Rincian buku:
Contoh Kata Pengantar Buku
Contoh Daftar Isi Buku
Contoh Daftar Gambar dan Daftar Tabel
Isi Lengkap Buku
Contoh Glosarium Buku
Contoh Indeks Buku
Contoh Kata Pengantar Buku
Contoh Daftar Isi Buku
Contoh Daftar Gambar dan Daftar Tabel
Isi Lengkap Buku
Contoh Glosarium Buku
Contoh Indeks Buku
ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM ;
KASUS AL-JAM’IYATUL WASHLIYAH
Oleh: ADY ALFAN MAHMUDINATA
Foto Ady Alfan Mahmudinata (sumber foto: facebook)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Berakhirnya perang Dunia I pada tahun 1918 tidak sedikit membawa
perubahan keseluruh dunia, termasuk dunia Islam yang sebagian besar dalam
keadaan dijajah oleh Eropa. Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama islam
tidak luput dari jajahan bangsa Eropa yang kala itu Indonesia merupakan daerah
jajahan dari negara Belanda. Masyrakat
indonesia juga berupaya
mengobarkan gejolak untuk merdeka dari penjajahan atas tanah air mereka .
Mereka berupaya meneruskan perjuangan yang telah dirintis oleh para pendahulu
mereka seperti: Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, dan lain-lainya,
sehingga tidak mengherankan kalau pada saat itu bermunculan gerakan-gerakan
kemerdekaan yang pertama kali dipelopori oleh umat Islam kala itu.
Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena
adanya dorongan oleh tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta
sebagai respon terhadap kepincangan-kepincangan yang ada di kalangan masyarakat
Indonesia pada awal abad ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat
eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda. Langkah pertama diwujudkan
dalam bentuk kesadaran berorganisasi. Disamping sebagai gerakan kemerdekaan,
organisasi- organisasi Islam juga bergerak di bidang sosial keagamaan dan
pendidikan Islam. Salah satunya adalah mengantisipasi kebijakan politik
pendidikan Hindia Belanda yaitu upaya untuk menutup peluang pengembangan
institusi dan sistem pendidikan Islam di Indonesia karena lembaga pendidikan Islam
seperti pondok pesantren dianggap sebagai sarang pembrontak.
Kesadaran berorganisasi dengan usaha yang sangat tinggi serta dijiwai perasaan nasionalisme dan keagamaan, menimbulkan perkembangan dan era baru di lapangan pendidikan dan pengajaran. Dengan kesadaran penuh, para pemimpin pergerakan berusaha mengubah keterbelakangan rakyat Indonesia melalui penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional. Usaha mereka diwujudkan dengan mendirikan sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah dengan sistem modern dengan mengadopsi sitem pendidikan Barat yang mengajarkan pelajaran umum disamping materi pelajaran agama. Bukti dari perkembangan itu adalah hingga lahirnya perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia.
Adapun orgnisasi yang berdasarkan sosial keagamaan yang melakukan
aktivitas pendidikan Islam adalah Al-Jªmi’atul
Washliyah (selanjutnya disebut Al-Washliyah). Dibandingkan organisasi sosial
keagamaan yang lain, semacam Nahdlatul ‘Ulama, Muhammadiyah, atau Syarikat
Islam, Al-Washliyah belum mendapatkan perhatian yang semestinya dalam
kajian-kajian sejarah Islam modern di Indonesia. Secara sederhana hal tersebut
bisa dilihat dari keterbatasan publikasi tentang organisasi ini, khususnya bila
dibandingkan dengan publikasi mengenai organisasi lainnya. Padahal setidaknya
dari segi kwantitas, Al-Washliyah cukup signifikan, sehingga oleh Karel A.
Steenbrink organisasi ini ditempatkan pada posisi ke tiga setelah Muhammadiyah
dan Nahdlatul ‘Ulama. [1]
Dari keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa kajian mengenai Al-Washliyah
sebagai organisasi sosial keagamaan dan pendidikan Islam menjadi suatu kajian
yang teramat penting bagi semua kalangan
terutama para`intelektual muslim dan para tokoh pendidikan Islam. Melalui
kajian pada makalah ini diharapkan pembaca dapat mengambil pengalaman berharga
dalam mengembangkan masyarakat Islam dan pendidikan Islam dengan segala Intrik
dinamikanya.
B.
Rumusan
masalah
1.
Bagaimanakah
sejarah berdirinya organisasi Al-Washliyah?
2.
Bagaimanakah
peranan organisasi Al-Washliyah dalam bidang sosial keagamaan?
3.
Bagaimanakah
peranan organisasi Al-Washliyah dalam bidang pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Al-Washliyah
Berdirinya Al-Washliyah di latar belakangi oleh kesadaran beberapa
pelajar dan guru yang tergabung dalam perguruan Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT),
dimana pada saat itu mereka berkeinginan untuk membuat wadah organisasi yang
lebih besar dari organisasi sebelumnya “Debating Club” yang tampaknya
cukup berhasil dalam program-programnya dan dipandang sangat bermanfaat. Debating
Club merupakan sebuah wadah organisasi kecil untuk mendiskusikan pelajaran
maupun persoalan-persoalan sosial keagamaan yang sedang berkembang di tengah
masyarakat. Pendirian Debating Club
pada tahun 1928 ini mulanya sebagai sikap kritis para alumni dan murid senior
MIT tentang diskusi-diskusi mengenai Nasionalisme dan paham keagamaan yang
terutama didorong oleh kaum pembaharu.[2]
Organisasi Al-Washliyah didirikan di Sumatra Utara tepatnya di kota
Medan pada tanggal 30 November 1930 bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1349 H,
diberi nama Al-Washliyah yang bermakna organisasi yang ingin menghubungkan dan
mempertalikan. Hal ini berkaitan dengan keinginan memelihara hubungan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan sesama baik antarsuku, antarbangsa, dan lain-lain.
[3]Nama
organisasi ini diambil dari ayat Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 21:
(ayat al quran tidak dapat ditampilkan di blog ini)
“Dan
orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang
buruk.”
Demikianlah nama dari Al-Washliyah yang memancarkan cita-cita yang
tinggi dan diharapkan dapat menjadi roh bagi para anggotanya.
Setelah didirikan secara resmi, maka ditetapkanlah susunan
kepengurusan organisasi Al-Washliyah yang berkedudukan di kota Medan dengan
susunan sebagai berikut:
1)
Isma’il
Banda (Ketua
I )
2)
A.
Rahman Sjihab (Ketua
II)
3)
M.
Arsjad Thalib Lubis (Penulis I)
4)
Adnan
Nur (Penulis II)
5)
H.
M. Ya’kub (Bendahara)
6)
Sjech
H. Muhammad Junus (Penasihat)
7)
H.Sjamsuddin,
H. Jusuf A. Lubis, H. A. Malik,
dan
A. Azis Effendi (Sebagai
pembantu-pembantu)[4]
Berdirinya organisasi Al-Washliyah tidak tergantung pada seorang
tokoh sentral karismatik sebagaimana halnya Muhammadiyah ataupun NU, pendirian
dan pertumbuhan organisasi ini merupakan hasil upaya bersama beberapa tokoh
dengan peran dan keistimewaannya masing-masing. Syekh Muhammad Yunus adalah
tokoh yang dituakan dan biasanya dianggap sebagai pendiri Al-Washliyah bukanlah
yang berperan penuh atas pendirian Al-Washliyah melainkan adanya tokoh-tokoh
lain diantaranya Abdurrahman Syihab yang mempunyai kemampuan tinggi dalam
rekrutmen anggota, Arsyad Thalib Lubis dengan ilmu pengetahuan Islam yang
sangat tinggi, Udin Syamsuddin dengan keahlian administrasi dan manajemen yang
mana kesemuanya dipersepsi sebagai orang-orang yang berperan penting dalam
pendirian dan pengembangan organisasi ini sehingga dikalangan pengikutnya tidak
dijumpai kecenderungan untuk menganggap salah satu pimpinannya sebagai tokoh
sentral.
Secara organisatoris, Al-Washliyah merupakan organisasi sosial kemasyarakatan
yang berakidah Islam dan bermadzhab Syafi’i serta beriktikad ahlussunnah
wal jamª’ah. Dengan misi berusaha memperjuangkan kemerdekaan negara dari
jajahan penjajah dan berorientasi pada kemajuan pendidikan Islam dengan
pembaharuan pada sistem pendidikan.[5]
Adapun
fase perkembangan A1-Washliyah dapat kelompokkan sebagai berikut:
Pertama, fase berdirinya sampai
menjelang kemerdekaan (1930-1942). Dalam fase ini kagiatan terpusat kepada
pembinaan kader ulama dan pendidik. Kader-kader fase inilah yang melanjutkan usaha
AI-Washliyah sekarang ini.
Kedua,
fase facum yaitu sewaktu masuknya penjajahan Jepang sampai kemerdekaan RI
(1942-1947). Dalam fase ini kegiatan terarah kepada melawan atau menumpas
penjajahan. Kegiatan pendidikan berhenti dan beralih kepada kegiatan
pembentukan Laskar Allah yang tergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR),
Hizbullah, Sabilillah, Tentara Pelajar, dan Dapur Umum. Kegiatan pena ulamanya
menulis “Tuntunan Perang Sabil’ oleh alm. H.M. Arsyad Thalib Lubis, dan “Do’a
ke Medan Perang” disusun oleh Pemuda Al-Washliyah.
Ketiga,
fase perjuangan politik (1947-1955), yaitu di mana Indonesia sedang menyusun
negaranva dengan undang-undang dan kabinetnya. kegiatan tertuju kepada
mensukseskan pemilu I dan turut menyiapkan konsep bernegara dengan
undang-undang konstituante.
Keempat,
kembali fase pembinaan (1955-1965). Pembinaan organisasi dan pendidikan meluas
keseluruh tanah air Indonesia, , pulau Jawa dan Kalimantan.
Kelima,
fase perluasan Misi Zending dan Penyiaran Islam (1965-1972). Pada fase ini, pelajar
dan mahasiswa serta putra-putri dan pemuda Al-Washiliah, giat mengislamkan suku
terasing di pegunungan Tanah Karo, Kabupaten Dairi, Kepulauan Mentawai, dan Irian
Jaya.
Keenam,
fase agak suram (1972-1983) dimana
keterlibatan anggota Al-Washliyah dalam partai politik mempengaruhi akan
kesegaran jalanya organisasi dan pendidikan Al-Washliyah. Hal ini disebabkan
karena mereka lebih mengutamakan partainya dari pada pembinaan umat dan ukhuwah
Islamiyah.
Ketujuh,
fase penataan kembali dan perluasan yaitu (1983 sampai mukhtamar ke XVII).
Diterbitkan kembali organisasi seperti telah dilaksanakan kunjungan-kunjungan
ke madrasah-madrasah di Sumatera Utara, konferansi wilayah Kalimantan Selatan,
Banjarmasin, pemberian mandat untuk pembentukan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Irian
Jaya, pendataan sekolah-sekolah dan perguruan Al-Washliyah. [6]
Selain
itu, dalam opersionalnya Al-Washliyah didukung oleh Badan Otonom Organisasi
yang meliputi: muslimat AI-Washliyah (Organisasi Wanita), Gerakan Pemuda
A1-Washliyah (Organsasi Pemuda), Angkatan Putri Al-Washliyah (Organisasi
Putri), Ikatan Putra-Putri A1-Washliyah (Organsasi Remaja), dan Himpunan
Mahasiswa A1-Washliyah (Organisasi Mahasiswa). Inilah gambaran sekilas tentang
A1-Washliyah sebagai salah satu organisasi sosial keagamaan dan pendidikan
Islam di Indonesia dari waktu ke waktu yang mengalami pasang surut dalam
perkembangannya. Tetapi hal yang terpenting untuk diungkap kali ini adalah
bagaimana peranan dan kiprahnya dalam bidang sosial keagamaan dan pendidikan
Islam.[7]
B.
Peranan
Organisasi Al-Washliyah Dalam Bidang Sosial Keagamaan
Organisasi Al-Washliyah yang
dalam pendiriannya diprakarsai oleh para tokoh ‘ulama mendapatkan
sambutan hangat oleh para masyarakat Islam di tanah Medan. Hal ini menjadikan
organisai ini dapat menjalankan aktivitas keorganisasian dengan baik, hingga
pada aktivitas dalam ranah sosial keagamaan pun mampu dimaksimalkannya.[8]
Dapat dibutikan dengan sepak terjang yang dilakukan orgnisasi ini dalam
mensyiarkan ajaran Islam di seluruh kawasan di Sumatra Utara.
Al-Washliyah
dipandang sebagai organisasi sosial keagamaan bersifat tradisional dalam paham
keagamaan (ciri khas Syafi’iyyah), tetapi modernis dalam pendidikan Islam
(bentuk lembaga pendidikan yang didirikan seperti madrasah dan sekolah serta
sistem dan kurikum yang digunakan). Namun dalam sepak terjangnya ternyata Al-Washliyah tidaklah berkecimpung saja pada
dunia pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari majlis-majlis yang didirikan oleh
Al-Washliyah, seperti: Majelis Hazanatul Islamiyah sedianya dibentuk untuk
melaksanakan kegiatan pemeliharaan anak yatim, membantu penyiaran Islam, dan
orang- orang yang baru masuk Islam, utamanya di daerah Toba, Tapanuli Utara dan
Tanah Karo. Kendala finansial tampaknya membuat program majelis ini tidak
membuahkan hasil yang memadai. Sistem keuangan Al-Washliyah yang terlalu
sentralistis kurang memungkinkan dilakukannya inovasi-inovasi di bidang upaya
pengumpulan dana.[9]
Strategi
Al-Washliyah dalam penyiaran Islam di daerah Batak Toba dengan melakukan tabligh
dan mendirikan sekolah serta madrasah adalah satu aspek yang khas mengenai
organisasi ini. Tanah Batak Toba adalah titik awal penyebaran agama Kristen di
Sumatera Timur yang sudah berjalan relatif berhasil sejak abad ke-l9. Pada awal
ke-20, mayoritas penduduk daerah ini beragama Kristen, sebagian lain menganut
agama tradisional, Parbegu, dan hanya sebagian kecil yang memeluk Islam ini
kegiatan Al-Washliyah di daerah ini adalah pegislaman dan pembinaan mereka yang
sudah masuk Islam.[10]
Program-program
Al-Washliyah yang secara spesifik ditujukan untuk Islamisasi daerah ini
menempatkannya berhadapan langsung dengan missi Kristen. Laporan-laporan
tentang persaingan ini yang sering kali mengambil bentuk pertentangan di tengah
masyarakat banyak muncul dalam
terbitan-terbitan di Sumatera Timur saat itu. Bukan rahasia lagi bahwa misi
Kristen di Tanah Toba dan tempat lainnya mendapat dukungan khusus dan
pemerintah Belanda maupun Gereja Kristen dan Eropa. Dukungan ini bisa mengambil
bentuk keberpihakan ataupun kebijakan pemerintah Belanda yang menguntungkan
umat Kristen, sebagaimana sering terlihat dalam keluhan dan protes umat Islam
via Al-Washliyah tentang perlakuan pejabat pemerintah lokal yang tidak adil.
Dukungan lain yang tidak kalah signifikan adalah dalam bentuk dana. Meskipun
pada level formal pemerintah kolonial mengaku netral terhadap agama-agama,
perbandingan dana yang diberikan kepada umat Islam dan kepada umat Kristen
adalah sekitar 1:4 dan sama sekali tidak mencerminkan kebijakan ini.
Keberhasilan
dan kegagalan yang dialami Al-Washliyah dalam penyiaran Islam di Toba merupakan
ilustrasi menarik tentang persaingan penyiaran agama Islam dan Kristen,
Dibanding dengan organisasi-organisasi lain yang juga mencoba berdakwah di
Tanah Batak, Al-Washliyah “dipandang sebagai organisai yang mampu bersaing
dengan kalangan misionaris Kristen di daerah tersebut, sehingga pada
konggres MIAI (Majlis Islam A’la
Indonesia) yang ke III memutuskan bahwa organisasi Al-washliyah sebagai
pemimpin pengelolaan zending Islam pada waktu itu yang didukung sepenuhnya oleh
organisasi-organisasi Islam lain.
Dalam
pergaulan antar organisasi Islam Al-Washliyah sangatlah menjunjung tinggi
kerukunan dan memiliki rasa saling peduli serta toleransi terhadap organisasi
lain. Hal tersebut tergambar jelas dalam program-program dan
prioritas-prioritasnya, serta dalam sikap yang diambilnya terhadap klompok
lain. Meski secara formal mengikat diri dengan madzhab Syafi’i sebagai aliran
peamahaman agama, ciri keterbukaan organisasi ini juga sangat menonjol, tidak
ragu belajar dan bekerja sama dengan Muhammadiyah dan pada saat yang lain juga
tidak pula canggung mengambil posisi bertentangan dengan tarekat Naqsabandiyah.[11]
C.
Peranan
Organisasi Al-Washliyah Dalam Bidang Pendidikan Islam
Al-Washliyah dalam bidang pengembangan pendidikan Islam sangatlah
besar perananya
pada saat itu, terutama di daerah Sumatra
Utara. [12]Hal
ini dapat dilihat dari sumbangsih-sumbangsih pemikiran organisasi ini sembagai
upaya memajukan dan mengembangkan pendidikan Islam dengan modernitas sistem
namun juga masih tetap memegang teguh tradisonalitas, yaitu dengan memadukan
antara pendidikan agama dan pendidikan umum secara komprehensif dengan tujuan
agar umat Islam nantinya mampu
menghadapi perkembangan zaman.
Dalam
upayanya memajukan pendidikan, Al-Washliyah kelihatannya bersikap terbuka dan
mengambil dari mana saja yang dianggap lebih berpengalaman dan berhasil dalam
pengelolaan pendidikan. Pada tahun 1934, Al-Washliyah mengirim tiga orang
pengurusnya M. Arsyad Thalib Lubis, Udin Syamsnddin dan Nukman Sulaeman untuk
mengadakan studi banding ke Sekolah Adabiyah, Noormal School dan Diniyah
di Sumatena Barat dalam rangka reformasi pengelolaan pendidikan Al-Washilyah
sendiri. Meskipun mendapat reaksi negatif dari sebagian anggota, kunjungan
tersebut dianggap sangat penting dan hasil-hasilnya kemudian menjadi bahan
diskusi dalam konfenensi guru-guru Madrasah Al-Washliyah sendiri masih pada
tahun yang sama. Diantara langkah yang diambil setelah konferensi tersebut
adalah: pendirian sekolah-sekolah umum berbasiskan agama, pengajaran bahasa
Belanda, penataan kalender pengajaran, pembentukan lembaga Inspektur dan
Penilik pendidikan Melihat kemajuan penerbitan buku-buku agama Islam di
Sumatena Barat, seorang utusan dikirim ke Bukittinggi khusus untuk membeli
buku-buku keperluan sekolah Al-Washliyah.
Disektor pendidikan umum dibuka pula HIS berbahasa Belanda di Porsea dan Medan dengan menambahkan pelajaran agama Islam pada kurikulumnya. Pada kongres III tahun 1941, A1-Washliyah dilaporkan mengelola 242 sekolah dengan jumlah siswa lebih dan 12.000 orang. Sekolah-sekolah ini terdiri atas berbagai jenis: Tajhiziyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Qismul ‘Ali (Aliyah), Muallimin, Muallimat, Volkschool, Vervolgschool, HIS, dan Schakelschool. Berdasarkan Peraturan atau Pedoman Umum Pelaksanaan Pendidikan majelis Pendidikan & Kebudayan Pengurus Besar Al-Washliyah Pasal 9 dijelaskan bahwa jenis madrasah/perguruan Al-Washliyah meliputi:
(1) Madrasah
Ibtidaiyah/Tsanawiyah, Al-Qismul ‘Ali dan yang sederajat;
(2) Pesantren
Ibtidaiyah/Tsanawiyah, Al-Qismul ‘Ali dan yang sederajat;
(3) Sekolah TK,
SD, SMTP, SMTA; dan
(4) SMTP, SMTA
yang diasramakan.[13]
Hal
ini mengindikasikan bahwa sistem pendidikan yang dianut oleh Al-Washliyah
bersifat variatif dan tidak banyak lembaga pendidikan yang bersifat keagamaan
saja seperti madrasah, tetapi juga sekolah yang identik dengan lembaga
pendidikan umum.
Adapun
tingkatan madrasah-madrasah Al-Washliyah, lama belajar dan Persentase
kurikulumnya adalah sebagai berikut:
1. Tingkatan
Tajhiziyah dengan lama belajar 2 tahun, diperuntukkan bagi anak-anak yang belum
pandai membaca dan menulis Al-Qur’an. Materi pelajarannva adalah membaca
menulis Al-Qur’an (tulisan Arab yang berbaris), serta ibadah sembahvang dan
praktik ibadah lainnya.
2. Tingkatan ibtidaiyah yang merupakan lanjutan dari tajhiziyah
dengan lama belajar 4 tahun bagian pagi dan 6 tahun bagian sore. Materi
pelajarannya berkisar 70 % ilmu agama dan 30 %
ilmu umum. Di antara kitab-kitab yang digunakan antara lain Durusul
Lughah al-Arabiyah (Mahmud Yunus), Al-jurumiyah, Matan Bina’, Hidayatul
Mustafid, dan lain –lain
3. Tingkatan
Tsanawiyah yang murupakan lanjutan dari Ibtidaiyyah dengan lama belajar 3 tahun. Materi peajarannya berkisar 70% ilmu
agama dan 30% ilmu umum. Di antara kitab-kitab yang dignnakan antara lain Tafiiru
al-Jalaalain, Al-Luma’, Jawaahirul Balaaghah,
‘Ilmu al-Mantiq, dan lain- lain.
4. Tingkatan
Qismul ‘Ali yang merupakan lanjutan dari Tsanawiyah dengan lama belajar 3
tahun. Materi pelajarannya berkisar 70% ilmu agama dan 30% ilmu umum. Di antara
kitab-kitab yang digunakan antara lain Tafiiru Al-Baidhawi, Al-Mahalli,
Jam‘ul Jawaami’, Asybah wan Nadhaair, dan lain-lain.
5. Tingkatan
Takhassus yang merupakan lanjutan dan Qismul ‘Ali dengan lama belajar 2 tahun. Materi
pelajarannya adalah khusus memperdalam ilmu agama dan keahlian tertentu.
6. Di
beberapa tempat didirikan Sekolah Guru Islam (SGI) untuk mempersiapkan
guru-guru yang cakap mengajar pada tingkatan Ibtidaiyah dan sekolah-sekolah
S.R. umum. Yang diterirna menjadi murid adalah tamatan ibtidaiyah. Materi
pelajarannya herkisar 50% ilmu agama dan 50% ilmu umum.[14]
Selain
mendirikan madrasah, AI-Washliyah juga mendirikan sekolah umum antara lain:
1. Sekolah
Rakyat (SR) Al-Washliyah dengan lama belajar 6 tahan. materi peajarannya 70% ilmu
umum dan 30 % ilmu agama. Pelajaran
umumnya setingkat dengan SR Negeri.
2. SMP
Al-Washliyah dengan lama belajar 3 tahun . matri pelajaranya 70% ilmu umum dan
30% ilmu agama. Pelajaran umumnya setingkat dengan SMP Negeri.
3. SMA
Al-Washliyah dengan lama belajr 3 tahun. Materi pelajaranya 70 % ilmu umum dan
30 % ilmu agama. Pelajaran umunya setingkat
SMA Negeri.
Kemudian
Al-Washiliyah telah mampu mendirikan perguruan Tinggi Agama Islam di Medan dan
Jakarta. [15]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lahirnya organisasi Al-Washliyah
sebenarya adalah bentuk pegerakan anti penjajah oleh kalangan umat Islam
di daerah Sumatra utara, dimana saat itu bangsa Indonesia mengalami keterpurukan disemua lini, baik
pendidikan, ekonomi bahkan pertahanan keamanan akibat penindasan dari penjajahan
Belanda. Organisasi ini muncul dengan wajah
organisasi pendidikan Islam
pembaharu yang bercorak moderat, artinya tetap memegang prinsip tradisional
yang masih relevan dan mengambil sistem pembaharuan yang bersifat baik (tidak
bertentangan dengan syara’)
Peranan Al-Washliyah dalam bidang sosial keagamaan adalah kesuksean
syiar Al-Washliyah kepada masyarakat tentang ajaran Islam, bahkan pada saat itu
Al-Washliyah mampu mengalahkan zending Kristen di tanah Toba pada masa-masa
awal perkembangannya. Selain itu Al-Washliyah sangat menjaga kerukunan terhadap
sesama pemeluk agama Islam bahkan terhadap pengikut klompok lain semisal kepada
Muhammadiyah yang nota benenya berbeda pemahaman dan aliran mazdhab Al-Washliyah
tetap menjalankan hubungan baik, terbukti dengan adanya ketidak canggungan
pengikut Al-Washliyah belajar dan bekerjasanma dengan Muhammadiyah. Al-Washliyah
pun tidak canggung dalam mengambil posisi yang bertentangan dengan tarekat Naqsyabandiyah.
Dalam bidang memajukan dan mengmbangkan pendidikan Islam besarnya
Peranan Al-Washliyah tidak dapat
dipungkiri lagi. Hal ini dapat terlihat dari berdirinya madrasah atau
sekolah Al-Washliyah dengan memadukan dua sistem: sistem tradisional dan modern
menjadi sebuah sistem pendidikan yang dinamai dengan sistem pendidikan
tradisional-modern, yaitu dengan memadukan antara pendidikan agama dan
pendidikan umum secara komprehensif. Serta
yang paling menonjol adalah keikut sertaannya dalam dunia pers dan penerbitan
menunjukkan bahwa organisasi ini maju
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Daulay,
Haidar Putra, Sejarah pertumbuhan Islam di Indonesia,Jakarta: Kencana
2006.
_________________,
Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,Jakarta:
Kencana 2007
Hasbullah,
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan,Jakarta: LSIK 1996.
Nizar,
Samsul, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Islam
Era Rasulullah Sampai Indonesia,Jakarta: Kencana, 2007.
Suhartini,
Andewi ,Sejarah pendidikan Islam,Bandung: Pustaka Setia 2006.
Zuhri, Saifuddin K.A.,Sejarah Kebangkitan Islam dan
Perlembanganya di Indonesia,Bandung: Al Ma’arif, 1988.
[1] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Islam Era Rasulullah
Sampai Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2007), 321.
[2] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam..... 323
[3] Haidar Putra
Daulay, Sejarah pertumbuhan Pendidikan Islam di Indonesia.(Jakarta:
Kencana 2006), 76
[4] Dr. Andewi
Suhartini M.Ag. Sejarah pendidikan Islam. (Bandung: Pustaka Setia ), 156
[5] Hasbullah. Sejarah
pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan.
(Jakarta: LSIK 1996), 135.
[6] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam..... 326-327
[7] Ibid, 328.
[8] Saifuddin
Zuhri, K.A.,Sejarah Kebangkitan Islam dan Perlembanganya di Indonesia,
(Bandung: Al Ma’arif, 1988) ,124.
[9] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam..... 330
[10] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam..... 330
[11] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam..... 334
[12] Haidar Putra
Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia.(Jakarta:
Kencana 2007), 98
[13] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam.....335
[14] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam..... 336-337
[15] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam..... 337
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM ; KASUS AL-JAM’IYATUL WASHLIYAH"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*