Oleh: ALVIN MASKUR
(Mahasiswa S2 Pascasarjana STAIN Kediri dan Mantan Presiden Mahasiswa STAIN Kediri)
1. Pengertian Pesantren Mu’adalah
Pesantren Mu’adalah merupakan salah satu arah baru kemajuan model
pendidikan yang ada di Pondok Pesantren. Mu’adalah secara harfiah berarti
penyetaraan juga merupakan bentuk pengakuan dari pemerintah terhadap keberadaan
pondok pesantren secara umum. Bentuk pengakuan pemerintah tersebut adalah
memberikan dorongan dari berbagai segi implementasi penyetaraan pondok
pesantren tersebut dengan pendidikan formal pada umumnya, seperti pemberian
standart isi, pengelolaan bahkan pengakuan akan eksistensi ijazah yang
dikeluarkan pondok pesantren tersebut.
Hal itu sejalan dengan makna yang terkandung dalam Undang Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 6 yang berbunyi:
Hasil pendidikan nonformal
dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan[1]
Secara terminologi,
pengertian mu’adalah adalah suatu proses penyetaraan antara institusi
pendidikan baik pendidikan di pondok pesantren maupun di luar pesantren dengan menggunakan kriteria baku dan mutu/kualitas yang telah
ditetapkan secara adil dan terbuka. Selanjutnya hasil dari mu’adalah tersebut,
dapat dijadikan dasar dalam meningkatkan pelayanan dan penyelenggaraan
pendidikan di pondok pesantren.
Dalam konteks ini, dalam buku pedoman pesantren Mu’adalah yang diterbitkan oleh Kementrian
Agama pada tahun 2009 diungkapkan bahwa
Pondok pesantren mu’adalah yang terdapat di Indonesia
terbagi menjadi 2 (dua) bagian; Pertama, pondok pesantren yang lembaga
pendidikannya dimu’adalahkan dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar negeri
seperti Universitas al-Azhar Cairo Mesir, Universitas Umm al-Qurra Arab Saudi
maupun dengan lembaga-lembaga non formal keagamaan lainnya yang ada di Timur
Tengah, India, Yaman, Pakistan atau di Iran. Pondok pesantren-pondok pesantren
yang mu’adalah dengan luar tersebut hingga saat ini belum terdata dengan baik
karena pada umumnya mereka langsung berhubungan dengan lembaga-lembaga
pendidikan luar negeri tanpa ada koordinasi dengan Depag RI maupun Departemen
Pendidikan Nasional. Kedua, pondok pesantren mu’adalah yang disetarakan dengan
Madrasah Aliyah dalam pengelolaan Depag RI dan yang disetarakan dengan SMA
dalam pengelolaan Diknas. Keduanya mendapatkan SK dari Dirjen terkait.[2]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa jenis pesantren Mu’adalah di
Indonesia ada dua jenis, yaitu pesantren Mu’adalah yang disetarakan dengan
ma’had luar negeri telah tersohor namanya, seperti al Azhar di Kairo dan Universitas Umm al-Qurra Arab Saudi. Sedangkan jenis
yang kedua yaitu, pesantren Mu’adalah yang kurikulumnya di setarakan dengan
pengelolaan Madrasah Aliyah di bawah pengelolaan Departemen Agama ataupun
pesantren Mu’adalah yang disetarakan dengan SMA yang pengelolaannya di bawah
Departemen Pendidikan Nasional.
2. Tujuan
Penyelenggaraan Pesantren Mu’adalah
Pesantren Mu’adalah yang merupakan suatu sistem penyelenggaraan pendidikan
pesantren model terbaru pada dasarnya adalah sebuah solusi pembenahan dari
kelemahan-kelemahan sistem pendidikan yang ada di pesantren sebelumnya.
Penyelenggaraan Pesantren Mu’adalah menurut Choirul Fuad Yusuf dalam bukunya Pedoman
Pesantren Mu’adalah menjelaskan bahwa tujuan terselenggaranya pesantren Mu’adalah
adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan
pengakuan (recognition) terhadap system pendidikan yang ada di pondok
pesantren sebagaimana tuntutan perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk memperoleh
gambaran kinerja Pontren yang akan dimu’adalahkan/disetarakan dan selanjutnya
dipergunakan dalam pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu serta tata
kelola pendidikan Pontren.
3. Untuk menentukan
pemberian fasilitasi terhadap suatu Pontren dalam menyelenggarakan pelayanan
pendidikan yang setara/mu’adalah dengan Madrasah Aliyah/SMA.[3]
Dari ketiga tujuan penyelenggaraan sistem pendidikan
pesantren Mu’adalah di atas yang seperti yang disampaikan Choirul Yusuf Fuad pada
dasarnya merupakan sebuah bentuk penyelesaiaan hambatan yang diterima pesantren
sebelumnya. Hambatan-hambatan pengembangan pesantren secara maksimal tersebut
diantaranya adalah bahwa pesantren pada waktu sebelumnya belum mendapatkan
perhatian yang serius dari pemerintah, padahal seperti yang kita ketahui
bersama pesantren telah memberikan kontribusi yang luar biasa bagi bangsa
Indonesia. Dengan adanya perhatian yang serius dari pemerintah terhadap
pesantren maka diharapkan peningkatan mutu dan kualitas penyelenggaraan sistem
pendidikan Mu’adalah akan lebih optimal. Selain hambatan tersebut, masih
terdapat hambatan yang serius lagi khususnya yang diterima oleh out put dari
pesantren. Lulusan dari pesantren, meskipun memiliki ijazah yang dikeluarkan
pesantren, akan tetapi ijazah tersebut banyak yang tidak diakui di
instansi-instansi formal baik di pemerintah maupun non pemerintah. Oleh kerenanya,
penyelenggaraan sistem pendidikan Mu’adalah memiliki urgensi yang cukup kuat
bagi pesantren sendiri dan bagi masyarakat maupun pemerintah.
3. Prosedur penyelenggarasan Pesantren Mu’adalah
Sebagai konsep baru dalam dunia dunia pesantren, pesantren Mu’adalah memeliki
prosedur-prosedur penyelenggaraan yang telah diatur oleh pemerintah. Proses penyetaraan dilakukan melalui seleksi dengan kriteria
tertentu. Tidak semua pesantren bisa memperoleh status mu’adalah. Standar kriteria
mu’adalah antara lain:
- Penyelenggara
pesantren harus berbentuk yayasan atau organisasi terdaftar.
- Terdaftar
sebagai lembaga pendidikan pada Kementrian Agama (Kemenag) dan tidak
menggunakan kurikulum Kemenag atau Kementrian Pendidikan Nasional
(Kemendiknas).
- Tersedianya
komponen penyelenggaraan pendidikan[4],
antara lain yaitu:
1)
Tenaga
kependidikan
Tenaga kependidikan merupakan salah satu aspek penting dalam
penyelenggaraan pendidikan dimanapun termasuk di dalam pondok pesantren
Mu’adalah. Tenaga kependidikan berdasarkan Undang Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Istilah Tenaga
Kependidikan sendiri memiliki perbedaan dengan makna Pendidik pada umumnya. Sedangkan
pendidik diartikan sebagai adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[5]
2)
Santri
Secara generik santri di Pesantren bermakna seseorang yang
mengikuti pendidikan di Pesantren, dan dapat dikelompokkan pada dua kelompok
besar, yaitu: santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah para santri
yang datang dari tempat yang jauh sehingga ia tinggal dan menetap di pondok
(asrama) Pesantren. Sedangkan santri kalong adalah para santri yang berasal
dari wilayah sekitar Pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal
dan menetap di pondok, mereka bolak-balik dari rumahnya masing-masing.
Pesantren ini dikenal adanya masa penerimaan santri baru serta
adanya seleksi bagi para calon santri itu serta adanya kesamaan dan keseragaman
(unifikasi) waktu yang ditempuh oleh santri yang satu dengan santri yang lain
pada jenjang pendidikan yang sama. Para santri yang belajar di Pesantren salaf
penyeleksian dilakukan secara alami yakni mereka akan memilih sendiri
kitab-kitab yang akan dipelajari berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
Kemampuan individual antara santri yang satu dengan yang lain jelas terlihat
pada sistem pendidikan ini. Bagi santri yang pandai, la akan dapat
menyelesaikan pembacaan sebuah kitab dalam waktu yang relatif cepat dibanding
dengan teman-temannya yang kurang pandai. Sehingga walaupun waktu yang ditempuh
antara santri yang satu dan yang lain sama umpamanya, akan tetapi pengetahuan
yang diperoleh dari banyaknya kitab yang dibaca oleh para santri itu akan
berbeda.[6]
3)
Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.[7] Sementara itu, dalam pesantren Mu’adalah,
kurikulum yang ditekankan biasanya adalah yang bersumber dari kitab kuning yang
membahas beraneka ragam disiplin keilmuan. Dalam pedoman Pesantren Mu’adalah
terbitan Kementrian Agama tahun 2009 juga diungkapkan bahwa:
Salah satu ciri dalam
pelaksanaan kegiatana belajar mengajar pada pondok pesantren adalah
mempergunakan kitab-kitab berbahasa Arab (kitab kuning) sebagai buku teks pokok
mata pelajaran, yang meliputi al-Qur’an, Hadits, Bahasa Arab, Ilmu Tafsir,
Syariah yang terdiri dan Fiqih dan Ushul Fiqh. Pengajian kitab kuning di pondok pesantren
pada umumnya dilaksanakan dalam bentuk sorogan, wetonan dan bandongan.[8]
Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa
kitab kuning merupakan sumber vital pembelajaran di sebuah pesantren Mu’adalah.
Di dalam kitab-kitab tersebut dipelajari berbagai bidang disiplin ilmu seperti
tauhid, fiqh, aqidah dan lain sebagainya. Sementara itu cara mempelajari kitab
kuning tersebut juga memiliki ciri khas yang ada di pesantren Mu’adalah yaitu
dengan berbagai macam metode seperti bandongan, wetonan dan sorogan.
Secara lebih terperinci materi pengajian kitab di pondok pesantren meliputi
kitab-kitab yang terkait dengan mata
pelajaran sebagai berikut:
a. Tafsir Qur’an
b. Hadits
c. Ilmu Tafsir
d. Ilmu Hadits
e. Tauhid
f. Akhlak/Tasawuf
g. Bahasa Arab/Ilmu
Alat ;Nahwu Shorof
h. Fiqh
i.
Ushul Fiqh[9]
4)
Ruang Belajar
Dalam Pesantren Mu’adalah juga
diberikan criteria mengenai Ruang belajar yang representatif yang digunakan
dalam proses belajar mengajar sehari-hari. Ruang belajar diwajibkan memiliki
sekat (terpisah) sesuai kelas atau tingkatan yang ada dalam pesantren tersebut.
Dengan demikian, antara siswa dari kelas tertentu tidak terganggu oleh siswa
–siswa dari kelas yang lain. Selain itu keberadaan kelas yang representatif
juga dapat memberikan konsentrasi penuh dalam pemberian materi pembelajaran
pada peserta didik (santri).[10]
5)
Buku Pelajaran
Buku pelajaran juga merupakan aspek
yang cukup penting yang dijadikan kriteria yang diperhitungkan dalam
penyelenggaraan pesantren Mu’adalah. Buku Pelajaran yang sesuai dengan
tingkatan kelas dan jenjang akan memberikan acuan yang jelas tentang materi
pelajaran yang akan, sedang dan telah diajarkan. Buku pelajaran tidak dibatasi
pemberian dari lembaga penyelenggara pendidikan maupun pemerintah. Peserta didik (santri) dapat mencari buku pelajaran
terkait mata pelajaran semampunya dan sesuai keinginannya. [11]
Selain itu, menurut Choirul Fuad Yusuf dalam pedoman pesantren
Mu’adalah seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, sumber dari materi-materi
pengajian kitab kuning diantaranya adalah:
a. Qur’an - hadits
Kitab yang
dipelajari antara lain adalah The Holy Qur’a, Tafsir al-Jamal, Tafsir Baidhawi, Al-Asas fit-tafsir, Tafsir Ibnu Katsir, Fathul Bâry (Syarah
al-Bukhâri), Al-Kutubus Sittah, Riyâdus Shâlihin.
b. Bahasa Arab
Kitab yang
dipelajari antara lain adalah Al-Jurumiyah, Matan Bina, Al-Kailani, An Nahwul al Wâdih
lit Tarbiyah, Mutammimah, Qawâidul Lughatil
Arabiyah, Jauharul Maknun, Al-Balaghatul Madinah, An-Nahwul Wâdhih
lit Tsanâwi, Alfiyah dan Matannya
c. Ilmu Tafsir
Kitab yang
dipelajari antara lain adalah Al-Jalâlain, Al-Maraghi, An-Nasafi, Mabâhits fi Ulum al
Qur’ân, A-Maraghi an-Nasafi, Al-Asas fit Tafsir, Ilmu Hadits, Subulus Salâm Riyâdush Shâlihin, Minhatul Mughits, Iqârah at Taqrib
(Tadribur Râwi), Subulus Salâm, Dalilul Fâlihin, Nailul Authâr, Al-Baiquniyah, Tadribur Râwi, Alfiyah Suyu ti
d. Syariah
Kitab yang
dipelajari antara lain adalah Taqrib, Fathul Qarib, Fiqhus Sunnah, Al-Mu’inul Mubin, Kifâyatul Akhyâr, Fiqhus Sunnah, A1-Mu’Inul MubIn II, Al-Muhadzdzab, Fiqhus Sunnah, Bidâyatul Mujtahid, A1-Fiqhu ‘ala
Madzâhibil Arba’ah, Mabâdi Awaliyah, As-Sulam, Al-Bayân, Ushul Fiqh Abdul
Wahab Khallâf, Al-Khudhary Bek.[12]
- Memiliki
jenjang pendidikan yang terstruktur dan terukur.
Jenjang pendidikan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan.[13]
yaitu:
1)
Jenjang
pendidikan sederajat Madrasah Ibtida’iyah selama 6 tahun
2)
Jenjang
pendidikan sederajat MadrasahTsanawiyah selama 3 tahun
3)
Jenjang
pendidikan sederajat Madrasah Aliyah selama 3 tahun (Wujud jenjang pendidikan
setara aliyah antara lain adalah Madrasah Salafiyah ‘Ulya (‘Aly atau Aliyah),
Dirasah Mu’allimin Islamiyah (DMI), Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI),
Tarbiyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (TMI), dan Madrasah Diniyah ‘ulya atau
setingkat Takhassus yang sudah lulus jenjang Wustho dan awwaliyah/Ula.[14]
Komponen yang dievaluasi dalam pesantren mu’adalah yaitu:
1)
Kurikulum atau
Proses Belajar Mengajar (PMB).
2)
Tenaga
Kependidikan
3)
Peserta didik
4)
Menejemen
Pengelolaan Pendidikan
5)
Dan sarana
prasarana.
Setiap komponen memiliki sub komponen dalam bentuk pertanyaan atau
pernyataan sebanyakl 100 item. Beikut rinciaannya:
No
|
Komponen Mu’adalah
|
Jumlah Item
|
Bobot Nilai per item
|
Skor nilai 1-5
|
Jumlah maksimal per komponen
|
1
|
Kurikulum atau PBM
|
25
|
5
|
5
|
625
|
2
|
Tenaga Kependidikan
|
25
|
4
|
5
|
500
|
3
|
Peserta didik
|
15
|
3
|
5
|
225
|
4
|
Menejemen Pengelolaan
|
15
|
2
|
5
|
150
|
5
|
Sarana Prasarana
|
20
|
1
|
5
|
100
|
Jumlah
|
100
|
1400
|
Merujuk dari hasil penilaian, status mu’adalah diberikan dengan
perimngkat sebagai berikut:
Peringkat
|
Total komponen
|
Sangat Baik (A)
|
1260-1400 (90 %-100%)
|
Baik (B)
|
1050-1259 (75%-89%)
|
Cukup (C)
|
840-1049 (60%-74%)
|
Belum dapat disetarakan
|
< 840 (60%)
|
Pesantren yang belum disetarakan, dapat mengajukan kebali tahun
berikutnya setelah ada perbaikan pada komponen yang dianggap kurang. Nilai
kesetaraan berlaku empat tahun. Pesantren yang telah memperoleh nilai Baik (B)
atau Cukup (C) dapat mengajukan usulan untuk memperoleh nilai kesetaraan yang
lebih tinggi setelah status mu’adalah berlaku selama dua tahun.
Standart isi (SI, standart kompetensi lulusan (SKL), dan standart
kompetensi lulusan (SKL), dan standart kompetensi dan kompetensi dasar(SKKD)
pesantren mu’adalah mencakup tujuh mata pelajaran agama (Tafsir, Hadist, Ilmu
Tauhid, Akhlak, Fiqh, Bahasa Arabdan Tarihk) dan tiga mata pelajaran umum
(Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Matematika).[15]
[1] Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 6. Bandung: Fokus
Media, 2009, 9.
[2] Choirul Fuad
Yusuf, Pedoman Pesantren Mu’adalah (Jakarta: Direktur Jenderal Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, 2009), 8.
[3] Ibid.
[4] Asrori S. Karni, Etos Study Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam
(Bandung : Mizan Pustaka, 2009), 180-185.
[5] Undang
Undang Sistem, 2.
[6] Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan,
(Jakarta: Prasasti, 2003), 31.
[7] Undang
Undang Sistem, 2.
[8] Yusuf, Pedoman Pesantren, 15.
[9] Ibid., 16-17.
[10] Ibid., 18.
[11] Arief, Pengantar Ilmu, 154.
[12] Yusuf, Pedoman Pesantren, 15-18.
[13] Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Ujian
Sekolah/Madrasah Dan Ujian Nasional Pada Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah Dan
Sekolah Dasar Luar Biasa Tahun Pelajaran 2010/2011. Bandung: Fokus Media, 2009.
[14] Karni, Etos Study, 180.
[15] Ibid, 186-187.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pesantren Mu’adalah"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*