Oleh: Yeni Kholifa
(Mahasiswa Bahasa Inggris STAIN Kediri)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari tasawuf. Tasawuf, sebagai mistisme dalam islam, pada intinya adalah kesadaran adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai pengalaman spiritual manusia dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya,
Hubungan kedekatan dan hubungan penghambaan manusian pada hakikatnya akan melahirkan pandangan dan pemahaman yang berbeda-beda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainya. Keakraban dan kedekatan ini mengalami perluasan sehingga akan melahirkan dua kelompok besar. Kelompok pertama mendasarkan pengalaman kesufianya dengan pemahaman yang sederhana, sedangkan kelompok kedua akan melahirkan pemahaman yang kompleks dan mendalam.
Untuk itu dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai masalah tasawuf, khususnya berhubungan dengan sejarah perkembangan tasawuf.
1. Bagaimana perkembangan dan sejarah pembentukan tasawuf?
2. Bagaimana pendapat para filosof mengenai perkembangan sejarah tasawuf?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Taswuf
Allah SWT telah menciptakan manusia dengan sesempurna mungkin.Kemudian Allah SWT turunkan para nabi-Nya untuk membimbing mereka kearah jalan yang benar. Seluruh rangkaian kenabian ditutup dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Rosululloh SAW menanamkan islam kepada pengikutnya di Mekah dan kemudian menyebar ke Madinah yang selanjutnya menyebar dan berkembang di semenanjung jazirah Arab sampai wafatnya beliau. Kemudian kendali pemerintahan islam dilanjutkan oleh khulafaur’ rasyidin sehingga dakwah menjadi luas dan penaklukan kota dan negara semakin luas sehingga banyak bergesekan dengan budaya lokal serta adat istiadat non islam yang tidak jarang pada masa akulturasi. Kalau pada abad pertama pertahanan aqidah dan syari’at sangat kuat sehingga pengaruh budaya dan pemikiran dari luar islam tidak mempengaruhi kehidupan umat islam. Tetapi pada abad kedua diketemukan nilai-nilai yang semakin mengendor dan kehidupan semakin mewah pada saat itu, hanya upaya mengadopsi pemikiran dan budaya luar kedalam budaya dan pemikiran islam. Diantara pemikiran luar yang masuk kedalam budaya islam adalah tasawuf. Sehingga istilah tasawuf tidak dikenal pada generasi pertama tidak pula tertera dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga Ibnu Kholdum, seorang sejarawan muslim terkemuka mengatakan “sesungguhnya perkembangan tasawuf terjadi pada abad kedua dimana keadaan manusia bergelimang dunia maka sejumlah orang meninggalkan kemewahan itu dan melakukan hidup zuhud dan ibadah maka mereka disebut sufi.”
Sejarah mengenai perkembangan tasawuf, dalam masa-masa awal tasawuf berkisar pada dua pokok masalah; pertama, bahwa berketetapan atas ibadah itu akan melahirkan faidah-faidah yang banyak didalam diri manusia. Kedua, bahwa ilmu tentang hati akan mengisi jiwa dengan ma’rifat yang memuat persiapan kemampuan untuk mendapatkan faidah-faidah ini.
Pada tahun-tahun pertama Hijrah, tulis Ohson dalam karyanya ‘Ottoman Empire’, empat puluh lima orang penduduk asal Mekah bergabung dengan sejumlah orang yang sama dari penduduk Madinah. Mereka mengucapkan sumpah setia kepada ajaran yang disampaikan Rasul, dan kemudian membentuk sejenis organisasi persaudaraan yang sasaranya adalah menegakkan kesejahteraan masyarakat diantara mereka, sekaligus melaksanakan ibadah sehari-hari diantara mereka yang dipenuhi oleh semangat pertobatan dan pengekangan diri. Untuk membedakan diri dari yang lainnya, mereka menyebut diri mereka sufi. Selain nama sufi, mereka menyebut diri mereka sebagai al-faqir.
Abul fida, seorang ahli sejarah islam yang terkemuka juga melacak kesumbernya, yaitu ashab-i-safa (yaitu mereka yang duduk disekeliling ka’bah), mereka adalah orang-orang asing yang miskin tidak mempunyai teman atau tempat berteduh, yang mendambakan janji-janji kerasulan dari Tuhan, serta perlindungan dari-Nya. Dan dari situlah mereka mendapat sebutan tadi. Tidak dapat diragukan lagi bahwa sekte sufi dikenal dan muncul sejak saat itu. Namun demikian mereka belum menggunakan sebutan sufi. Manusia seperti ini, menurut Al-Quran dikenal dengan Muqarrabin, Shabirin, Abrar, Zuhhad.
Jadi Adam bisa dikatakan sebagai insan pertama yang memiliki kemampuan mistik, amat jelas bahwa mistik adalah sebuah kekuatan dibumi ini, yaitu kekuatan untuk menjadi baik, dalam arti berkesesuaian dengan ajaran Bibel. Adalah hal lain, kalau ia gagal (entah dimaui atau tidak) mnggantikan dengan yang lainnya, atau sesuatu pewahyuan pribadi yaitu yang pertama adalah ba’asyara atau mistik eksotrik, dan yang kedua disebut bisyara atau mistik esotrik.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “masa yang terbaik adalah masaku dan kemudian yang menyusulnya, dan kemudian yang menyusulnya lagi”. Dan tiga generasi yang dikenal terbaik adalah ash-shab (para sahabat), kemudian tabi’i, dan kemudian tabi’t-tabi’in.
Pada generasi pertama seringkali disebut ash-shab-i-shuffa, muncul nama-nama seperti: Abu Bakar, Umar, Ali, Bilal, Ibnu Riyah, Abu Abdullah, Salman i Farisi, dan lain-lain. Pada generasi kedua muncul nama-nama seperti: Uwais i Qarni, Hiran Ibn Heya, Abu Ali al-Hasan Basri, dan lain-lain. Pada generasi ketiga muncul nama-nama seperti: Habib i Ajmi, Malik Ibn Dinar, Abu Hanifah, Dawud i Thai, Bishr Hadi, Dzun-Nun Misri, dan lain-lain. Sesudah ini kemudian muncullah berbagai orde sufi yang mengembangkan diri melalui upaya-upaya moral dan spirirual.
Berikut ini adalah orde sufi ba’asyara, yaitu :
- Muhassabiyah, didirikan oleh Abdullah Harits Muhasibi dari Basrah. Ia membedakan antara hal dan maqam. Menurut pendapatnya, pengetahuan lebih tinggi kedudukannya dibanding tindakan. Karena kita mengetahui Tuhan melalui pengetahuan, dan bukan melalui tindakan.
- Qaishariyyah, didirikan oleh Syeh Qaishari Ibn Hamdan. Sekte ini merupakan malamali, yaitu menutupi diri mereka dengan penghinaan dan fitnah, walau didalam hati mereka tetap suci.
- Taifuriyyah, didirikan oleh Abu Yazid Taifuri dari Bistam. Doktrin dari sekte ini melingkupi sukr dan sahw. Sukr (mabuk) merupakan keadaan ektase, sebagaimana tengah bermimpi, dan berpandangan hanya di dalam mimpi saja semua perasaan akan tertutup. Di dalam sahw, ia kembali ke keadaan normal setelah mengalami sukr.
- Junaidiyyah, didirikan oleh Abi Qasyim Junaid dari Baghdad, tasawufnya didasari oleh sahw dan cinta, dan pelaksanaanya melalui perenungan ia menolak sukr, dengan demikian kita tidak perlu bersekutu dengan yang tidak sehat, ujarnya.
- Nuriyyah, didirikan oleh Abi Hasan ibn Muhammad Nuri, prinsipnya adalah mengorbankan diri dan dunia mereka tempat untuk mengorbankan diri.
- Wilayatiyyah, didirikan oleh Abi’ Abdullah ibn Hakim Tirmidzi, “wilayat” turunan dari kata wila, yaitu “kemenangan” atau keagungan. Wali adalah sebutan bagi mereka yang sudah berhasil menafikan diri, dan keabadian merupakan titik pandang mereka.
- Kunazaiyyah, didirikan oleh Abu Sa’id Khunnaz. Pendapatnya fana dan baqa adalah sifat belaka.
- Khafifiyyah, didirikan oleh Abi Abdullah Khafif. Doktrinnya adalah Ghibat dan Hundhur yang merupakan cara berfikir untuk melupakan segala sesuatu selain Allah.
- Siyariyyah, didirikan oleh Abi Abbas dari Siyar, mereka mengidentifikasi sifat-sifat dengan zat Tuhan, dan memisahkan tindakan-Nya dari Dia.
Disamping orde Bisyara’ ada lagi orde lain seperti Madariyyah yang didirikan oleh Zinda Syah Madar dari Siria, Rafa’iyyah, Qalandariyyah, dan lain-lain.
B. Pendapat Para Filosof Mengenai Sejarah Perkembangan Tasawuf
Dalam perjalanan sejarah 14 abad telah tumbuh dalam islam suatu pandangan hidup yang amat besar pengaruhnya, yaitu gerakan tasawuf atau ilmu tasawuf. Kitapun mengetahui bahwa para sarjana mempelajari ilmu tasawuf karena diorong oleh berbagai motif. Ada yang semata-mata mencari ilmu karena ilmu, dan ada pula yang hendak mencari segi-segi kelemahan yang ada didalamnya, sehingga didalam mengemukakan pertimbanganya tentang pertumbuhan tasawuf itu, ada diantara sarjana yang mengemukakan pendapat bahwa tasawuf islam itu tidak berasal dari islam.
Maka dalam hal ini, dengan sendirinya tumbuh pertikaian diantara mereka sesama sarjana. Ada yang mengatakan bahwa tasawug islam tumbuh karena pengaruh agama kristen, terutama katolik. Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf islam tumbuh karena pengaruh Hinduisme, dan ada pula yang mengatakan tasawuf islam tumbuh karena pengaruh filsafat Neo Platonisme. Tetapi ada yang mengatakan sebaliknya, yakni tasawuf islam bersumber dari islam itu sendiri.
Menurut para filosof mengatakan tasawuf dari Suffah, ada yang mengatakan dari Shufanah, ada yang mengatakan dari Shifa, dan yang lebih terkenal diambil dari bulu binatang ternak, kambing, dan unta diambil menjadi pakaian setelah ditenun dengan kasarnya. Orang yang meninggalkan pakaian sutera dewangga lalu menukarnya dengan pakaian bulu yang sangat dibawah dari sederhana dinamai Mutashawwuf. Dan cara-cara yang ditempuh dalam hidup dinamai Tashawwuf.
Nama ini tidak dikenal pada zaman nabi, tetapi ada kesannya pada Nabi. Pokok ajaran islam adalah Tauhid “La Illaha Illallah” , Tiada Tuhan selain Allah!, “Qul Huwallahu Ahad”, Katakanlah bahwa Allah itu Esa adanya, “Wahhada, Yuwahhidu, Tauhidan”, menyatukan, terus menyatukan sehingga menjadi satu. Menghimpunkan segalanya kepada satu, meniadakan kesatuan pada yang lain.
Sedang Tauhid, dengan sendirinya akan menimbulkan zuhd. Zuhd artinya adalah tidak ada perhatian kepada yang lain, kecuali kepada Allah.
“Tidak mempunyai apa-apa, dan tidak dipunyai oleh apa-apa.”
Kalau hati tidak singgah lagi kepada yang lain artinya negatif, niscaya ada lekatnya, ada tempat terpautnya yang positif. Tadinya dia berupa kepercayaan tauhid, akhirnya menjelmalah dia menjadi cinta. Jika dalam alam filsafat, Schopenhouer berkata bahwa hidup itu adalah iradat, maka alam tauhid berkata bahwa hidup itu ialah cinta.
Disini nyatalah pokok pangkal kaji, dan fase yang dilaluinya dalam akibatnya yang terakhir. Mulanya tauhid yang ikhlas, dan kalimat tauhid itu disebut juga kalimat ikhlas, dan surat Qul Huwallahu Ahad disebut juga suratul ikhlas. Tauhid mengakibatkan zuhd dan zuhd mengakibatkan cinta. Dan disinilah permulaan dari tasawuf.
Sebagai contoh perkembangan islam di Indonesia sangat terkait dengan sejarah dan pemikiran tasawuf. Atau dengan kata lain, penyebaran islam di Nusantara tidak dapat dipisahkan dari tasawuf. Bahkan islam pertama yang dikenal di Nusantara ini sesungguhnya adalah islam yang disebarkan dengan pendekatan sufistik. Islam di Indonesia itu pada umumnya disebarkan oleh para da’i yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tasawuf. Diantara mereka juga banyak yang menjadi pengamal dan penyebar tarekat di Indonesia.
|
Tasawuf (sumber gambar idrissiyah) |