Foto Fajar Nahari (sumber foto: facebook)
Oleh: Fajar Nahari
(Mahasiswa Program Pascasarjana S2 STAIN Kediri)
A. Pengantar
Pendidikan Islam sudah dimulai sejak Islam itu ada. Artinya bahwa sejak Nabi Muhammad SAW. mendakwahkan Islam sudah terjadi pendidkan Islam. Pada awalnya pendidkan hanya bersifat sederhana, dengan menjadikan masjid sebagai pusat proses pembelajaran. Islam terus berkembang, berkembang hingga ke luar jazirah Arab. Sejalan dengan berkembangnya wilayah Islam, maka berkembang pula Pendidikan Islam tersbebut. Pendidkan menjadi media bagi kaum muslimin untuk menjadikan dirinya semakin maju dan berkembang.
Tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya; beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al-Quran dan sunnah sehingga terciptanya insan kamil. Seiring dengan perluasan wilayah Islam yang hingga menembus di wilayah Indonesia, Islam sudah banyak memberikan banyak kontribusi kepada umatnya khususnya dalam bidang pendidikan.
Keadaan pendidikan Islam di Indonesia pada awalnya berlangsung secara informal. Kontak-kontak person antara pemberi dan penerima. Tidak ada jadwal waktu tertentu, tidak ada materi tertentu, dan tidak ada tempat yang khusus. Kontak-kontak awal itu tidak terprogram secara rigit dan ketat. Jadi hal itu belum melembaga sebagai suatu lembaga tertentu. Di sini yang paling berperan adalah mubaligh. Setelah berlangsungnya pendidikan informal, maka muncullah pendidikan formal. Pendidikan yang terencana, punya waktu, tempat dan materi tertentu.
Di saat Islam mengalamai masa kemunduran, yakni ketika umat Islam kalah intelektualitas dari bangsa Eropa, maka umat Islam menyadari hal tersebut dan berusaha untuk mengubah diri guna menjadikan Islam lebih baik lagi. Fase ini bisa disebut dengan fase pembaruan. Fase pembaruan ini muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan kemajuan zaman dan sekaligus juga sebagai respons umat Islam atas ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan. Muncullah tokoh-tokoh pembaharu seperti Muhammad Ali Pasha di Mesir, Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan. Di Indonesia sendiri juga mengalamai pembaruan dalam sistem pendidikan Islam.
Latar belakang pembaruan pendidkan Islam di Indonesia dipengarui oleh dua faktor. Pertama, pembaruan yang bersumber dari ide-ide yang muncul dari luar yang dibawa oleh para tokoh atau ulama’ yang pulang ke tanah air setelah beberapa lama bermukim di luar negeri (Mekkah, Madinah, Kairo). Ide-ide yang mereke peroleh di perantauan itu menjadi wacana pembaruan setelah mereka kembali ke tanah air. Kedua, kondisi tanah air pada awal abad ke 20 adalah dikuasai oleh kaum penjajah barat. Dalam bidang pendidikan pemerintah kolonial Belanda melakukan kebijakan pendidikan yang diskriminatif. Dari faktor-faktor tersebut maka mendorong adanya pembaharuan sistem pendidikan Islam di Indonesia.
Di Jawa muncul tokoh Ahmad Dahlan. Beliau adalah salah satu tokoh pembaharu dalam sistem pendidikan di Indonesia. Beliau sangatlah berjasa dalam pembaruan di Indonesia. Pikiran beliau banyak dicurahkan dalam organisasi yang diberi nama Muhammadiyah. Dari organisasi tersebut beliau menelurkan pikiran-pikiran pembaharuan termasuk dalam bidang pendidikan Islam. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas lebih dalam tentang siapakah Ahmad Dahlan itu? Dan juga bagaimana ide pembaharuAan beliau dalam sistem pendidikan di Indonesia?
Makalah ini menggunakan penelitian kepustakaan atau library research dengan deskriptif analisis. Di dalam makalah ini ada beberapa sumber rujukan yakni: Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam Karya Suwendi, Pemikiran Pendidikan Islam karya Abdul Kholiq dkk., Filsafat Pendidikan Islam karya Samsul Nizar dan juga beberpa referensi lainnya yang berkaitan tentang Ahmad Dahlan dan juga pemikiran beliau dalam pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia.
Dalam makalah ini sistematika pembahasannya adalah: Pertama, merupakan pengantar yang berisi tentang identifikasi masalah, pendekatan dan juga sumber rujukan yang dijadikan referensi. Bagian kedua adalah pemaparan materi yang menjelaskan tentang biografi Ahmad Dahlan dan juga pemikiran pembaharuan beliau dalam sistem pendidkan di Indonesia. Bagian ketiga adalah analisis terhadap pemikiran Ahmad dahlan tentang pembaharuan sistem pendidikan Islam di Indonesia. Bagian keempat merupakan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan makalah ini.
B. Pemaparan Materi
1. Biografi Ahmad Dahlan
a. Riwayat hidup Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1868 M atau 1285 H. Ia merupakan anak keempat. Semasa kecil Ahmad Dahlan diberi nama Muhammad Darwisy. Namanya diganti setelah ia kembali dari Mekkah dengan nama Ahmad Dahlan. Ia berasal dari keluarga didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Kauman adalah kampung yang sangat religius di daerah Yogyakarta. Ayahnya seorang ulama’ bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar kesultanan Yogyakarta. Ayahnya wafat pada tahun 1896. Ibunya adalah putri H. Ibrahim bin KH. Hassan pejabat penghulu kesultanan. Melihat dari dari garis keturunan ini, beliau berada dalam status orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat. Salah seorang nenek moyang Ahmad Dahlan adalah wali pertama dan paling terkenal dari Wali Songo, yakni Maulana Malik Ibrahim.
Ahmad Dahlan pernah kawin dengan Nyai Abdullah, janda dari H. Abdullah. Pernah juga kawin dengan Nyai Rumu (Bibi Prof. A. Kahar Muzakir) adik ajengan Penghulu Cianjur, dan konon ia juga pernah kawin dengan Nyai Solikhah putri Kanjeng Penghulu M. Syarri’ adiknya Kiai Yasin Pakualam Yogya. Dan terakhir kawin dengan Ibu Walidah binti Kiai Penghulu Haji Fadhil (terkenal dengan Nyai Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga ia meninggal dunia. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 februari 1923 atau bertepatan dengan 7 Rajab 1340 H di Kauman Yogyakarta dalam usia 55 tahun.
b. Pendidikannya
Ahmad Dahlan ketika masih kecil, ia mengaji di pesantren menurut sistem lama. Semasa kecil ia tidak pergi ke sekolah. Hal ini karena sikap orang-orang Islam pada waktu itu yang melarang anaknya memasuki sekolah Gubernurmen. Sebagai gantinya ia diasuh dan dididik mengaji oleh ayahnya sendiri. Menjelang dewasa ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa pembesar waktu itu. Di antaranya, K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyar attokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bkari (qira’at Al-Quran), serta beberapa guru lainnya. Dalam usia yang realtif muda, ia telah mampu menguasai bnerbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Ahmad Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk terus mendalaminya.
Setelah beberapa waktu belajar dengan berbagai guru, dengan bantuan kakaknya (Nya Haji Saleh) maka pada tahun 1890 ia pergi ke Mekkah, dan belajar disana selama satu tahun. Pada saat itu usia beliau mencapai 22 tahun. Merasa tidak puas dengan kunjungnannya yang pertama, maka pada tahun 1903, ia berangkat lagi ke Mekkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua ini, ia banyak bertemu dan melakukan mudzakarah dengan sejumlah ulama’ Indonesia yang bermukim di Mekkah.
Selama dia berstudi di Mekkah tampaknya Tafsir al-Manar yang dikarang oleh Muhammad Abduh mendap[at perhatian serius dan yang paling disenanginya. Tafsir ini memberinya cahaya terang dalam hatinya serrta membuka akalnya untuk berpikir jauh ke depan tentang eksistensi Islam di Indonesia, yang pada waktu itu masih sangat tertekan dari penjajah kolonial Belanda. Ketika ia belajar di Mekkah itulah, mempunyai kesemptan baik untuk dapat bertukar pikiran langsung dengan Rasyid Ridha, yang diperkenalkan K.H Bakir. Ide reformasi telah meresap di hatinya, dengan dasar-dasar ilmu yang diperolehnya, demikian pula pengalaman keagamaan yang ia alami di Mekkah, mendorong ia untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin di tanah airnya. Ahmad Dahlan juga aktif dalam membaca majalah dan kitab. Majalah yang dibacanya adalah al-Manar dan al-Urwat al wutsqa. Sedangkan kitab yang sering beliau kaji diantaranya: At-Tauhid (Muhammad Abduh), Tafsir Juz Amma (Muhammad Abduh), Al-Islam wal Nasraniyah (Muhammad Abduh).
2. Ahmad Dahlan Sebagai Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan Islam di Indonesia
Ide pembaharuan yang berhembus di Timur Tengah sangat menggelitik hatinya, terutama bila melihat kondisi dinamika umat Islam Indonesia yang cukup stagnan. Dengan kedalaman ilmu agama dan ketekunanya dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharuan Islam, Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan gagasan pembaharuan Islam ke pelosok-pelosok tanah air. Sambil berdagang batik Ahmad Dahlan melakukan tabligh dan diskusi keagamaan. Ahmad Dahlan diakui sebagai salah seorang tokoh pembaharu dalam pergerakan Islam di Indonesia antara lain karena mengambil peran dalam mengembangkan pendidikan Islam dengan pendekatan-pendekatan yang lebih modern. Usaha-usaha di bidang pendidikan oleh Ahmad Dahlan semakin digalakkan. Untuk itu atas saran dari beberapa murid dan anggota Boedi Oetomo, maka Ahmad Dahlan merasa perlu untuk merealisasikan ide pembaharuannya melalui sebuah organisasi keagamaaan yang permanen. Untuk itu pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 Muhammadiyah didirikan. Dengan maksud dan tujuan di dalamnya adalah “Ingin memajukan pendidikan dan pengajaran”.
Organisasi Muhammadiyah berupaya dalam pembentukan pola pendidikan modern sekolah agama. Sekolah-sekolah Muhammadiyah memperkenalkan program belajar yang berjenjang, merasionalisasikan metode pengajaran, menekankan pemahaman dan penalaran daripada penghafalan. Oleh karena itu Muhammadiyah menjadi satu perkumpulan terbesar di Indonesia yang berjasa kepada rakyat dengan mendirikan sekolah-sekolah sejak dari Tanan Kanak-Kanak sampai sekolah tinggi. Sehingga Muhammadiyah inilah yang memprakarsai berbagai jenis sekolah, sebagian merupakan sekolah agama, sebgaian lagi merupakan sekolah dasar umum dan berusaha menyelaraskan nilai-nilai Islam dengan kebutuhan sosial dan pendidikan kontemporer.
Diantara sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan besar jasanya ialah: Kweekschool Muhammadiyah, Yogyakarta. Mu’allimin Muhammadiyah, Solo, Yogyakarta. Mu’allimat Muhammadiyah, Yogyakarta. Zu’ama/Za’imat, Yogyakarta. Kulliyah Muballighin/Muballighat, Padang Panjang (Sumatra Tengah). Tablighschool, Yogyakarta. HIK Muhammadiyah, Yogyakarta.
Menurut Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola pikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka hendaknya dididik agar cerdas, kritis dan memiliki daya analisis yang tajam dalam dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci bagi meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Quran dan hadits, mengerahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan. Oleh karena itu Ahmad Dahlan merumuskan sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan
Ahmad Dahlan tidak secara khusus menyebutkan tujuan pendidikan. Tetapi dari pernyataan yang disampaikannya dalam berbagai kesempatan, tujuan pendidikan Ahmad Dahlan adalah: “Dadijo kijahi sing kemadjoean, adja kesel anggonmu njamboet gawe kanggo Moehammadijah”. Istilah Kiai merupakan sosok yang sangat menguasai ilmu agama. Dalam masyarakat Jawa, seorang Kiai adalah figur yang salih, berakhlak mulia dan menguasai ilmu agama secara mendalam. Istilah kemajuan secara khusus menunjuk kepada kemoderenan sebagai lawan dari kekolotan dan konservatisme. Pada masa Ahmad Dahlan kemajuan sering diidentikkan dengan penguasaan ilmu-ilmu umum atau intelektualitas dan kemajuan secara material. Sedangkan kata “njamboet gawe kanggo Moehammadijah” merupakan manifestasi dari keteguhan dan komitmen untuk membantu dan mencurahkan pikiran dan tenaga untuk kemajuan umat Islam, pada khususnya, dan kemajuan masyarakat pada umumnya. Untuk itu cita-cita Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan adalah mebentuk manusia yang: 1) baik budi, alim dalam agama; 2) luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu umum); dan 3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Ahmad Dahlan juga menghendaki di dalam hasil dari suatu pendidikan adalah: 1) muslim yang bermoral tinggi bersumber dari ajaran al-Quran dan sunnah dengan pemahaman secara luas; 2) muslim yang memilki individualitas bulat, dalam arti seimbang antara perkembangan rohani dan jasmani, anatara iman dan akalnya, anatara perasaan dan pikirannya antara ukhrawi dan duniawi; 3) muslim yang memilki sikap sosial yang positif dalam arti selalu siap sedia untuk bekerja memajukan masyarakat.
Melihat ketimpangan yang terjadi pada saat itu, yakni adanya dualisme pendidikan, maka Ahmad Dahlan dalam mencapai tujuan tadi ia mengembangkan pendidikan Islam dengan dua sistem, yaitu: 1) sekolah yang mengikuti pola gubernuran yang diitambah dengan pelajaran agama; dan 2) madrasah yang lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama. Hal ini dilakukan adalah sebagai merefleksikan tujuan dari pendidikan tersebut yakni pendidikan yang “sempurna” adalah melahirkan individu yang “utuh”: menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual serta dunia dan akhirat. Menurut Ahmad Dahlan upaya ini akan terwujud manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses ini nantinya dimaksudkan untuk menghasilkan alumni “intelektual-ulama” yang lebih berkualitas. Ulama-ulama ini nantinya akan bertugas dalam menghadapi kemajuan zaman yang begitu cepatnya, sehingga ulama ini sudah siap untuk menghadapinya.
b. Materi Pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan adalah pengajaran al-Quran dan hadis, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi dan menggambar. Jadi materi pendidikan mencakup 3 aspek, yaitu: 1) pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan al-Quran dan sunnah; 2) pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek, anatara perasaan dengan akal pikiran serta antara dunia dengan akhirat; 3) pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat. Dari pemaparan tersebut, pendidikan yang diinginkan adalah pendidikan yang seimbang antara dunia dan akhirat.
Meskipun demikian Ahmad Dahlan belum memiliki konsep kurikulum dan materi pelajaran yang baku. Muatan kurikulum pelajaran agama menurut Ahmad Dahlan bisa dilihat dari materi pelajaran yang diajarkannya dalam pengajian-pengajian di madarsah-madrasah dan pondok Muhammadiyah. K.R.H. Hadjid, salah seorang murid Ahmad Dahlan, mengumpulkan ajaran gurunya ke dalam sebuah buku berjudul Ajaran K.H. A. Dahlan dan 17 Kelompok Ayat-ayat Al-Quran yang merupakan catatan pribadinya selama mengikuti pelajaran agama. Dari pelajaran tersbut dapa dikelompokkan bahwa Ahmad Dahlan banyak menyampaikan materi yang berkaitan dengan keimanan, akhlak, dan semangta untuk berjuang membela agama dan membantu sesama.
Sejalan dengan ide pembaharuannya Ahmad Dahlan adalah seorang pendidik yang sangat menghargai dan menekankan pendidikan akal. Dia berpendapat bahwa akal merupakan sumber pengetahuan. Tetapi sering kali akal tidak mendapat perhatian yang semestinya. Untuk itu Ahmad Dahlan menganjurkan diberikannya pelajaran ilmu mantiq di lembaga-lembaga pendidikan. Dari situ jelaslah bahwa akal dalam pandangan Ahmad Dahlan sagat pentiong guna membuka wawasan pengetahuan.
c. Metode Pengajaran
Di dalam menyampaikan pelajaran agama Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Disamping menggunakan penafsiran yang kontekstual, Ahmad Dahlan berpendapat, bahwa pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, Ahmad Dahlan melakukan dua langkah strategis yaitu dengan mengajarkan pelajaran agama ekstra kurikuler di sekolah gubernuran dan mendirikan lembaga pendidikan sendiri.
Sekolah Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan pada tahun 1911, dilihat dari system penyelenggaraannya dan kurikulumnya, sekolah tersebut memiliki dua perbedaan mendasar dengan sekolah dan lembaga pendidikan umumnya. Dilihat dari kurikulumnya, sekolah tersebut mengajarkan tidak hanya ilmu umum tetapi juga ilmu agama sekaligus. Dilihat dari sistem penyelenggaraannya, sekolah tersebut meniru sistem persekolahan model Belanda. Dalam mengajar Ahmad Dahlan menggunakan kapur, papan tulis, meja, kursi dan peralatan lain. Berkaitan dengan langkah tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa untuk memjaukan pendidikan diperlukan cara-cara sebagaimana yang digunakan dalam sekolah yang maju. Meniru model penyelenggaraan sekolah tidak berarti mengabaikan ajaran agama, sebab penyelenggaraan sistem pendidikan merupakan wilayah muamalah yang harus ditentukan dan dikembangkan sendiri.
Dilihat dari siswanya, sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan juga menawarkan gagasan baru. Di sekolah tersebut menerima siswa putri/wanita. Selain mendirikan sekolah, Ahmad Dahlan juga merintis pendirian madrasah. Embrio sistem madarasah pertama kali dikembangkan Muhammadiyah adalah sekolah menengah Qismul Arqa’ pada tahun 1918. Bentuk sekolah ini ialah sebuah madrasah sederhana di Kauman, Yogyakarta. Pada tahun 1920 madrasah ini dirubah menjadi Pondok Muhammadiyah. Dan selanjutnya, karena adanya desakan akan keperluan guru, maka pondok tersebut berubah menjadi sekolah guru (Kweekschool). Dalam perkembangan berikutnya, guru tersebut dirubah kembali menjadi madrasah dengan nama Muallimin untuk siswa putra dan Muallimat untuk siswa putri.
Didirikannya madrasah Muhammadiyah tersebut merupakan terobosan baru yang brusaha memadukan model pendidkan pesantren dan Barat. Karena itu lembaga pendidikannya berbeda dengan pesantern. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
Cara belajar-mengajar: jika sistem belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem weton dan sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem klasikal sebagaiaman sekolah Barat.
Bahan pelajaran: sumber belajar di pesantren diambil dari kitab-kitab agama yang umumnya ditulis oleh para ulama’ klasik. Di madarasah Muhammadiyah bahan pelajaran diambil dari buku-buku pengetahuan umum dan juga kitab-kitab agama yang ditulis oleh para ulama klasik dan ulama pembaharu.
Rencana pelajaran: pendidikan pesantren tidak mengembangkan, bahakan tidak mengenal rencana pelajaran. Madarasah Muhammadiyah mengembangkan rencana pelajaran supaya lebih teratur dan efisien.
Pendidikan di luar kegiatan formal: pesantren tidak memberikan perhaian serius terhadap hal tersebut akana tetapi madrasah Muhammadiyah mulai meperhatikan tersebut dan mengatur dengan baik kegiatan di luar pelajaran formal.
Pengasuh dan guru: Pengasuh dan guru di pesantren hanyalah mereka yang menguasai agama saja. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah mulai merintispengembanagn guru bidang studi yang mengajar berdasarkan keahliannya.
Hubungan guru-murid: Di pesantren guru-murid terkesan otoriter karena para Kiai dan ustadz memliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Mdrasah muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid akrab.
C. Analisa terhadap pemikiran pembaharuan sistem pendidikan Islam oleh Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan adalah seorang pembaharu dalam sistem pendidkan di Indonesia. Pemikirannya banyak menghasilkan manfaat bagi rakyat Indonesia. Pemikiran-pemikiran beliau banyak dituangkan melalui organisasi yang beliau dirikan yakni Muhammadiyah. Organisasi ini meliputi banyak hal, diataranya adalah berperan dalam bidang pendidikan. Ahmad Dahlan adalah seoranng pembaharu yang pemikirannya didapatkan dari pengalaman pendidikan beliau, khususnya ketika beliau bermukim di Mekkah untuk belajar.
Ahmad Dahlan berusaha mengintegralkan antara pendidkan umum dengan pendidkan agama. Hal ini adalah hal baru yang ada di Indonesia. Ketika gagasan beliau ini disampaikan di tanah air, ada yang mendukung dan juga ada yang menolak. Akan tetapi dengan tekad beliau akhirnya sekolah yang diinginkan beliau terbentuk. Dan semakin berkembang ketika beliau mendirikan organisasi keagamaan Muhammadiyah. Dengan ide integralisasi anatara ilmu umum dan agama dimaksudkan agar menghasilkan ulama-intelek.
Akan tetapi ide beliau juga ada masalah yang terjadi. Yakni ketika serang siswa masuk ke dalam sekolah tersebut tanpa adanya kesungguhan dalam belajar, maka siswa tersbur justru akan menjadi siswa yang tanggung. Artinya siswa tersebut tidak pandai dalam urusan agama maupun urusan umum.
Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut maka harus dilakukan kajian secara terus-menerus untuk dapat merumuskan sekolah yang benar-benar ideal agar tercapai ulama-intelek. Dan juga masalah-masalah yang timbul untuk dijadikan masukan guna membenahi sistem yang dirasa kurang berjalan baik.
D. Kesimpulan
1. Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1868 M atau 1285 H. Ia merupakan anak keempat. Semasa kecil Ahmad Dahlan diberi nama Muhammad Darwisy. Namanya diganti setelah ia kembali dari Mekkah dengan nama Ahmad Dahlan. Ia berasal dari keluarga didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Kauman adalah kampung yang sangat religius di daerah Yogyakarta. Ayahnya seorang ulama’ bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar kesultanan Yogyakarta. Ayahnya wafat pada tahun 1896. Ibunya adalah putri H. Ibrahim bin K.H. Hassan pejabat penghulu kesultanan. Melihat dari dari garis keturunan ini, beliau berada dalam status orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat. Salah seorang nenek moyang Ahmad Dahlan adalah wali pertama dan paling terkenal dari Wali Songo, yakni Maulana Malik Ibrahim.
2. Menurut Ahmad Dahlan, upaya stategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola pikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka hendaknya dididik agar cerdas, kritis dan memiliki daya analisis yang tajam dalam dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci bagi meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Quran dan hadits, mengerahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan. Oleh karena itu Ahmad Dahlan merumuskan sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan
Untuk itu cita-cita Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan adalah mebentuk manusia yang: 1) baik budi, alim dalam agama; 2) luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu umum); dan 3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
b. Materi Pendidikan
materi pendidikan mencakup 3 aspek, yaitu: 1) pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan al-Quran dan sunnah; 2) pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, anatara keyakinan dan intelek, antara perasaan dengan akal pikiran serta antara dunia dengan akhirat; 3) pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebgai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
c. Metode Pengajaran
Cara belajar-mengajar: Jika sistem belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem weton dan sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem klasikal sebagaiamana sekolah Barat. Bahan pelajaran: Sumber belajar di pesantren diambil dari kitab-kitab agama yang umumnya ditulis oleh para ulama’ klasik. Di madarasaha Muhammadiyah bahan pelajaran diambil dari buku-buku pengetahuan umum dan juga kitab-kitab agama yang ditulis oleh para ulama klasik dan ulama pembaharu.Rencana pelajaran: pendidikan pesantren tidak mengembangkan, bahakan tidak mengenal rencana pelajaran. Madarasah Muhammadiyah mengembangkan rencana pelajaran supaya lebih teratur dan efisien. Pendidikan di luar kegiatan formal: Pesantren tidak memberikan perhaian serius terhadap hal tersebut akana tetapi madrasah Muhammadiyah mulai memperhatikan tersebut dan mengatur dengan baik kegiatan di luar pelajaran formal. Pengasuh dan guru: Pengasuh dan guru di pesantren hanyalah mereka yang menguasai agama saja. Sedangkan di madrasaha Muhammadiyah mulai merintis pengembangan guru bidang studi yang mengajar berdasarkan keahliannya. Hubungan guru-murid: Di pesantren guru-murid terkesan otoriter karena para Kiai dan ustadz memliki otoritas ilmu yang dianggap saKral. Madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid akrab.
3. Analisa terhadap pemikiran pembaharuan sistem pendidikan oleh Ahmad Dahlan bahwa dalam ide pembaharuannya dalam sistem pendidikan adalah mengintegralkan antara ilmu umum dan juga ilmu agama. Akan ketika da masalah ketika seorang siswa tidak sungguh-sungguh dalam pendidikannya, yakni menjadi lulusan yang tanggung. Yaitu tidak pandai dalam urusan agama maupun umum. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut maka harus dilakukan kajian secara terus-menerus untuk dapat merumuskan sekolah yang benar-benar ideal agar tercapai ulama-intelek. Dan juga masalah-masalah yang timbul untuk dijadikan masukan guna membenahi sistem yang dirasa kurang berjalan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai.Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Hasbullah.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.
Ihsan, Hamdani. dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Ilaihi, Wahyu. dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana, 2007.
Kholiq, Abdul. dkk. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004.
Mustafa, A. dan Abdullah Aly. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Nizar, Samsul.Filsafat Pendidikan Islam. akarta: Ciputat Press, 2002.
Putra Daulay, Haidar.Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara.Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
-------,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta: Kencana, 2007.
Suwendi. Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1996.
Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1986.
Pendidikan Islam sudah dimulai sejak Islam itu ada. Artinya bahwa sejak Nabi Muhammad SAW. mendakwahkan Islam sudah terjadi pendidkan Islam. Pada awalnya pendidkan hanya bersifat sederhana, dengan menjadikan masjid sebagai pusat proses pembelajaran. Islam terus berkembang, berkembang hingga ke luar jazirah Arab. Sejalan dengan berkembangnya wilayah Islam, maka berkembang pula Pendidikan Islam tersbebut. Pendidkan menjadi media bagi kaum muslimin untuk menjadikan dirinya semakin maju dan berkembang.
Tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya; beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al-Quran dan sunnah sehingga terciptanya insan kamil. Seiring dengan perluasan wilayah Islam yang hingga menembus di wilayah Indonesia, Islam sudah banyak memberikan banyak kontribusi kepada umatnya khususnya dalam bidang pendidikan.
Keadaan pendidikan Islam di Indonesia pada awalnya berlangsung secara informal. Kontak-kontak person antara pemberi dan penerima. Tidak ada jadwal waktu tertentu, tidak ada materi tertentu, dan tidak ada tempat yang khusus. Kontak-kontak awal itu tidak terprogram secara rigit dan ketat. Jadi hal itu belum melembaga sebagai suatu lembaga tertentu. Di sini yang paling berperan adalah mubaligh. Setelah berlangsungnya pendidikan informal, maka muncullah pendidikan formal. Pendidikan yang terencana, punya waktu, tempat dan materi tertentu.
Di saat Islam mengalamai masa kemunduran, yakni ketika umat Islam kalah intelektualitas dari bangsa Eropa, maka umat Islam menyadari hal tersebut dan berusaha untuk mengubah diri guna menjadikan Islam lebih baik lagi. Fase ini bisa disebut dengan fase pembaruan. Fase pembaruan ini muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan kemajuan zaman dan sekaligus juga sebagai respons umat Islam atas ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan. Muncullah tokoh-tokoh pembaharu seperti Muhammad Ali Pasha di Mesir, Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan. Di Indonesia sendiri juga mengalamai pembaruan dalam sistem pendidikan Islam.
Latar belakang pembaruan pendidkan Islam di Indonesia dipengarui oleh dua faktor. Pertama, pembaruan yang bersumber dari ide-ide yang muncul dari luar yang dibawa oleh para tokoh atau ulama’ yang pulang ke tanah air setelah beberapa lama bermukim di luar negeri (Mekkah, Madinah, Kairo). Ide-ide yang mereke peroleh di perantauan itu menjadi wacana pembaruan setelah mereka kembali ke tanah air. Kedua, kondisi tanah air pada awal abad ke 20 adalah dikuasai oleh kaum penjajah barat. Dalam bidang pendidikan pemerintah kolonial Belanda melakukan kebijakan pendidikan yang diskriminatif. Dari faktor-faktor tersebut maka mendorong adanya pembaharuan sistem pendidikan Islam di Indonesia.
Di Jawa muncul tokoh Ahmad Dahlan. Beliau adalah salah satu tokoh pembaharu dalam sistem pendidikan di Indonesia. Beliau sangatlah berjasa dalam pembaruan di Indonesia. Pikiran beliau banyak dicurahkan dalam organisasi yang diberi nama Muhammadiyah. Dari organisasi tersebut beliau menelurkan pikiran-pikiran pembaharuan termasuk dalam bidang pendidikan Islam. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas lebih dalam tentang siapakah Ahmad Dahlan itu? Dan juga bagaimana ide pembaharuAan beliau dalam sistem pendidikan di Indonesia?
Makalah ini menggunakan penelitian kepustakaan atau library research dengan deskriptif analisis. Di dalam makalah ini ada beberapa sumber rujukan yakni: Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam Karya Suwendi, Pemikiran Pendidikan Islam karya Abdul Kholiq dkk., Filsafat Pendidikan Islam karya Samsul Nizar dan juga beberpa referensi lainnya yang berkaitan tentang Ahmad Dahlan dan juga pemikiran beliau dalam pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia.
Dalam makalah ini sistematika pembahasannya adalah: Pertama, merupakan pengantar yang berisi tentang identifikasi masalah, pendekatan dan juga sumber rujukan yang dijadikan referensi. Bagian kedua adalah pemaparan materi yang menjelaskan tentang biografi Ahmad Dahlan dan juga pemikiran pembaharuan beliau dalam sistem pendidkan di Indonesia. Bagian ketiga adalah analisis terhadap pemikiran Ahmad dahlan tentang pembaharuan sistem pendidikan Islam di Indonesia. Bagian keempat merupakan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan makalah ini.
B. Pemaparan Materi
1. Biografi Ahmad Dahlan
a. Riwayat hidup Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1868 M atau 1285 H. Ia merupakan anak keempat. Semasa kecil Ahmad Dahlan diberi nama Muhammad Darwisy. Namanya diganti setelah ia kembali dari Mekkah dengan nama Ahmad Dahlan. Ia berasal dari keluarga didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Kauman adalah kampung yang sangat religius di daerah Yogyakarta. Ayahnya seorang ulama’ bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar kesultanan Yogyakarta. Ayahnya wafat pada tahun 1896. Ibunya adalah putri H. Ibrahim bin KH. Hassan pejabat penghulu kesultanan. Melihat dari dari garis keturunan ini, beliau berada dalam status orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat. Salah seorang nenek moyang Ahmad Dahlan adalah wali pertama dan paling terkenal dari Wali Songo, yakni Maulana Malik Ibrahim.
Ahmad Dahlan pernah kawin dengan Nyai Abdullah, janda dari H. Abdullah. Pernah juga kawin dengan Nyai Rumu (Bibi Prof. A. Kahar Muzakir) adik ajengan Penghulu Cianjur, dan konon ia juga pernah kawin dengan Nyai Solikhah putri Kanjeng Penghulu M. Syarri’ adiknya Kiai Yasin Pakualam Yogya. Dan terakhir kawin dengan Ibu Walidah binti Kiai Penghulu Haji Fadhil (terkenal dengan Nyai Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga ia meninggal dunia. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 februari 1923 atau bertepatan dengan 7 Rajab 1340 H di Kauman Yogyakarta dalam usia 55 tahun.
b. Pendidikannya
Ahmad Dahlan ketika masih kecil, ia mengaji di pesantren menurut sistem lama. Semasa kecil ia tidak pergi ke sekolah. Hal ini karena sikap orang-orang Islam pada waktu itu yang melarang anaknya memasuki sekolah Gubernurmen. Sebagai gantinya ia diasuh dan dididik mengaji oleh ayahnya sendiri. Menjelang dewasa ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa pembesar waktu itu. Di antaranya, K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyar attokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bkari (qira’at Al-Quran), serta beberapa guru lainnya. Dalam usia yang realtif muda, ia telah mampu menguasai bnerbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Ahmad Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk terus mendalaminya.
Setelah beberapa waktu belajar dengan berbagai guru, dengan bantuan kakaknya (Nya Haji Saleh) maka pada tahun 1890 ia pergi ke Mekkah, dan belajar disana selama satu tahun. Pada saat itu usia beliau mencapai 22 tahun. Merasa tidak puas dengan kunjungnannya yang pertama, maka pada tahun 1903, ia berangkat lagi ke Mekkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua ini, ia banyak bertemu dan melakukan mudzakarah dengan sejumlah ulama’ Indonesia yang bermukim di Mekkah.
Selama dia berstudi di Mekkah tampaknya Tafsir al-Manar yang dikarang oleh Muhammad Abduh mendap[at perhatian serius dan yang paling disenanginya. Tafsir ini memberinya cahaya terang dalam hatinya serrta membuka akalnya untuk berpikir jauh ke depan tentang eksistensi Islam di Indonesia, yang pada waktu itu masih sangat tertekan dari penjajah kolonial Belanda. Ketika ia belajar di Mekkah itulah, mempunyai kesemptan baik untuk dapat bertukar pikiran langsung dengan Rasyid Ridha, yang diperkenalkan K.H Bakir. Ide reformasi telah meresap di hatinya, dengan dasar-dasar ilmu yang diperolehnya, demikian pula pengalaman keagamaan yang ia alami di Mekkah, mendorong ia untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin di tanah airnya. Ahmad Dahlan juga aktif dalam membaca majalah dan kitab. Majalah yang dibacanya adalah al-Manar dan al-Urwat al wutsqa. Sedangkan kitab yang sering beliau kaji diantaranya: At-Tauhid (Muhammad Abduh), Tafsir Juz Amma (Muhammad Abduh), Al-Islam wal Nasraniyah (Muhammad Abduh).
2. Ahmad Dahlan Sebagai Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan Islam di Indonesia
Ide pembaharuan yang berhembus di Timur Tengah sangat menggelitik hatinya, terutama bila melihat kondisi dinamika umat Islam Indonesia yang cukup stagnan. Dengan kedalaman ilmu agama dan ketekunanya dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharuan Islam, Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan gagasan pembaharuan Islam ke pelosok-pelosok tanah air. Sambil berdagang batik Ahmad Dahlan melakukan tabligh dan diskusi keagamaan. Ahmad Dahlan diakui sebagai salah seorang tokoh pembaharu dalam pergerakan Islam di Indonesia antara lain karena mengambil peran dalam mengembangkan pendidikan Islam dengan pendekatan-pendekatan yang lebih modern. Usaha-usaha di bidang pendidikan oleh Ahmad Dahlan semakin digalakkan. Untuk itu atas saran dari beberapa murid dan anggota Boedi Oetomo, maka Ahmad Dahlan merasa perlu untuk merealisasikan ide pembaharuannya melalui sebuah organisasi keagamaaan yang permanen. Untuk itu pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 Muhammadiyah didirikan. Dengan maksud dan tujuan di dalamnya adalah “Ingin memajukan pendidikan dan pengajaran”.
Organisasi Muhammadiyah berupaya dalam pembentukan pola pendidikan modern sekolah agama. Sekolah-sekolah Muhammadiyah memperkenalkan program belajar yang berjenjang, merasionalisasikan metode pengajaran, menekankan pemahaman dan penalaran daripada penghafalan. Oleh karena itu Muhammadiyah menjadi satu perkumpulan terbesar di Indonesia yang berjasa kepada rakyat dengan mendirikan sekolah-sekolah sejak dari Tanan Kanak-Kanak sampai sekolah tinggi. Sehingga Muhammadiyah inilah yang memprakarsai berbagai jenis sekolah, sebagian merupakan sekolah agama, sebgaian lagi merupakan sekolah dasar umum dan berusaha menyelaraskan nilai-nilai Islam dengan kebutuhan sosial dan pendidikan kontemporer.
Diantara sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan besar jasanya ialah: Kweekschool Muhammadiyah, Yogyakarta. Mu’allimin Muhammadiyah, Solo, Yogyakarta. Mu’allimat Muhammadiyah, Yogyakarta. Zu’ama/Za’imat, Yogyakarta. Kulliyah Muballighin/Muballighat, Padang Panjang (Sumatra Tengah). Tablighschool, Yogyakarta. HIK Muhammadiyah, Yogyakarta.
Menurut Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola pikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka hendaknya dididik agar cerdas, kritis dan memiliki daya analisis yang tajam dalam dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci bagi meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Quran dan hadits, mengerahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan. Oleh karena itu Ahmad Dahlan merumuskan sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan
Ahmad Dahlan tidak secara khusus menyebutkan tujuan pendidikan. Tetapi dari pernyataan yang disampaikannya dalam berbagai kesempatan, tujuan pendidikan Ahmad Dahlan adalah: “Dadijo kijahi sing kemadjoean, adja kesel anggonmu njamboet gawe kanggo Moehammadijah”. Istilah Kiai merupakan sosok yang sangat menguasai ilmu agama. Dalam masyarakat Jawa, seorang Kiai adalah figur yang salih, berakhlak mulia dan menguasai ilmu agama secara mendalam. Istilah kemajuan secara khusus menunjuk kepada kemoderenan sebagai lawan dari kekolotan dan konservatisme. Pada masa Ahmad Dahlan kemajuan sering diidentikkan dengan penguasaan ilmu-ilmu umum atau intelektualitas dan kemajuan secara material. Sedangkan kata “njamboet gawe kanggo Moehammadijah” merupakan manifestasi dari keteguhan dan komitmen untuk membantu dan mencurahkan pikiran dan tenaga untuk kemajuan umat Islam, pada khususnya, dan kemajuan masyarakat pada umumnya. Untuk itu cita-cita Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan adalah mebentuk manusia yang: 1) baik budi, alim dalam agama; 2) luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu umum); dan 3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Ahmad Dahlan juga menghendaki di dalam hasil dari suatu pendidikan adalah: 1) muslim yang bermoral tinggi bersumber dari ajaran al-Quran dan sunnah dengan pemahaman secara luas; 2) muslim yang memilki individualitas bulat, dalam arti seimbang antara perkembangan rohani dan jasmani, anatara iman dan akalnya, anatara perasaan dan pikirannya antara ukhrawi dan duniawi; 3) muslim yang memilki sikap sosial yang positif dalam arti selalu siap sedia untuk bekerja memajukan masyarakat.
Melihat ketimpangan yang terjadi pada saat itu, yakni adanya dualisme pendidikan, maka Ahmad Dahlan dalam mencapai tujuan tadi ia mengembangkan pendidikan Islam dengan dua sistem, yaitu: 1) sekolah yang mengikuti pola gubernuran yang diitambah dengan pelajaran agama; dan 2) madrasah yang lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama. Hal ini dilakukan adalah sebagai merefleksikan tujuan dari pendidikan tersebut yakni pendidikan yang “sempurna” adalah melahirkan individu yang “utuh”: menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual serta dunia dan akhirat. Menurut Ahmad Dahlan upaya ini akan terwujud manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses ini nantinya dimaksudkan untuk menghasilkan alumni “intelektual-ulama” yang lebih berkualitas. Ulama-ulama ini nantinya akan bertugas dalam menghadapi kemajuan zaman yang begitu cepatnya, sehingga ulama ini sudah siap untuk menghadapinya.
b. Materi Pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan adalah pengajaran al-Quran dan hadis, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi dan menggambar. Jadi materi pendidikan mencakup 3 aspek, yaitu: 1) pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan al-Quran dan sunnah; 2) pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek, anatara perasaan dengan akal pikiran serta antara dunia dengan akhirat; 3) pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat. Dari pemaparan tersebut, pendidikan yang diinginkan adalah pendidikan yang seimbang antara dunia dan akhirat.
Meskipun demikian Ahmad Dahlan belum memiliki konsep kurikulum dan materi pelajaran yang baku. Muatan kurikulum pelajaran agama menurut Ahmad Dahlan bisa dilihat dari materi pelajaran yang diajarkannya dalam pengajian-pengajian di madarsah-madrasah dan pondok Muhammadiyah. K.R.H. Hadjid, salah seorang murid Ahmad Dahlan, mengumpulkan ajaran gurunya ke dalam sebuah buku berjudul Ajaran K.H. A. Dahlan dan 17 Kelompok Ayat-ayat Al-Quran yang merupakan catatan pribadinya selama mengikuti pelajaran agama. Dari pelajaran tersbut dapa dikelompokkan bahwa Ahmad Dahlan banyak menyampaikan materi yang berkaitan dengan keimanan, akhlak, dan semangta untuk berjuang membela agama dan membantu sesama.
Sejalan dengan ide pembaharuannya Ahmad Dahlan adalah seorang pendidik yang sangat menghargai dan menekankan pendidikan akal. Dia berpendapat bahwa akal merupakan sumber pengetahuan. Tetapi sering kali akal tidak mendapat perhatian yang semestinya. Untuk itu Ahmad Dahlan menganjurkan diberikannya pelajaran ilmu mantiq di lembaga-lembaga pendidikan. Dari situ jelaslah bahwa akal dalam pandangan Ahmad Dahlan sagat pentiong guna membuka wawasan pengetahuan.
c. Metode Pengajaran
Di dalam menyampaikan pelajaran agama Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Disamping menggunakan penafsiran yang kontekstual, Ahmad Dahlan berpendapat, bahwa pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, Ahmad Dahlan melakukan dua langkah strategis yaitu dengan mengajarkan pelajaran agama ekstra kurikuler di sekolah gubernuran dan mendirikan lembaga pendidikan sendiri.
Sekolah Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan pada tahun 1911, dilihat dari system penyelenggaraannya dan kurikulumnya, sekolah tersebut memiliki dua perbedaan mendasar dengan sekolah dan lembaga pendidikan umumnya. Dilihat dari kurikulumnya, sekolah tersebut mengajarkan tidak hanya ilmu umum tetapi juga ilmu agama sekaligus. Dilihat dari sistem penyelenggaraannya, sekolah tersebut meniru sistem persekolahan model Belanda. Dalam mengajar Ahmad Dahlan menggunakan kapur, papan tulis, meja, kursi dan peralatan lain. Berkaitan dengan langkah tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa untuk memjaukan pendidikan diperlukan cara-cara sebagaimana yang digunakan dalam sekolah yang maju. Meniru model penyelenggaraan sekolah tidak berarti mengabaikan ajaran agama, sebab penyelenggaraan sistem pendidikan merupakan wilayah muamalah yang harus ditentukan dan dikembangkan sendiri.
Dilihat dari siswanya, sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan juga menawarkan gagasan baru. Di sekolah tersebut menerima siswa putri/wanita. Selain mendirikan sekolah, Ahmad Dahlan juga merintis pendirian madrasah. Embrio sistem madarasah pertama kali dikembangkan Muhammadiyah adalah sekolah menengah Qismul Arqa’ pada tahun 1918. Bentuk sekolah ini ialah sebuah madrasah sederhana di Kauman, Yogyakarta. Pada tahun 1920 madrasah ini dirubah menjadi Pondok Muhammadiyah. Dan selanjutnya, karena adanya desakan akan keperluan guru, maka pondok tersebut berubah menjadi sekolah guru (Kweekschool). Dalam perkembangan berikutnya, guru tersebut dirubah kembali menjadi madrasah dengan nama Muallimin untuk siswa putra dan Muallimat untuk siswa putri.
Didirikannya madrasah Muhammadiyah tersebut merupakan terobosan baru yang brusaha memadukan model pendidkan pesantren dan Barat. Karena itu lembaga pendidikannya berbeda dengan pesantern. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
Cara belajar-mengajar: jika sistem belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem weton dan sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem klasikal sebagaiaman sekolah Barat.
Bahan pelajaran: sumber belajar di pesantren diambil dari kitab-kitab agama yang umumnya ditulis oleh para ulama’ klasik. Di madarasah Muhammadiyah bahan pelajaran diambil dari buku-buku pengetahuan umum dan juga kitab-kitab agama yang ditulis oleh para ulama klasik dan ulama pembaharu.
Rencana pelajaran: pendidikan pesantren tidak mengembangkan, bahakan tidak mengenal rencana pelajaran. Madarasah Muhammadiyah mengembangkan rencana pelajaran supaya lebih teratur dan efisien.
Pendidikan di luar kegiatan formal: pesantren tidak memberikan perhaian serius terhadap hal tersebut akana tetapi madrasah Muhammadiyah mulai meperhatikan tersebut dan mengatur dengan baik kegiatan di luar pelajaran formal.
Pengasuh dan guru: Pengasuh dan guru di pesantren hanyalah mereka yang menguasai agama saja. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah mulai merintispengembanagn guru bidang studi yang mengajar berdasarkan keahliannya.
Hubungan guru-murid: Di pesantren guru-murid terkesan otoriter karena para Kiai dan ustadz memliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Mdrasah muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid akrab.
C. Analisa terhadap pemikiran pembaharuan sistem pendidikan Islam oleh Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan adalah seorang pembaharu dalam sistem pendidkan di Indonesia. Pemikirannya banyak menghasilkan manfaat bagi rakyat Indonesia. Pemikiran-pemikiran beliau banyak dituangkan melalui organisasi yang beliau dirikan yakni Muhammadiyah. Organisasi ini meliputi banyak hal, diataranya adalah berperan dalam bidang pendidikan. Ahmad Dahlan adalah seoranng pembaharu yang pemikirannya didapatkan dari pengalaman pendidikan beliau, khususnya ketika beliau bermukim di Mekkah untuk belajar.
Ahmad Dahlan berusaha mengintegralkan antara pendidkan umum dengan pendidkan agama. Hal ini adalah hal baru yang ada di Indonesia. Ketika gagasan beliau ini disampaikan di tanah air, ada yang mendukung dan juga ada yang menolak. Akan tetapi dengan tekad beliau akhirnya sekolah yang diinginkan beliau terbentuk. Dan semakin berkembang ketika beliau mendirikan organisasi keagamaan Muhammadiyah. Dengan ide integralisasi anatara ilmu umum dan agama dimaksudkan agar menghasilkan ulama-intelek.
Akan tetapi ide beliau juga ada masalah yang terjadi. Yakni ketika serang siswa masuk ke dalam sekolah tersebut tanpa adanya kesungguhan dalam belajar, maka siswa tersbur justru akan menjadi siswa yang tanggung. Artinya siswa tersebut tidak pandai dalam urusan agama maupun urusan umum.
Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut maka harus dilakukan kajian secara terus-menerus untuk dapat merumuskan sekolah yang benar-benar ideal agar tercapai ulama-intelek. Dan juga masalah-masalah yang timbul untuk dijadikan masukan guna membenahi sistem yang dirasa kurang berjalan baik.
D. Kesimpulan
1. Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1868 M atau 1285 H. Ia merupakan anak keempat. Semasa kecil Ahmad Dahlan diberi nama Muhammad Darwisy. Namanya diganti setelah ia kembali dari Mekkah dengan nama Ahmad Dahlan. Ia berasal dari keluarga didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Kauman adalah kampung yang sangat religius di daerah Yogyakarta. Ayahnya seorang ulama’ bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar kesultanan Yogyakarta. Ayahnya wafat pada tahun 1896. Ibunya adalah putri H. Ibrahim bin K.H. Hassan pejabat penghulu kesultanan. Melihat dari dari garis keturunan ini, beliau berada dalam status orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat. Salah seorang nenek moyang Ahmad Dahlan adalah wali pertama dan paling terkenal dari Wali Songo, yakni Maulana Malik Ibrahim.
2. Menurut Ahmad Dahlan, upaya stategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola pikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka hendaknya dididik agar cerdas, kritis dan memiliki daya analisis yang tajam dalam dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci bagi meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Quran dan hadits, mengerahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan. Oleh karena itu Ahmad Dahlan merumuskan sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan
Untuk itu cita-cita Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan adalah mebentuk manusia yang: 1) baik budi, alim dalam agama; 2) luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu umum); dan 3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
b. Materi Pendidikan
materi pendidikan mencakup 3 aspek, yaitu: 1) pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan al-Quran dan sunnah; 2) pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, anatara keyakinan dan intelek, antara perasaan dengan akal pikiran serta antara dunia dengan akhirat; 3) pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebgai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
c. Metode Pengajaran
Cara belajar-mengajar: Jika sistem belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem weton dan sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem klasikal sebagaiamana sekolah Barat. Bahan pelajaran: Sumber belajar di pesantren diambil dari kitab-kitab agama yang umumnya ditulis oleh para ulama’ klasik. Di madarasaha Muhammadiyah bahan pelajaran diambil dari buku-buku pengetahuan umum dan juga kitab-kitab agama yang ditulis oleh para ulama klasik dan ulama pembaharu.Rencana pelajaran: pendidikan pesantren tidak mengembangkan, bahakan tidak mengenal rencana pelajaran. Madarasah Muhammadiyah mengembangkan rencana pelajaran supaya lebih teratur dan efisien. Pendidikan di luar kegiatan formal: Pesantren tidak memberikan perhaian serius terhadap hal tersebut akana tetapi madrasah Muhammadiyah mulai memperhatikan tersebut dan mengatur dengan baik kegiatan di luar pelajaran formal. Pengasuh dan guru: Pengasuh dan guru di pesantren hanyalah mereka yang menguasai agama saja. Sedangkan di madrasaha Muhammadiyah mulai merintis pengembangan guru bidang studi yang mengajar berdasarkan keahliannya. Hubungan guru-murid: Di pesantren guru-murid terkesan otoriter karena para Kiai dan ustadz memliki otoritas ilmu yang dianggap saKral. Madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid akrab.
3. Analisa terhadap pemikiran pembaharuan sistem pendidikan oleh Ahmad Dahlan bahwa dalam ide pembaharuannya dalam sistem pendidikan adalah mengintegralkan antara ilmu umum dan juga ilmu agama. Akan ketika da masalah ketika seorang siswa tidak sungguh-sungguh dalam pendidikannya, yakni menjadi lulusan yang tanggung. Yaitu tidak pandai dalam urusan agama maupun umum. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut maka harus dilakukan kajian secara terus-menerus untuk dapat merumuskan sekolah yang benar-benar ideal agar tercapai ulama-intelek. Dan juga masalah-masalah yang timbul untuk dijadikan masukan guna membenahi sistem yang dirasa kurang berjalan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai.Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Hasbullah.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.
Ihsan, Hamdani. dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Ilaihi, Wahyu. dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana, 2007.
Kholiq, Abdul. dkk. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004.
Mustafa, A. dan Abdullah Aly. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Nizar, Samsul.Filsafat Pendidikan Islam. akarta: Ciputat Press, 2002.
Putra Daulay, Haidar.Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara.Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
-------,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta: Kencana, 2007.
Suwendi. Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1996.
Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1986.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "AHMAD DAHLAN TOKOH PEMBAHARU SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*