CERITA MOTIVASI: “FOKUS PADA IMPIAN”
Tulisan ini dibuat pada 21 Juni 2012
MOTIVASI BANJIR EMBUN—Fokus pada
Impian. Di sebuah sekolah tingkat SMA di kota besar,
ada siswi yang punya impian menjadi penyanyi terkenal di negaranya. Untuk mewujudkan itu, selain belajar dan sekolah kegiatan dia sehari-hari adalah berlatih bernyanyi. Yakni,
belajar ilmu dan teknik baru dalam olah vokal suara. Ekstrakurikuler yang ia
ikutipun adalah ekstra musik yang difokuskan pada seni olah suara. Di kotanya
ekstrakurikuler musik yang fokus pada intonasi suara hanya ada di sekolahnya. Hal itu disebabkan untuk mempelajarinya perlu mendatangkan ahli olah suara.
Setiap ada acara pertunjukan di sekolahnya ia selalu ikut berpartisipasi mengisi acara itu dengan suaranya. Kadang ia tampil bersama teman-temannya yang hobi pada tarik suara. Kadang juga ia tampil sendiri alias solo vokal. Seluruh anggota ekstrakurikuler tersebut memang diwajibkan untuk menunjukkan kebolehan suara pada setiap acara. Baik acara hiburan maupun resmi yang diadakan sekolah. Harus diakui dari semua anggota hanya beberapa saja yang memiliki kualitas suara super. Salah satunya ialah siswa yang sedang kita bicarakan ini
Setiap ada acara pertunjukan di sekolahnya ia selalu ikut berpartisipasi mengisi acara itu dengan suaranya. Kadang ia tampil bersama teman-temannya yang hobi pada tarik suara. Kadang juga ia tampil sendiri alias solo vokal. Seluruh anggota ekstrakurikuler tersebut memang diwajibkan untuk menunjukkan kebolehan suara pada setiap acara. Baik acara hiburan maupun resmi yang diadakan sekolah. Harus diakui dari semua anggota hanya beberapa saja yang memiliki kualitas suara super. Salah satunya ialah siswa yang sedang kita bicarakan ini
Saat dia ingin tampil secara solo (sendiri) ia selalu berhasil melobi teman OSIS hingga pejabat sekolah. Supaya ia dapat jatah waktu untuk menampilkan karya olah suaranya. Tepukan tangan bersorai di setiap ia menunjukkan performance. Namun, kadang ia ragu temannya memberi tepukan karena mendengar nyanyiannya atau karena melihat tubuhnya yang cantik. Ia belum berani tampil di pentas luar sekolah, di acara umum, atau di acara-acara santai yang bersifat hiburan saja. Ia belum yakin apakah suaranya pantas mendapat tepukan. Jangan-jangan temannya sungkan untuk tidak bertepuk tangan saat ia tampil.
Pada
suatu hari sekolah tersebut mendatangkan seorang produser musik, seorang ahli
dibidang menyanyi, dan penyanyi legendaris di negaranya. Kesempatan langka ini
bisa terwujud karena penyanyi tersebut adalah alumni yang juga pernah mengikuti
ekstrakurikuler bernyanyi seperti halnya dia. Ini adalah berita gembira bagi
seluruh penghuni di sekolah itu. Mulai dari guru, siswa, hingga semua karyawan
di sekolah itu. Pentas musik spektakuler tersebut tertutup untuk umum. Ekslusif
hanya untuk civitas sekolah. Namun yang membuatnya kecewa adalah ia tidak dapat
mewujudkan keinginannya untuk berduet dengan penyanyi itu. Bahkan untuk tampil
bernyanyi dalam pembukaan acara tak ada kesempatan. Tak hanya dia yang kecewa. Teman-teman lain yang ingin mementaskan karyanya pun juga bermuka kusut.
Namun
kesempatan hadirnya penyanyi di sekolah tidak ia sia-siakan begitu saja. Ia berhasil
melobi manajer penyanyi serta melobi kepala sekolah. Ia meminta tolong pada mereka untuk memberi
kesempatan para tamu agung tersebut melihat dan mendengar nyanyiannya setelah
pentas musik dilaksanakan. Ia ingin dilatih dan dikomentari oleh penyanyi legendaris meski hanya sebentar. Mengingat, kesempatan tidak akan datang dua kali. Belum tentu di momen tersebut akan terulang kembali dalam waktu dekat. Ini sesuatu yang sungguh mendebarkan baginya.
Saat pentas di panggung besar dilangsungkan hatinya berdegup kencang. Seolah-olah tak siap dan tak percaya ia bakalan bisa menunjukkan nyanyiannya. Meski di ruang tertutup dan kecil. Hal itu malah membuatnya lebih senang. Sebab kesan privat dan istimewa lebih ada. Saat siswa-siswi lain SMU riuh sorak sorai bergembira dan bernyanyi bersama mengikuti nyanyian penyanyi ganteng itu. Ia berkeringat dingin di ruang panitia. Sambil mendengarkan alunan musik. Seolah ia akan tertimpa gunung yang besar. Ini merupakan momen yang tak seperti biasa baginya.
Saat pentas di panggung besar dilangsungkan hatinya berdegup kencang. Seolah-olah tak siap dan tak percaya ia bakalan bisa menunjukkan nyanyiannya. Meski di ruang tertutup dan kecil. Hal itu malah membuatnya lebih senang. Sebab kesan privat dan istimewa lebih ada. Saat siswa-siswi lain SMU riuh sorak sorai bergembira dan bernyanyi bersama mengikuti nyanyian penyanyi ganteng itu. Ia berkeringat dingin di ruang panitia. Sambil mendengarkan alunan musik. Seolah ia akan tertimpa gunung yang besar. Ini merupakan momen yang tak seperti biasa baginya.
Saat-saat
ditunggupun tiba. Di ruang kecil dan tertutup para anggota ekstrakurikuler berkumpul. Rencananya mereka menerima ilmu di bidang seni musik dari ibu
produser, seorang ahli olah vokal yang terkenal, dan penyanyi paling
spektakuler di negeri. Setelah acara bagi-bagi ilmu itu selesai, ia pun menemui
panitia untuk menagih janjinya, memberi kesempatan bagi dia menunjukan suaranya
kepada para tamu yang spesial itu. Tak lama panitia memberitahukan manajer
penyanyi, kemudian penyanyi dan produser pergi meninggalkan ruangan itu begitu saja.
Kemudian dia diberitahu oleh ahli di bidang bernyanyi bahwa ibu produser dan ahli vokal sedang di ruang ibu kepala sekolah. Mereka menerima jamuan Ibu kepala sekolah. Jadi mereka tidak bisa mengikuti momen khusus mendengarkan bakat bernyanyi para siswa dan siswi. Tak ayal momen ini dipegang penuh oleh sang vokalis itu saja. Padahal watak penyanyi itu kaku, unik, nyleneh, dan semacamnya. Butuh komentator pembanding sebagai penyeimbang. Namun mereka tetap mempercayakan masalah pelatihan singkat itu sepenuhya hanya pada si penyanyi. Sungguh di hal yang di luar dugaan.
Kemudian dia diberitahu oleh ahli di bidang bernyanyi bahwa ibu produser dan ahli vokal sedang di ruang ibu kepala sekolah. Mereka menerima jamuan Ibu kepala sekolah. Jadi mereka tidak bisa mengikuti momen khusus mendengarkan bakat bernyanyi para siswa dan siswi. Tak ayal momen ini dipegang penuh oleh sang vokalis itu saja. Padahal watak penyanyi itu kaku, unik, nyleneh, dan semacamnya. Butuh komentator pembanding sebagai penyeimbang. Namun mereka tetap mempercayakan masalah pelatihan singkat itu sepenuhya hanya pada si penyanyi. Sungguh di hal yang di luar dugaan.
Ia
mendapat kesempatan pertama untuk tampil bernyanyi di ruangan khusus itu. Orang lain tidak bisa mendengar dan melihat. “Kalian hanya saya kasih kesempatan 5
menit untuk bernyanyi” penyamyi itu menegaskan pada mereka. “Silakan kamu mulai
bernyanyi, ingat cuma 5 menit saja” setelah mendapat komando siswi itu mengeluarkan suara. Ia bernyanyi dengan agak gemetaran namun tetap PD dan yakin
bahwa suaranya pantas di dengar oleh beliau sehingga berkesempatan menjadi calon
penyanyi terkenal.
Setelah ia bernyanyi selama 2 menit, penyanyi tersohor itu langsung pergi dan meninggalkan ruang tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia langsung menangis tersedu, putus asa, malu, dan hilang harapan. “Apakah suaraku tak bagus? Apakah aku ini terlalu PD untuk tampil di ruangan ini di depan dia sehingga dia benci dengan ke-PD-an ku yang tak sepadan dengan suaraku?” gejolak hatinya meronta-ronta. Ia pun langsung meninggalkan sekolah tanpa pamit dengan siapapun disertai linangan air mata bercucuran. Untuk beberapa hari kemudian dia tak masuk sekolah, merasa malu, khususnya pada teman-temannya di esktrakurikuler. “Bagaimana jika mereka tahu bahwa suaraku ini tak sepadan dengan ke PD an ku?” pikirnya dalam hati.
Setelah ia bernyanyi selama 2 menit, penyanyi tersohor itu langsung pergi dan meninggalkan ruang tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia langsung menangis tersedu, putus asa, malu, dan hilang harapan. “Apakah suaraku tak bagus? Apakah aku ini terlalu PD untuk tampil di ruangan ini di depan dia sehingga dia benci dengan ke-PD-an ku yang tak sepadan dengan suaraku?” gejolak hatinya meronta-ronta. Ia pun langsung meninggalkan sekolah tanpa pamit dengan siapapun disertai linangan air mata bercucuran. Untuk beberapa hari kemudian dia tak masuk sekolah, merasa malu, khususnya pada teman-temannya di esktrakurikuler. “Bagaimana jika mereka tahu bahwa suaraku ini tak sepadan dengan ke PD an ku?” pikirnya dalam hati.
Mulai
saat itu ia bersumpah tidak mau bernyanyi lagi, ia membenci dirinya sendiri
yang terlalu PD mempunyai impian besar, dan ia pun menggantungkan impiannya
begitu saja. Kemudian ia mulai menjalani hidup datar-datar begitu saja. Lima
belas tahun kemudian ia pun sudah menikah, punya dua anak. Suaminya sudang
meninggal. Ia bekerja sebagai buruh melinting rokok di kotanya. Ia menjalani
hidup masih dengan datar-datar saja. Apalagi setelah suaminya meninggal. Kehidupan datar itu terjadi karena ia tidak bisa menikmati hidup. Seharusnya ia bisa menikmati hidup dengan mengekspresikan hobi menyanyinya.
Pada
suatu hari di kotanya ada sebuah acara seleksi atau kompetisi calon bakat bernyanyi dari salah
satu TV swasta Nasional. Ia pun iseng-iseng sambil cari hiburan melihat acara
tersebut. Ia tahu bahwa penyanyi yang lima belas tahun lalu mengacuhkannya
juga menghadiri acara tersebut. Entah suatu keberuntungan atau bagaimana akhirnya ia ada kesempatan untuk menemui ahli vokal
itu. Setelah mengenalkan diri, berbasa-basi, dan bercerita kronologi 15 tahun lalu di sekolah, ia langsung mulai menanyakan peristiwa 15 tahun lalu
yang masih membuatnya penasaran.
“Kenapa bapak dulu meninggalkan saya begitu saja saat saya belum selesai bernyanyi?” tanya ia dengan berjuta harapan mendapat jawaban. “Karena aku dulu ingin mengambil kartu namaku yang akan kuberikan untukmu, sekaligus memberitahukan produser bahwa di sekolahmu ada penyanyi spektakuler yaitu kamu” Jawab pakar vokal itu dengan datar. “Kalau memang begitu, kenapa bapak dulu tidak puji saya? Tidak katakan pada saya bahwa saya punya bakat, bahwa saya punya masa depan cemerlang di dunia tarik suara????... Kenapa di lain waktu bapak tidak panggil saya melalui kepala sekolah untuk bertemtu bapak?” emosinya mulai tidak teratur, ia tidak terima dengan jawaban itu.
“Kenapa bapak dulu meninggalkan saya begitu saja saat saya belum selesai bernyanyi?” tanya ia dengan berjuta harapan mendapat jawaban. “Karena aku dulu ingin mengambil kartu namaku yang akan kuberikan untukmu, sekaligus memberitahukan produser bahwa di sekolahmu ada penyanyi spektakuler yaitu kamu” Jawab pakar vokal itu dengan datar. “Kalau memang begitu, kenapa bapak dulu tidak puji saya? Tidak katakan pada saya bahwa saya punya bakat, bahwa saya punya masa depan cemerlang di dunia tarik suara????... Kenapa di lain waktu bapak tidak panggil saya melalui kepala sekolah untuk bertemtu bapak?” emosinya mulai tidak teratur, ia tidak terima dengan jawaban itu.
“Buat apa kamu perlu pujian? Buat apa aku memanggilmu? Aku juga punya pekerjaan lain yang jauh lebih penting. Lagian beberapa hari setelah itu aku juga sudah lupa sama kamu. Perlu kamu camkan, yang tahu tentang kamu adalah dirimu sendiri, yang mewujudkan mimpimu adalah dirimu sendiri, bukan aku atau produser” Jawabnya masih dengan datar. “Bapak telah menghancurkan hidupku, sekarang aku hanya seorang buruh melinting rokok” jawabnya sambil berusaha menahan tetasan air mata.
Pesan
tim Banjir Embun: “Sahabat Banjir Embun setiap manusia pasti punya mimpi, yang
membedakan mimpi setiap manusia adalah besar dan kecilnya saja. Serta bisa
tercapainya mimpi bukanlah hanya berdasarkan pada bakat dan keberuntungan saja
tapi juga pada kerja keras yang tak kenal menyerah. Tak mengharapkan pujian
untuk berkembang dan tak pernah merasa kecil saat kalah dalam meperjuangakan
mimpinya. Serta akan senantiasa memperjuangakan mimpinya sampai ia tak mampu
lagi untuk bernafas. Ingat, impian besar bukanlah bagaimana kita harus segera
mencapainya, tapi bagaimana kita tetap terus mampu bertahan dalam berjuang dan
berproses mewujudkan mimpi itu." (BE/20/06/12)
Motivation (sumber gambar lentera) |