Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

SKRIPSI BAB I: PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI(STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN KEDIRI TAHUN 2009-2010)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN IZIN
POLIGAMI(STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN KEDIRI TAHUN 2009-2010)

Oleh: Fahad Asadulloh 

Foto: Fahad Asadulloh (sumber foto: facebook )
(Mahasiswa S2 Pascasarjana STAIN Kediri dan santri di 
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Ma'unah-Sari Bandar Kidul Kediri Jawa Timur.)
                                                                      
      BAB I
PENDAHULUAN

A.      Konteks Penelitian
            Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhlukNya, baik pada manusia , hewan maupun tumbuhan. Hal itu merupakan salah satu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhlukNya untuk berkembang  biak dan melestarikan hidupnya.
            Dengan pernikahan, Allah menghendaki agar manusia dapat mengarungi samudera dengan bahtera cinta dan kasih sayangnya. Pernikahan merupakan sarana yang harus ditempuh oleh manusia untuk menggapai kesempurnaan hidupnya dan memelihara diri dari kebinasaan hawa nafsunya. Sabda Rasulullah SAW:
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه اغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
Artinya: Hai pemuda-pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu serta berkeinginan menikah maka menikahlah, karena sesungguhnya  pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal dan menjaga kemaluanmu, dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaknya berpuasalah, karena dengan puasa akan menjadi obat bagimu”.(Hadits Riwayat Bukhori Muslim)[1]

Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan sendiri. Pernikahan juga merupakan persenyawaan antara cinta dan kasih sayang, perpaduan emosional yang tidak sama, serta peleburan antara dua keinginan yang berbeda.[2]
Berbicara masalah tujuan pernikahan, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa manfaat melangsungkan pernikahan dapat dikembangkan menjadi 5 yaitu:
1.      Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2.      Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
3.      Memenuhi panggilan, memelihara diri dari kejahatan dan kesengsaraan.
4.      Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan kewajiban serta bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
5.      Membawa rumah tangga dan membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.[3]
Pada dasarnya asas dalam pernikahan adalah monogami, di mana seorang suami tanpa ada alasan yang jelas dan rasional hanya diperbolehkan beristeri satu. Namun pada kenyataannya tidak sedikit terjadi di masyarakat, seorang suami memiliki lebih dari seorang istri/poligami.  
Berbicara masalah poligami erat kaitannya dengan esensi perkawinan. Di mana tujuan perkawinan yang sangat esensial adalah untuk mewujudkan kehidupan yang sakinah ,mawaddah, warahmah.[4] Poligami merupakan permasalahan dalam perkawinan yang paling banyak diperdebatkan sekaligus kontroversial. Poligami ditolak dengan berbagai macam argumentasi, baik yang bersifat normatif, psikologis bahkan selalu dikaitkan dengan ketidakadilan gender.
Dari sudut pandang terminologi, poligami berasal dari bahasa Yunani, di mana kata polus berarti banyak dan gamos berarti kawin. Kawin banyak disini berarti seorang pria kawin dengan dengan beberapa wanita atau sebaliknya seorang wanita kawin dengan lebih dari seorang pria dalam waktu yang bersamaan yang mengadakan transaksi perkawinan.[5]
Dalam pengertian umum yang terjadi adalah pengertian poligami di mana seorang suami memiliki lebih dari seorang istri. Dalam prakteknya, awalnya seorang pria kawin dengan seorang wanita seperti layaknya perkawinan monogami, kemudian setelah berkeluarga dalam beberapa tahun, pria tersebut kawin lagi dengan istri keduanya tanpa menceraikan istri pertamanya. Meskipun demikian , sang suami mempunyai alasan atau sebab mengapa diambil keputusan untuk kawin lagi.
Karena peristiwa tersebut di atas banyak terjadi di masyarakat, maka muncul beberapa pendapat dan pemahaman terhadap perkawinan poligami, baik itu dari masyarakat awam maupun kalangan intelektual. Di mana umumnya masyarakat masih banyak beranggapan bahwa perkawinan poligami tidak menunjukkan keadilan dan manusiawi. Permasalahan poligami dewasa ini semakin bertambah rumit karena banyak pertentangan oleh berbagai pihak dalam menyetujui diperbolehkannya poligami yang berupa diperketatnya persyaratan pelaksanaan poligami.
Oleh sebab itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Undang-Undang tersebut mengatur tentang asas monogami, bahwa baik pria ataupun wanita hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama yang mengizinkannya, seorang suami dapat beristri  lebih dari seorang. Meskipun hal tersebut dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila memenuhi dari persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.[6]
Untuk kelancaran pelaksanaan Undang-Undang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, telah dikeluarkan peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 yang mengatur ketentuan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut. Dan dalam hal suami yang bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Pengadilan Agama, kemudian di Pengadilan Agama akan memberikan keputusan apakah permohonan tersebut dikabulkankan atau ditolak.
Pengadilan Agama dalam tugasnya memberikan putusan tentang permohonan poligami, berpedoman pada aturan yang berlaku. Yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam pasal 55-59.[7]
Berdasarkan kekuasaan mengadili atau menangani perkara (Absolute Coupetensial) Pengadilan Agama berhak untuk menyelesaikan perkara perkawinan poligami, dan mempunyai pertimbangan serta penafsiran tentang poligami.[8]Dalam mengajukan perkaranya, bagi para pihak yang mengajukan permohonan poligami  harus memenuhi beberapa persyaratan yang  ketat dan menunjukkan bukti-bukti serta alasan-alasan  yang kuat yang bisa diterima oleh hakim Pengadilan Agama. Dalam hal ini hakim Pengadilan Agama berpedoman kepada Undang-Undang serta Kompilasi Hukum Islam dalam mempertimbangkan perkara tersebut.
Adapun alasan-alasan berpoligami yang dapat diterima oleh Pengadilan Agama diantaranya adalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yaitu:
1.      Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang istri.
2.      Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
3.      Istri tidak bisa melahirkan atau mandul.[9]
Dari kasus-kasus permohonan poligami yang diterima dan dikabulkan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Kediri ada beberapa alasan yang melatarbelakangi para pihak mengajukan permohonan izin poligami. Ada kalanya mereka mengajukan permohonan poligaminya tersebut karena istri mengalami cacat badan, dan ada pula yang beralasan istri tidak bisa melahirkan keturunan yang mana dari alasan-alasan tersebut memang sesuai dengan apa yang ada dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 57 tentang poligami.
Akan tetapi ada juga dari beberapa kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri di mana para pihak yang berperkara mengajukan permohonan poligaminya tidak sesuai dari alasan yang diperbolehkan untuk melakukan poligami dalam Undang-Undang. Seperti contoh kasus yang terjadi pada tahun 2010 dengan Nomor perkara 1864/Pdt.G/2010/PA.Kab.Kdr. Dalam kasus ini pihak suami mengajukan permohonan poligami dengan alasan sudah terlanjur menghamili calon istri keduanya, sedangkan calon istrinya tersebut meminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. Begitu juga pada kasus dengan Nomor perkara 1554/Pdt.G/2010/PA.Kab.Kdr. Dalam kasus ini pihak suami mengajukan permohonan poligaminya dengan alasan sudah menjalin hubungan dengan wanita lain dan saling mencintai sejak 10 tahun yang lalu sebelum dia mengajukan permohonan poligaminya. Bahkan pihak suami sudah berkumpul lama dengan calon istri keduanya disamping dia juga beralasan kurang puas dengan pelayanan hubungan biologis istrinya.
 Dalam hal ini hakim sebagai pihak yang berwenang memutuskan perkara izin poligami tentunya mempunyai pertimbangan-pertimbangan serta kriteria-kriteria tertentu dalam mengabulkan perkara poligami dengan berbagai alasan yang diajukan kepadanya, karena memang hakim berwenang untuk menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat dengan tanpa mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang ada (Undang-Undang Kehakiman Tahun 2004). Disamping itu alasan-alasan yang menjadi syarat diperbolehkannya poligami yang termaktub dalam Undang-Undang masih bersifat global. Masih perlu adanya penafsiran-penafsiran hukum oleh hakim untuk memahaminya.
Dari uraian tersebut di atas, penulis bermaksud meneliti “Pertimbangan Hakim  Dalam Mengabulkan Permohonan Izin Poligami Di Pengadilan  Agama Kabupaten Kediri”.

B.       Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka penulis menganggap perlu menetapkan fokus penelitian yang nantinya senantiasa dijadikan kerangka dalam pembahasan selanjutnya. Adapun yang menjadi fokus penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:
1.    Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri?
2.    Bagaimanakah tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan poligami tersebut?

C.      Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian  yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1.    Mengetahui pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan  izin poligami  di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri.
2.    Untuk mengetahui tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri.

D.      Kegunaan Penelitian
Penelitian ini sangat berguna bagi penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya, adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:
1.    Secara Teoritis
a.         Dapat menambah pengetahuan dalam mempelajari dan mendalami ilmu hukum khususnya tentang permohonan izin poligami di Pengadilan Agama
b.        Untuk pengembangan ilmu hukum dan penelitian hukum serta berguna untuk masukan bagi praktik penyelenggara di bidang Hukum Perkawinan  terutama terkait dengan masalah poligami masa kini dan masa yang akan datang.
2.    Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a.                       Bagi Hakim
Dapat menerapkan kaidah-kaidah hukum secara benar dan tepat dalam mempertimbangkan dan menetapkan dasar hukum yang dipakai dalam permasalahan pemberian izin poligami.
b.                       Bagi Para Pihak
            Dapat menambah wawasan dan pengetahuan berkaitan dengan pemberian izin poligami. Serta dapat menjadi solusi masalah terkait dengan kasus poligami.

E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ini merupakan rangkaian pembahasan yang termuat dan tercakup dalam isi penulisan, antara satu bab dengan bab yang lain saling berkaitan sebagai suatu kesatuan yang utuh. Agar penulisan ini dapat dilakukan dengan runtut dan terarah, maka penulisan ini dibagi menjadi enam bab yang disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama merupakan tulang punggung dari isi skripsi, yaitu pendahuluan yang menjelaskan : Pertama, konteks penelitian yang menjadi alasan penulisan ini. Kedua, fokus penelitian agar pembahasan tidak melebar terhadap hal-hal yang yang berada diluar pembahasan. Ketiga dan keempat, menjelaskan tujuan penelitian dan kegunaan penelitian yang menjadi harapan dari akhir penulisan ini.
Bab kedua merupakan  landasan teori. Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian poligami, poligami menurut hukum islam dan hukum positif (Undang-Undang No. 1 Tahun 1974), serta landasan Hakim dalam memutuskan perkara.
Bab ketiga merupakan metode penelitian. Memuat tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti dan lokasi penelitian , sumber dan jenis data penelitian, metode pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan temuan, dan tahap-tahap penelitian.
Bab keempat merupakan paparan data dan temuan penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum tentang  Pengadilan Agama  Kabupaten Kediri, paparan data perkara poligami di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri , dan temuan penelitian.
Bab kelima merupakan pembahasan dari hasil penelitian. Bab ini membahas mengenai hasil penelitian tentang pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan izin poligami, serta pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap pertimbangan Hakim tersebut.
Bab keenam merupakan penutup. Dalam bab penutup penulisan ini dibagi menjadi dua bagian, kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari penelitian dan saran-saran.



[1]Al-Hafidz Bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram (Surabaya: Darul ‘Ilm, tt), 200.
[2] Fuad Shalih, Untukmu Yang Akan Menikah & Telah Menikah (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,2005), 12.
[3] Muhammad bin Muhammad Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Beirut: Dar al-Fiqr, t.t), 1125.
[4] Team Media, Kompilasi Hukum Islam (Surabaya: Arkola,t.t),120.
[5] Bibid Suprapto, Liku-Liku Poligami (Yogyakarta:Al-Kautsar,1990),11.
[6] Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta:Haj Mas Agung.1993),10.
[7]Mukti Arto, Praktek  Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), 241.
[8] Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Pedoman Beracara Pada Pengadilan Agama (Jakarta: t.p, 1980),1.
[9] Undang-Undang Perkawinan di Indonesia (Surabaya: Arkola,t.t), 196





Baca tulisan menarik lainnya: