Prinsip-Prinsip dalam Memilih Media Pembelajaran
Memilih
media yang terbaik untuk tujuan instruksional bukan pekerjaan mudah. Mengingat media merupakan salah satu
sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Seringkali seorang
pendidik bukannya mengkaji secara sistematik kelebihan dan kelamahan berbagai
jenis media dalam proses pembelajaran, melainkan mereka hanya memilih media
hanya didasarkan pada faktor-faktor luar seperti nilai guna media bagi pendidik
dalam mengajar, ketersediaan media dan kelayakan pakai media pembelajaran. Dengan beraneka ragamnya jenis media tersebut
(sebagaimana yang telah dipaparkan penulis sebelumnya), maka masing-masing
media mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu pemilihnya dilakukan
dengan cermat dan tepat agar dapat digunakan secara tepat guna. Yusufhadi
Miarso berpendapat bahwa tidak ada satupun cara yang terbaik dalam hal
pemilihan media pembelajaran. Jarang sekali adanya keputusan yang terbaik,
biasanya pemilihan media dilakukan dengan suatu kompromi. Maka kelompok kerja guru mata
pelajaran sangat berperan untuk
berdiskusi dan menyamakan presepsi dalam penggunaan media pembalajaran pada
mata pelajaran tertentu. Karena sudah pasti ada mata pelajaran yang membutuhkan
media pembelajaran tersendiri di mana
media itu tidak bisa digunakan untuk mata pelajaran lainnya. Oleh sebab itu
dalam memilih media pembelajaran ada beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan, antara lain yaitu:
a. Media
yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Dalam penetapan
media harus jelas dan operasiaonal, spesifik dan benar-benar tergambar dalam
bentuk perilaku (behavior).
b. Aspek materi menjadi pertimbangan yang dianggap penting dalam memilih media
sesuai atau tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak
pada hasil pembelajaran siswa.
Perlu ditekankan penulis di sini bahwa
dalam setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing – masing, maka dari
itulah guru diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau
tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan
mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu :
a. Harus ada kejelasan tentang maksud dan tujuan
pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran,
untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu
kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu dan
apakah sasarannya siswa masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan.
b. Karakteristik Media Pembelajaran (familiaritas
media), Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik
dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya.
c. Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media
yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa
menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat
beberapa media yang dapat dibandingkan.
Selain yang telah penulis paparkan di
atas, prinsip pemilihan media pembelajaran menurut Harjanto yaitu tujuan,
keterpaduan (validitas), keadaan peserta didik, ketersediaan, mutu teknis,
biaya.Beliau juga menekankan bahwa
tidak ada satu mediapun yang sifatnya bisa menjelaskan semua permasalahan atau
materi pembelajaran secara tuntas. Oleh karena itu dalam memilih media harus
melihat keadaan dan kemampuan guru, sekolah dan peserta didik dalam
mengplikasikan media pembelajaran. Kehadiran pendidik dalam proses pembelajaran
dan posisi pendidik tidak bisa tergantikan oleh media pembalajaran apapun
kecuali pendidik itu terlibat langsung sebagai media pembelajaran tersebut.
Karena pendidik adalah penjelas,
pengarah dan memahamkan maksud dan tujuan apa yang ada dalam media pembelajaran
tersebut.
Prosedur pemilihan media sebagaimana yang
dikemukaka oleh Arif S Sadiman yang dikutip oleh Asnawir dan Basyirudin Usman
bahwa ada 3 model yang dapat dijadikan prosedur dalam pemilihan media yang akan
digunakan, yakni: 1). Model flowchart, model ini menggunakan sistem
pengguguran (eliminasi) dalam pemutusan pemilihan. Biasanya terjadi pada media
jenis jadi/sudah tersedia (by utilization) dan pendidik hanya tinggal
menggunakannya, 2) Model matrik, berupa penangguhan proses pengambilan
keputusan pemilihan sampai seluruh kriteria pemilihannya diidentifikasi. Biasanya
digunakan pada media jenis rancangan (by design), 3). Model checlist,
yang menangguhkan keputusan pemilihan sampai semua kriterianya dipertimbangkan.
Biasanya digunakan pada media jenis jadi maupun
rancangan.
Selain masalah ketertarikan siswa
terhadap media, keterwakilan pesan yang hendak disampaikan guru juga hendaknya
dipertimbangkan dalam pemilihan media. Setidaknya ada tiga fungsi yang bergerak bersama dalam keberadaan media. Pertama¸
fungsi stimulasi yang menimbulkan ketertarikan untuk mempelajari dan mengetahui
lebih lanjut segala hal yang ada pada media. Kedua, fungsi mediasi yang
merupakan perantara antara guru dan siswa. Dalam hal ini, media menjembatani
komunikasi antara guru dan siswa. Ketiga, fungsi informasi yang
menampilkan penjelasan yang ingin disampaikan guru. Dengan keberadaan media,
siswa dapat menangkap keterangan atau penjelasan yang dibutuhkannya atau yang
ingin disampaikan oleh guru. Faktror lain yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam pemilihan media
menurut Arif. S. Sadiman di antaranya adalah “karakteristik siswa, strategi
pembelajaran, organisasi kelompok besar, alokasi waktu pembelajaran, sumber
belajar yang tersedia serta prosedur penilain.”
Fungsi stimulasi yang melekat pada
media dapat dimanfaatkan guru untuk membuat proses pembelajaran yang
menyenangkan dan tidak membosankan. Kondisi ini dapat terjadi jika media yang ditampilkan oleh guru adalah
sesuatu yang baru dan belum pernah diketahui oleh siswa baik tampilan fisik
maupun yang non-fisik. Selain itu, isi pesan pada media tersebut hendaknya juga
merupakan suatu hal yang baru dan atraktif, misalnya dari segi warna maupun
desainnya. Semakin atraktif bentuk dan isi media, semakin besar pula keinginan
siswa untuk lebih jauh mengetahui apa yang ingin disampaikan guru atau bahkan
timbul keinginan untuk berinteraksi dengan media tersebut. Jika siswa mendapatkan
suatu informasi atau pengalaman berharga dari media tersebut, di sinilah titik
sentral terjadinya belajar.
Penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam
memilih media pembelajaran hendaknya dilakukan secara selektif, jeli, telaten dan membutuhkan prosedur serta
memerlukan waktu. Karena pada hakikat pemilihan media pada akhirnya adalah
keputusan untuk memanfaatkan, tidak memanfaatkan, atau mengadaptasi media yang
bersangkutan. Sebagaimana di ungkapkan oleh Ronald Anderson bahwa pemilihan
media seharusnya berdasarkan pada sesuai-tidaknya media itu dengan macam-macam
latar belakang, umur, kebudayaan, kemampuan produksi, fasilitas dan anggaran.
Yang pada akhirnya keputusan pemilihan media harus disaring lagi melalui ’tes
pengembangan’. Hasil tes inilah yang akan menentukan apakah media yang dipilih
itu diterima untuk dimanfaatkan, direvisi, atau bahkan dites lagi. Selain itu untuk pihak sekolah dan
pendidik harus lebih sabar dalam mempergunakan media pembelajaran yaitu tidak
telalu terburu nafsu untuk mendapatkan hasil
yang instan dari penggunaan media tersebut, tapi lebih menekankan pada
proses. Tentunya penggunaan media pembelajaran di sekolah maupun luar sekolah
tidak malah menjadikan degradasi prestasi pada siswa atau pendidik itu sendiri,
karena media pembalajaran tidak hanya bisa di terapkan di dalam kelas akan
tetapi pemanfaatan media juga bisa dilakukan di luar kelas atau di luar jam
pelajaran. Oleh karena itu pendidik selaku penanggung jawab terlaksananya
proses dan hasil pembelajaran harus mengetahui secara benar manakah media yang
cocok untuk materi pembalajaran yang sedang diajarkan dan manakah media yang
cocok untuk diterapakan di dalam lokal (kelas) maupun luar lokal/kelas.
Penulis juga mengasumsikan bahwa pekerjaan
mengajar tidak selalu harus diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi
pelajaran. Meskipun menyajikan materi pelajaran memang merupakan bagian dari
kegiatan mengajar, tetapi bukanlah satu-satunya. Masih banyak cara lain yang
dapat dilakukan guru untuk membuat siswa belajar. Peran yang seharusnya
dilakukan guru adalah mengusahakan agar setiap siswa dapat berinteraksi secara
aktif dengan berbagai media pembelajaran yang ada. Karena Guru hanya merupakan
salah satu (bukan satu-satunya) sumber belajar bagi siswa. Selain guru, masih
banyak lagi sumber-sumber belajar yang lain.
Guru
sebagai seorang pembaharu diharapkan dapat menjadi motor penggerak (motivator) di daerah kerjanya, serta
menjadi pelopor perkembangan masyarakat. Hal demikian sesuai dengan fungsi
sekolah yaitu sebagai wadah pembaharuan dan perubahan sosial, dengan asumsi
pembaharuan bisa terjadi dengan segera apabila kompetensi guru untuk
memanfaatkan pembelajaran modern (khusunya teknologi informasi) diharuskan
sangat mumpuni, karena era saat ini adalah era pembaharuan dari tradisional ke
era informasi. Oleh karena itu seorang pendidik harus mampu memanfaatkan media
pembelajaran dari yang sederhana hingga yang fleksibel, dari yang mulai media
tradisional hingga media modern, sehingga kemampuan tersebut bisa mengantarkan
peserta didiknya dapat mengimbangi perkembangan masyarakat khusunya di sekitarnya dan pada umunya masyarakat
dunia yang lebih dahulu melesat
teknologi informasinya. Berdasarakan analisis penulis di atas, maka seorang
pendidik harus mempelajari dan mencari ilmu pengetahuan terbaru sesuai dengan
keadaan gejolak perkembangan masyarakat
yang kemudian diaplikasikan di daerah kerjanya.
Harjanto, Perancanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 238-239.