PENDAHULUAN
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. yang
senantiasa memberi kenikmatan Islam, Iman, dan Ihsan serta nikmat kesehatan dan
kesempatan. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurahkan keharibaan baginda Nabi Muhammad SAW. Beliaulah sosok pemuda
padang pasir yang senantiasa gigih dalam berjuang sehingga Islam tetap jaya dan
terbukti kebenarannya.
Dunia Islam mulai menorehkan tinta
emas dalam sejarahnya sejak Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah.
Rahasia terpilihnya peristiwa yang agung ini sebagai permulaan sejarah Islam
adalah karena sejak saat itu anugerah kemenangan dari Allah SWT kepada
Rasulnya-Nya mulai terlihat. Yakni kemenangan terhadap orang-orang yang memerangi
beliau di kota suci Makkah. Padahal sebenarnya seluruh tokoh kabilah Quraisy
telah mengatur siasat untuk membunuh beliau. Satu-satunya sahabat yang menemani
Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrah ini, tidak lain adalah Abu Bakar
ash-Shidiq.
Abu
Bakar ibn Quhafa adalah orang yang pertama di luar keluarga dekatnya Nabi Muhammad
yang menerima dan menyatakan keimanannya kepada Allah dan Rasulnya. Pilihan Rasulullah SAW kepada Abu Bakar untuk
menyertainya dalam perjalanan hijrah dan menggantikan kedudukannya menjadi imam
dalam shalat berjamaah bukan tanpa alasan sama sekali. Pengorbanannya yang dilandasi oleh
keimanan yang kokoh, telah banyak ia lakukan. Ia selalu siaga membela Nabi
dalam berdakwah, sebagaimana pembelaanya terhadap kaum muslimin.
Beliau
adala pemimpin negara yang tidak menggunakan kekuasaan Tuhan sebagaimana
Fir’aun dari mesir atau
bentuk pemerintahan lain yang di kenal di Eropa Tengah. Abu Bakar tidaklah
menggunakan kekuasaan Allah bagi dirinya, tetapi ia berkuasa atas dukungan
Orang-orang yang membai’atnya. Dengan makalah ini kita
dapat mengetahui sejarah singkat perkembangan dan kemajuan Islam di masa
kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq yang meneruskan perjuangan dakwah Islam
setelah wafatnya Rasulullah SAW.
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI ABU BAKAR
Nama
Abu Bakar sebenarnya adalah nama julukan (kuniyah) atau panggilan akrab bagi
beliau, yang memiliki arti ‘bapak pemagi’ karena ia adalah orang yang paling
awal mempercayai kerisalahan Nabi. Nama asli Abu Bakar adalah Abdullah bin Abi
Quhafa at-Tamimi. Nama Abdullah adalah nama pemberian dari Nabi setelah ia
masuk Islam, di zaman pra Islam ia bernama Abdul Ka’bah.[1]
Ia
lahir dengan nama Abdus Syams, adalah khalifah pertama Islam setelah kematian Muhammad. Ia adalah
salah seorang petinggi Mekkah dari
suku Quraisy.[2] Sedangkan gelarnya as-Siddiq diperoleh karena ia yang
paling awal dan yang segera membenarkan segala perkataan Nabi dan wahyu yang
beliau terima dalam segala peristiwa, terutama saat terjadinya Isra’ dan Mi’raj
Nabi.[3]
Profesi
Abu Bakar sejak mudanya adalah sebagai pedagang, wilayah perniagaan beliau
sangat luas. Namun sesudah memeluk agama Islam dicurahkan seluruh perhatiannya
untuk mengabdi dan melakukan syiar Islam.[4]
Selain itu ia adalah tokoh dan pemimpin bagi kaumnya, ia mendapat tugas yang paling penting dan utama yaitu
mengumpulkan uang tebusan (diyat).[5] Ia lahir di Mekkah pada tahun 572 M dan wafat pada tanggal 21 Jumadil Akhir
13 H. Abu Bakar merupakan keturunan Bani Tamim ( Attamimi ), suku bangsa Quraish. Nama
terlengkapnya adalah 'Abd Allah ibn 'Uthman ibn Amir ibn Amru ibn
Ka'ab ibn Sa'ad ibn Taim ibn Murrah ibn Ka'ab ibn Lu'ai ibn Ghalib ibn Fihr
al-Quraishi at-Tamimi'. Ayahnya bernama
Abu Quhafah bin Amir dan ibunya bernama Salma Ummul Khair.[6]
Pada
Murrah nasabnya bersambung pada nasab Rasul, ibunya Ummul Khair Salma binti
Sakhr bin Amir, dari turunan Taib bin Murrah juga. Usianya dua tahun lebih muda
dari Rasullallah.[7]
Abu Bakar meninggal dunia pada Usia 63 Tahun ketika Umat Islam sedang melakukan
ekpansi besar-besaran ke wiliyah Utara. Sebelum meninggal dunia pada hari
Senin, 23 Agustus 634 Masehi beliau terserang sakit dan berbaring pada tempat
tidur selama 15 hari.[8]
Salat jenazah dipimpin oleh Umar dan dia dikuburkan di rumah Aisyah di
samping kamar Nabi.[9]
Ia adalah seorang
khalifah, yaitu orang yang mengikuti dan sebagai pengganti kedudukan Rasul,
walaupun pada hakikatnya Rasul tak bisa tergantikan siapapun. Yang pada
kelanjutannya ke empat khalifah besar pengganti Nabi disepakati bergelar
sebagai الخلفاء الراشدون yang berarti orang yang mendapat bimbingan di
jalan lurus.[10] Dan Abu Bakar adalah salah satu dari orang yang pertama kali memahami tentang risalah, bahkan sebelum Nabi diangkat menjadi rasul. Pembahasan tentang masalah ini akan penulis jabarkan
pada pemaparan selanjutnya.
B. RIWAYAT HIDUP ABU BAKAR PRA KERASULAN MUHAMMAD
Abu Bakar berprofesi
sebagi pedagang sejak pra kerasulan Muhammad.[11]
Pada saat mudanya Abu Bakar adalah sosok yang terkenal akan luhur budi
pekertinya dan perangainya yang
terpuji. Dia adalah pemuda yang mandiri, mampu menenuhi kebutuhan rumah
tangganya dengan usahanya sendiri. Sebelum masa kerasulan Muhammad, Abu Bakar
telah bersahabat karib dengan Muhammad. Sehingga wajar jika dialah laki-laki
dewasa yang pertama kali menyatakan keislamannya.[12]
Kehidupan Abu Bakar di
masa mudanya tidak lepas dari tiga tokoh
yang mempengaruhi hidup sebelum kerasulan Muhammad, di antaranya adalah Qus Bin Sa’idah Al Iyyadi, Zaid Bi ‘Amr
Bin Nufeil, dan Waraqah Bin Naufal. Ketiga tokoh tersebut bertali temali dan berpaut kepada
agama Ibrahim yaitu agama hanif yang menauhidkan Tuhan. Merekalah yang ikut
membimbing hati Abu Bakar ke dalam ajaran dan aqidah ketauhidan. Mereka juga
yang telah mengabarkan kepada dia tentang akan adanya agama baru yang dibawa
oleh seorang Nabi di mana akan menghancurkan berhala-berhala dan mengembalikan
ajaran tauhid. Abu Bakar sering berkunjung duduk bercengkrama mengobrol lama dengan tokoh-tokoh yang percaya adanya kelahiran agama baru tersebut (yang
pada nantinya disebut sebagai agama Islam).
Namun kepercayaannya terhadap perkataan mereka tersebut menyebabkan dia
mendapat banyak kecaman dari kaum kafir Quraisy.[13] Dan kabar inilah yang penulis sebut
sebagai sebuah ‘ramalan’, yaitu ramalan tentang akan ada seorang yang menjadi
pembaharu. Selain itu tentu bisa penulis katakan bahwa sebenarnya hati Abu
Bakar sejak kecilnya sudah dibersihkan oleh Allah. Dia dengan cepat mempercayai
perkataan mereka, dan karena dialah nanti yang akan menjadi pendamping nabi,
bagaimana mungkin seorang pendamping nabi tidak memiliki hati yang bersih.
Dari sejak awal Abu Bakar
sudah merasa gelisah dan tidak nyaman ketika melihat fenomena paganisme
disekitarnya. Sehingga menggugah jiwanya untuk mengadakan pencarian kebenaran, proses pencarian kebenaran dilakukan Abu Bakar
dengan cara bertafakur dan mendengarkan hikmah dan logika dari orang-orang
sholih (tiga tokoh) yang berpandangan tajam. Abu Bakar terbiasa menghafal karya kesusastraan Arab yang terbaik, dan juga menghafalkan
segala perkataan ‘hikmah’ dari ketiga
tokoh di atas, sehingga ini yang akan membekali akalnya sebagai bahan-bahan pemikirannya kelak. Dan ia tak segan-segan untuk mendarmakan uang kepada mereka
karena meraka sudah tua.
Di masa-masa ini Abu Bakar dan Muhammad sudah saling mengenal dan bersahabat
(Sebelum datangnya wahyu untuk Muhammad). Meskipun usia Abu Bakar dan Muhammad hampir sebaya, namun Abu Bakar
menganggap Muhammad sebagai teladan utama. Dan mereka bersahabat kental dan
karib.[14]
Hasil permenungan Abu
Bakar saat dagang di Syiria adalah ia membaca iklim kerohanian di sana lalu menyimpulkan
bahwa di Syiria tidak jauh beda di Makkah, yaitu terdapat agama yang
beranekaragam. Di Syiria juga ada orang yang mengimani Allah sebagaimana tiga
tokoh, namun jumlahnya
sangat sedikit. Abu Bakar menginginkan kebiakan dari akibat datangnya Nabi yang membawa agama baru tersebut tidak hanya untuk dirinya pribadi. Tapi untuk
seluruh umat manusia. Ia sadar bahwa harta yang ia nafkahkan untuk kepentingan
manusia tidaklah cukup. Karena dia juga sudah merenungi di
samping harta manusia juga butuh petunjuk dan keyakinan, namun ia tidak memiliki petunjuk dan keyakinan (agama)
itu untuk diberikan pada manusia.[15] Sehingga yang hanya bisa dia lakukan
adalah menunggu hadirnya Nabi yang akan membawa perubahan peradaban.
Abu Bakar adalah orang yang mendapat
karunia dari Allah dan dialah orang yang pertama yang menerima hidayah dan petunjuk-Nya yang berupa keimanan. Namun ia bukan orang pertama yang menyatakan masuk Islam, karena orang
yang pertama kali menyatakan masuk Islam adalah Khadijah. Abu Bakar mampu mengimani agama Muhammad tidak diperoleh
begitu saja, tapi ia berusaha mencari kebenaran, bertafakur
dan berlogika. Ia beriman bukan dengan kesensitifan perasaannya
tapi beirman dengan kecerdasannya.[16]
C. SUKSESI PASCA WAFATNYA NABI MUHAMMAD
Nabi Muhammad sebelum wafatnya pada
hari Senin tanggal 8 Juni 632 M bertepatan 12 Rabiul Awal 11 H[17]
telah mengalami gangguan kesehatan kurang lebih selama tiga
bulan. Namun Nabi tidak
menunjuk siapapaun untuk menggantikan peran beliau di tengah kaum muslimin,
sehingga tidak mengherankan hal ini menyebabkan jenazah Nabi belum dimakamankan
selama dua hari. Dilambatkannya
pemakaman jenazah Nabi mengambarkan betapa gentingnya suasana pada saat itu karena terjadi krisis
suksesi.[18] Hanya ada dua isyarat yang berasal
dari Nabi tentang siapa yang pantas menjadi pemimpin umat Islam setelah
wafatnya beliau. Yang pertama Nabi pernah mengutus Abu Bakar memimpin kaum
muslim melakukan ibadah haji sebagai pengganti beliau pada tahun kesembilan Hijriah.
Dan isarat yang kedua adalah ditunjuknya Abu Bakar sebagai pengganti Imam
Sholat di saat Nabi masih sakit yang ditafsirkan sebagian kaum muslimin sebagai
penunjukan secara tidak langsung Nabi Muhammad kepada Abu Bakar untuk menjadi
pemimpin.[19] Menurut
penulis secara logika tidaklah mungkin nabi Muhammad menunjuk sembarangan orang
untuk melakukan kedua hal tersebut. Orang-orang yang menjalankan tugas tersebut
hanyalah orang-orang pilihan.
Meninggalnya Nabi Muhammad
pada tahun ke-11 H, telah mengantarkan Abu Bakar sebagai pewaris negara Islam
yang sedang mekar.[20]
Nabi
Muhammad SAW Meninggal pada tahun 632 M. Ketika itu, sebagian besar penduduk
Jazirah Arab telah memeluk Islam. Akan tetapi, kaum muslimin segera menghadapi
masalah yang sulit karena Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk secara langsung siapa pengganti
kepemimpinan beliau. Permasalahan muncul karena kaum Ansar dan Muhajirin menghendaki
pemimpin dipilih dari salah satu orang yang ada di antara golongan mereka.
Keadaan itu dapat menimbulkan perpecahan dikalangan umat Islam.
Kota
Madinah bergoncang, semua
penduduknya dirundung duka yang tak terlukiskan tatkala tersiar kabar bahwa
orang yang paling mereka cintai yaitu Nabi Muhammad SAW telah meninggal dunia.
semua berbisik sesama kawan seolah tidak percaya, terlebih Umar bin Khattab,
karena cintanya yang luar biasa kepada Nabi. Beliau mengancam memotong tangan
dan kaki orang yang berani mengatakan, “Nabi
sudah meninggal dunia.” Katanya,”Nabi Muhammad hanya pergi menghadap Tuhannya
dan akan kembali sebagaimana Musa yang pergi menghadap Tuhannya dan kembali
kepada kaumnya setelah 40 hari lamanya.”[21]
Ditengah
kekalutan dan goyahnya pendirian para sahabat tentang kematian Rasulullah,
datanglah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Setelah menerima kabar yang sama. Beliau masuk
rumah Aisyah dan membuka lalu mencium kening Jenazah Nabi di kamar beliau, Abu Bakar
keluar seraya berkata:
ألامن كان يعبد محمدا
فإن محمدا قد ما ت ومن كان يعبد الله فإن الله حي لا يمو ت[22]
Kemudian ia membacakan firman
Allah:
) الزمر 30)
Itu adalah momentum penting dalam sejarah
yang menunjukkan keteguhan dan kekuatan iman Abu Bakar pasca meninggalnya Nabi Muhammad.
Disinilah letak spesifikasi Abu Bakar yang tidak bisa disamai oleh pemeran sejarah lainnya, beliau mampu
menyelesaikan masalah yang sangat rumit. Beberapa saat setelah wafatnya Nabi adalah masa-masa krisis konstitusional bagi umat Islam.
Segera setelah wafatnya Nabi tiga golongan bersaing dalam
permasalahan kekhalifahan yaitu Anshar, Muhajirin, dan bani Hasyim. Ketiga golongan tersebut mempunyai
alasan masing-masing kenapa orang yang ada di dalam golongannya pantas untuk
jadi pengganti dan meneruskan tugas nabi sebagai pemimpin agama serta negara.
diantara alasan meraka adalah:
1. Alasan Anshar: kaum Anshar yang
sebagian besar terdiri dari suku Khazraj telah menolong Nabi pada saat-saat
genting di Makkah, dan kaum Anshar telah menguasai Madinah sebelum menjadi
ibukota negara Islam.
2. Alasan Muhajirin: kaum Muhajirin yang
pertama kali masuk Islam, .mengetahui rasa pahit-getirnya perjuangan Islam
sejak awalnya di Makkah. Adanya hadith bahwa hendaknya pemimpin berasal dari suku
Quraisy. Kalau seandainya pemimpinnya orang dari golongan Anshar dikahawitrkan
umat Islam akan terpecah-pecah sebagaiman fakta yang telah terjadi sebelum kaum
Anshar masuk Islam.
3. Alasan bani Hasyim: Nabi telah
menunjuk Ali secara terang-terangan sebagai pengganti beliau dan karena ia adalah
menantu dan kerabat beliau.[23]
Pendapat lain mengatakan bahwa Nabi
Muhammad pasti menunjuk orang tertentu untuk menggantikan dirinya yaitu Ali bin Abi Thalib, ia adalah orang yang direncanakan satu-satuya
sebagai pengganti Nabi yang sah. Sementara kaum Syi'ah
menggambarkan bahwa Ali melakukan tindakan yang menunjukkan protes dengan menutup diri dari
kehidupan publik.[24] Pada pendapat lain
bahwa Ali bin Abi Thalib menginginkan agar dirinya diangkat menjadi khalifah[25]
Di sisi lain orang-orang yang berislam hanya untuk mengambil muka dan untuk menjaga kepentingan meraka belaka telah mengira bahwa
Rasullah wafat tidaklah mati jasadanya saja, tapi ajarannyapun
juga akan ikut terkubur.[26] Selain itu banyak kabilah Arab melepeskan kesetiaan mereka kepada
negara kota Madinah. Karena mereka beranggapan bahwa persetujuan tersebut
dengan Nabi adalah sebagai persetujuan pribadi yang akan berakhir ketika
wafatnya Nabi. Seingga mereka menolak perintah dan menolak menghormati khalifah
yang baru.[27]
Sehingga dapat dikatakan
bahwa Madinah banyak orang-orang
munafik yang berlagak suci, padahal mereka
menunggu-nunggu wafatnya Nabi untuk melenyapkan ajaran agama Islam.
Di tengah suasana yang
kacau sahabat Anshar berambisi agar salah satu orang yang ada pada
golongannya untuk jadi Khalifah pasca wafatnya Nabi. Mereka berkumpul di balai pertemuan (Saqifah)
yaitu di Saqifah bani Saidah untuk berbaiat pada Sa’ad bin ‘Ubaidah.
Namun akhirnya Abu Bakar mengetahui adanya pertemuan ‘rahasia’ golongan Anshar tersebut yang mayoritasnya dari suku Khazraj, kemudian menuju ke sana bersama Umar bin
Khatab dan Abu Ubaidah bin Jarrah.[28]
Namun dengan kebijaksanaan Abu Bakar dan Umar perselisiah ini bisa
diselesaikan, Umar menyeru pada kaum Anshar untuk mendukung Abu Bakar sebagai
khalifah. Seruan ini diterima langsung oleh mereka dan diikuti oleh golongan
minoritas lain. Satu hari setelah Nabi dimakamkan di kamar Aisyah, umat Islam berkumpul di dalam masjid Nabi
untuk menyatakan sumpah setia pada Abu Bakar.[29] Ia menerima untuk menjadi pemimpin bagi umat Islam bukan
didorong hasrat keserakahannya melainkan untuk memenuhi tanggung jawab dan
menyambut panggilan iman.[30] Berikut ini adalah pidato Abu Bakar
setelah beliau dibaiat oleh umat Islam:
“Wahai
manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusankmu, padahal aku
bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku
dengan baik, ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah!
Orang yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil
hak daripadanya, sedang orang yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat,
hingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku
selama aku taat pada Allah dan Rasul-Nya, tetapai bilamana aku tiada menaati Allah
dan Rasul-Nya kamu tak perlu menaatiku.”[31]
Abu Bakar mendatangi
pertemuan golongan Anshar di Saqifah tujuaannya bukan untuk merebut kekhalifahan dari mereka untuk dirinya,
tapi yang paling utama adalah untuk membendung fitnah dan untuk meminimalisir
fanatik kesukuan atau golongan di tengah gentingnya pada waktu pasca wafatnya Nabi.
Lantas pada selanjutnya adalah ingin segera mengisi
kefakuman kekuasaan agar keadaan kembali kondusif.[32]
Berdasarkan analisis
penulis hal tersebut adalah bentuk reflek dalam berfikir, di mana Abu Bakar
menyadari jika tidak ada pengganti Nabi dengan segera dalam memimpin agama dan
Negara kemungkinan pemberontakan tidak akan bisa diatasi.
Menurut pendapat penulis Abu
Bakar adalah sosok yang memang benar-benar pantas dan layak di antara
sahabat-sahabat lain menggantikan peran Nabi di tengah-tengah kaum Muslimin.
Ketokohannya telah benar-benar teruji dan diakui. Berikut ini adalah alasan
kenapa Abu Bakar pantas sebagai pegganti Nabi, yaitu Abu Bakar tipikal orang yang suka mengajak berunding atau musyawarah. Abu
Bakar adalah seorang yang tampil dalam mendampingi dan menemani Nabi bahkan dijadikan sebagai teman
musyawarah oleh Nabi di kala belum
banyak orang memeluk Islam walau ia tahu resikonya bahwa Nabi dan pengikutnya
akan dikejar-kejar kafir Quraiys, melanjutkan peranan
kepemimpin yang pernah di pegang Nabi, menemani Nabi hijrah. Membenarkan segala
apa yang dikatakan Nabi di kala banyak orang masih mencibir Nabi. Ia
mengembalikan kesadaran kaum muslimin di saat banyak orang tidak percanya
berita wafatnya Nabi.[33] Ketika rasul sakit, dipilih Abu Bakar oleh Nabi sebagai pemimpin kaum muslimin mengerjakan sholat sebagai penggantinya. Dengan kata lain Abu Bakar adalah seorang guru bagi sahabat lain,
dan seorang yang mampu menenangkan keadaan di saat suasana ‘tegang’. Dialah sahabat dipercayai nabi untuk
memimpin umat Islam.
D. GEBRAKAN MASA KEKHALIFAHAN ABU BAKAR
Abu
Bakar dijuluki sebagai “Penyelamat Islam” karena berhasil mengatasi masa krisis
pasca wafatnya Nabi, menyelematkan Islam dari kehancuran, dan membuat seluruh
penduduk Jazirah Arab kembali setia pada agama Islam melalui Perang Riddah.[34]
Karena dalam peperangan Riddah[35]
banyak kaum muslimin yang hafal al-Qur’an gugur dalam medan laga, maka Umar bin
Khattab merasa cemas melihat kenyataan
tersebut. Oleh karena itu ia usul kepada Abu Bakar untuk segera membuat kumpulan (mushaf) al-Qur’an menjadi
satu kitab. Walau pada awalnya Abu Bakar ragu untuk melakukan hal tersebut
karena tidak ada isarat dan perintah dari Nabi untuk melakukan hal tersebut.
Namun atas pertimbangan yang matang akhirnya ia menyetujui ide Umar tersebut,
kemudian memerintahkan Zaid bin Sabit untuk memimpin tugas tersebut.[36]
Dipilihnya Zaid karena menurut pandangan Abu Bakar dia adalah seorang
pemuda yang jenius, berakal, dan penuh amanah. Selain itu, ia telah terbiasa menulis wahyu untuk Rasulullah.[37]
Dalam perang Riddah peperangan
terbesar adalah memerangi
"Ibnu Habib al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah
Al-Kazab (Musailamah si pembohong). Tekanan yang dilakukan
pemerintahan Abu Bakar dengan bentuk mengadakan operasi pembersihan gerakan
Riddah.[38]
Disebut Riddah karena secara agama gerakan ini ingin melepaskan diri dari
kesetiaan pada Islam dan secara politis gerakan ini merupakan gerakan
makar, membangkang, dan tidak mau mengakui kekhalifahan. Maka tidak heran jika
peperangan ini dinamakan peperangan Riddah, karena Riddah berarti Murtad.[39]
Prestasi Abu Bakar Pada Masa Pemerintahannya dalam jangka waktu dua tahun
tiga bulan bangsa-bangsa yang memberontak itu dapat kembali
tenang dan menjadi bangsa bersatu yang kuat, disegani dan berwibawa, yang
akhirnya malah dapat menerobos dua imperium besar yang ketika itu menguasai
dunia dan menentukan arah kebudayaannya. Kedaulatan ini pula
yang kemudian mengemban peradaban di dunia selama berabad-abad sesudahnya. Berikut ini
adalah kebijakan-kebijakan Abu Bakar setelah beliau dibaiat oleh umat islam
untuk menjadi Khalifah. Diantara kebijakan-kebijakan yang berdampak besar bagi
perkembangan peradaban umat islam di masa mendatang adalah sebagai berikut:
1.
Memperkuat dan mempertahankan garis perbatasan
negara di belahan Utara Jazirah Arab yaitu dengan kekaisaran Persia dan
Kekaisaran Byzantium, yang pada akhirnya harus menghadapi serangkaian serangan
dari kedua negara tersebut.[40]
Untuk
menjalankan tugas ini Kholifah Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah pimpinan
Khalid bi Walid di Irak dan Musanna bin Harisah. Kaum muslimin berhasil
menguasai Anbar, Daumatul Jandal, dan Fars.
2.
Melaksanakan keinginan Nabi yang hampir tidak terlaksanan, yaitu mengirimkan
ekspedisi di bawah pimpinan Usamah ke perbatasan Syiria guna membalasan pembunuhan ayah Usamah, yaitu Zaid dan guna membalas kerugian yang dialami oleh umat Islam dalam
perang Mut’a.[41] kendati pada
awalanya sebagian sahabat lain mengusulkan agar Abu Bakar as-Shiddiq menunda pengiriman
pasukan Usamah bin Zaid.Akan tetapi, Abu Bakar as-Shiddiq tetap bersikeras
untuk melaksanakan keinginan Naabi Muhammad SAW tersebut. Pasukan Usamah bin
Zaid pun diberangkatkan. Dua bulan kemudian, pasukan Usamah bin Zaid pulang
dengan membawa kemenangan yang gemilang.
3.
Memerangi
kemurtadan dan orang yang tidak mau membayar Zakat. Kebijakan Nabi terhadap orang-orang murtad dan penolakan zakat adalah menyerah tanpa syarat atau berperang
sampai hancur.[42]
4.
Memerangi Nabi
palsu. Nabi palsu itu adalah Aswad Ansi, Musailaah, Tulaiha, dan Sajah (seorang perempuan).[43]
5. Mengumpulan al-Quran, mendirikan baitul Mal dan
menetapkan pembagian ganimah (harta
rampasan perang).
E. POLITIK ABU BAKAR
Karena banyaknya penolakan
dan pemberontakan dari kabilah-kabilah Arab yang berada di bawah kekuasaan
Islam terhadap kekhalifahan
pasca wafatnya Nabi. Maka orientasi politik yang dilakukan pertama kali oleh
Abu Bakar adalah melakukan politik konsolidasi dengan cara mempersatukan masyarakat
Arab dalam satu kekuasaan dan keagamaan Islam. Perilaku politik lain yang
dijalankan oleh Abu Bakar adalah melakukan ekspansi. Abu Bakar dalam berpolitik
lebih mengutamakan musyawarh untuk menyelesaika persoalan duniawi,[44]
sehingga tidaklah salah jika dia dapat diakatakan sebagai adalah seorang yang
demokratis.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan
pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat
besarnya bermusyawarah.
Abu Bakar selalu menyediakan
kesempatan bagi kaum muslim untuk berunding dan menentukan pilihan, inilah
peradaban berpolitik dan bernegara beliau. Ia adalah orang yang demokratis, tapi tetap bernegara dengan berpedoman
pada al Quran.[45] Berikut ini adalah landasan dalam
al-Qur’an yang beliu gunakan dalam bernegara:
Ali Imran 159:
Asyura 38:
Di bidang hukum Abu Bakar
memerintahkan pada wakil-wakilnya di tiap-tiap daerah supaya jangan
tergesa-gesa menjatuhkan hukum.
Atau dapat penulis katakan Abu Bakar telah menggunakan asas praduga tak
bersalah. Sedang di bidang administrasi negara, setelah diangkat menjadi khalifah sampai beberapa bulan
kemudian dia masih meneruskan usahnya di bidang perdagangan yang semakin mengecil.
Dan pada berikutnya terjadi kerugian dikarenakan lebih disibukkan pada urusan
negara. Sehingga dari permintaan mayoritas sahabat perniagaan tersebut
dihentikan dan untuk menghidupi
urusan rumah tangga dia setiap harinya hendaknya di ambilkan dari kas negara.[46]
Lantas di bidang sosial beliau adalah sosok yang sangat dermawan. Kedermawanan Abu
Bakar sudah bukan menjadi barang
rahasia lagi.
Abu Bakar wafat pada saat
terjadi perang Yarmuk yang berlangsung selama tiga bulan dengan kemengan berada
di tangan kaum Muslim atas bangsa Romawi. Untuk mengantisipasi pertikaian dan perpecahan di kalangan umat Islam maka sebelum ia wafat telah
menetapkan Umar bin Khathab sebagai khalifah kaum Muslim setelah dirinya.[47]
Wallahu A’lam bi Shawab.
BIBLIOGRAFI
al A’zami, M.M. The History The Qur’anic
Text. Depok:Gema Insani, 2005.
al-Khudhori, Syekh Muhammad. Nurul
Yaqin fi siroti al-Mursalin. Bairut: Dar al Fikri,1994).
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, terj.
Bahruddin Fannani. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.
Hamka, Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Khalid, Muh. Khalid. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup
Khalifah Rasulullah. Bandung: Diponegoro, 1985.
Mahmudunnasir,
Syed. Islam Konsepsi Dan Sejarahnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Mufrodi,
Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab.cSurabaya:
Anika Bahagia, 2010.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta:
Pustaka Alhusna,1992.
Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam.
Surabaya: Pustaka Islamika, 2003.
[1]Ada referensi lain yang mengemukakan
bahwa panggilan Abu Bakar sebelum
masuk Islam adalah Atiq.
Lihat Khalid Muh. Khalid, Mengenal
Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah
(Bandung: diponegoro, 1985), 44.
[3]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Surabaya: Anika Bahagia, 2010),
49.
[4]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Alhusna,1992), 226.
[5]Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah
Rasulullah (Bandung: diponegoro, 1985), 23.
[7]Hamka, Sejarah Umat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 12.
[8]Mufrodi, Islam di Kawasan, 54.
[10]Mufrodi, Islam di Kawasan, 48.
[11]Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, terj.
Bahruddin Fannani (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), 7.
[12]Hamka, Sejarah Umat, 12.
[17]Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam (Surabaya: Pustaka
Islamika, 2003), 57.
[18]Mufrodi, Islam di Kawasan, 47-48.
[19]Amin, Seratus Tokoh dalam, 7.
[23]Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik, 57-59.
[25]Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan, 227.
[28]Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Abu
Ubaidah bin Jarrah adalah tiga orang yang tampil sebagai penegas dalam suasana
kritis. Dari ketiga orang tersebut lahirlah keputusan siapa pengganti Nabi,
kemudian disepakati bahwa sebagai khalifah adalah Abu Bakar. Lihat Ali Mufrodi,
Islam di Kawasan Kebudayaan Arab
(Surabaya: Anika Bahagia, 2010),49.
[31]Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan, 227.
[34]Mufrodi, Islam di Kawasan, 52.
[35]Ada pendapat lain
menyebut sebagai peperangan Yamamah yang telah banyak menggugurkan para sahabat
penghafal al- Qur’an. Perang ini terjadi pada 12 H. Sehingga Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan Al-Qur’an dari
berbagai tempat penulisan, baik yang ditulis di kulit-kulit, dedaunan, maupun
dari hafalan yang tersimpan dalam dada kaum muslimin. Lihat http://www.biografitokohdunia.com/2011/03/biografi-khalifah-abu-bakar-ashidiq.html
[36]Mufrodi, Islam di Kawasan, 52.
[38]Gerakan Riddah ini dibagi menjadi
empat yaitu: 1. Gerakan melepas kesetiaan pada ajararan Islam, 2. Gerakan
menolak membayar Zakat, dan 3. Gerakan yang mengangkat diri menjadi Nabi 4.
Gerakan dari suku-suku bangsa Arab yang membangkang, mengklaim bahwa isalam
adalah agama bagi bangsa Arab saja. Lihat Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam (Surabaya: Pustaka
Islamika, 2003), 63-64.
[39]Mufrodi, Islam di Kawasan, 51.
[40]Ibid., 53.
[44]Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik, 2003), 64-67.
[46]Hamka, Sejarah Umat, 13.