- Promblematika
Pemanfaatan Media Pembelajaran dalam Proses Pembelajaran
Sebelum
penulis membahas tentang beberapa problem pemanfaatan media pembelajaran, perlu
kiranya penulis jabarkan dulu arti dari kata ‘pemanfaatan’ dan ‘problematika’
itu sendiri, kata pemanfaatan berasal
dari kata dasar manfaat yang artinya guna, faedah dan laba/untung.
Sedangkan pemanfaatan berarti proses, cara, perbuatan memanfaatkan.[1] Sehingga apabila dikaitkan dengan media
pembelajaran Pengertian pemanfaatan
media pembelajaran adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber belajar.[2] Penulis mengambil kesimpulan bahwa
Pemanfaatan media yaitu penggunaan secara sistematis dari sumber belajar.
Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan
pada spesifikasi pembelajaran dan dilakukan secara terencana dan terarah atau
pemanfaatan media pembelajaran merupakan usaha menggerakkan alat, bahan atau
sarana sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan berusaha
untuk menggunakan dengan teliti dalam mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan kata problematika berasal dari kata problem
yang berarti masalah atau persoalan, dan juga berakar kata dari kata problematik
yang berarti permasalahan; hal yang menimbulkan masalah, hal yang belum dapat
dipecahkan.[3] Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa
problematika adalah merupakan suatu masalah yang ada pada diri manusia yakni
dapat berupa cobaan maupun rintangan.
Menurut
penulis ada enam macam istilah problematika pemanfaatan media pembelajaran yang
istilah tersebut penulis ambil dari pendapta Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati dalam
bukunya yang sebenarnya problematika itu menyangkut promblematika pendidikan
secara umum, berhubung istilah itu sangat relevan maka penulis mengambil
isitlah itu untuk dimasukkan ke dalam problematikan pemanfaatan media
pembelajaran. Problematika yang berkaitan dengan media pembelajaran itu
menyangkut 5 W 1 H, yaitu:
1. Probelamatika Who (siapa),
menyangkut pendidik dan anak didik dalam meanfaatkan media pembelajaran.
2. Problematika Why (mengapa),
menyangkut pelaksanaan pemanfaatan media pembelajaran.
3. Problematika Where (di mana),
menyangkut tempat pemanfaatan media
pembelajaran, di sekolah atau lingkuangan luar sekolah.
4. Problematika When (bilamana/kapan),
menyangkut pengaturan waktu dalam pelaksanaan pemanfaatan media pembelajaran,
juga menyangkut usia peserta didik dalam menentukan pemeilihan media.
5. Problematika What (apa), menyangkut
dasar, tujuan dan bahan/materi media pembelajaran itu sendiri.
6. problematika How (bagaimana),
menyangkut cara/metode yang digunakan dalam proses pemanfaatan media pembelajaran,
berhubung peserta didik mempunyai sifat dan bakat yang berbeda-beda dalam
proses pembelajaran.[4].
Problematika
pemanfaatan media pembelajaran dalam pendidikan di negara maju maupun di negara
yang sedang berkembang jumlahnya mencapai ratusan. Sebagaimana yang dicatat
oleh Wilbur Schramm yang dikutip oleh Arief S. Sadiman dkk. Menyatakan dari
sekian banyak kasus penerapan media teknologi pendidikan 75% terjadi di negara
dunia ketiga atau negara yang sedang berkembang.[5]Untuk lebih fokusnya pembahasan penulis akan memaparkan beberapa
problem pemanfaatan media pembelajaran, diantaranya adalah:
1.
Kurangnya Minat Guru untuk
Memanfaatkan Media Pembelajaran
Dalam memanfaatkan media pembelajaran
banyak sekali permasalahan yang dihadapi dan itu seperti dibahas oleh penulis
pada pembahasan terdahulu bahwa segala sesutu hal yang bersifat baru pasti
terdapat resiko yang harus dihadapi, salah satunya adalah ada pada pendidik itu
sendiri. Banyaknya media (terutama media modern) tidak memanjamin guru
termotivasi untuk menggunakanya, bahkan semakin berat beban mental guru karena
belum bisa menggunakannya, di sisi lain guru tidak mencari jalan keluar. Seperti
kurang kreatifnya guru
dalam membuat alat peraga atau media pembelajaran yang ia kembangkan sendiri
(jika ia tidak mau menggunakan media modern yang telah ada). Dan banyak dijumpai
masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah saja dalam pembelajarannya,
tak ada media lain yang digunakan sebagai alat bantu pembelajaran. Disinalah
cermin bahwa guru mendefinisikan sebagai manusia superpower karena
dirinya adalah sumber belajar sekaligus media pembelajaran satu-satunya yang
tidak ada gantinya. Banyak diantara pendidik yang tak pernah berpikir untuk
membuat sendiri media pembelajarannya. Jika 80% guru kreatif di suatu lembaga
pendidikan di Indonesia
pasti akan banyak ditemukan berbagai alat peraga dan media yang tersedia untuk
menyampaikan materi pembelajarannya di sekolah. Guru yang kreatif tak akan
pernah menyerah dengan keadaan. Kondisi minimnya dana justru membuat guru itu
kreatif memanfaatkan sumber belajar lainnya yang tidak hanya berada di dalam
kelas, seperti : Masjid, pasar, museum, lapangan olahraga, sungai, kebun, dan
lingkungan sekitar lainnya.
Namun pada kenyataannya sekarang ini
belum semua guru yang ada di sekolah memanfaatkan sumber belajar ini secara
optimal. Masih banyak guru yang mengandalkan cara mengajar dengan paradigma
lama, dimana guru merasa satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Inilah yang
terjadi pada kebanyakan guru-guru di Indonesia . Pemanfaatan sumber
belajar lainnya dirasakan kurang. Sumber belajar yang sudah tersedia dan
tinggal dimanfaatkan ( learning resources by utilization), juga belum
sepenuhnya dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Padahal banyak sumber
belajar yang dapat dimanfatkan oleh guru guna membantu proses pembelajarannya.
Contohnya, dalam film Laskar Pelangi. Ibu muslimah tidak hanya sebagai pusat
sumber belajar berupa orang, tetapi juga dapat mengarahkan siswanya untuk
melihat sumber belajar yang lain, seperti Langit yang kebetulan ada pelanginya,
Laut yang luas, dan suasana kedaerahan Belitong dijadikan juga sumber belajar.[6]
Dan inilah bukti guru yang menjadi motivator dan
inspirator bagi lingkungannya.
Di samping
memanfaatkan sumber belajar yang ada, guru dituntut untuk mencari dan
merencanakan sumber belajar lainnya baik hasil rancangan sendiri ataupun sumber
yang sudah tergelar di sekililing sekolah dan masyarakat. Masih banyaknya guru
yang kurang berminat menggunakan media pembelajaran berimplikasi pada pola
pembelajaran yang monoton dan menjenuhkan.
2.
Ketidak Tertarikan
Peserta Didik pada Media Pembelajaran yang Digunakan
Banyak kita jumpai di berbagai
lembaga pendidikan terdapat sejumlah media pembelajaran yang kurang optimal
keadaannya, seperti; jumlah dan komponennya kurang, kualitasnya buruk, dan
media yang tidak accessible (mudah didapat/diakses). Ketidak tertarikan
peserta didik terhadap media adalah dengan menunjukkan sikap ‘ogah-ogahan’ dan
tidak semangat untuk melakukan proses pembelajaran jika menggunakan media
pembelajaran tertentu. Sehingga apabila media tersebut dipaksakan untuk
digunakan mengakibatkan posisi siswa akan terbebani, dari merasa terbebani
tersebut siswa tidak akan tertarik karena sebelum memanfaatkan media tersebut,
siswa sudah harus dihadapkan masalah-masalah untuk menggunakan dan memahami
media yang digunakan. Mulai dari itu mereka tidak akan tertarik pada media yang
sama di kemudian hari. Sehingga tidak pelak, itu akan menghasilkan kebosanan,
kemalasan dan membebankan resiko pembelajaran kepada siswa. Dan pada akhirnya
tujuan pembelajaran yang seharusnya dilakukan secara efisien dan efektif tidak
berjalan dengan baik.
Selain itu, ketidak tertarikan siswa
terhadap pemanfaatan media tidak hanya berasal dari keadaan media itu sendiri,
akan tetapi berasal dari bagimana pendidik dalam mengolah materi pembelajaran
untuk disampaikan melalui media terebut. Seperti telah dipaparkan dalam
pembahasan sebelumnya bahwa satu media tertentu belum tentu cocok digunakan
untuk semua materi pembelajaran. Kecocokan antara materi pembelajaran dengan
media belum tentu akan menghasilkan proses pembelajaran yang baik apabila
pendidik tidak menyampaikan materi melalui media pembelajaran dengan baik pula.
Oleh karena itu, kadang kala siswa akan merasa kurang tertarik untuk
memanfaatkan media pembelajaran karena membutuhkan proses lama untuk mencerna materi
pembelajaran.
3.
Kurang Intensifnya
Kepala Sekolah dalam Memotivasi Pendidik untuk Menggunakan Media Pembelajaran.
Salah satu tugas kepala sekolah
adalah sebagai supervisor yang mana salah satu permasalahan yang dihadapi
kepala sekolah dalam pemanfaatan media pembelajaran adalah lemahnya minat guru untuk memanfaatkan media
pembelajaran dan tidak tertariknya peserta didik pada sebuah media pembelajaran. Kepala sekolah yang mempunyai tipe laissez
faire dalam kepemimpinannya sangat kurang sekali kesadaran untuk
mengarahkan, memotivasi dan menolong guru dalam memecahkan permasalahan ini.
Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya kepengawasan yang bertipe laissez faire biasanya membiarkan guru-guru/bawahannya bekerja sekehendaknya sendiri, tanpa memberi petunjuk, bantuan, koreksi, pengawasan, arahan dan bimbingan. Sehingga dapat menimbulkan ketidak harmonisan antar lingkungan lembaga pendidikan karena terjadi salah presepsi dalam menginterpretasikan tugas dan wewenangnya masing-masing.[7] Walaupun seberapa lengkap dan modernnya media pembelajaran pada lembaga pendidikan tersebut akan kurang bermanfaat jika dinaungi dengan manajeman yang lemah. Hal inilah yang akan menjadi permasalahan, di mana media hanya sebagai ‘pajangan’ atau barang istemewa yang harus disimpan dan hanya digunakan apabila barang tersebut memang sangat dibutuhkan pada peristiwa tertentu.
- Solusi-solusi untuk Memecahkan
Problematika Pemanfaatan Media Pembelajaran Dalam Proses Pembelajaran.
1.
Melakukan pelatihan kepada
Pendidik dan Meningkatan Manajeman dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran.
a.
Pelatihan Pendidik
Meningkatkan kualitas dan kecakapan guru dalam memenfaatkan media
pembelajaran, selain juga membentuk sistem
mental bagi semua guru untuk memanfaatkan media pembelajaran secara
profesioanal dan sadar. Yang terpenting menurut penulis adalah membentuk mindset
berfikir untuk secara sadar menggunakan media pembelajaran dalam mengajar,
setelah itu baru mengadakan pelatihan pemanfaatan media pembelajaran. Fungsi
pelatihan adalah membantu pendidik dalam memperoleh pengetahuan dan
keterampilan dalam memproduksi dan mengembangkan media pembelajaranm. Karena
kesadaran untuk memanfaatkan media jauh lebih penting dari pada pelatihan
memanfaatkan media tertentu, apa faedanya jika guru mahir memanfaatkan media
tetapi tetap malas menggunakannya atau memanfaatkan media hanya untuk
menggantikan posisi kehadirannya. Pelatihan bisa dilakukan dengan membentuk sebuah forum
nonformal yang mengundang ahli media pembelajaran.
b.
Manajeman Pengelolaan Media
Pembelajaran
Manajemen berasal dari bahasa
Inggris, yaitu Management yang artinya kepemimpinan, proses pengaturan,
pemimpin dan menjamin kelancaran jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan
dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Organisasi apapun, senantiasa
membutuhkan manajemen yang baik. Di lembaga sekolah, manajemen yang
dilaksanakan harus bersifat sosial dan memperhatikan faktor psikologis, karena
yang dihadapi adalah sejumlah individu yang terdiri dari latar belakang berbeda, baik ditinjau dari latar belakang
sosial, latar belakang ekonomi, dan latar belakang agama.
Bentuk
manajeman pengelolaan media pembelajaran (terutama media modern atau media yang
jumlahnya terbatas di sekolah) dapat dilakukan dengan membuat daftar jumlah
media pembelajaran yang tersedia di sekolah, membuat jadwal pengguna media
pembelajaran, membentuk tim pengelola pemeliharaan media, dan membuat
catatan-catatan lain yang relevan untuk manajeman pengelolaan media
pembelajaran.
2.
Mengkomunikasikan
Rencana Pemanfaatan Media Pembelajaran kepada Peserta Didik.
Ujung tombak dari kesuksesan pembelajaran adalah peserta didik itu
sendiri. Maka mengkomunikasikan rencana pemanfaatan media tertentu kepada
peserta didik sangat penting. Karena pada hakikatnya tujuan pemanfaatan media
adalah untuk memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran sebagai subjek
pembelajaran. Bukan semata hanya untuk memudahkan guru dalam mengajar. Serta
terdapat kecenderungan pada siswa untuk menyukai atau tidak menyukai pada media
pembelajaran tertentu sangat mungkin terjadi.
Setidak-tidaknya ada dua alasan mengapa dinilai penting
mengkomunikasikan rencana pemanfaatan media pembelajaran kepada peserta didik
adalah agar peserta didik dapat mempersiapkan dirinya untuk memanfaatkan media
pembelajaran (a) dengan mempelajari materi pelajaran yang akan disajikan
melalui media pembelajaran dan mempersiapkan fasilitas yang diperlukan untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran melalui media tersebut. Dari sisi guru sendiri,
ada tuntutan agar guru lebih mempersiapkan dirinya mengenai materi pelajaran
yang akan dibahas serta mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan (dalam kondisi
baik) agar tidak menjadi hambatan sewaktu pemanfaatan media pembelajaran dilaksanakan,
dan mempersiapkan setting tempat/lokasi yang akan menjadi tempat
pemanfaatan media pembelajaran.[8]
3.
Mengkomunikasikan
Rencana Pemanfaatan Media Pembelajaran (Khususnya Media Modern) kepada
Pengelola Fasilitas Media Pembelajaran Modern Sekolah.
Tidak adanya komunikasi tentang rencana pemanfaatan media kepada
pengelola fasilitas media dapat mengakibatkan terganggunya pelaksanaan
pemanfaatan media pembelajaran atau lebih fatal lagi adalah tertundanya rencana
pelaksanaan pemanfaatan media pembelajaran modern untuk kepentingan
pembelajaran. Komunikasi dengan pengelola fasilitas media pembelajaran modern
ini akan menuntut aktivitas pengelola untuk memeriksa berbagai fasilitas media
pembelajaran modern yang dibutuhkan guru sehingga pada saat pelaksanaan pemanfaatan,
semua fasilitas media pembelajaran modern yang dibutuhkan guru dalam keadaan
siap dan baik.[9]
Apalagi untuk guru yang telah pegawai negeri diwajibkan mengajar selama 18 jam
per minggu dan guru yang telah mendapat sertifikasi diwajibkan menajara selama
24 jam per minggunya. Hal inilah yang menyebabkan minimnya waktu guru untuk
mempersiapkan dan memastikan media pembelajaran keadaan baik khsusunya media
modern, maka perlulah para pengelola khusus untuk menangani permasalah dan
kerusakan yang terjadi pada media dan hal ini tidak menutup kemungkinan untuk
media-media yang tidak modern.
[1]Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 555.
[2]Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran,
37.
[3]Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar, 701.
[4]Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan (Jakarta: rineka cipta, 2001), 255-260.
[5]Sadiman, Media Pendidikan: Pengertian, 200.
[6]Kusumah, ”Pemanfaatan
Sumber”, diakses
tanggal 6 Juni 2009, pukul 19.34 WIB.
[7]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan
Supervisi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), 80-81.
[8]Sudirman Siahaan, ”Tips bagi Guru dalam Memanfaatkan Media Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Pembelajaran”, http://smk1-lubuksikaping.co.cc/index.php?id=41,
15 September 2008, diakses tanggal 12 Agustus 2009, pukul 19.44 WIB
[9]Siahaan, ”Tips bagi Guru”, diakses tanggal 12
Agustus 2009, pukul 19.44 WIB
Ilustrasi Media Pembelajaran (Sumber gambar kabar sumbawa) |