia mempunyai kecenderungan keduniaan tanpa suatu pedoman serta
keinginan yang tak terbatas. Namun disamping itu keimanan mampu mengendalikan
dan menolak kecenderungan itu, karena iman mengandung ajaran tentang batas
diperbolehkannya mencintai keduniaan. Dalam hal ini, iman mampu menekan sifat
materialisme dan kapitalisme.
4.
Iman melahirkan nilai-nilai luhur.
Iman mampu
melahirkan akhlak dan moral yang luhur dalam kehidupan manusia, seperti jujur,
adil dalam segala situasi, diucapkan kebenaran walaupun terasa sangat berat,
ditegakkan kebenaran sekalipun berakibat merugikan dirinya dan keluarganya,
bersikap adil terhadap lawan sebagaimana bersikap adil di tengah-tengah kawan,
masih banyak lagi norma-norma luhur yang dicetuskan oleh kekuatan iman. Oleh
karena sangat patut sekali apabila dinyatakan bahwa iman dan taqwa adalah kunci
pengalaman nilai-nilai luhur.
5. Iman memberikan ketenangan dan perdamaian.
Watak dasar manusia adalah egoisme. Watak
inilah yang sering menimbulkan permusuhan, perampasan hak orang lain dan lain
sebagainya. Namun iman yang mengandung ajaran sosial dan susila serta
mengandung ketentraman (mutmainnah) dan ketenangan (sakinah) mampu menumbuhkan
perdamaian dan ketenangan di tengah-tengah kehidupan yang saling bermusuhan. Seperti dijelaskan dalam firman Allah surat
ar-Ra’d ayat 28:
(ayat tidak dapat ditampilkan di blog ini)
Artinya:
“orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”
6. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan
tayyibah).
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu
menekankan kepada kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini
dijelaskan Allah dalam firman-Nya QS. An- Nahl ayat 97:
(ayat tidak dapat ditampilkan di blog ini)
Artinya:”Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang Telah mereka kerjakan”.
Demikian pentingnya iman terhadap jiwa seorang muslim bukan suatu hal yang
diragukan. Pengaruh iman terhadap perubahan jiwa tidak hanya terjadi pada
kehidupan masyarakat dan bangsa, namun juga terjadi terhadap individu, baik
pria maupun wanita. Hal ini bisa dicontohkan dengan sahabat nabi yakni Umar bin
Khattab. Ternyata pribadinya sebelum dan sesudah beriman jauh berbeda. Berkat
pengaruh iman ia menjadi hamba Allah yang penuh taqwa dalam segala situasi dan
kondisi.
Pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan
manusia disini, bukan hanya sekedar kepercayaan yang berada dalam hati, melainkan juga menjadi
kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap dan perilaku hidup.
PENUTUP
Demikian makalah tentang Iman dengan
segenap perbedaan pendapat menganai hakikat iman itu sendiri. Ada empat aliran
teologi yang berbeda pendapat yaitu Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah dan Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah. Dari keempat aliran, Khawarij, Mu’tazilah dan Ahlussunah
memiliki pengetian yang sama mengenai Iman yakni al-tashdiq bi al-qalb,
al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih. Sedangkan Murji’ah hanya al-tashdiq
bi al-qalb.
Berbicara tentang Iman, rasanya tidak bisa
dipisahkan dengan Taqwa karena pada dasarnya hubungan antara keduanya sangatlah
erat. Taqwa
merupakan refleksi dari Iman seseorang. Tinggi rendahnya nilai keimanan
berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya nilai ketaqwaan. Sedangkan tinggi
rendahnya nilai ketaqwaan sebagai bukti nilai kebenaran nilai Iman yang
dimiliki.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju,
Iman dan Taqwa seseorang pun serasa diuji. Hal ini disebabkan oleh timbulnya
tantangan-tantangan dan problematika di berbagai bidang akibat dari kuatnya
arus modernisasi dan globalisasi. Dan yang paling memprihatinkan ialah
terjadinya degradasi moral Bangsa. Dalam kondisi demikian, Iman dan Taqwa dapat
menjadi solusi untuk memperbaiki moral Bangsa. Hal ini dibuktikan melalui
Dalil-dalil Aqli dan Naqli yang mendukung adanya pengaruh dan signifikansi Iman
dan Taqwa dalam kehidupan manusia terutama di era modern seperti sekarang ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Bakar, Bahrun. Terjemah Tafsir Jalalain.
Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2004
Glasse, Cyril. Ensiklopedia Islam Ringkas.
Jakarta: PT. Raja Grafindo. 1996
Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Terjemah Al-Qur’an. Jakarta. 2006
Mudlor, Ahmad. Iman dan Taqwa dalam Perspektif Filsafat.
Malang: UIN Malang Press. 2008
Nasution, Harun.
Teologi Islam. Jakarta: UI Press. 2008
Rochimah dan A. Rahman dkk. Ilmu Kalam. Surabaya:IAIN SA Press.
2011
Syahratsani. Al Milal Wa Nihal. Cet. 1. Pen.
Aswadi Syakur. Surabaya: Bina Ilmu. 2006
Tim Depag RI. Ensiklopedia Islam. Jakarta:
CV. Anda Utama. 1993