Oleh:
Salam demokrasi!
Mahasiswa merupakan salah satu elemen dari penyebab
akan maju dan mundurnya bangsa Indonesia. Diakui atau tidak mahasiswa
yang mempunyai status kaum elite (kelas menengah) mempunyai
tanggung jawab dan konsekuensi logisnya. Sejarah Gerakan Mahasiswa (SGM) adalah
salah satu bukti dari konsepsi mahasiswa untuk berjuang.
SGM menjadi kisah klasik bagi mahasiswa pada era 2008
ini dan yang akan datang dan ini tercatat dalam memori setiap mahasiswa
diawalai dari masa orientasi masuknya mahasiwa di perguruan tinggi. Pergerakan
mahasiswa yang dilakukan pada masa tempoe doeloememberika sebauh
arti yang mendalam pada masa sekarang. Danromantisme SGM adalah
sebuah virus bagi aktivis dan ini akan menjadikan sebuah kisah kelam aktivis
jika tetap dirawat dan dipelihara. Karena bagaimanapun mahasiswa selain
berstatus sebagai kelas menengah, ia sadar atau tidak adalah sebagai pioneersterbentuknya
cendikiawan baru (dan ini akan terseleksi dengan sendirinya).[1]
Pada era 2008-2009 sekarang ini akankah
mahasiswa-mahasiswaIndonesia membuat sejarah baru yang akan tercatat oleh
‘alat’ perekam mahasiswa yang akan datang? Atau mungkin pada era ini adalah
masa-masa lahirnya para pecundang yang terpilih diantara pecundang-pecundang
yang menjelma menjadi mahasiswa, dimana mereka menjadi korban sebuah tatanan
ideologi yang menghayutkan dan di-‘mapan’-kan. Dan inilah salah satu gejala
penyakit mahasiswa yang disebabkan oleh virus-virus laten yang sebenarnya ini
sudah mewabah dan menjelma pasca lengsernya orde baru. Ironisnya, lalu virus
mematikan itu bahkan menjadi candu bagi mahasiswa! Semakin dipelajari dan
dikerjakan maka perasaan ketagihan akan tiba, dan inilah yang akan menyebabkan
lahirnya fanatisme buta! Apalagi hakikatnya itu hanyalah kenikmatan semu
belaka. Akankah mahasiswa bisa terbodohkan???? Seharusnya mahasiswa menjadi
mahasiwa yang ‘sadar’ bukan manusia yang ‘hilang kesadaran’ atas apa yang
sedang diperbuatnya dan apa yang akan diperbuatnya untuk sebuah kata ‘perjuangan’.
Sehingga anarkisme bisa terkikiskan dari benak pelajar perguruan tinggi
tersebut.
Kenyataan sekarang walaupun orde baru sudah lengser
dan berganti masa reformasi, Mahasiswa tetap terbuai dan terikat oleh tatanan
system yang berbau akademik entah itu nilai kuliah, kebijaksannya, atau
mengadakan hubungan intim dengannya (walaupun itu juga atas
nama sebuah ‘perjuangan’) dan kalau sudah begini apakah mahasiswa sudah
memanfaatkan masa reformasi ini secara sepenuhnya?, mahasiswa terbuai oleh
keinginan untuk berkuasa (baik berkuasa diranah politik kampus, atau menguasai
rakyat tertindas dengan mengatasnamakan ‘pembela kaum lemah dan tertindas’
padahal kaum tertindas itu adalah digunakan dan dimanfaatkan sebagai
kendaraan/amunisi untuk menyebarkan ideology dan kepentingannya.). Lalu apakah
hanya itu fungsi mahasiswa yang sesungguhanya?? Betapa naïf, ternyata
perjuangan mahasiswa masih terlalu parsial dan ekslusif. Sebagai calon
cendikiawan seharusnya mahasiswa bisa berfikir bebas (dalam artian independent)
tidak terikat dan mangikat diripada ranah tertentu saja.
Term ‘perjuangan’ adalah sebuah istilah yang sangat
skaral. Terlalu suci untuk sekedar dikatakan oleh mahasiswa yang partiality, dan
sungguh betapa agung jika kata ‘perjuangan’ itu digabung menjadi ‘perjuangan
mahasiswa’. Akan tetapi sekarang yang dianggap sacral dan
agung oleh mahasiswa adalah gerakan dan tindakan untuk berjuang itu
sendiri. Padahal gerakan perjuangan adalah sebuah hal yang profane, dan
bukan hal yang harus kita anggap suci, karena boleh jadi cara kita berjuang itu
masih salah kaprah. Tapi itu bukan berarti mahasiwa harus diam saja. Mahasiswa
wajib tetap bergerak dengan tidak mengkultuskan pergerakan tersebut, akan
tetapi pergerakan mahasiswa untuk berjuang itu dimaknai sebagai sebuah
pembelajaran bagi mahasiswa bukan sebagai tindakan yang suci dan dianggap yang
terbenar. Kalau sudah begitu apa makna dari sebuah pergerakan?????
Sampai kapan sandiwara ini akan berakhir……..????!!!!!
Salam perjuangan
Hidup Pergerakan!
Ditulis pada 31 Mei 2008