Foto Fajar Nahari (sumber foto: facebook)
Oleh: Fajar Nahari
(Mahasiswa Program Pascasarjana S2 STAIN Kediri)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan kebijaksanaan. Filsafat mempunyai banyak cabang. Salah satunya yaitu tentang filsafat ilmu. Perbincangan filsafat ilmu baru mulai merebak di awal abad keduapuluh, namun Francis Bacon dengan metode induksi yang ditampilkannya pada abad kesembilanbelas dapat dikatakan sebagai peletak dasar filsafat ilmu dalam khasanah bidang filsafdat secara umum.
Sebenarnya, yang dimaksud dengan “ilmu pengetahuan”, masih perlu diuraikan lebih lanjut. Untuk sementara waktu, kiranya cukup kalau kita ingat bahwa “ilmu pengetahuan “dimengerti sebagai pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah pencapaiannya dipertanggungjawabkan secara teoritis.
Untuk itu disini penulis akan membahas ilmu dalam pandangan Francis Bacon, dan juga mengenai riwayat beliau.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana riwayat Francis Bacon?
2. Bagaimana ilmu dalam pandangan Francis Bacon?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Riwayat Francis Bacon (1561-1626)
Bacon lahir di kota London. Sesudah belajar di Cambridge, selama dua tahun ia diberi tugas pada kedutaan besar Inggris di Paris. Kemudian ia masuk dalam bidang praktek hukum dan menjadi anggota parlemen pada tahun 1584. Pada umur 57 tahun ia diangkat menjadi Lord Chancellor dan diberi pangkat kebangsawanan sebagai Baron de Verulam. Selama hidupnya ia menekuni studi, dan penuh perhatian akan dunia sekitarnya. Ia merencanakan dan menerbitkan beberapa buku. Dalam masyarakat kecendiakawanannya dan karirnya sebagai seorang politikus dihargai dan dihormati. Pada tahun 1621 ia diangkat menjadi Viscount of St. Albans. Namun, sayang sekali bahwa pada tahun itu juga ia dituduh menerima uang suap. Mungkin dia bersalah sebagaimana juga banyak orang pada waktu itu namun tuduhan dan hukuman yang menyusul juga berasal dari rasa iri kepadanya dari masyarakat di sekelilingnya. Pada dasarnya, ia seorang gentleman.
Beberapa karyanya, The Advancement of Learning (1606), yang kemudian disadur kembali pada tahun 1623 dengan judul De dignitate et augmantis scientarium (Tentang Perkembangan Luhur Ilmu-ilmu) sebagai bagian pertama dari suatu karya raksasa yang direncanakannya namun tak pernah diselesaikan yang berjudul umum Instauratio magna (Pembaharuan Besar). Bagian kedua dari Instauratio itu sudah terbit pada tahun 1620, yaitu Novum Organum (Organum Baru). Perlu diketahui bahwa Organon adalah judul karya logika Aristoteles yang hampir seluruhnya deduktif saja. Sedang Novum Organum merupakan saduran baru dari bukunya Cogitata et visa (Yang Pernah Dipkirkan dan Dilihat) yang terbit tahun 1607. Salah satu buku kecil yang berjudul Nova Atlantis (Atlantis Baru) diterbitkan pada tahun 1627 dalam keadaan belum selesai karena ia meninggal. Buku itu mengenai suatu pulau terpencil yang sudah maju dalam bidang teknik, antara lain mempunyai kapal-kapal selam dan pesawat terbang, serta maju juga dalam bidang pemerintahan dan masyarakat adil dan makmur. Semua itu terjadi berkat hasil nyata perkembangan ilmu.
2. Ilmu dalam Pandangan Francis Bacon
Bacon berdiri pada ambang pintu masuk zaman modern yang dicirikan oleh tekhnik yang dihasilkan oleh ilmu-ilmu alam. Keadaan itu disadarinya sungguh-sungguh. Menurut Bacon, berlangsunglah arah baru yang belum pernah disaksikan bangsa manusia. Sebelumnya dan sampai saat itu memang ada ilmu pengetahuan, tetapi menurut pandangna Bacon seluruh ilmu itu belum pernah berbuah. Dalam hal ini dia menuduh dan menanggapi ilmu yang dirintis oleh Aristoteles, yaitu bahwa ilmu sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersifat kontemplatif. Sebaliknya justru ilmu harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu betul-betul berkembang, menjadi nyata dalam sejarah Barat sejak abad ke-15 menurut Bacon. Sejak semula manusia ingin menguasai alam, tetapi keinginan itu selalu gagal, karena ilmu pengetahuan tidak berdaya guna dan tidak mencapai hasil nyata. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuatan manusia. Human Knowledge adalah Human Power, seperti disaksikan dalam percetakan (mengakibatkan penyebarluasan buku-buku pengetahuan), mesiu (mengahsilkan kemenangan dalam perang modern), dan pemakaian magnet (yang memungkinkan dalam manusia mengarungi samudra). Ketiganya itu telah mengakibatkan berubahnya muka bumi, sesuatu yang belum pernah terjadi sebagai hasil ilmu-ilmu yang dikembangkan Aritoteles.
Melihat perkembangan ilmu-ilmu yang sedang berlangsung, Bacon mau menerangkan terjadinya ilmu-ilmu empiris itu, lalu menelaah syarat-syarat yang harus dipenuhi manusia, agar dengan tak berprasangka berkecimpung dalam bidang ilmu-ilmu. Aliran empirisisme pertama kali berkembang di Inggris pada abad ke-15 dengan Francis Bacon sebagai pelopornya. Bacon memperkenalkan metode eksperimen dalam penyelidikan dan penelitian. Menurut Bacon, manusia melalui pengalaman dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi antara benda-benda. Dalam memperoleh pengetahuan yang benar, menurut Bacon harus dilakukan dengan cara-cara benar sebagai berikut: Pertama, Alama inderawi. Kedua, Menggunakan metode yang benar. Ketiga, Bersikap pasif terhadap bahan-bahan yang disajikan alam, artinya bahwa orang harus menghindarkan dirinya untuk mengemukakan prasangka terlebih dahulu. Ini dipandang perlu untuk mencegah timbulnya gambaran-gambaran yang keliru. Setelah menemukan pengetahuan yang dianggap benar, kemudian pengetahuan tersebut dirumuskan menjadi sebuah hukum. Kemudian hukum-hukum itu diuji kembali, yaitu dengan diterapkan pada keadaan-keadaan yang baru. Jika hukum tersebut bekerja, maka hukum itu baru dapat diterapkan menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang dapat diyakini kebenarannya.
a. Pembagian Ilmu
Diantara jasa Bacon yang meliliki pengaruh besar adalah pemikirannya tentang sistematika ilmu. Pemikirannya itu sebagai konsekwensi dari penglihatannya tentang adanya keterkaitan antara potensi manusia dengan objek-objek penyelidikannya. Menurut Bacon, jiwa manusia yang berakal mempunyai suatu kemampuan triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal (imagination), dan akal (ratio). Ketigannya itu merupakan dasar segala pengetahuan. Ingatan menyangkut apa yang sudah diperiksa dan diselidiki (historia menurut arti asli kata Yunani itu), daya khayal menyangkut keindahan-yang dimaksudnya khusus dalam sastra (poesis), dan akal menyangkut filsafat (philosophia) sebagai hasil kerja akal. Mengenai yang terakhir ini, Bacon membagi dalam tiga cabang, yaitu filsafat (dan atau ilmu) tentang ketuhanan, tentang manusia, dan tentang alam. Cabang ilmu alam ia bedakan menjadi ilmu teoritis dan terapan. Bidang teoritis sendiri meliputi fisika dan metafisika, sedang bidang ilmu terapan meliputi mekanika dan magika. Kembali lagi kepada pembagian filsafat menurut Bacon, pembagian itu bisa diterangkan sebagai berikut:
1). De Numine, yang kini disebut filsafat ketuhanan. Bacon menerima adanya pengetahuan teologis berdasarkan wahyu, tetapi pengetahuan itu sendiri terletak di luar bidang filsafat. Hal ini diterangkan dengan konsep radio refracto, yang artinya terang mengenai pokok tersebut kita terima lewat pembiasaan.
2). De Natura, tentang dunia tempat tinggal manusia. Hal ini diterangkan dengan konsep radio directo, artinya, terang pokok tersebut kita terima secara langsung.
3). De Homine, tentang manusia sendiri. Hal ini diterangkan dengan konsep radio reflexo, artinya terang mengenai pokok bersangkutan kita terima lewat pemantulan.
Meski mengkritik logika Aristoteles, Bacon tampak masih menggunakan istilah teknis dari Aristoteles. Ini setidaknya terlihat dalam istilah “kausa efisien” dan “kausa materialis” sebagai pembahasan ilmu fisika, yang objeknya langsung bisa diamati sebgaai sebab-sebab fisis, sementara metafisika membahas seputar “kausa formalis” dan “kausa finalis” sebagai hukum yang tetap, yang kemudian dikenal dengan hukum alam yang tidak dapat langsung bisa diamati secara empiris. Menurut Bacon, kerja ilmuwan adalah menemukan kausa formalis dan finalis yang semakin luas lingkupnya. Itulah yang dimaksud dengan metafisika, yaitu sebagai lanjutan dari fisika. Untuk itu bacon berpendapat, ilmu berkembang tanpa ambang batas.
Bagian kedua dari ilmu alam adalah bidang ilmu terapan, yaitu meliputi ilmu mekanika dan magika. Mekanika sebagai ilmu terapan dari fisika dan magika merupakan terapan dari ilmu metafisika. Sudah tentu magika di sini tidak dimaksudkan dengan sihir dan semacamnya, dalam arti sebagai “hukum tersembunyi”, yang tidak dihasilkan dari pengamatan secara empiris.
b. Menghindari idola (induksi bacon)
Bacon menaruh induksi secara tepat. Yaitu induksi yang bertitik pangkal pada pemeriksaan (eksperimen) yang teliti dan telaten mengenai data-data partikular, selanjutnya rasio bergerak maju menuju suatu penafsiran atas alam (interpretation natura). Menurut Bacon, ada dua cara untuk mencari dan menemukan kebenaran dengan induksi ini. Pertama, jika rasio bertitik pangkal pada pengamatan inderawi yang partikular, lalu maju sampai pada ungkapan-ungkapan yang paling umum (yang disebut axioma), guna menurunkan secara deduktis ungkapan-ungkapan yang paling umum tersebut. Kedua, kalau rasio berpangkal pada pengamatan inderawi yang partikular guna merumuskan ungkapann umum yang terdekat dan masih dalam jangkauan pengamatan itu sendiri, lalu secara bertahap maju kepada ungkapan-ungkapan yang lebih umum.
Menurut Bacon, generalisasi yang terburu-buru sering terjadi, karena manusia tidak memperhatikan empat macam godaan atau idola yang harus dihindari, yaitu:
1). Idola tribus (tribus: umat manusia pada umumnya), maksudnya menarik kesimpulan tanpa dasar secukupnya, berhenti pada sebab-sebab yang diperiksa secara dangkal, jasmani dan inderawi saja, suatu wishfull thinking tanpa percobaan dan pengamatan yang memadai. Antara lain tafsiran antropomorfis, khususnya dengan menggunakan sebab final. Umpamanya: awan dan mendung ada agar bumi mendapatkan air.
2). Idola specus (specus: gua). Yang dimaksud ialah prasangka dan selera khas pada setiap orang yang membuat manusia seolah-olah terkurung dalam guanya sendiri dan tertutup matanya terhadap apa yang ada di luar gua itu.
3). Idola Fori (forum: pasar), maksudnya anggapan dan pembicaraan umum yang diterima begitu saja tanpa dipersoalkan atau dipertanyakan lagi.
4). Idola thetri (theatrum: panggung). Yang dimaksud ialah semua sistem filsafat yang pernah muncul seolah-olah suatu sandiwara raksasa.
Apabila seorang ilmuwan sudah luput dari semua idola itu. Mereka sudah mampu untuk menangani penafsiran atas alam melalui induksi secara tepat. Induksi tidak pernah boleh berhenti pada taraf laporan semata-mata. Ciri khas induksi ialah menemukan dasar inti (formale) yang melampaui data-data partikular, betapapun besar jumlahnya. Dalam hal ini pertama-tama kita perlu mengumpulkan data-data heterogen tentang sesuatu hal. Kemudian urutannya akan nampak dengan jelas, yang paling awal adalah bahwa peristiwa kongkrit partikular yang sebenarnya terjadi (menyangkut proses, atau kausa efisien), kemudian suatu hal yang lebih umum sifatnya (menyangkut skema, atau kausa materialnya), baru akan ditemukan dasar inti. Dalam hal dasar inti ini, pertama-tama ditemukan dasar inti yang masih partikular yang keabsahannya perlu diperiksa secara deduksi. Jika yang ini sudah cukup handal, barulah kita boleh terus maju menemukan dasar inti yang semakin umum dan luas. Bagi Bacon, begitulah langkah-langkah induksi yang tepat.
BAB III
KESIMPULAN
1. Bacon lahir di kota London. Sesudah belajar di Cambridge, selama dua tahun ia diberi tugas pada kedutaan besar Inggris di Paris. Kemudian ia masuk dalam bidang praktek hukum dan menjadi anggota parlemen pada tahun 1584. Pada umur 57 tahun ia diangkat menjadi Lord Chancellor dan diberi pangkat kebangsawanan sebagai Baron de Verulam. Selama hidupnya ia menekuni studi, dan penuh perhatian akan dunia sekitarnya. Ia merencanakan dan menerbitkan beberapa buku. Beberapa karyanya, The Advancement of Learning (1606), yang kemudian disadur kembali pada tahun 1623 dengan judul De dignitate et augmantis scientarium (Tentang Perkembangan Luhur Ilmu-ilmu) sebagai bagian pertama dari suatu karya raksasa yang direncanakannya namun tak pernah diselesaikan yang berjudul umum Instauratio magna (Pembaharuan Besar). Bagian kedua dari Instauratio itu sudah terbit pada tahun 1620, yaitu Novum Organum (Organum Baru).
2. Menurut Bacon, berlangsunglah arah baru yang belum pernah disaksikan bangsa manusia. Sebelumnya dan sampai saat itu memang ada ilmu pengetahuan, tetapi menurut pandangna Bacon seluruh ilmu itu belum pernah berbuah. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuatan manusia. Human Knowledge adalah Human Power.
DAFTAR PUSTAKA
C.Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia, 1995
Hadiwijiono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Muslih, Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar, 2010.
Muslih, Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar, 2006.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan kebijaksanaan. Filsafat mempunyai banyak cabang. Salah satunya yaitu tentang filsafat ilmu. Perbincangan filsafat ilmu baru mulai merebak di awal abad keduapuluh, namun Francis Bacon dengan metode induksi yang ditampilkannya pada abad kesembilanbelas dapat dikatakan sebagai peletak dasar filsafat ilmu dalam khasanah bidang filsafdat secara umum.
Sebenarnya, yang dimaksud dengan “ilmu pengetahuan”, masih perlu diuraikan lebih lanjut. Untuk sementara waktu, kiranya cukup kalau kita ingat bahwa “ilmu pengetahuan “dimengerti sebagai pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah pencapaiannya dipertanggungjawabkan secara teoritis.
Untuk itu disini penulis akan membahas ilmu dalam pandangan Francis Bacon, dan juga mengenai riwayat beliau.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana riwayat Francis Bacon?
2. Bagaimana ilmu dalam pandangan Francis Bacon?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Riwayat Francis Bacon (1561-1626)
Bacon lahir di kota London. Sesudah belajar di Cambridge, selama dua tahun ia diberi tugas pada kedutaan besar Inggris di Paris. Kemudian ia masuk dalam bidang praktek hukum dan menjadi anggota parlemen pada tahun 1584. Pada umur 57 tahun ia diangkat menjadi Lord Chancellor dan diberi pangkat kebangsawanan sebagai Baron de Verulam. Selama hidupnya ia menekuni studi, dan penuh perhatian akan dunia sekitarnya. Ia merencanakan dan menerbitkan beberapa buku. Dalam masyarakat kecendiakawanannya dan karirnya sebagai seorang politikus dihargai dan dihormati. Pada tahun 1621 ia diangkat menjadi Viscount of St. Albans. Namun, sayang sekali bahwa pada tahun itu juga ia dituduh menerima uang suap. Mungkin dia bersalah sebagaimana juga banyak orang pada waktu itu namun tuduhan dan hukuman yang menyusul juga berasal dari rasa iri kepadanya dari masyarakat di sekelilingnya. Pada dasarnya, ia seorang gentleman.
Beberapa karyanya, The Advancement of Learning (1606), yang kemudian disadur kembali pada tahun 1623 dengan judul De dignitate et augmantis scientarium (Tentang Perkembangan Luhur Ilmu-ilmu) sebagai bagian pertama dari suatu karya raksasa yang direncanakannya namun tak pernah diselesaikan yang berjudul umum Instauratio magna (Pembaharuan Besar). Bagian kedua dari Instauratio itu sudah terbit pada tahun 1620, yaitu Novum Organum (Organum Baru). Perlu diketahui bahwa Organon adalah judul karya logika Aristoteles yang hampir seluruhnya deduktif saja. Sedang Novum Organum merupakan saduran baru dari bukunya Cogitata et visa (Yang Pernah Dipkirkan dan Dilihat) yang terbit tahun 1607. Salah satu buku kecil yang berjudul Nova Atlantis (Atlantis Baru) diterbitkan pada tahun 1627 dalam keadaan belum selesai karena ia meninggal. Buku itu mengenai suatu pulau terpencil yang sudah maju dalam bidang teknik, antara lain mempunyai kapal-kapal selam dan pesawat terbang, serta maju juga dalam bidang pemerintahan dan masyarakat adil dan makmur. Semua itu terjadi berkat hasil nyata perkembangan ilmu.
2. Ilmu dalam Pandangan Francis Bacon
Bacon berdiri pada ambang pintu masuk zaman modern yang dicirikan oleh tekhnik yang dihasilkan oleh ilmu-ilmu alam. Keadaan itu disadarinya sungguh-sungguh. Menurut Bacon, berlangsunglah arah baru yang belum pernah disaksikan bangsa manusia. Sebelumnya dan sampai saat itu memang ada ilmu pengetahuan, tetapi menurut pandangna Bacon seluruh ilmu itu belum pernah berbuah. Dalam hal ini dia menuduh dan menanggapi ilmu yang dirintis oleh Aristoteles, yaitu bahwa ilmu sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersifat kontemplatif. Sebaliknya justru ilmu harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu betul-betul berkembang, menjadi nyata dalam sejarah Barat sejak abad ke-15 menurut Bacon. Sejak semula manusia ingin menguasai alam, tetapi keinginan itu selalu gagal, karena ilmu pengetahuan tidak berdaya guna dan tidak mencapai hasil nyata. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuatan manusia. Human Knowledge adalah Human Power, seperti disaksikan dalam percetakan (mengakibatkan penyebarluasan buku-buku pengetahuan), mesiu (mengahsilkan kemenangan dalam perang modern), dan pemakaian magnet (yang memungkinkan dalam manusia mengarungi samudra). Ketiganya itu telah mengakibatkan berubahnya muka bumi, sesuatu yang belum pernah terjadi sebagai hasil ilmu-ilmu yang dikembangkan Aritoteles.
Melihat perkembangan ilmu-ilmu yang sedang berlangsung, Bacon mau menerangkan terjadinya ilmu-ilmu empiris itu, lalu menelaah syarat-syarat yang harus dipenuhi manusia, agar dengan tak berprasangka berkecimpung dalam bidang ilmu-ilmu. Aliran empirisisme pertama kali berkembang di Inggris pada abad ke-15 dengan Francis Bacon sebagai pelopornya. Bacon memperkenalkan metode eksperimen dalam penyelidikan dan penelitian. Menurut Bacon, manusia melalui pengalaman dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi antara benda-benda. Dalam memperoleh pengetahuan yang benar, menurut Bacon harus dilakukan dengan cara-cara benar sebagai berikut: Pertama, Alama inderawi. Kedua, Menggunakan metode yang benar. Ketiga, Bersikap pasif terhadap bahan-bahan yang disajikan alam, artinya bahwa orang harus menghindarkan dirinya untuk mengemukakan prasangka terlebih dahulu. Ini dipandang perlu untuk mencegah timbulnya gambaran-gambaran yang keliru. Setelah menemukan pengetahuan yang dianggap benar, kemudian pengetahuan tersebut dirumuskan menjadi sebuah hukum. Kemudian hukum-hukum itu diuji kembali, yaitu dengan diterapkan pada keadaan-keadaan yang baru. Jika hukum tersebut bekerja, maka hukum itu baru dapat diterapkan menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang dapat diyakini kebenarannya.
a. Pembagian Ilmu
Diantara jasa Bacon yang meliliki pengaruh besar adalah pemikirannya tentang sistematika ilmu. Pemikirannya itu sebagai konsekwensi dari penglihatannya tentang adanya keterkaitan antara potensi manusia dengan objek-objek penyelidikannya. Menurut Bacon, jiwa manusia yang berakal mempunyai suatu kemampuan triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal (imagination), dan akal (ratio). Ketigannya itu merupakan dasar segala pengetahuan. Ingatan menyangkut apa yang sudah diperiksa dan diselidiki (historia menurut arti asli kata Yunani itu), daya khayal menyangkut keindahan-yang dimaksudnya khusus dalam sastra (poesis), dan akal menyangkut filsafat (philosophia) sebagai hasil kerja akal. Mengenai yang terakhir ini, Bacon membagi dalam tiga cabang, yaitu filsafat (dan atau ilmu) tentang ketuhanan, tentang manusia, dan tentang alam. Cabang ilmu alam ia bedakan menjadi ilmu teoritis dan terapan. Bidang teoritis sendiri meliputi fisika dan metafisika, sedang bidang ilmu terapan meliputi mekanika dan magika. Kembali lagi kepada pembagian filsafat menurut Bacon, pembagian itu bisa diterangkan sebagai berikut:
1). De Numine, yang kini disebut filsafat ketuhanan. Bacon menerima adanya pengetahuan teologis berdasarkan wahyu, tetapi pengetahuan itu sendiri terletak di luar bidang filsafat. Hal ini diterangkan dengan konsep radio refracto, yang artinya terang mengenai pokok tersebut kita terima lewat pembiasaan.
2). De Natura, tentang dunia tempat tinggal manusia. Hal ini diterangkan dengan konsep radio directo, artinya, terang pokok tersebut kita terima secara langsung.
3). De Homine, tentang manusia sendiri. Hal ini diterangkan dengan konsep radio reflexo, artinya terang mengenai pokok bersangkutan kita terima lewat pemantulan.
Meski mengkritik logika Aristoteles, Bacon tampak masih menggunakan istilah teknis dari Aristoteles. Ini setidaknya terlihat dalam istilah “kausa efisien” dan “kausa materialis” sebagai pembahasan ilmu fisika, yang objeknya langsung bisa diamati sebgaai sebab-sebab fisis, sementara metafisika membahas seputar “kausa formalis” dan “kausa finalis” sebagai hukum yang tetap, yang kemudian dikenal dengan hukum alam yang tidak dapat langsung bisa diamati secara empiris. Menurut Bacon, kerja ilmuwan adalah menemukan kausa formalis dan finalis yang semakin luas lingkupnya. Itulah yang dimaksud dengan metafisika, yaitu sebagai lanjutan dari fisika. Untuk itu bacon berpendapat, ilmu berkembang tanpa ambang batas.
Bagian kedua dari ilmu alam adalah bidang ilmu terapan, yaitu meliputi ilmu mekanika dan magika. Mekanika sebagai ilmu terapan dari fisika dan magika merupakan terapan dari ilmu metafisika. Sudah tentu magika di sini tidak dimaksudkan dengan sihir dan semacamnya, dalam arti sebagai “hukum tersembunyi”, yang tidak dihasilkan dari pengamatan secara empiris.
b. Menghindari idola (induksi bacon)
Bacon menaruh induksi secara tepat. Yaitu induksi yang bertitik pangkal pada pemeriksaan (eksperimen) yang teliti dan telaten mengenai data-data partikular, selanjutnya rasio bergerak maju menuju suatu penafsiran atas alam (interpretation natura). Menurut Bacon, ada dua cara untuk mencari dan menemukan kebenaran dengan induksi ini. Pertama, jika rasio bertitik pangkal pada pengamatan inderawi yang partikular, lalu maju sampai pada ungkapan-ungkapan yang paling umum (yang disebut axioma), guna menurunkan secara deduktis ungkapan-ungkapan yang paling umum tersebut. Kedua, kalau rasio berpangkal pada pengamatan inderawi yang partikular guna merumuskan ungkapann umum yang terdekat dan masih dalam jangkauan pengamatan itu sendiri, lalu secara bertahap maju kepada ungkapan-ungkapan yang lebih umum.
Menurut Bacon, generalisasi yang terburu-buru sering terjadi, karena manusia tidak memperhatikan empat macam godaan atau idola yang harus dihindari, yaitu:
1). Idola tribus (tribus: umat manusia pada umumnya), maksudnya menarik kesimpulan tanpa dasar secukupnya, berhenti pada sebab-sebab yang diperiksa secara dangkal, jasmani dan inderawi saja, suatu wishfull thinking tanpa percobaan dan pengamatan yang memadai. Antara lain tafsiran antropomorfis, khususnya dengan menggunakan sebab final. Umpamanya: awan dan mendung ada agar bumi mendapatkan air.
2). Idola specus (specus: gua). Yang dimaksud ialah prasangka dan selera khas pada setiap orang yang membuat manusia seolah-olah terkurung dalam guanya sendiri dan tertutup matanya terhadap apa yang ada di luar gua itu.
3). Idola Fori (forum: pasar), maksudnya anggapan dan pembicaraan umum yang diterima begitu saja tanpa dipersoalkan atau dipertanyakan lagi.
4). Idola thetri (theatrum: panggung). Yang dimaksud ialah semua sistem filsafat yang pernah muncul seolah-olah suatu sandiwara raksasa.
Apabila seorang ilmuwan sudah luput dari semua idola itu. Mereka sudah mampu untuk menangani penafsiran atas alam melalui induksi secara tepat. Induksi tidak pernah boleh berhenti pada taraf laporan semata-mata. Ciri khas induksi ialah menemukan dasar inti (formale) yang melampaui data-data partikular, betapapun besar jumlahnya. Dalam hal ini pertama-tama kita perlu mengumpulkan data-data heterogen tentang sesuatu hal. Kemudian urutannya akan nampak dengan jelas, yang paling awal adalah bahwa peristiwa kongkrit partikular yang sebenarnya terjadi (menyangkut proses, atau kausa efisien), kemudian suatu hal yang lebih umum sifatnya (menyangkut skema, atau kausa materialnya), baru akan ditemukan dasar inti. Dalam hal dasar inti ini, pertama-tama ditemukan dasar inti yang masih partikular yang keabsahannya perlu diperiksa secara deduksi. Jika yang ini sudah cukup handal, barulah kita boleh terus maju menemukan dasar inti yang semakin umum dan luas. Bagi Bacon, begitulah langkah-langkah induksi yang tepat.
BAB III
KESIMPULAN
1. Bacon lahir di kota London. Sesudah belajar di Cambridge, selama dua tahun ia diberi tugas pada kedutaan besar Inggris di Paris. Kemudian ia masuk dalam bidang praktek hukum dan menjadi anggota parlemen pada tahun 1584. Pada umur 57 tahun ia diangkat menjadi Lord Chancellor dan diberi pangkat kebangsawanan sebagai Baron de Verulam. Selama hidupnya ia menekuni studi, dan penuh perhatian akan dunia sekitarnya. Ia merencanakan dan menerbitkan beberapa buku. Beberapa karyanya, The Advancement of Learning (1606), yang kemudian disadur kembali pada tahun 1623 dengan judul De dignitate et augmantis scientarium (Tentang Perkembangan Luhur Ilmu-ilmu) sebagai bagian pertama dari suatu karya raksasa yang direncanakannya namun tak pernah diselesaikan yang berjudul umum Instauratio magna (Pembaharuan Besar). Bagian kedua dari Instauratio itu sudah terbit pada tahun 1620, yaitu Novum Organum (Organum Baru).
2. Menurut Bacon, berlangsunglah arah baru yang belum pernah disaksikan bangsa manusia. Sebelumnya dan sampai saat itu memang ada ilmu pengetahuan, tetapi menurut pandangna Bacon seluruh ilmu itu belum pernah berbuah. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuatan manusia. Human Knowledge adalah Human Power.
DAFTAR PUSTAKA
C.Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia, 1995
Hadiwijiono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Muslih, Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar, 2010.
Muslih, Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar, 2006.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ilmu dalam Pandangan Barat (Francis Bacon)"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*