2.
Jenis-jenis Media
Pembelajaran
Media sebagai perantara memiliki bebarapa jenis dan macamnya, hal
ini sangat wajar karena sesungguhnya media pembelajaran yang ’asli’
(tradisional) telah disusupi oleh media yang lebih modern di mana pada awalnya
digunakan untuk tujuan bisnis dan digunakan pada institusi-institusi tertentu
saja, sehingga tidak pelak ada berbagai jenis media yang tersedia di pasaran
dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan di dunia pendidikan. Menurut Rudi Bretz
yang dikutip oleh Asnawir dan M. Basyirudin Usman mengklasifikasikan ciri utama
media pada tiga unsur pokok yaitu suara, visual dan gerak. Bentuk visual itu
sendiri dibedakan lagi pada tiga bentuk, yaitu gambar visual, garis (lenergraphic)
dan simbol. Di samping itu dia juga membedakan
media siar (transmisi) dan media rekam (recording), sehingga
terdapat 8 klasifikasi media yaitu media audio visual gerak, media audio visual
diam, media audio semi gerak, media visual gerak, media visual diam, media
visual semi gerak, media audio, dan media cetak.[1]
Sebagai pembanding penulis akan menyajikan pendapat Oemar Hamalik
yang dikutip oleh Asnawir dan M. Basyaruddin Usman bahwa media pembelajaran
tidak hanya mencakup alat yang dapat didengar, dilihat dan dilihat atau
didengar secara bersamaan. Akan tetapi media pembelajaran dapat meliputi
dramatisasi, bermain peran, sosiodrama, sandiwara boneka dan sebagainya.[2]
Penulis dapat menarik benang merah dari pendapat Rudi Bretz dan Oemar Hamalik
yang dikutip oleh Asnawir dan M. Basyaruddin Usman bahwa terdapat perbadaan
yaitu pada aspek keterlibatan manusia (manusia sebagai media
pembelajaran), Rudi Bretz lebih
menekankan media sebagai alat (bukan manusia) yang dapat di dengar, dilihat dan
visual bergerak. Sedangkan Oemar Hamalik menjelaskan bahawa media bisa
melibatkan manusia secara langsung (manusia sebagai media pembelajaran).
Contohnya bermain peran, pameran, survey masyarakat, pelayanan masyarakat dan
drama. Kesemuanya itu adalah media pembalajaran untuk menunjang perkembangan
pembelajaran peserta didik.
Sedangakan menurut Gerlach dan Ely
yang dikutip oleh Azhar Arsyad mengemukakan tiga ciri media yang merupakan
petunjuk mengapa media harus digunakan dan hal apa saja yang dapat dilakukan
oleh media tetapi tidak akan pernah bisa atau kurang efisien jika dilakukan oleh
pendidik. Ketiga ciri itu
yaitu; 1.) Ciri fikstif,
menggambarkan kemampuan media dalam merekam, menyimpan, melestarikan, dan
merekonstuksi suatu peristiwa atau objek. Ciri ini amat penting terutama jika
ada suatu peristiwa yang amat langka atau peristiwa yang tidak dapat diulang
sehingga dengan merekamnya peserta didik dapat mengkritik dan mempelajarinya
lebih mendalam, 2.) Ciri manipulatif,
media yang dapat digunakan untuk menampilkan gambar-gambar yang tidak sesuai
dengan kenyataannya karena direkayasa, diseting kembali, atau di edit
seperlunya. Kemampuan media dengan ciri manipulatif ini harus dimanfaatkan
secara hati-hati, karena bisa memberikan informasi yang menyesatkan dan multi
tafsir, 3.) Ciri distributif, memungkinkan suatu objek atau kejadian
ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut
disajikan kepada siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai
kejadian itu. Pada zaman sekarang distribusi bisa dilakukan kepada seluruh
orang yang membutuhkan kapan saja dan di mana saja dengan melalui alat
penyimpan data seperti; video dan audio.[3] Media
yang mempunyai tiga ciri ini sangat penting keberadaannya, karena manusia
sebagai media pembelajaran mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan. Untuk
menunjangnya maka diperlukan media pembelajaran yang dapat membantuya seperti;
teleskop, perekam dan progam komputer yang bisa memanipulasi gambar agar lebih
menarik.
Sedangkan media ditinjau dari aspek
dan jenis tingkat keahlian penggunanya
menurut M. Mahbub dapat diklsifikasikan menjadi, Media yang tidak memerlukan
keahlian khusus misalnya : Papan tulis/whiteboard, Transparansi/OHT (Over Head Transparency) diproyeksikan
pada sebuah layar atau dinding dengan menggunakan alat yang disebut OHP (Over Head Projector) , bahan cetak (buku, modul, handout/keluar
bersama). Sedangkan media yang memerlukan keahlian khusus : Program audio
visual, Program slide, Microsoft Powerpoint, Program internet. Media yang yang
tergantung hadirnya guru misalnya: Papan tulis/whiteboard dan
Transparansi. Sedangkan yang tidak bergantung kehadiran guru misalnya : media
rekam, bahan belajar mandiri (dapat dipelajari tanpa guru/ pengajar ) dan media
modern lainnya seperti jaringan internet.[4] Jika penulis padukan antara pendapat M.
Mahbub di atas dengan pendapat Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Azhar Arsyad
maka dapat diambil kesimpulan bahwa media pembelajaran apapun memerlukan
keahlian khusus, walaupun satu media dengan media yang lain tingkat keahlian
yang harus dimiliki penggunanya berbeda tingkat kesulitannya satu dengan yang
lain.
Agar lebih lengkap dan komperhensip
penulis akan memaparkan jenis media pembelajaran berdasarkan ruang datar-nya
media, maka dapat di bedakan menjadi dua yaitu Media dua dimensi dan media tiga
dimensi:
a.
Media Dua Dimensi
Media dua dimensi sering disebut media
grafis. Media dua dimensi adalah media yang memiliki ukuran panjang dan lebar.
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai menyatakan bahwa grafis sebagai media
pengajaran dapat mengkombinasikan fakta-fakta serta gagasan-gagasan secara
jelas dan kuat melalui perpaduan antara ungkapan atau grafik. Kata-kata dan angka-angka dipergunakan
sebagai judul dan penjelasan kepada grafik, bagan, diagram, poster, kartun dan
komik. Sedangkan sketsa, lambang bahkan foto digunakan untuk mengartikan fakta,
pengertian dan gagasan yang pada hakikatnya sebagai penyajian grafis.[5] Contoh media dua dimensi media grafis yaitu bagan, diagram, grafik, poster,
kartun, komik.[6]
b.
Media Tiga Dimensi
Yaitu media yang mempunyai panjang, lebar dan isi (volume). Media tiga dimensi yang sering dipakai
adalah model dan boneka. Menurut Nana Sudjan dan Ahmad
Rivai mengemukakan bahawa ”model adalah tiruan tiga dimensional dari beberapa
objek nyata yang terlalu besar, terlalu jauh, terlalu kecil, terlalu mahal,
terlalu jarang, atau terlalu ruwet untuk dibawa ke dalam kelas dan dipelajari
siswa dalam wujud aslinya”[7].
Berikut penulis paparkan beberapa karakter media 3 dimensi beserta contohnya
menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai;
1)
Jenis model dan penggunaannya:
Jenis
model ada beberapa macam; a) Model padat (solid model), Contoh model
padat yaitu boneka, bendera, bola, anatomi manusia. b) Model penampang (cuteway
model), c) Model kerja (working
model), yaitu tiruan dari objek yang memperlihatkan bagian luar dari objek
asli. d) Mock-ups, yaitu penyederhanaan susunan bagian pokok dan suatu
proses atau sistem yang lebih ruwet. Guru menggunakan mock-up untuk
memperlihatkan bentuk berbagai objek nyata seperti kondensator-kondensator,
lampu-lampu tabung,serta pengeras suara, lambing-lambang yang berbeda dengan
apa yang tertera di dalam diagram. e) Diorama, yaitu sebuah pemandangan 3
dimensi mini bertujuan menggambarkan pemandangan sebenarnya.
2)
Jenis boneka.
Contohnya boneka tangan, dan wayang yang dapat digunakan agar siswa
menjadi lebih tertarik untuk belajar.[8]Dari
sekian banyak jenis media yang ada, media tiga dimensi jauh lebih mudah untuk
dipahami, diamati dan digunakan dalam pengaplikasian dari pada media dua
dimensi. Karena media tiga dimensi memiliki sifat yang hampir sama dengan
kondisi dan suasana (keadaan) yang sebenarnya. Contohnya adalah alat peraga
organ tubuh/boneka manusia.
Inilah bukti konkrit bahwa media banyak
karakter, macam dan jenisnya. Tidak hanya berkutat pada media fisik dan di
dalam kelas saja. Dengan kata lain tidak ada alasan bagi guru untuk tidak
menggunakan media karena ketidakadaan media (mengasumsikan media secara
’sempit’) atau karena meremahkan manfaat media itu sendiri. Pemanfaatan media pembelajaran
yang beraneka ragam tersebut menuntut ketrampilan tersendiri, tidak hanya
ketrampilan memakai, tetapi ketrampilan peka mengetahui fungsi dan kemampun
(kelebihan dan kelemahan) media tersebut bagi para pelaksana pendidikan karena
hal tersebut sangat urgen dan mendasar sekali. Namun dalam kondisi apapun,
kedudukan guru tidak akan bisa tergantikan oleh media pendidikan, media
pembelajaran tidak memungkinkan terjadinya banyak keluwesan dalam isi (materi
pelajaran) dan tidak terdapat kesempatan yang luas untuk berinteraksi dengan
siswa. Dengan banyak karakter media pembelajaran tersebut, pendidik tinggal
memilihnya saja dan dalam memilih memerlukan bebarapa kriteria dan prinsip yang
akan penulis jabarkan pada pembahasan selanjutnya.
[1]Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media
Pembelajaran (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 27.
[2]Ibid., 29.
[3]Arsyad, Media, 11-14.
[4]Mahbub,
“Media Pembelajaran”, diakses tanggal 6 Juni 2009, pukul 19.08 WIB
[5]Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran: Penggunaan dan
Pembuatannya (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), 27.
[6]Ibid,. 27-63.
[7]Sudjana, Media Pengajaran, 156.