Upaya pembentukan akhlak
karimah
(Guru MI Nurul Huda Jl. Raya Ngletih Kel. Ngletih Kec. Pesantren Kota Kediri)
(foto Muji Efendi, sumber foto: Facebook)
Suatu lembaga pendidikan khususnya
madrasah harus memiliki formulasi sendiri untuk membentuk akhlak siswanya,
antara lain dengan beberapa cara sebagai berikut:
a. Sarana pertama lewat Mau’izhah dan Nasihat
Mau’izhah (perjalanan) adalah bahasa
Arab yang berasal dari al-wa’zhu artinya memberi pelajaran akhlak terpuji serta
memotivasi pelaksanaannya dan menjelaskan akhlak tercela serta
memperingatkannya atau meningkatkan kebaikan dengan apa-apa yang melembutkan
hati.
Dijelaskan dalam al-Qur’an Surat an-Nisa
ayat 63 sebagai berikut:
أُوْلَئِكَ
الَّذِيْنَ يَعْلَمُ اللهُ مَافِى قُلُوْبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ
لَهُمْ فِى أَنْفُسِهِمْ قَوْلًابَلِيْغًا.
Terjemahan:
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati
mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran,
dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka[1].
(QS. An-Nisa : 63)
Adapun nasihat adalah kata yang
terdiri dari huruf nun, shad, dan ha yang ditempatkan untuk dua arti, pertama:
murni atau tetap, kedua: berkumpul atau menambal.[2]
Jika dalam bahasa Arab di katakan,
“Nashaha al syai”, maksudnya benda itu asli atau murni. Oleh karena itu,
kemungkinan nasihat berasal dari arti ini, karena orang yang menasehati itu
pada dasarnya sedang memurnikan orang yang dinasihati dari kepalsuan.
Arti kedua, jika dikatakan “Nashaha
al tsaub”, maksudnya menjahit pakaian itu. Kemungkinan nasihat juga berasal
arti menambal keburukan atau memperbaiki keadaan yang dinasihatinya.
Sebagaimana tukang jahit menambal baju yang terbakar.”
Mau’izhah kadang-kadang disampaikan
secara langsung, berupa kisah, perumpamaan, dan dialog. Berikut adalah
penjelasan masing-masing terkait macam-macam mau’izhah.
1. Nasihat secara langsung
Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Lukman
Hakim memberikan nasehat langsung agar anaknya tidak syirik kepada Allah SWT,
inilah salah satu bentuk atau contoh nasihat secara langsung dalam kisah nyata.
Ada juga kisah Nabi Nuh AS, yang
menasehati anaknya agar mau beriman kepada Allah dan meninggalkan kekufurannya.
2. Menggunakan kisah-kisah yang
mengandung nasihat
Menggunakan kisah-kisah yang
berisikan mau’izhah dan nasihat banyak ditemui dalam Al-Quran dan Al-Sunnah.
Islam telah memperlihatkan kecenderungan yang bersifat fitrah ini melalui kisah,
yaitu melalui daya pikat yang dimiliki kisah tersebut. Tujuannya agar daya
pikat itu menjadi salah satu sarana pembinaan dan pembentukan akhlak.
Islam juga telah mempergunakan
berbagai jenis kisah, diantaranya kisah nyata yang bersifat historis serta mempunyai
nilai, baik tempat, pelaku maupun peristiwa. Kemudian, kisah nyata yang
mengedepankan contoh-contoh pelaku manusia, sehingga dari kisah ini antara
mereka yang menjadi pelaku di ketika itu dengan siapa saja yang menyerupai
mereka sekarang ini akan bernasib sama. Demikian pula kisah-kisah perumpamaan
yang tak terbukti secara nyata, tetapi terjadi pada suatu waktu atau suatu
zaman.
Dari jenis pertama, setiap kisah nabi
dan kisah orang-orang yang mendustakan para rasul berikut bencana yang menimpa
mereka kisah-kisah yang menyebutkan nama pelaku, tempat kejadian dan peristiwa
secara teratur dan ringkas, misalnya kisah Musa dan Firaun, Isa dan Bani
Israil, Shalih dan Tsamud, Hud dan Ad, Syu’aib dan Madyan, Luth dan kampungnya,
Nuh dan kaumnya, Ibrahim dan Ismail, dan lain-lain.
Demikianlah Al-Qur’an menggunakan
jenis-jenis kisah dalam membina akhlak. Orang yang rajin memperdalam As-Sunnah
akan menemukan banyak contoh dalam metode ini.
3. Membuat perumpamaan
Ini merupakan salah satu metode
mau’izhah dan nasihat yang cukup mahir. Diantara metode ini dalam al-qur’an
disebutkan tentang kalimat yang baik, kalimat yang hak dan islam, kalimat yang
buruk, kalimat yang batil dan syirik. Misalnya dalam al-Qur’an di sebutkan
bahwa seseorang yang menggunjingkan orang lain perumpamaan orang yang memakan
daging saudaranya sendiri dalam keadaan hidup.
4. Metode Dialog
Metode ini dapat berupa tanya jawab
dan sering digunakan bilamana penggunaan cara lain sudah tidak memungkinkan.
Nabi sendiri dalam kesehariannya ketika mendapatkan masalah yang berhubungan
dengan umatnya juga mengadakan musyawarah guna memecahkan masalah yang sedang
terjadi.
Musyawarah juga mengisyaratkan
persatuan, bilamana suatu masalah tidak segera dimusyawarahkan niscaya timbul
persepsi dari masing-masing individu. Sehingga persatuan sulit terwujud.
b. Sarana kedua yaitu dengan
membiasakan akhlak terpuji
Manusia itu dilahirkan dalam keadaan
suci, bersih sehingga diibaratkan bagai lembaran putih. Maka lingkungan
disekitar akan sangat mempengaruhi corak seorang individu tersebut. Sebagai
mana termaktub dalam al-Qur’an sebagai berikut:
وَنَفْسٍ وَّمَا سَوَّهَا. فَأَ لْهَمَهَا
فُجُوْرَهَاوَتَقْوَهَا. قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا.
Terjemahan:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa itu,. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.[3](QS:
Al-Syam: 7-10)
Oleh karena itu, merupakan hal yang
sangat penting untuk berlatih dan membiasakan akhlak terpuji hingga menjadi
adat kebiasaan seorang muslim dengan mudah. Islam menggunakan adat kebiasaan
sebagai cara membina akhlak. Lalu islam mengubah setiap jenis kebaikan menjadi
adat kebiasaan yang dilakukan diri dengan mudah tanpa bersusah payah.
Dari cara tersebut, setiap adat
kebiasaan yang berkaitan dengan pokok aqidah dan hubunganya manusia dengan
Allah swt yang melenceng, diberantas islam dengan serentak dari sejak pertama muncul.
Namun demikian masih ada yang
mengingkari kebesaran islam yang dibawa Rosulullah. Seperti kebiasaan mengubur
anak perempuan hidup-hidup yang berjalan diluar asas-asas iman dan
perikemanusiaan. Jadi, mendidik anak-anak sejak kecil pada kebaikan itu akan
membawa kegemaran baginya, maka jadilah kebaikan itu adat kebiasaannya.
Oleh karena itu, siapa saja yang
ingin mempunyai akhlak berderma misalnya, mesti membiasakan diri suka memberi
sebagaimana orang dermawan. Setelah itu jangan berhenti membiasakan sifat
tersebut secara sungguh-sungguh, hingga akhirnya menjadi tabiat serta mudah
melakukannya, maka jadilah dermawan. Demikianlah, adat kebiasaan dapat membina
dan membentuk akhlak karimah.
c. Sarana ketiga yaitu teman yang
baik
Dalam hal ini, pergaulan individu
akan mempengaruhi pola hidunya. Jika teman itu seorang yang sholeh dan takwa,
kemungkinan besar ia akan mempunyai akhlak yang baik pula.
Seorang teman juga mesti mempunyai
akhlak terpuji, pandai bergaul, mendorong kebaikan dan mengarahkan diri kepada
taat kepada Allah SWT. Jadi, pergulan seorang individu akan sangat menentukan
baik buruknya akhlak seseorang, terlebih anak-anak yang belum bisa membedakan
suatu hal yang baik dan tidak baik baginya.
Orang tua harus senantiasa memantau
anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang menyesatkan, karena
seorang individu yang sudah terbawa pergaulan yang buruk akan sulit sekali
untuk diarahkan menuju kebaikan.
Dalam hal ini, pengawasan orang tua sangatlah
penting karena keluarga merupakan lingkungan yang sangat dominant.
d. Sarana keempat yaitu dengan
sanksi dan pahala
Ini merupakan metode yang sangat
efektif dalam pembinaan akhlak terpuji yaitu bagi yang mengerjakan kebaikan
maka mendapatkan pahala dari allah swt, sebaliknya bagi yang mengerjakan hal
yang buruk tidak sesuai petunjuk allah dan rosulnya maka akan diberikan
balasanya di hari akhir.
Jika metode pahala mempunyai peranan
yang cukup berarti, metode sanksipun juga punya peranan pula. Sudah banyak
metode modern ini menghindari adanya sanksi sehingga membuat seseorang
bertingkah diluar batas.
Dengan adanya sanksi diharapkan dapat
mengingatkan seseorang agar tidak terlalu melenceng dari yang semestinya.
Pendidikan yang terlalu lembut
umumnya tidak berhasil mengarahkan anak-anak mempunyai sifat istiqomah. Bahkan,
terlampau lembut akan sangat berbahaya karena menumbuhkan tabiat tidak mandiri.
Dalam hal ini, sama halnya kita
memperlakukan tubuh terlalu lembut, ketika membebaninya dengan beban berat
walhasil tubuh itu tidak akan kuat. Untuk itu perlu adanya suatu pengikat dalam
mendidik anak-anak guna meluruskan jiwa mereka sebelum meluruskan aspek
lainnya.
Adapun tahapan sanksi sebagai berikut :
- teguran
- diasingkan
- pukulan
- diancam sanksi dunia maupun akhirat
e. Sarana kelima dengan keteladanan
Rosulullah
saw merupakan tokoh yang sangat berpengaruh di dunia, ini terbukti dengan
beberapa peninggalan beliau yang masih ada serta pengikutnya yang begitu
banyak.
Sosok Rosulullah sangatlah pantas
menjadi suri tauladan yang baik, kepribadiannya yang menakjubkan dan kehalusan
budi pekerti beliau tidak diragukan lagi. Oleh karena itu beliau menjadi
teladan terbesar bagi manusia sepanjang zaman.
Rasulullah SAW senantiasa menjaga
lidahnya kecuali hanya untuk berbicara seperlunya, apabila berbicara senantiasa
berbicara dengan halus (lemah-lembut) dan tidak pernah berbicara dengan kasar
terhadap mereka, dan senantiasa memuliakan terhadap orang yang terpandang
(berkedudukan) dan memperingatkan orang jangan sampai ada yang bertindak
menyinggung perasaannya dan perbuatannya.
Kebiasaan Rosulullah SAW selalu
menanyakan keadaan sahabat-sahabatnya, dan selalu memuji segala sesuatu yang
baik dan membenci segala sesuatu yang buruk. Segala urusannya itu dibuatnya
sebaik mungkin. Tidak pernah lalai atau malas, demi menjaga jangan sampai
mereka melalaikan dan meremehkan,Segala sesuatu dipersiapkannya terlebih
dahulu, dan tidak pernah akan meremehkan (mengecilkan) kebenaran.
Kebiasaan Rasulullah SAW yang lain
tidak pernah duduk ataupun berdiri melainkan dengan berzikir, tidak pernah
menguasai tempat duduk dan melarang seseorang untuk menguasai tempat duduk, dan
apabila Rosul sampai pada tempat orang yang sedang berkumpul maka beliau duduk
di mana ada tempat terluang (tidak pernah mengusir orang laindari tempat duduknya)
dan juga menyuruh berbuat seperti itu.
Rosul selalu memberikan kepuasan bagi
siapa saja yang duduk bersama beliau, sehingga jangan sampai ada orang yang
merasa bahwa orang lain dimuliakan olehnya lebih dari padanya. Apabila ada yang
duduk di majlisnya, beliau selalu bersabar sampai orang itu yang akan bangkit
terlebih dahulu (tidak pernah mengusir teman duduknya).
Dan apabila ada yang meminta pada rosul
sesuatu hajat maka beliau selalu memenuhi permintaan orang itu, atau apabila tidak
dapat memenuhinya Baginda selalu berkata kepada orang itu dengan perkataan yang
baik.
Semua orang selalu puas dengan budi
pekerti beliau sehingga mereka selalu dianggap sebagai anak. Rosulullah saw
dalam kebenaran dengan tidak ada perbedaan sedikitpun diantara mereka dalam
pandangan beliau.
Kemudian majlisnya itu adalah tempatnya
orang yang ramah-tamah, malu, orang sabar dan menjaga amanah, tidak pernah
dimajlisnya itu ada yang mengeraskan suaranya, di majlisnya itu tidak akan ada
yang mencela seseorang jelek dan tidak akan ada yang menyiarkan kejahatan orang
lain.
Dimajlisnya itu mereka selalu sama
rata, yang dilebihkan hanya ketakwaan saja, mereka saling berlaku rendah diri (bertawadhu')
sesama mereka, yang tua selalu dihormati dan yang muda selalu disayangi, sedangkan
orang yang punya hajat lebih diutamakan (didahulukan) dan orang-orang asing (ghorib)
selalu dimuliakan dan dijaga perasaannya." Di dalam al-Qur’an dijelaskan
dan ditegaskan dalam surat al- ahzab
ayat 21 sebagai berikut:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلش اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوااللهَ وَاْليَوْمِ
اْلاَخِرَوَذَكَرَاللهَ كَثِيْرًا.
Terjemahan : Sesungguhnya
sudah ada pada (diri) Rasullullah itu sendiri suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) dari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah”.[4]
(Q.S. Al – Ahzab: 21)
Sesungguhnya Rasul SAW merupakan suri
tauladan tertinggi, contoh yang baik, atau panutan yang baik pula bagi seorang
Muslim. Keteladanan merupakan metode yang paling tepat dalam membina akhlak
Beliau adalah teladan manusia di muka
bumi ini. Karena sifat keteladanan itu sudah tercermin dalam dirinya, maka
mereka yakin terhadap prinsip-prinsip terpenting dalam hidup Rosul SAW.
Banyak yang melihat sifat-sifat Rosul
itu dengan mata kepala mereka sendiri bukan dari buku. Kemudian bangkitlah diri
dan semangat mereka kemudian berupaya
mempelajari sifa- sifat tersebut dari Rasul SAW. menurut kemampuan.
Mereka tidak pesimis, tidak mundur dan tidak meninggalkan sifat – sifat
tersebut. Sebab, mereka melihatnya secara nyata dipraktikkan di muka bumi ini,
bukan sekedar angan –angan dan khayalan.
Oleh
karena itu Rasulullah SAW. menjadi teladan terbesar bagi manusia sepanjang
sejarah. Beliau juga seorang guru dan panutan akhlak manusia yang lebih dulu
berbuat sebelum berbicara, baik mengenai Al Qur’an maupun As-Sunnah.
Banyak sekali
yang mnceritakan tentang kepribadian Rosul saw, misalnya masalah kejujuran,
keadilan, dan kesabaran beliau sehingga beliau menjadi panutan dalam segala
hal. Dari sinilah semestinya sebagai orang tua maupun seorang guru harus
senantiasa menjaga tingkah lakunya sendiri agar anak didiknya menjadikan contoh
yang baik baginya.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Upaya Pembentukan Akhlak Karimah"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*