PENDAHULUAN
Mempelajari
sejarah peradaban Islam kurang lengkap jika tidak disertakan mempelajari
sejarah kehidupan manusia di Jazirah Arab[1]
(semenanjung Arab) sebelum datangnya Islam. Karena Islam pertama muncul di Arab
dan kitabnya berbahasa Arab (suku Quraisy). Kendati sangat minim didapatkan
informasi tentang sejarah kehidupan manusia di daerah tersebut dalam kurun
waktu antara 400-571 an Masehi. Dengan kata lain, penulis bisa katakan dalam
sejarah peradaban dunia, sejarah di jazirah arab khususnya sebelum datangnya
Islam ‘dianggap’ tidak ada, atau lebih tepatnya dihilangkan dari peta sejarah
peradaban dunia.
Sebagian penulis
sejarah Islam biasanya membahas Arab Pra-Islam sebelum menulis sejarah Islam
pada masa Muhammad (570-632 M) dan sesudahnya. Mereka menggambarkan runtutan
sejarah yang saling terkait satu sama lain yang dapat memberikan informasi
lebih komprehensif tentang Arab dan Islam tentang geografi, sosial, budaya,
agama, ekonomi, dan politik Arab pra-Islam dan relasi serta pengaruhnya terhadap
watak orang Arab dan doktrin Islam. Kajian semacam ini memerlukan waktu dan
referensi yang tidak sedikit, bahkan hasilnya bisa menjadi sebuah buku
tersendiri yang berjilid-jilid seperti al-Mufaṣṣal fī Tārīkh al-‘Arab qabla
al-Islām karya Jawād ‘Alī. Oleh karena itu, kita hanya akan mencukupkan diri
pada pembahasan data-data sejarah yang lebih familiar dan gampang diakses
mengenai hal itu.[2]
Sementara itu, di Tengah Jazirah
Arab, di mana terdapat tanah suci Mekkah dan sekitarnya tidak dikuasai oleh
Romawi, Persia, maupun Habasyah. Allah telah menjaga kehormatan tanah dan
penduduk disana. Bahkan sejak masa imperialisme Barat yang menjajah dunia
Islam, tak ada yang bisa menguasai negeri suci ini karena Allah telah menjaga
kesuciannya.[3] Sebagai tempat
kelahiran bangsa Semit, semenanjung Arab menjadi tempat menetap orang-orang yang kemudian
bermigrasi ke wilayah Bulan Sabit Subur, yang kelak dikenal dalam sejarah
sebagai bangsa Babilonia, Assyira, Pholenisia, dan Ibrani. Sebagai tempat
munculnya tradisi Semit sejati, wilayah gurun pasir Arab merupakan tempat
lahirnya tradisi Yahudi, dan kemudian Kristen yang secara bersama-sama
membentuk karakteristik rumpun Semit yang telah dikenal baik.[4]
Walaupun sama-sama penting untuk dipelajari namun
Kebudayaan Islam dengan kebudayaan arab sangat berbeda. Budaya Arab tidak mesti
budaya islam dan budaya islam tidak mesti budaya arab. Umat Kristen di timur
tengah juga memakai bahasa dan budaya arab, dan mereka tidaklah beragama islam.[5]
Oleh karena itu sungguh penting untuk mempelajari sejarah peradaban pra islam
sebelum mempelajari peradaban islam.
Agar pembahasan pada makalah ini fokus dan
sistematis maka penulis akan merumuskan masalah. Rumusan Masalah makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi
sosio kultur Jazirah Arab Pra Islam?
2. Bagaimana Kehidupan
Suku Quraisy di Arab pada masa Pra Islam?
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Bangsa Arab Pra Islam
Bangsa Arab adalah ras Semit yang tinggal di sekitar jazirah Arabia. Bangsa Arab purbakala adalah masyarakat terpencil sehingga sulit dilacak riwayatnya.[6]
Sedangkan bangsa arab termasuk dalam keturunan ras bangsa Caucasoid.[7]
Bangsa arab terbagi atas dua kelombok besar, yaitu:
1. Arab Baidah
Arab Baidah ialah bangsa Arab
yang sudah tidak ada lagi, di antaranya telah tercatat dalam kita agama samawi
dan syair-syair arab seperti kaum Tsamud, Ad, Jadis, dan Thasm. Rata-rata
kehidupan peradaban mereka maju dalam bidang pertanian, peternakan, dan
kerajinan. Hal tersebut karena letaknya yang strategis diantar jalur perniagaan
internasional saat itu, maka banyak penduduknya menjadi saudagar ulung.[8]
2. Arab Baqiah (mereka ini masih ada) terbagi pada dua kelompok:
Keturunan Baqiah masih ada sampai
sekarang, mereka terbagi dalam dua kelompok diantarnya adalah Arab Aribah yaitu kelompok yang bernenek moyang
bangsa Qathan di Yaman. Kedua Arab Musta'ribah yang Kebanyakan dari penduduk Arabia yang
mendiami bagian tengah Jazirah Arabia dari Hejaz sampai ke Syam. Kelompok Arab
Musta'arabah inilah yang mendiami Mekkah tinggal bersama Nabi Ibrahim hingga terjadi percampuran (Perkawinan) yang kemudian melahirkan
suku Arab termasuk suku Quraisy, yang tumbuh dari induk suku Adnan.[9]
Sejarah Arab erat kaitannya dengan
Ka’bah. Sejarah Ka’bah di Makkah dimulai dengan kedatangan Ibrahim beserta
istri dan anaknya Ismail yang masih bayi. Ismail yang memiliki Mu’jizat
dan kemuliaan telah mendapat penghormatan besar, dan segenap orang dipenjuru
Jazirah Arab berdatangan ke sana. Oleh karena itu Ibrahim bersama putranya
Ismai membangun[10]
Ka’bah. Pembangunan ini dilakukan agar Ka’bah bisa dijadikan tempat mngerjakan
Syi’ar Agama Ibrahim. Maka setelah itu diserulah umat manusia oleh Ibrahim
untuk mengerjakan haji.[11]
Semenjak itu berdatanganlah manusia dari segenap penjuru dari berbagai macam
negeri ke Makkah[12]
untuk mengerjakan ibadah Haji.[13]
Menurut
Mukhtar Yahya sejarah kedatangan Khuza’ah ke Makkah secara besar-besaran adalah
ketika orang-orang arab Yaman yang berasal dari kota Ma’arib hendak merantau di
wilayah lain. Di tengah perjalanan sampailah mereka di pinggiran kota Makkah.
Orang Khuza’ah mengadakan negoisasi kepada penguasa Jurhum untuk tinggal
beberapa hari di wilayah Makkah guna istirahat sebelum melanjutkan perjalanan.
Namum konon orang-orang Jurhum mengusir secara kasar mereka, tentu hal tersebut
sangat menyakitkan hati bagi suku Khuza’ah. Akibatnya terjadilah peperangan di
antara kedua suku tersebut. Dalam peperangan tersebut Khuza’ah memperoleh
kemenangan.[14]
Seiringnya waktu maka Khuza’ah memegang dua kekuasaan yang sebelumnya dipegang
Jurhum, yaitu kekuasaan kenegaraan dan kekuasaan keagamaan.[15]
Peradaban
timur tengah dipengaruhi oleh bangsa yunani dan romawi.[16]
Pendapat ini diperkuat oleh Ahmad Amin yang dikutip oleh Badri Yatim, dia
memaparkan bahwa apa yang berkembang menjelang kebangkitan Islam merupakan
pengaruh dari budaya-budaya bangsa disekitarnya yang jauh lebih maju dari pada
kebudayaan dan peradaban Arab. Pengeruh tersebut masuk ke Jazirah Arab melalu
beberapa jalur, diantaranya melalui perdagangan, melalui politik kerajaan, dan
masuknya misi Yahudi dan Kristen. Melalui perdangan bangsa arab telah berhubungan
dengan bangsa Syiria, Habsyi, Mesir, dan Romawi, yang mana peredaban mereka
telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Yunani.[17]
B. Kondisi Bangsa Arab Pra Islam
1.
Kondisi Geografis
Jazirah
Arab dikelilingi oleh tiga lautan, yaitu laut merah di barat, samudera Hindia
di Selatan, dan Teluk Persia di timur. Letak geopolitik ini sangat
menguntungkan bagi kondisi sosial, ekonomi, dan politik bangsa Arab. Keadaan tanahnya sebagian
besar terdiri dari Padang Pasir tandus,
bukit dan batu, terutama bagian tengah. Sedang bagian selatan atau bagian pesisir
pada umumnya tanahnya cukup subur.
Untuk wilayah bagian Tengah terbagi pada:
a. Sahara Langit
atau disebut pula Sahara Nufud memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180
mil dari timur ke barat. Oase dan mata
air sangat jarang, tiupan angin sering kali menimbulkan kabut
debu yang mengakibatkan daerah ini sukar
ditempuh;
b. Sahara Selatan disebut al-Ru'ul
Khali yang membentang dan menyambung
sahara Langit kearah timur sampai selatan
persia. Hampir seluruhnya merupakan daratan Keras, tandus, dan pasir
bergelombang;
c. Sahara Harrat, suatu daerah
yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam
bagaikan Terbakar.[18]
Kondisi alam/tanah adalah:
- Kering dan tandus, kalaupun ada air hanyalah Oase atau
Mata Air ini.
- Menyebabkan penduduknya suka
berpindah-pindah (Nomaden) dari satu wilayah ke wilayah lain, oleh para ahli mereka
disebut suku Badui.
- Dari segi pekerjaan mereka umumnya bekerja
menggembalakan kambing dan binatang ternak lainnya.
Sementara wilayah bagian Pesisir, yaitu terdiri wilayah pesisir Laut Merah, Samudera Hindia dan Teluk Persi, sehingga kondisi tanahnya:
- Sangat subur, di tempat ini banyak dilakukan
usaha pertanian;
- Di samping itu juga dilakukan usaha
perdagangan;
- Penduduknya menetap dan sangat padat.[19]
2.
Kondisi Sosial
Keadaan bangsa Arab yang
hidup di daerah padang pasir yang tandus, sedikit banyaknya turut membuat corak kehidupan mereka berjalan agak keras, penuh persaingan, perebutan kekuasaan antara satu kabilah dengan kabilah lainnya. Siapa yang kuat, gagah perkasa itulah yang memimpin.[20]
Dalam hidup bermasyarakat, bangsa Arab
sangat dilungkupi kehidupan keduniawian. Mereka sangat
menggemari hal-hal
berikut
ini:
1.
Syair; dengan syair, orang bisa dipuji/mulia dan dihina. Dari syair ini akan tergambar kehidupan sosial bangsa Arab;[21]
2.
Minum khamar, kendati di antara mereka ada pula yang mengharamkan hal
ini;
3.
Ada pula adat (tradisi) pada saat itu kebiasaan “mengawini isteri bapa”yang telah
meninggal dunia;
4.
Menganggap hina kaum perempuan;
5.
Menguburkan anak perempuan, namun hal ini menurut Sallabi, ini hanya dilakukan oleh Bani Asad dan
Tamim;
6.
Sementara mereka yang pandai membaca saat itu hanyalah sebanyak 17
orang;
7.
Perbudakan suatu hal yang biasa terjadi pada masa
Arab pra-Islam. Mereka ini memelihara dan mempertahankan
perbudakan.[22]
Negara Hijaz tidak pernah dijajah,
diduduki, atau dipengaruhi oleh bangsa asing. Hal ini disebabkan karean kondisi
geografis dan kemiskinan negerinya sehingga tidak menimbulkan hasrat bangs
asing untuk menjajahnya. Dan disebabkan karena Hijaz sejak zaman Ibrahim telah
menjadi Ka’bah bagi bangsa Arab. Mereka bekarja bersama-sama memelihar, menjaga
kemananan, dan menjauhkan penjajah dari negerinya.[23]
3.
Kebudayaan
Akibat peperangan secara terus menerus kebudayaan arab tidak berkembang.
Karena itu, artefak sejarah arab pra islam sangat langka didapatkan di dunia
Ara dan yang dalam bentuk bahasa arab. Sejarah mereka hanya dapat diketahui
dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya islam.[24]
Dalam kehidupan seni dan budaya orang-orang arab sebelum islam sangat maju.
Bahasa mereka sangat indah dan kaya. Syair-syair berjumlah banyak. Di kalangan
mereka seorang penyair dan ahli berpidato (khitabah) sangat dihormati. Tiap
tahun di “Pasar Ukaz” diadakan deklamasi sajak yang sangat luas. Hal lain yang
sangat dipentingkan oleh orang arab Jahiliyah adalah catatan keturunan (nasab),
nasab digunakan untuk bermegah-megahan dan ajang pamer dengan lawannya.[25]
Orang-orang Arab sebelum Islam tidaklah bodoh melainkan cerdas. Kata jahiliyah yang melekat pada Arab
Jahiliyah berasal dari kata jahl tetapi yang dimaksud disini bukan jahl lawan
dari ‘ilm yaitu tidak berilmu, melainkan
lawan dari hilm yaitu Safah, Ghadad, anfah (sedai, berang, tolol). Jadi pengertian Arab
Jahiliyah yang sebenarnya adalah orang-orang Arab sebelum Islam yang
membangkang kepada kebenaran, terus melawan kebenaran, sekalipun telah
diketahui olehnya kebenaran itu.[26]
4.
Kondisi Ekonomi
Kondisi Jazirah arab yang bergurun sangat cocok digunakan untuk berdagang
sebagai penunjang kemapanan ekonomi. Orang-orang quraisy berdagang sepanjang
tahun. Di musim dingin mereka mengirim khalifah dagang ke Yaman, sementara di
musim panas kalifah dagang menuju ke Syam. Perdagangan yang paling ramai di
Makkah adalah pada bulan Zulqaidah, Zulhijjah, dan Muharram yang mana itu
merukan musim “Pasar Ukaz.”[27]
Begitu pula di bulan Rajab, karena di bulan Rajab banyak dikerjakan Umrah.
Bulan-bulan tersebut tadi mereka namai dengan “Asyhuru’I Hurum” atau
bulan-bulan yang terlarang. Termasuk di dalamnya adalah larangan melakukan
peperangan di bulan tersebut.[28]
Faktor yang menjadikan Makkah memiliki peranan dalam perdagangan adalah
ketika negeri Yaman di Selatan berpindah ke Makkah karena negerinya dijajah
oleh bangsa Habsyi dan Persia sehingga perniagaan laut dikuasai oleh penjajah.
Perpindahan bangsa Yaman Ke Makkah sangat menguntungkan penduduk Makkah, karena
bangsa Yaman sangat piawai dan berpengalaman luas dalam bidang perdagangan. Bangsa Arab yang yang
nomaden umumnya bekerja sebagai penggembala. Mereka ini
juga kadangkala menjadi pengawal para kafilah dagang
yang umumnya dari penduduk perkotaan. Sementara Arab bagian selatan, pesisir atau perkotaan umumnya mereka lebih banyak bergerak di bidang perdagangan (niaga). Perdagangan ini mereka lakukan sampai ke negeri India, Indonesia dan
Cina.[29]
5.
Kondisi Politik
Secara global-teritorial, Arab merupakan negeri yang
terletak di semenanjung Arab yang dikelilingi tiga lautan, yaitu Laut Merah di
Barat, Samudera Hindia di Selatan, dan Teluk Persia di sebelah Timur. Letak
geopolitik ini berdampak signifikan pada kondisi sosial bangsa Arab. Negeri
Yaman misalnya, diperintah oleh bermacam-macam suku dan pemerintahan yang
terbesar adalah masa pemerintahan Tababi’ah dari kabilah Himyar. Di bagian Timur Jazirah Arab, dari kawasan Hirah hingga
Iraq, yang ada hanya daerah-daerah kecil yang tunduk kepada kekuasaan Persia
hingga datangnya Islam. Raja-raja Munadzirah sama sekali tidak berdiri sendiri
dan tidak merdeka, tetapi tunduk secara politis di bawah kekuasaan raja-raja
Persia. Bagian Utara Jazirah Arab sama dengan bagian Timur, karena di daerah
itu juga tidak ada pemerintahan bangsa Arab yang murni dan merdeka. Semua raja
di sini tunduk di bawah kekuasaan Romawi. Raja-raja Ghasasanah semuanya serupa
dengan raja-raja Munadzirah. Sementara
itu, di Tengah Jazirah Arab, di mana terdapat tanah suci Mekkah dan sekitarnya,
kaum Adnaniyyin menjadi penguasa yang independen, tidak dikuasai oleh Romawi,
Persia, maupun Habasyah. Allah telah menjaga kehormatan tanah dan penduduk
disana. Bahkan sejak masa imperialisme Barat yang menjajah dunia Islam, tak ada
yang bisa menguasai negeri suci ini karena Allah telah menjaga kesuciannya.[30]
Bangsa arab zaman Jahiliyah tidak
mempunyai bentuk pemerintahan terkenal yang besar. Mereka hanya memiliki
kabilah-kabilah yang mana tugas pemimpin hanya mengurus hal-hal dalam keadaan
perang dan damai. Perang sering terjadi antara kabilah dan suku, ganti
berganti, terjadinya selama bulan haram, dalam masa mana berlangsung “pasar
Ukaz”. Peperangan terjadi biasanya disebabkan oleh hal yang sepele dan remeh.[31]
Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya
daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan
merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya
sebuah negara kesatuan dan menggagalkan tatanan politik yang benar. Mereka
tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya. Oleh karena itu,
mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar kabilahnya yang
menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara. Kondisi semacam ini sangat
mempengaruhi corak perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung
pada perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian. Mereka dikenal sebagai
pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah mengetahui jalan-jalan yang
bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri tetangga.[32]
Adalah Hāshim (lahir 464 M), kakek buyut
Nabi, yang pertamakali membudayakan bepergian bagi suku Quraysh pada musim
dingin ke Yaman dan ke Ḥabashah ke Negus dan pada musim panas ke Syam dan ke
Gaza dan barangkali hingga sampai di Ankara lalu menemui kaisar. Ini merupakan
perdangan lintas negara yang biasa mereka lakukan. Mereka juga bisa menjalin
hubungan perdagangan dengan dua kekuatan politik yang saling bertentangan,
yaitu Bizantium dan Persia tanpa memihak ke salah satu di antara keduanya. Oleh
karena itu, peradaban mereka dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dalam arti
bahwa mereka berinteraksi dengan masyarakat-masyarakat seberang dan semakin
menjauh dari pola badui. Jauh berbeda dengan Yaman, selain letak geografisnya yang
strategis untuk perdagangan, ia juga merupakan daerah subur. Dengan dua
kelebihan yang ada, mereka bisa mengandalkan perdangangan dan pertanian sebagai
sumber ekonomi mereka. Mereka mengirim kulit, sutera, emas, perak, batu mulia,
dan lain-lain Mesir kemudian ke Yunani, Rumania, dan imperium Bizantium.
Kerajaan Ma`īn, Saba`, dan Ḥimyar yang ada di Yaman mencapai stabilitas politik
dan ekonomi, bahkan menciptakan kehidupan yang beradab dengan tersebarnya
pasar-pasar dan bangunan-bangunan menakjubkan yang bersandar pada pertanian dan
perdangangan yang sangat maju. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan mereka tentang
ekonomi dan politik lebih maju daripada daerah-daerah lain di Jazirah Arab,
sehingga merengkuh lebih awal peradaban yang tinggi.[33]
6.
Kondisi Agama
Sementara dalam bidang agama (kepercayaan) pada umumnya mereka adalah kaum penyembah berhala atau paganisme. Menurut catatan sejarah, di dinding Ka’bah
terdapat 360buah patung. Bangsa Arab senang memuliakan batu-batu yang ada di sekeliling Ka’bah/Mekkah
kemana mereka pergi selalu membawa batu tersebut, untuk kemudian thawaf mengelilingi batu yang dibawanya itu, sehingga di mana-mana dibentuk patung. Patung-patung dan
berhala itu mereka kumpulkan di sekitar Ka’bah untuk disembah. Pada awalnya mereka menyembah berhala adalah hanya
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah), atau dengan kata lain berhala sebagai
perantar untuk menyembang Tuhan.[34]
Agama kedua yang dianut oleh bangsa arab adalah agama monoteisme, agama
hanif yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Pengikut agama ini sangat sedikit, bahkan
ketika islam sudah ada merekat tidak segera mengimaninya. Selain itu ada agama
Masehi (kristen) yang dianut oleh Waraqah Ibn Naufal yang mengetahui banyak
tentang injil. Namun ketika datangnya islam, Usman Ibn Hawairis dan Abdullah Ibn
Jashy ragu terhadap kebenaran islam dan lebih memilih untuk kembali memantapkan
dalam menganut agama Masehi. Agama ketiga
yang dipercayai oleh bangsa arab adalah agama Shabiah yang menyembah binatang,
matahari, bintang. Selain itu ada juga
yang menyembah binatang dan mempercayai malaikat sebagai anak perempuan
Tuhan serta menyembah jin.[35]
Dalam hal ini menurut teori Ibnu Kalbi: Bangsa Arab senang memuliakan batu-batu yang ada
di sekeliling Ka’bah/Mekkah kemana mereka pergi selalu membawa batu tersebut, untuk kemudian thawaf mengelilingi batu yang dibawanya itu, sehingga di mana-mana dibentuk patung. Patung-patung dan
berhala itu mereka kumpulkan di sekitar Ka’bah untuk disembah. Di sisi lain, mereka menyembah berhala adalah hanya untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah):
ألا لله الدين الخالص ، والذين
أتخذوا من دونه أوليآء مانعبدهم إلا ليقربونآ إلى لله زلف إن لله يحكم
بينهم فى ما هم فيه يختلفون إن لله لا يهدى من هو كذب كفار
Ingatlah, hanya
kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Tidaklah kami menyembah mereka (berhala), melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”.
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar (Az Zumar: 3).[36]
Waktu terus bergulir
sekian lama, hingga banyak diantara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah
disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan
beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amr Bin Luhay, (Pemimpin
Bani Khuza’ah). Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal baik, mengeluarkan
shadaqah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang
mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai ulama besar dan
wali yang disegani. Kemudian Amr Bin Luhay
mengadakan perjalanan ke Syam.Disana dia melihat penduduk Syam menyembah
berhala. Ia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab
menurutnya, Syam adalah tempat para Rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil
membawa HUBAL dan meletakkannya di Ka’bah. Setelah itu dia mengajak
penduduk Mekkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang orang Hijaz pun
banyak yang mengikuti penduduk Mekkah, karena mereka dianggap sebagai pengawas
Ka’bah dan penduduk tanah suci. Pada saat itu, ada tiga berhala yang paling
besar yang ditempatkan mereka ditempat-tempat tertentu, seperti:
1. Manat, mereka tempatkan di Musyallal
ditepi laut merah dekat Qudaid.
2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if.
3. Uzza, mereka tempatkan di Wady
Nakhlah.[37]
Banyak lagi tradisi
penyembahan yang mereka lakukan terhadap berhala-berhalanya, berbagai macam
yang mereka perbuat demi keyakinan mereka pada saat itu. Bangsa Arab berbuat
seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal
itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya,
serta memberikan manfaat di sisi-Nya. Setelah itu,
kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran
disetiap tempat di Hijaz. Yang menjadi fenomena terbesar dari kemusyrikan
bangsa Arab kala itu yakni mereka menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim.
Ada beberapa contoh tradisi dan penyembahan berhala yang mereka lakukan,
seperti :
1. Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya,
berkomat-kamit dihadapannya, meminta pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a
untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa
memberikan syafaat disisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.
2. Mereka menunaikan Haji dan Thawaf disekeliling
berhala, merunduk dan bersujud dihadapannya.
3. Mereka mengorbankan hewan sembelihan demi
berhala dan menyebut namanya.[38]
Selain itu
terdapat pula agama/kepercayaan lain di antaranya adalah Agama Nasrani yang masuk
melalui Habsyi dan Syiri'a. Agama Yahudi terdapat di Hejaz, dan yang terakhir adalah orang-orang
yang percaya
kepada: Tahayul, Kihanah, Penenung, Thiarah: burung, bintang yang mempengaruhi hidup. Dalam kaitan ini Syaikhul Islam
Muhammad Bin Abdul Wahab menyatakan, di antara sikap hidup mereka (orang Arab Jahiliyah, pen.) lagi ialah mengubah haluan hidup, tidak mau mempergunakan Kitab Allah, tetapi justru menjadikan kitab-kitab sihir sebagai pegangan hidup mereka.[39]
C. Suku Quraisy
Kedudukan
kaum Quraisy sangat dimuliakan dan berderajat tinggi dalam pandangan bangsa
arab seluruhnya. Mereka dimuliakan dan dihormati oleh seluruh penduduk Jazirah
arab. Adapun keluarga yang lebih dimuliakan dalam suku Quraisy adalah bani Abdi
Manaf, selain itu adalah bani Hasyim.
Nabi Muhammad adalah keturunan bani Hasyim, bernama lengkap Muhammad bin
Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim.[40]
Diantara
keturunan nabi Ismail yang bisa beregenerasi adalah keturunan dari kaum Adnan.
Dari Adnan keturunan Ismail dikenal dengan sebutan Bani Adnan atau Adnaniyun.
Dari bani Adaan turun temurun menurunkan Fihr Bin Malik, dan Fihr inilah yang
disebut Quraisy. Antara Quraisy dengan Adnan dalam garis keturunan berjarak
beberapa generasi. Dari suku Quraisy inilah lahirlah seorang pemimpin yang
bernama Qushi bin Kilab[41].
Dia adalah orang yang kuat, cerdas, berwibawa, dan ditaati. Dialah yang telah
merintis perbaikan infrastuktur seperti mendatarkan jalan, selain itu dia juga
menjadi pelopor untuk mengaakan perpindahan kekuasaan dari tangan Khuza’ah ket
tangan suku Quraisy.[42]
Sejarah
peradaban arab paling modern pra Islam dimulai dari penguasaan orang Quraisy di
wilayah Arab yang dipimpin oleh nenek moyang nabi Muhammad yaitu oleh Qusha’i.
Ketika musim haji datang orang Quraisy gemar menyajikan makanan[43]
pada orang-orang yang berhaji. Orang Quraisy sangat menghormati orang-orang
yang berhaji. Maka tak ayal ketika suku Quraisy mengadakan perjalanan jual beli
ke luar daerah juga sangat dihormati.[44]
Pada abad 5 Masehi kaum Quraisy merebut pemerintahan Makkah beserta Ka’bah dari
Khuza’ah. Setelah dipimpin kaum Quraisy Makkah menjadi lebih maju. Kemudian
didirikanlah pemerintahan yang diperkasai oleh kaum Qurasiy. Pada zaman Abdul
Muthalib kota Makkah lebih maju dan telaga Zamzam disempurnakan pemugarannya,
yaitu sekitar abad 540 M.[45]
Seiring
berjalannya waktu melihat kondisi miskin dan kesempitan akses sosial ke luar
Makkah, maka salah seorang pemimpin bani Qurasiy yaitu Hasyim mengadakan negoisasi
ke Syiria yaitu daerah kekuasaan Romawi Timur. Negoisasasi tersebut berhasil,
pemimpin Romawi Timur menjami keamanan dan perniagaan mereka. Maka setelah itu
Hasyim mengatur dua macam jalur perdagangan. Pertama perjalanan di musim panas
ke Syiria, dan kedua perjalan musim dingin ke Yaman.[46]
BIBLIOGRAFI
“Arab Pra Islam”, http://monggominarak.blogspot.com/2011/12/arab-pra-islam.html, 23 Desember 2011.
“Kondisi Bangsa Arab Pra Islam,” http://mahluktermulia.wordpress.com/2010/05/13/kondisi-bangsa-arab-pra-islam/.
“Sejarah Arab Pra Islam,” http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, Senin, 02 Maret 2009.
Al Jazairi, Abu Bakar
Jabir. Muhammad, My Beloved Prophet.
2007.
Al-farisi, Rudi Arlan. “Sejarah Peradaban Arab Pra Islam,” http://msubhanzamzami.wordpress.com/2010/10/18/kondisi-arab-pra-islam-dalam-aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/.
As-Sirjani, Raghib. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia,
terj. Sonif . Jakarta: al Kautsar, 2011.
Departemen Agama
Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Duta Ilmu, 2005.
Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1995.
Hollan, Julian.
“Timur Tengah,” Ensikopedia Sejarah dan
Budaya Sejarah Dunia, ed. Nino Oktorino. Jakarta: Lentera Abadi, 2009.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab.
Jakarta: Logos, 1997.
Syalabi, A. Sejarah da Kebuayaan Islam. Jakarta:
Pustaka al Husna,1992.
Taufiqqurahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam
Daras Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: Pustaka Islamika, 2003.
Yahya, Mukhtar. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah.
Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2000.
[1]Menurut Noeldeke, dinamakan Jazirah
Arab karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang sebagian besar terdiri dari
padang pasir. Sedang menurut Muhammad Hasyim Athiyah dinamakan Jazirah karena
penduduknya suka mengembara dan nomaden. Nomaden dilakukan karena kebutuhan
untuk mencari makan bagi ternaknya seperti kuda, unta, dan kambing ke Oase jika
di daerah asal terjadi kemarau panjang. Lihat Taufiqqurahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam
Daras Sejarah Peradaban Islam (Surabaya: Pustaka Islamika, 2003), 1.
[2]Rudi Arlan Al-farisi, Sejarah
Peradaban Arab Pra Islam, http://msubhanzamzami.wordpress.com/2010/10/18/kondisi-arab-pra-islam-dalam-aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/, diakses Pada 8
April 2012 pada Puku 14.25 WIB.
[3]“Kondisi Bangsa Arab
Pra Islam”http://mahluktermulia.wordpress.com/2010/05/13/kondisi-bangsa-arab-pra-islam/, 13 Mei 2010,
diakses Pada 8 April 2012 pada Puku 14.45 WIB.
[4]Arab Pra Islam”, http://monggominarak.blogspot.com/2011/12/arab-pra-islam.html, 23 Desember 2011. Diaskses pada
tanggal 8 April 2012 Pukul 14.47 WIB.
[5]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997), 2.
[6]Arab Pra Islam”, http://monggominarak.blogspot.com/2011/12/arab-pra-islam.html, 23 Desember 2011. Diaskses pada
tanggal 8 April 2012 Pukul 14.47 WIB.
[7]Mufrodi, Islam di Kawasan, 5.
[8]Taufiqqurahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam Daras Sejarah Peradaban Islam (Surabaya:
Pustaka Islamika, 2003), 4-5.
[9]Ibid., 5.
[10]Ada sebagian pendapat mengatakan bahwa
sebenarnya Ibrahim tidak membangun Ka’bah, tetapi lebih tepatnya merenovasi
atau memugar ulang Ka’bah. Karena kab’ah sudah ada sebelum manusia pertama
yaitu ada belum diciptakan.
[11]Karena banyaknya
peziarah pergi ke ka’bah sehingga menjadikan Makkah menjadi pusat perekonomian
khususnya bagi para pedagang. Kemudian pada akibatnya menyebabkan Raja Abrahah
dari Habsyi yang beragama Kristen
ingin menghancurkan Ka’bah dan memindahkan pusat Ibadah Haji di daerah
Kekuasaannya. Sehingga bisa penulis katakan motif Abrahah ingin menghancurkan
Ka’bah adalah bukan
karena aspek agama tapi aspek ekonomi.
[12]Dapat penulis
simpulkan bahwa pondasi
peradaban Arag pada hakikatnya berada di Makkah karena di sanalah tempat pertama tauhid di syiarkan.
[13]A. Syalabi, Sejarah da Kebuayaan Islam (Jakarta: Pustaka al Husna,1992), 44-47.
[14]Menurut Syalabi Perpindahan kekuasaan
dari Jurhum ke tangan Khuza’ah terjadi pada perkiraaan tahun 207 SM. Lihat A.
Syalabi, Sejarah da Kebuayaan Islam (Jakarta:
Pustaka al Husna,1992), 48.
[15]Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah (Jakarta: Bulan
Bintang, 1985), 237.
[16]Julian Hollan, “Timur Tengah,” Ensikopedia Sejarah dan Budaya Sejarah
Dunia, ed. Nino Oktorino (Jakarta: Lentera Abadi, 2009), 63.
[17]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000),
14-15.
[18]“Arab Pra Islam”, http://monggominarak.blogspot.com/2011/12/arab-pra-islam.html, 23 Desember 2011.
Diaskses pada tanggal 8 April 2012 Pukul 14.47 WIB.
[19] Ibid,.
[20]Yatim, Sejarah Peradaban, 11.
[21]Syalabi, Sejarah dan, 57.
[22]Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia,
terj. Sonif (Jakarta: al Kautsar, 2011),32-36.
[23]Syalabi, Sejarah dan, 43.
[24]Yatim, Sejarah Peradaban, 11.
[25]A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 23.
[26]Hasjmy, Sejarah Kebudayaan, 24-25.
[27]Ibid., 21.
[28]Syalabi, Sejarah dan, 47.
[29]Syalabi, Sejarah dan,53.
[30]Abu Bakar Jabir Al Jazairi. Muhammad, My Beloved Prophet. (2007) 24-27
[31] Hasjmy, Sejarah Kebudayaan, 20-21.
[32]Rudi Arlan Al-farisi, Sejarah
Peradaban Arab Pra Islam, http://msubhanzamzami.wordpress.com/2010/10/18/kondisi-arab-pra-islam-dalam-aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/, diakses Pada 8
April 2012 pada Puku 14.25 WIB.
[33]Rudi Arlan Al-farisi, Sejarah
Peradaban Arab Pra Islam, http://msubhanzamzami.wordpress.com/2010/10/18/kondisi-arab-pra-islam-dalam-aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/, diakses Pada 8 April 2012 pada Puku
14.25 WIB.
[34]Taufiqqurahman, Sejarah Sosial Politik, 6-7.
[35]Ibid., 7-8.
[36]Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya:
Duta Ilmu, 2005), 658.
[37]“Sejarah Arab Pra
Islam,” http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, Senin, 02 Maret 2009, Diaskses pada
tanggal 8 April 2012 Pukul 15.17 WIB.
[38]“Sejarah Arab Pra
Islam,” http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, Senin, 02 Maret 2009, Diaskses pada
tanggal 8 April 2012 Pukul 15.17 WIB.
[39]“Arab Pra Islam”, http://monggominarak.blogspot.com/2011/12/arab-pra-islam.html, 23 Desember 2011. Diaskses pada tanggal
8 April 2012 Pukul 14.47 WIB.
[40]Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan, 240-241.
[41]Qushai bernama Asli Zaid, ayahnya
Kilab telah meninggal dunia ketia dia masih kecil. Kemudian ibunya menikah lagi
dengan seorang dari bain Udzrah yang berdia di Utara negeri Makkah. Tinggalah
Qushai dan ibunya di pemukiman bani Udzrah yang jau dari kaumnya yaitu bani
Adnan. Oleh karena itu ibunya memanggil dengan Qushai yang artinya Yang Jauh. Maka jadilah sebutan inilah
yang lebih melekat pada dirinya. Lihat Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah (Jakarta: Bulan
Bintang, 1985), 236.
[42]Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan, 235-236.
[43]Menurut Mukhtar Yahya awal sejarah
mengapa bangsa Quraisy gemar dalam menjamu para Hujjaj adalah untuk mengambil hati bangsa arab dari seluruh penjuru
tanah arab yang akan berhaji. Qushai menyadari akan peluang ini bahwa makanan
dan air sangat diperlukan oleh para Hujjaj.
Maka dihimbaulah kaumnya agar mengeluarkan sebagian hartanya untuk
penyembelihan hewan, pengadaan susu, air, roti dan bahan makanan lain.
Lihat Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur
Tengah (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), 237-238.
[44]Selain itu penghormatan terhadap suku
Qurasiy dilakukan karena mereka adalah penjaga Baitullah, tak ada seorangpun
yang berani mengusik mereka dalam perjalanan-perjalanan dagang maupun politik. Lihat Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan
Kekuasaan di Timur Tengah (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), 241
[45]Hasjmy, Sejarah Kebudayaan, 20.
[46]Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan, 241.