Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Manajemen Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Oleh:
 ROCHMAD AFANDI
(Mahasiswa Program Pascasarjana (S2) STAIN Kediri)
 


(sumber foto: facebook





BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama islam. Ajaran-ajaran tersebut terdapat dalam al-qur’an dan al-hadits. Untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui proses ijtihad para ulama mengembangkan materi pendidikan agama Islam pada tingkat yang lebih rinci. Mata pelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. 

Mata pelajaran pendidikan agama islam menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotornya. Tujuan akhir dari mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak mulia. Tujuan inilah yang sebenarnya merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan agama Islam. Mencapai akhlak yang mulia adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.[1]



Agar dapat memfungsikan, dan merealisasikan hal tersebut, diperlukan suatu pengelolaan proses pembelajaran pendidikan agama Islam yang sistematis dan terencana. Berdasarkan hal ini, maka dalam makalah ini akan membahas manajemen proses pembelajaran pendidikan agama Islam.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa definisi dari manajemen proses pembelajaran pendidikan agama Islam?
2.    Bagaimana proses pembelajaran pendidikan agama Islam?
3.    Bagaimana problematika guru dan peserta didik dalam pembelajaran PAI beserta solusinya?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Manejemen Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata “Management“. Karena terbawa oleh arus penambahan kata serapan ke dalam Bahasa Indonesia, maka istilah Inggris tersebut kemudian di Indonesiakan menjadi “Manajemen“. Arti dari Manajemen adalah pengelolaan, penyelenggaraan, ketatalaksanaan penggunaaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan/ sasaran yang diinginkan. [2] Maka, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan/ manajemen adalah penyelenggaraan atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
Sedangkan pengertian Proses Pembelajaran atau dalam istilah lain disebut proses belajar mengajar adalah keterpaduan antara konsep belajar dan konsep mengajar. Belajar dan mengajar adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pemebelajaran.  Menurut Abuddin Nata proses belajar mengajar adalah kegiatan interaksi dan saling mempengaruhi antara pendidik dan peserta didik, dengan fungsi utama pendidik memberiakan materi pelajaran atau sesuatu yang mempengaruhi peserta didik, sedangkan peserta didik menerima pelajaran, pengaruh atau sesuatu yang diberikan pendidik.
Pandangan lain tentang proses belajar, menurut Benyamin S. Blom dalam bukunya The Taxonomy of Educational Objectives-Cognitive Domain, menyebutkan bahwa dengan proses belajar mengajar kita akan memperoleh kemampuan yang terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a.       Aspek pengetahuan
b.      Aspek sikap
c.       Aspek ketrampilan[3].
Aspek pengetahuan berhubungan dengan kemampuan individual mengenai dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental. Aspek sikap mengenai perkembangan sikap, perasaan, nilai-nilai yang dahulu sering disebut sebagai perkembangan emosional atau moral, sedangkan aspek ketarampilan menyangkut perkembangan ketrampilan yang mengandung unsur motoris.
Proses belajar mengajar terkait dengan bagaimana (how to) membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa (what to) yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan (needs). Karena itu, pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam kurikulum dengan menganalisis tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi pendidikan yang terkandung di dalam kurikulum, yang menurut Sujana (dalam Muhaimin) disebut kurikulum ideal/potensial. Selanjutnya, dilakukan kegiatan untuk memiliki, menetapkan, dan mengembangkan, cara-cara atau strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai kondisi yang ada, agar kurikulum dapat diaktualisasikan dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar terwujud dalam diri peserta didik.[4]
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan manajemen proses pembelajaran (proses belajar mengajar) Pendidikan Agama Islam adalah pengelolaan atau penyelenggaraan secara efektif dan efisien proses pembelajaran (proses belajar mengajar) dengan mengorganisasikan lingkungan anak didik dan diarahkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu terbentuknya kepribadian muslim.

B.  Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran Pendidikan Islam sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi. Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:


1.    Tahap Perencanaan
Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan di gunakan.[5]
Dalam konteks desentralisasi pendidikan seiring dengan perwujudan pemerataan hasil pendidikan yang bermutu, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks lokal, nasional dan global.
Secara umum guru itu harus memenuhi dua kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah di dalam kelas.[6]
Agama Islam sebagai bidang studi, sebenarnya dapat diajarkan sebagaimana mata pelajaran lainnya. Harus dikatakan memang ada sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan itu ialah adanya bagian-bagian yang amat sulit diajarkan dan amat sulit dievaluasi. Jadi, perbedaan itu hanyalah perbedaan gradual, bukan perbedaan esensial.
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan diterapkan dalam membuat persiapan mengajar :
a.      Memahami tujuan pendidikan.
b.      Menguasai bahan ajar.
c.      Memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran.
d.     Memahami prinsip-prinsip mengajar.
e.      Memahami metode-metode mengajar.
f.       Memahami teori-teori belajar.
g.      Memahami beberapa model pengajaran yang penting.
h.      Memahami prinsip-prinsi evaluasi.
i.        Memahami langkah-langkah membuat lesson plan.
Langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :[7]
a.    Analisis Hari Efektif dan analisis Program Pembelajaran
Untuk mengawali kegiatan penyusunan program pembelajaran, guru perlu membuat analisis hari efektif selama satu semester. Dari hasil analisis hari efektif akan diketahui jumlah hari efektif dan hari libur tiap pekan atau tiap bulan sehingga memudahkan penyususnan program pembelajaran selama satu semester. Dasar pembuatan analisis hari efektif adalah kalender pendidikan dan kalender umum.
Berdasarkan analisis hari efektif tersebut dapat disusun analisis program pembelajaran.
b.    Membuat Program Tahunan, Program Semester dan Program Tagihan
1)   Program Tahunan
Penyusunan program pembelajaran selama setahun pelajaran dimaksudkan agar keutuhan dan kesinambungan program pembelajaran atau topik pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam dua semester tetap terjaga.
2)   Program Semester
Penyusunan program semester didasarkan pada hasil anlisis hari efektif dan program pembelajaran tahunan.
3)   Program Tagihan
Sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran, tagihan merupakan tuntutan kegiatan yang harus dilakukan atau ditampilkan siswa. Jenis tagihan dapat berbentuk ujian lisan, tulis, dan penampilan yang berupa kuis, tes lisan, tugas individu, tugas kelompok, unjuk kerja, praktek, penampilan, atau porto folio.
c.    Menyusun Silabus
Silabus diartikan sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran. Silabus merupakan penjabaran dari standard kompetensi, kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai standard kompetensi dan kompetensi dasar.
d.   Menyusun Rencana Pembelajaran
Kalau penyusunan silabus bisa dilakukan oleh tim guru atau tim ahli mata pelajaran, maka rencana pembelajaran seyogyanya disusun oleh guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran. Rencana pembelajaran bersifat khusus dan kondisional, dimana setiap sekolah tidak sama kondisi siswa dan sarana prasarana sumber belajarnya. Karena itu, penyusunan rencana pembelajaran didasarkan pada silabus dan kondisi pembelajaran agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung sesuai harapan.
e.    Penilaian Pembelajaran
Penilaian merupakan tindakan atau proses untuk menentukan nilai terhadap sesuatu. Penilaian merupakan proses yang harus dilakukan oleh guru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran.
Prinsip penilaian antara lain  Valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil dan objektif, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, bermakna.
    

Kegiatan yang harus dilakukan perancang pembelajaran Pendidikan Agama Islam   yang mengikuti model Kemp adalah sebagai berikut :[8]
a.    Perkirakan kebutuhan PAI (learning needs) untuk merancang program pembelajaran; menyatakan tujuan, kendala, dan prioritas yang harus dipelajari.
b.    Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau tugas-tugas pembelajaran PAI untuk dilaksanakan dan tujuan umum PAI yang akan dicapai.
c.    Teliti dan identifikasi karakteristik peserta didik yang perlu mendapat perhatian selama perencanaan pengembangan pembelajaran PAI.
d.   Tentukan isi pembelajaran PAI dan uraikan unsur tugas yang berkaitan dengan tujuan PAI.
e.    Nyatakan tujuan khusus belajar PAI yang akan dicapai dari segi isi pelajaran dan unsur tugas.
f.     Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar mengajar PAI untuk mencapai tujuan PAI yang sudah dinyatakan.
g.    Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan pengajaran PAI.
h.    Rincikan pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan ajar PAI.
i.      Kembangkan alat evaluasi hasil belajar PAI dan hasil program pengajaran PAI.
j.      Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk mempelajari produk pembelajaran PAI yang anda kembangkan.

2.    Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi metode dan tekhnik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya ialah:
a.    Aspek pendekatan dalam pembelajaran
Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik yang dikuasai guru tentang hakikat pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu pada aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran, akan tercakup penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan.
b.    Aspek Strategi dan Taktik dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah tindakan pembelajaran yang dilakukan guru yang dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses pembelajaran.   
Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik pembelajaran berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi. Untuk melaksanakan strategi diperlukan kiat-kiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilakukan guru-murid di kelas dapat terealisasi. Kiat-kiat teknis tertentu terbentuk dalam tindakan prosedural. Kiat teknis prosedural dari setiap aktivitas guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran. Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis yang bersifat prosedural  dari suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas.
c.    Aspek Metode dan Teknik dalam Pembelajaran
Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangkaian interaksi dinamis antara guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya tersebut lazimnya dinamakan metode.
Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut tentang cara bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari fungsinya merupakan seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi dan lain-lain.
Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis yang dimaksud adalah gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran
d.   Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran dari sisi proses keberlangsungannya, terjadi dalam bentuk serangkaian kegiatan yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu tahap ke tahap selanjutnya, sehingga terbentuk alur konsisten. Tahapan pembelajaran yang konsisten yang berbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran.

3.    Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
a.    Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan.
b.    Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan tingkah laku yang diinginkan.[9]
Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip oleh Mulyasa) mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
a.       Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian pertanyaan.
b.      Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri.
c.       Evaluasi belajar sikap, dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS).

Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan yang baku, yakni tes itu harus:
a.    Memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama menyangkut kompetensi dasar dan materi standar yang telah dikaji);
b.    Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik, bila dites kembali dengan tes yang sama);
c.    Menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang diukur, disamping perintah pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan maksud tes);
d.   Pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis.[10]

C.  Problematika Peserta didik dan Guru Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam beserta Solusinya.
Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam banyak sekali permasalahan yang dihadapi yang seringkali permasalahan tersebut menjadi hambatan untuk mencapai tujuan secara maksimal, probematika tersebut antara lain:

1.    Problem Anak Didik Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Adapun problem-problem yang terdapat pada anak didik adalah segala yang mengakibatkan adanya kelambanan dalam belajar. Dan hal tersebut merupakan problematika dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, antara lain:
a.    Karakteristik Kelainan Psikologi.
b.    Karakter Kelainan Daya Pikir (Kognitif)
c.    Karakter Kelainan Kemauan (Motivasi)
d.   Karakter Kelainan Interaksi (Emosional) Dan Sosial

2.    Problem Pendidik (Guru) Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Kualitas pembelajaran yang sesuai dengan rambu-rambu PAI dipengaruhi pula oleh sikap guru yang kreatif untuk memilih dan melaksanakan berbagai pendekatan dan model pembelajaran yang relevan dengan kondisi siswa dan pencapaian kompetensi, akan tetapi pada saat ini guru yang kreatif, profesional dan komitmen sulit sekali didapatkan karena problematika yang didapat oleh guru itu sendiri.
Dalam pencapaian keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Islam adalah dimana seorang guru mempunyai kualitas yang baik. Secara garis besar Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kualitas guru sebagaimana berikut:
a)       Orientasi guru terhadap profesinya.
b)      Keadaan kesehatan guru.
Seorang guru harus mempunyai tubuh yang sehat. Sehat dalam arti tidak sakit dan sehat dalam arti kuat, mempunyai cukup sempurna energi.[11]
c)       Keadaan ekonomi guru.
Seorang guru jika terpenuhi kebutuhannya, maka ia akan lebih percaya diri kepada diri sendiri, merasa lebih aman dalam bekerja maupun kontak-kontak sosial lainya.[12]
d)      Pengalaman mengajar guru.
Kian lama seorang guru itu menjadi guru, kian bertambah baik pula dalam menunaikan tugasnya untuk menuju kesempurnaan. [13]
e)       Latar belakang pendidikan guru.
Profesi guru itu dalam banyak hal ditentukan oleh pendidikan persiapannya. [14]
Fazlurrahman menyatakan Indonesia seperti halnya negara-negara muslim besar lainya juga menghadapi masalah pokok dalam modernisasi pendidikan Islam yaitu masalah kelangkaan tenaga kerja yang memadai untuk mengajar dan melakukan riset, dikarenakan pada gaji yang tidak cukup, kemudian ia mencari pekerjaan tambahan diluar lembaga pendidikan untuk memenuhi kehidupannya perbulan. Akibatnya etos kerjanya sebagai pendidik agama di sekolah sangat menurun.

3.    Langkah-langkah dalam Mengatasi Problem Peserta didik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
a.    Pada karakter kelainan psikologi:
Mengadakan pemeriksaan medis pada anak sebelum memasuki sekolah. Karena kebanyakan mereka memasuki taman kanak-kanak pada usia dini sehingga, dapat mencegahnya dari penyakit berbahaya yang dapat melumpuhkan kekuatannya, mempengaruhi perkembanganya saat memenuhi kebutuhan hidupnya yang mempengaruhi berbagai aspek psiologis, juga dalam keberhasilan.
b.    Pada karakter kelainan daya fikir (Kognitif)
Pada problem tersebut maka pendidik sebaiknya mengadakan test untuk mengetahui kemampuan peserta didik. Apabila mayoritas peserta didik memiliki kemampuan intelegensi rendah perlu diusahakan dengan cara jalan lain yaitu dengan menempatkan peserta didik dalam kelas yang memiliki kemampuan rata-rata yang sama.
c.    Pada karakter kelainan kemauan (Motivasi)
Sesuai dengan problem yang ada pada siswa yakni rendahnya kemauan atau motivasi maka ada beberapa langkah antara lain:
1)   Menarik minat
Melalui minat dapat ditemukan kemauan dan motivasi karena, kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya, sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. [15]
2)   Membangkitkan motivasi siswa
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan kesiapan untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan.
Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia mau melakukan belajar. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar.
Oleh karena itu perlu diketahui cara menimbulkan motivasi. Di dalam dunia pendidikan setiap kali para pendidik harus dapat menimbulkan motif tertentu pada diri anak didik. Cara menimbulkan motif tertentu pada diri anak didik. Cara menimbulkan motif dapat bermacam-macam, namun cara-cara yang paling efektif adalah sebagai berikut:
-          Menjelaskan tujuan yang akan dicapai dengan sejelas-jelasnya.
-          Menjelaskan pentingnya mencapai tujuan.
-          Menjelaskan insentif-insentif yang akan diperoleh akibat tindakan itu.
-          Perjalanan soal insentif ini harus benar-benar real berdasarkan bukti-bukti yang nyata.
d.   Dalam upaya mengatasi karakter kelainan interaksi dan karakter kelainan sosial maka dapat dilakukan Langkah-langkah yang sama. Guru harus melatih perhatian mereka secara mendetail sehingga memudahkan mereka mengungkapkan berbagai macam cara atau kesulitan-kesulitan yang ada kaitannya dalam ketertinggalan dalam belajar.

4.    Langkah-langkah Dalam Mengatasi Problem Pendidik (Guru) Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dalam meningkatkan etos keja dan meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam di sekolah, maka yang perlu diperhatikan antara lain:
a.     Penghasilan pendidik dalam mencukupi kebutuhan hidupnya
b.    Seorang pendidik memahami tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta didik.
c.     Seorang pendidik harus mampu menggunakan variasi metode mengajar dengan baik, sesuai dengan karakter materi pelajaran dan situasi belajar. [16]
d.    Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap guru itu ada kesanggupan dan kemampuan meningkatkan keahlian dengan usaha mereka sendiri agar sesuai dengan kebutuhan maupun tuntutan belajar mengajar di sekolah/ madrasah adapun peningkatan kualitas guru yang dilakukan secara individual meliputi:
1)   Peningkatan profesi melalui diklat, seminar dan lain-lain.
2)   Peningkatan profesi melalui belajar mengajar.
3)   Peningkatan profesi melalui media massa. [17]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Manejemen proses pembelajaran (proses belajar mengajar) Pendidikan Agama Islam adalah pengelolaan atau penyelenggaraan secara efektif dan efisien proses pembelajaran (proses belajar mengajar) dengan mengorganisasikan lingkungan anak didik dan diarahkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Pembelajaran Pendidikan Islam sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu.  Strategi Belajar. Bandung: Pustaka Setia, 1992.

Depdiknas. Kurikulum  2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Depdiknas, 2003.

Indrakusuma, Amir Daim.  Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1973.

Kusrini, Siti dkk. Keterampilan Dasar Mengajar (PPL 1): Berorientasi Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi, Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang. 2005.

Majid, Abdul dan Andayani, Dian. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Rosda Karya, 2004.

Mufarrokah, Anissatul. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta : Teras, 2009.

Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan  Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam  Di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2001.

Mulyasa, E. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK.  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.

Nasution. Teknologi Pendidikan . Bandung: Jenmers, 1962.

Partanto, Pius A. dan al-Barry, M.Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Arkola, 1994.

Piet Sahertian Dan Ida Aleda Sahertian. Supervise Pendidikan Dalam Rangka Program Inservise Education. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : Kencana, 2004.

Saifullah, Ali.  Antara Filsafat Dan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1989.

Sulistyorini. Manajemen Pendidikan Islam. Yogjakarta : Teras, 2009.

Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.


[1]  Depdiknas, Kurikulum  2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Depdiknas, 2003), hlm. 2.
[2] Pius A.Partanto, M.Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola, 1994), 434
[3] Nasution, MA, Teknologi Pendidikan , (Bandung: Jenmers, 1962), 34.
[4]  Muhaimin, Paradigma Pendidikan  Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam  Di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2001), 145.
[5] Abdul Majid dan Dian Andayani,  Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum..(Bandung: PT Rosda Karya, 2004), 91.
[6]  Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2004), 112.
[7] Siti Kusrini.dkk, Keterampilan Dasar Mengajar (PPL 1): Berorientasi Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2005), 130-139.
[8]  Muhaimin.dkk, Paradigma Pendidikan., 223-224.
[9] E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), 169.
[10] Ibid,. 171.
[11] Amir Daim Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha nasional, 1973), 173.
[12] Piet Sahertian Dan Ida Aleda Sahertian, Supervise Pendidikan Dalam Rangka Program Inservise Education (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 129.
[13] Amir Daim Indrakusuma, Pengantar Ilmu., 179.
[14] Ali Saifullah, Antara Filsafat Dan Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1989),  21.
[15] Moh. Uzer usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 26.
[16]     Abu Ahmadi, Strategi Belajar , (Bandung: Pustaka Setia, 1992), 87.
[17]     Suryo Subroto, Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan Di Sekolah (Jakarta: Bina Aksara, 1984), 141.




Baca tulisan menarik lainnya: